MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN HIGHER ORDER THI

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner


Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner

The 2016 Jambi International Seminar on Education (JISE) in Jambi, Indonesia on the 3 – 4 April 2016 with the theme
“Sharing Power, Valuing Local Cultures, and Achieving Success in Education”

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN HIGHER ORDER THINKING DAN
SELF CONFIDENCE SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
INKUIRI TERBIMBING
LUCY ASRI PURWASI
STKIP PGRI Lubuklinggau
INDONESIA
[email protected]
Abstrak: Fokus pembelajaran matematika pada abad ke-21 ini adalah mengembangkan kemampuan higher
order thinking dan self confidence siswa terhadap matematika. Mengembangkan kemampuan higher order
thinking artinya siswa diberikan tantangan dengan penyajian masalah terbuka dan lebih dilatih untuk berpikir
secara luas. Sehingga dapat memberikan kesempatan siswa untuk memperoleh pengetahuan, menemukan
dan melibatkan proses berpikir dalam memecahkan masalah melalui beberapa teknik penyelesaian dengan

cara mereka sendiri. Selain itu juga perlu dikembangkan rasa percaya terhadap matematika maupun
kemampuan diri sendiri, atau lebih dikenal dengan self-confidence. Kepercayaan siswa pada matematika
akan memberikan peranan penting dalam pembelajaran dan kesuksesan mereka dalam matematika. Oleh
karena itu, kedua aspek ini sangat diperlukan siswa dalam mempelajari materi-materi matematika.
Keberhasilan pembelajaran matematika dapat dicapai secara optimal bila didukung dengan pemilihan
alternatif model pembelajaran yang efektif dan inovatif. Salah satu model pembelajaran itu adalah model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Dalam proses inkuiri, siswa diajar dan dilatih bagaimana mereka harus
berpikir, lebih aktif dalam menangani masalah atau mengemukakan pendapat atas inisiatif sendiri dengan
melibatkan secara maksimal mencari dan menyelidiki secara sistematis, logis, analitis, dan merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dengan potensi-potensi yang dimiliki model pembelajaran
inkuiri terbimbing diharapkan mampu memfasilitasi siswa dalam melatih dan mengembangkan kemampuan
higher order thinking dan self confidence.
Kata

Kunci: Model pembelajaran inkuiri terbimbing,

Pendahuluan
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini diperlukan sumber daya manusia
yang mampu menghadapi tantangan di era globalisasi

dengan memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis,
kreatif, dan bernalar yang tinggi. Sumber daya
manusia yang memiliki pemikiran seperti ini lebih
mungkin dihasilkan dari lembaga satuan pendidikan.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang dipelajari siswa di jenjang pendidikan formal
mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah hingga
sampai perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
matematika memegang peranan yang sangat penting
dalam menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu dan punya potensi. Semakin tinggi jenjang
pendidikan yang dicapai maka akan semakin sulit
materi matematika yang akan dipelajari karena materi
yang disajikan lebih bersifat abstrak. Selain itu, dalam
mempelajari materi matematika siswa diharapkan
dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika
dalam
kehidupan
sehari-hari,

mengembangkan daya nalar, dan pembentukan sikap
percaya diri serta mengembangkan keterampilan
matematika (doing math).

higher

order

thinking,

self confidence.

Menurut Sumarmo (2005) keterampilan matematika
(doing math) berkaitan dengan karakteristik
matematika yang dapat digolongkan dalam lower
order thinking dan higher order thinking. lower order
thinking termasuk kegiatan melaksanakan operasi
hitung sederhana, menerapkan rumus matematika
secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang
baku, sedangkan yang termasuk pada higher order

thinking adalah kemampuan memahami idea
matematika secara lebih mendalam, mengamati data
dan menggali idea yang tersirat, menyusun konjektur,
analogi, dan generalisasi, menalar secara logik,
menyelesaikan masalah, berkomunikasi secara
matematik, dan mengaitkan ide matematik dengan
kegiatan intelektual lainnya. Dalam implementasi
pembelajaran
matematika
di
kelas,
selain
membiasakan siswa mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat rendah, guru perlu juga
mengembangkan dan melatih keterampilan higher
order thinking siswa. Higher order thinking berarti
memberi tantangan dengan menyajikan masalahmasalah terbuka dan mengembangkan penggunaan
pikiran, sedangkan lower order thinking berarti
menyajikan masalah-masalah rutin, penerapan
mekanistis dan tidak berpikir secara luas (Newman,

dalam Nur Wahidin Ashari, 2013). Dalam
menyelesaikan penyajian masalah terbuka, siswa tidak
553

tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya
bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir.
Pembelajaran yang bermakna untuk siswa mampu
mengembangkan self confidence dalam diri siswa,
karena siswa terlibat langsung dan aktif dalam proses
pembelajaran.

hanya menggunakan aspek kognitif saja, melainkan
perlu adanya aspek afektif yang harus dikembangkan
dalam diri siswa, yaitu rasa percaya terhadap
matematika maupun kemampuan diri sendiri, atau
lebih dikenal dengan self confidence. Menurut
Hannula, Maijala & Pehkonen (2004) kepercayaan
siswa pada matematika dan pada diri mereka sebagai
siswa yang belajar matematika akan memberikan
peranan penting dalam pembelajaran dan kesuksesan

mereka dalam matematika. Sehingga dapat dikatakan
bahwa siswa yang memiliki kemampuan higher order
thinking dan self-confidence bisa sukses dalam belajar
matematika.

Menurut
Gulo
(Trianto,
2007:135)
model
pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang
menuntut siswa untuk lebih aktif dalam menangani
masalah atau mengemukakan pendapat atas inisiatif
sendiri yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, logis, analitis, sehingga siswa dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh
percaya diri. Model pembelajaran inkuiri menjadikan
siswa sebagai subjek belajar yang aktif, sehingga
siswa dapat menyadari apa yang telah didapat selama

proses pembelajaran dan memproses belajar menjadi
sesuatu yang bermakna dalam dunia nyata.

Dalam pembelajaran matematika pada abad ke-21 ini,
kemampuan higher order thinking
dan selfconfidence siswa terhadap matematika memang
menjadi fokus untuk dilatih dan dikembangkan dalam
diri siswa. Namun, proses pembelajaran matematika
sering terkendala baik itu dari faktor eksternal
maupun internal dari guru maupun siswa. Misalnya
kendala faktor internal yang datang dari dalam diri
siswa, seperti terbentuknya sikap negatif yang timbul
dikalangan siswa terhadap mata pelajaran matematika.
Siswa
menganggap
matematika
itu
sulit,
membosankan dan tidak menarik sehingga siswa
kurang menikmati dan cenderung menghindari

pelajaran matematika.
Bahkan ada siswa yang
membenci pelajaran matematika sehingga dianggap
sebagai momok yang menakutkan. Sikap seperti ini
tentu menjadi kendala yang menghambat siswa untuk
mempelajari dan memahami materi pelajaran dalam
matematika. Sedangkan kendala yang datang dari
guru, dalam proses pembelajaran matematika di kelas
umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan
menyelesaikan soal yang masih bersifat prosedural
dan mekanistis daripada melibatkan proses higher
order thinking. Siswa lebih banyak melibatkan
kemampuan mengingat dan menghafal rumus pada
latihan soal-soal rutin. Dengan kemampuan berpikir
seperti ini siswa akan mudah lupa terhadap rumus dan
konsep matematika. Selain itu guru masih mengalami
kesulitan dalam memilih alternatif pembelajaran
efektif dan inovatif untuk melatih kemampuan higher
order thinking serta mengembangkan self confidence
terhadap matematika. Dalam implementasi kurikulum

saat ini, guru dituntut kreativitasnya untuk mampu
menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran di kelas.

Selain itu model pembelajaran inkuiri terbimbing
lebih cocok diterapkan untuk sekolah menengahn
pertama dikarenakan dengan pertimbangan tingkat
perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap
peralihan operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa
dapat menemukan konsep melalui bimbingan dan
arahan dari guru, pada umumnya sebagian besar siswa
masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat
menemukan sesuatu. Sehingga siswa dapat mengolah
dan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri,
sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang
tepat.
Menanggapi masalah siswa yang pada umumnya tidak
mampu menyelesaikan masalah yang menuntut
kemampuan higher order thinking dan sulit
mengembangkan self confidence dalam diri siswa,
telah banyak berkembang model–model pembelajaran

yang efektif dan inovatif untuk mengatasi masalah ini.
Melalui potensi-potensi yang dimiliki dalam model
pembelajaran inkuiri terbimbing maka diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan higher order
thinking dan self-confidence siswa pada tingkat
sekolah menengah (SMP).
Pembahasan
Kemampuan Higher Order Thinking
Higher Order Thinking (HOT) is thinking on higher
level than memorizing facts, restating facts, or
applying rules/formulas/procedures (Thomas &
Thorne, dalam Gunawan, 2008). Dengan demikian,
kemampuan higher order thinking level kemampuan
berpikir lebih dari menghafal fakta, mengingat fakta,
dan
mengaplikasikan
atau
menerapkan
aturan/rumus/prosedur. Heong (Rofiah,dkk, 2013)

Salah satu model pembelajaran yang dapat
mengkondisikan situasi untuk mengembangkan
kemampuan higher order thinking dan self confidence
siswa adalah model pembelajaran inkuiri. Karena
dalam proses inkuiri, siswa diajar dan dilatih
bagaimana mereka harus berpikir. Menurut Sanjaya
(2006:195) proses inkuiri melibatkan siswa lebih dari
sekedar menghapal dan menumpuk ilmu pengetahuan,
554

adalah guru mengajukan pertanyaan “bagaimana
jika?” (what if …?).
Harta, (2008) menyatakan bahwa pertanyaan ini
membuat siswa memeriksa kembali soal dan melihat
apakah pengaruh perubahan ini terhadap proses
penyelesaian dan juga jawabannya. Dengan jalan ini
siswa akan menganalisa apa yang terjadi sehingga
akan meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.
Berikut contohnya

mengemukakan bahwa kemampuan berpikir tingkat
tinggi merupakan penggunaan pikiran secara lebih
luas untuk menemukan tantangan baru, menghendaki
seseorang untuk menerapkan informasi baru atau
pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi
untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam
situasi baru.
Sejalan dengan hal ini Tran Vui (Rosnawati, 2005)
mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi
sebagai berikut:

Perbandingan umur Daffa dan Erni saat ini adalah
3:5. Bagaimana jika enam tahun yang lalu
perbandingan umur mereka adalah 3:7? Berapakah
umur Daffa dan Erni saat ini?

“Higher order thinking occurs when a person takes
new information and information stored in memory
and interrelates and/or rearranges and extends this
information to achieve a purpose or find possible
answers in perplexing situations.”

Banyak alternatif jawaban terhadap pertanyaan
ini. Artinya, terdapat banyak jawaban benar. Soal
terakhir ini lebih memerlukan analisa, bukan sekedar
penyelesaian latihan soal biasa.

Dengan demikian, kemampuan berpikir tingkat tinggi
akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi
baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam
ingatannya dan menghubung-hubungkannya dan/atau
menata ulang serta mengembangkan informasi
tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun
menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan
yang sulit dipecahkan. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses
berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam
menyelesaikan masalah-masalah terbuka (open-ended
problems) atau masalah non-rutin yang melibatkan
tingkat berpikir menganalisis, mengevaluasi dan
mengkreasi.

2. Mengevaluasi (to evaluate)
Mampu mengkritisi, memutuskan, mengevaluasi,
menilai, membuktikan, menyangkal, atau mendukung
suatu gagasan. Dalam taksonomi Bloom, tingkat
evaluasi adalah tingkat dimana siswa membuat
penilaian tentang nilai gagasan, sesuatu, bahan, dan
banyak lagi. Pada tingkat ini, siswa diharapkan
membawa semua yang telah mereka pelajari untuk
melakukan evaluasi materi yang diinformasikan dan
diperdengarkan (Kelly, dalam Nur Wahidin Ashari,
2013). Salah satu cara untuk melihat keterampilan
siswa dalam menganalisis adalah menanyakan
pertanyaan seperti (apakah yang akan kamu
lakukan?). Harta (2008) menyatakan bahwa
pertanyaan ini diajukan untuk merangsang
keterampilan berfikir kritis. Setelah menjawab
pertanyaan, siswa dihadapkan pada situasi untuk
mengambil keputusan. Keputusan ini dapat didasarkan
pada ide pribadi, pengalaman pribadi, atau apa saja
sesuai keinginan siswa. Akan tetapi siswa harus
menjelaskan konsep matematika yang mendasari
keputusan tersebut. Penjelasan ini bisa dalam bentuk
kalimat tertulis sehingga memberi siswa kesempatan
untuk melatih keterampilan komunikasinya. Berikut
contohnya,

Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi
higher order thinking. Pemikiran ini didasarkan
bahwa beberapa jenis pembelajaran memerlukan
proses kognisi yang lebih daripada yang lain, tetapi
memiliki manfaat-manfaat lebih umum. Indikator
kemampuan higher order thinking yang digunakan
dalam penelitian ini, dirujuk dari Krathworl &
Andrerson (Lewy, dkk, 2009:16) pada a revision of
Bloom’s Taxonomy: an overview−theory Into
Practice meliputi:
1.

Menganalisis (to analyze)
Memeriksa dan mengurai informasi, memilah
sebab dan akibat, mengambil kesimpulan dan
melakukan generalisasi serta menemukan alasan yang
mendukungnya. Dalam Taksonomi Bloom, tingkat
analisis adalah dimana siswa menggunakan
pertimbangan sendiri untuk mulai menganalisis
pengetahuan yang telah mereka pelajari. Pada poin
ini, mereka mulai memahami struktur yang mendasari
untuk pengetahuan dan juga mampu membedakan
antara fakta dan opini (Kelly, dalam Nur Wahidin
Ashari, 2013). Salah satu jalan untuk melihat
kemampuan siswa dalam menganalisis masalah

Seorang pengrajin mebel dapat membuat 3 meja dan
4 rak dengan papan kayu seluas 1 � . Papan kayu
seluas 1 � dapat dibuat 5 meja dan 2 rak.
Menurut Danu, 1 meja membutuhkan � papan
dan 1 rak membutuhkan 2,2� � papan. Sedangkan
menurut Umar, 1 meja membutuhkan 1, � � papan
dan 1 rak membutuhkan 2,7� � papan. Adakah
pendapat yang benar? Tuliskan pendapatmu beserta
alasanmu.

555

Berdasarkan kepada pendapat-pendapat dari para ahli
di atas, maka indikator dari pada self confidence
adalah meliputi: a)Yakin dengan kemampuan yang
dimiliki; b) Bertindak mandiri dalam mengambil
keputusan; c) Selalu optimis, bersikap tenang, dan
pantang menyerah; d) Memiliki kecerdasan yang
cukup; e) Memiliki kemampuan sosialisasi; f) Selalu
bersikap positif dalam menghadapi masalah; g)
Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam
berbagai situasi; h) Selalu berpikiran objektif, rasional
dan realistis.

3. Mengkreasi (to create)
Mampu membuat, merencanakan dan menciptakan
karya yang orisinil atau memadukan unsur-unsur
menjadi sesuatu yang utuh, koheren, dan baru. Berikut
contohnya,
Evi dan Sinta bersama-sama ingin belanja buah di
pasar buah. Evi membeli 2 kg jeruk dan 1 kg salak
dengan harga seluruhnya Rp................(sebutkan
harga sesuai keinginanmu). Sinta membeli 1 kg
jeruk dan 3 kg salak dengan harga seluruhnya
Rp........... (sebutkan harga sesuai keinginanmu).
Jika kamu ingin membeli jeruk dan salak sebanyak
yang kamu inginkan, berapa kamu harus
membayar?

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu pendekatan
dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan
dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan
pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif
dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap
pemecahannya. Pembelajaran inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman
belajar dengan model pembelajaran inkuiri. Dengan
pendekatan ini siswa belajar lebih berorientasi pada
bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat
memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan
ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang
relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi
kelompok maupun secara individual agar mampu
menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan
secara mandiri.

Self Confidence Siswa

Ismawati (2010) mendefinisikan self confidence
sebagai keyakinan seseorang untuk mampu
berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan
diinginkan serta keyakinan seseorang bahwa dirinya
dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan
sesuatu yang positif. Menurut Ignoffo (dalam
Megawati, 2010:3), terdapat beberapa karakteristik
yang menggambarkan individu yang memiliki self
confidence yaitu memiliki cara pandang yang positif
terhadap diri, yakin dengan kemampuan yang
dimiliki, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan,
bertindak mandiri dalam mengambil keputusan,
memiliki potensi dan kemampuan. Menurut Hakim
(dalam Megawati, 2010:3) mengungkapkan beberapa
ciri-ciri orang yang memiliki self confidence adalah:
selalu bersikap tenang dan tidak mudah menyerah,
mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai,
mampu menetralisasi ketegangan yang muncul pada
situasi tertentu, memiliki kondisi mental dan fisik
cukup menunjang penampilan, memiliki kecerdasan
yang cukup, memiliki kemampuan sosialisasi, selalu
bersikap positif dalam menghadapi berbagai masalah,
mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam
berbagai situasi. Menurut Lauster (Hendriana, 2012),
terdapat beberapa karakteristik untuk menilai
kepercayaan diri individu, diantaranya: (a) percaya
kepada kemampuan sendiri; (b) bertindak mandiri
dalam mengambil keputusan; (c) memiliki konsep diri
yang positif; (d) berani mengungkapkan pendapat.
Sedangkan indikator-indikator kepercayaan diri yang
akan digunakan selama pembelajaran matematika
adalah indikator yang dikemukakan oleh Lauster
(Hendriana: 2012), antara lain: 1) optimis; 2) percaya
pada kemampuan sendiri; 3) toleransi; 4) ambisi
normal; 5) tanggung jawab; 6) rasa aman; 7) mandiri;
dan 8) mudah menyesuaikan diri.

Menurut Amri & Ahmadi (2010: 89) menyatakan ada
beberapa karakteristik dari Inkuiri terbimbing yang
perlu diperhatikan yaitu; 1) Siswa mengembangkan
kemampuan berpikir melalui observasi spesifik
hingga membuat inferensi atau generalisasi; 2)
Sasarannya adalah mempelajari proses megamati
kejadian atau objek kemudian menyusun generalisasi
yang sesuai; 3) Guru mengontrol bagian tertentu dari
pembelajaran misalnya kejadian, data, materi, dan
berperan sebagai pemimpin Kelas; 4) Tiap-tiap siswa
berusaha untuk membangun pola yang bermakna
berdasarkan hasil observasi di dalam Kelas; 5) Kelas
diharapkan
berfungsi
sebagai
laboratorium
pembelajaran; 6) Biasanya sejumlah generalisasi
tertentu akan diperoleh dari siswa; 7) Guru
memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan
hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan
oleh seluruh siswa dalam Kelas.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar
berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai
dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru
banyak memberikan bimbingan, kemudian pada
tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi,
sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri
secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat
556

berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi-arah
yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami
konsep pelajaran matematika. Di samping itu,
bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja
siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses
belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa,
sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan
petunjuk-petunjuk dan scaffolding yang diperlukan
siswa.

berkomunikasi
dan
berusaha
mendapatkan
pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah
yang dihadapi.
Kaitan Higher Order Thinking dan Self Confidence
dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Menurut Rosnawati (2009) terdapat enam tahapan
aktivitas yang ditunjukkan oleh siswa dalam
melakukan proses higher order thinking, meliputi
menggali informasi, mengajukan dugaan, melakukan
inkuiri, membuat konjektur, mencari alternatif, dan
menarik kesimpulan.

Pada penelitian ini langkah-langkah pembelajaran
inkuiri terbimbing mengadopsi tahapan pembelajaran
inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak
dalam Trianto (2009:172), yang dapat dilihat pada
tabel 1 berikut:
Tabel

Dari aktivitas-aktivitas yang dilalui oleh siswa dalam
melakukan proses higher order thinking skill, ada
aspek afektif yang dapat dikembangkan dalam diri
siswa, salah satunya self confidence. Selain itu juga
enam tahapan aktivitas berpikir higher order thinking
yang dilalui siswa merupakan bagian dari sintaks
model pembelajaran inkuiri. Sehingga melalui
implemetasi model pembelajaran inkuiri terbimbing
yang dilakukan oleh guru di kelas dapat menjadikan
siswa sebagai subjek belajar yang aktif dalam melatih
higher order thinking, keberanian, kemampuan
berkomunikasi
dan
berusaha
mendapatkan
pengetahuannya sendiri dengan penuh percaya diri
(self confidence) dan lebih bermakna. Pembelajaran
yang bermakna untuk siswa mampu mengembangkan
sikap positif berupa rasa percaya diri dalam diri siswa,
karena siswa terlibat langsung dalam proses
pembelajaran.

1

Tahap-tahap Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing
Tahapan
Aktivitas / Kegiatan Guru

Menyajikan
pertanyaan atau
masalah

Membuat
hipotesis

Merancang
percobaan

Melakukan
percobaan untuk
memperoleh
informasi
Mengumpulkan
dan menganalisis
data

Membuat
kesimpulan

Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan
masalah dituliskan di papan
tulis. Guru membagi siswa
dalam kelompok
Guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk curah
pendapat dalam membentuk
hipotesis. Guru membimbing
siswa dalam menentukan
hipotesis yang relevan dengan
permasalahan
dan
memprioritaskan
hipotesis
mana yang menjadi prioritas
penyelidikan.
Guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk menentukan
langkah-langkah yang sesuai
dengan hipotesis yang akan
dilakukan. Guru membimbing
siswa mengurutkan langkahlangkah percobaan.
Guru membimbing siswa
mendapatkan
informasi
melalui percobaan.

Simpulan
Sebagai simpulan dari artikel ini, penulis berhipotesis
bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing
mempunyai
potensi
dalam
mengembangkan
kemampuan higher order thinking dan self confidence
siswa. sehingga model pembelajaran inkuiri
terbimbing dapat dijadikan alternatif model
pembelajaran yang dapat diimplementasikan di kelas
dalam melatih keterampilan-ketampilan berpikir siswa
dan mengembangkan sikap positif siswa terhadap
matematika salah satunya rasa percaya diri (self
confidence)

Guru memberi kesempatan
pada tiap kelompok untuk
menyampaikan
hasil
pengelolaan
data
yang
terkumpul
Guru membimbing siswa
dalam membuat kesimpulan

Referensi
Amri,

Sofan dan Ahmadi. (2010). Proses
pembelajaran inovatif dan kreatif dalam
kelas. Jakarta. PT Prestasi Pustakarya.
Gunawan, Hendra. (2008). Higher Order Thinking
Skills (HOTS) dalam matematika SMP . Pdf.
(Online)
Hannula, M.S., Maijala, M. & Pehkonen, E. (2004).
Development
of
Understanding
Self-

Enam tahapan pembelajaran pada inkuiri terbimbing
ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kegiatan belajar mengajar di Kelas. Para siswa akan
berperan aktif melatih berpikir, keberanian,
557

Confidence in Mathematics; Grades 5–8. Group
for the Psychology of Mathematics Education.
Vol. 3, pp 17-24.
Harta, Idris. (2008). Pertanyaan-Pertanyaan Inovatif
untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir
Tingkat Tinggi. Surakarta: Prodi Pendidikan
Matematika
FKIP
Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Hendriana, H. (2012). Pembelajaran Dengan
Pendekatan Metaphorical Thinking Untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Pemahaman
Matematik, Komunikasi Matematik dan
Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah
Pertama . Disertasi. UPI Bandung.
Herdian. (2010). Model Pembelajaran Inkuiri.
Ismawati. (2010). Peningkatan Penalaran dan
Komunikasi Matematika Siswa dengan
Menggunakan
Model
STAD
Berbasis
Quantum Teaching Berbantuan LKS pada
Materi Pokok Relasi dan Fungsi kelas VIII
SMPN 22 Semarang”. Skripsi, tidak
diterbitkan, Program sarjana UNNES
Semarang.
Lewy, Zulkardi, Aisyah, N. (2009). “Pengembangan
Soal Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan
Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP
Xaverius
Maria
Palembang”.
Jurnal
Pendidikan Matematika , Volume 3.No. 2.
Megawati. (2010). Perbedaan Self Confidence Siswa
SMP yang Aktif dan Tidak Aktif dalam
Organisasi Intra Sekolah. Skripsi Universitas
Sumatera Utara: tidak diterbitkan.

SMU serta Mahasiswa S1 Melalui Berbagai
Pendekatan Pembelajaran . Laporan Hibah
Pascasarjana Tahun Ketiga. UPI Bandung.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI. (2009). Ilmu
dan aplikasi pendidikan, bagian III: Pendidikan
disiplin ilmu. Bandung: PT Imperial Bhakti
Utama.
Trianto.(2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif
Yang Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta :
Prestasi Pustaka.
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group

Nur

Wahidin Ashari. (2013). Studi Literatur
Penggunaan Strategi Scaffolding Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa”. Prosiding SNMPM Universitas
Sebelas Maret.
Rofiah, E., Aminah, N. S., Ekawati, E. Y. (2013).
“Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa
SMP”. Jurnal Pendidikan Fisika , Vol. 1 No. 2
Halaman 17.
Rosnawati, R. (2009). “Enam tahapan Aktivitas
Dalam Pembelajaran Matematika Untuk
Mendayagunakan Berpikir Tingkat Tinggi
Siswa”. Makalah. Disampaikan dalam seminar
nasional dengan tema Revitalisasi MIPA dan
Pendidikan MIPA dalam rangka penguasaan
Kapasitas Kelembagaan dan Profesionalisme
Menuju WCU.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan .
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sumarno, U. 2005. Pengembangan Berpikir
Matematika Tingkat Tinggi Siswa SMPdan
558

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

HASIL UJI KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA MAHASISWA BARU FMIPA TAHUN 2015 DAN ANALISA BUTIR SOAL TES DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS POINT BISERIAL

2 67 1

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

HUBUNGAN ANTARA KELENTUKAN DAN KESEIMBANGAN DENGAN KEMAMPUAN BACK OVER DALAM SENAM PADA SISWA SMA NEGERI 05 BANDAR LAMPUNG

0 42 1

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA ADAPTASI MODEL NOVICK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR SISWA

9 41 63

PENGARUH MOTIVASI DAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SAINS DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMTI TANJUNG KARANG

2 35 49

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

ANALISIS KEMAMPUAN LABA OPERASI DALAM MEMPREDIKSI LABA OPERASI, ARUS KAS OPERASI DAN DIVIDEN KAS MASA DEPAN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI 2009-2011)

10 68 54

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

3 41 108

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60