Pengaruh Kebijakan BI Rate terhadap Kond

PENGARUH KEBIJAKAN BI RATE TERHADAP
KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA
Farisa Noviyanti
8D DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
email: chabadres@gmail.com
Abstrak – Dalam kondisi normal, Bank Sentral menggunakan instrumen suku bunga untuk menstabilkan harga
(menahan laju inflasi). Menaikkan suku bunga secara tidak langsung akan mengurangi jumlah uang yang
beredar di pasar melalui dua mekanisme: memberikan insentif kepada masyarakat untuk menabung dan
mengurangi permintaan masyarakat untuk mengambil kredit. Karena jumlah uang yang beredar berkurang,
otomatis nilai uang bertambah sehingga nilai barang secara relatif menurun, dan harga barang pun menurun
sehingga laju inflasi bisa ditahan. Demikian juga sebaliknya dengan penurunan suku bunga. Paper ini
memfokuskan dan menjelaskan bagaimana pengaruh kebijakan kenaikan dan penurunan suku bunga Bank
Indonesia (BI Rate) terhadap kondisi perekonomian di Indonesia.
Kata Kunci: BI Rate, suku bunga, inflasi, investasi, tabungan, moneter
1.
a.

PENDAHULUAN
Landasan Teori Penetapan Suku Bunga
Menurut Samuelson (1990), suku bunga adalah
harga yang harus dibayar bank atau peminjam lainnya

untuk memanfaatkan uang selama jangka waktu
tertentu. Suku bunga merupakan salah satu sasaran
kebijakan moneter yang sangat besar pengaruhnya
karena suku bunga memegang peranan penting di
dalam kegiatan perekonomian. Suku bunga ini
merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat
mau menanamkan dananya pada bank.
Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka
masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan
dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka
untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu
sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan,
maka minat masyarakat dalam menabung akan
berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat
keuntungan yang akan mereka peroleh di masa yang
akan datang dari bunga adalah kecil. Berikut adalah
beberapa teori penentuan kebijakan suku bunga:
1).

Teori Suku Bunga Klasik

Menurut kaum Klasik, suku bunga
menentukan besarnya tabungan maupun
investasi
yang
dilakukan
dalam
perekonomian yang menyebabkan tabungan
yang tercipta pada penggunaan tenaga kerja
penuh akan selalu sama dengan yang
dilakukan
oleh
pengusaha.
Menurut
pengertian kaum Klasik, bunga adalah
“harga” dari penggunaan leonable funds.
Terjemahan langsung dari istilah tersebut
adalah
“dana
yang
tersedia

untuk
dipinjamkan”.
Dalam teori Fisher mengenai Leonable
Funds Theory, bahwa tingkat suku bunga

2).

umum ditentukan oleh interaksi kompleks
dari dua faktor, yaitu total permintaan dana
oleh perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan
rumah tangga, atau individu-individu.
Permintaan ini berhubungan negatif dengan
suku bunga (kecuali dengan permintaan
pemerintah yang sering tidak terpengaruh
pada tingkat suku bunga).
Yang mempengaruhi tingkat suku bunga
adalah total penawaran dana dari perusahaanperusahaan pemerintah dan individuindividu. Penawaran berhubungan positif
dengan tingkat suku bunga jika semua faktor
ekonomi yang lain konstan. Berrdasarkan
teori suku bunga klasik, tingkat suku bunga

dalam keseimbangan (artinya tidak adanya
dorongan untuk naik atau turun) terjadi
apabila keinginan menabung masyarakat
sama
dengan
keinginan
pengusaha
melakukan investasi.
Teori Suku Bunga Keynes
Menurut Keynes bahwa tingkat suku
bunga hanya merupakan fenomena moneter
yang mana pembentukannya terjadi di pasar
uang. Dengan demikian, tabungan yang
dilakukan oleh rumah tangga bukan
tergantung dari tinggi rendahnya tingkat suku
bunga namun tergantung dari besar kecilnya
pendapatan rumah tangga itu. Dalam arti
bahwa makin besar jumlah pendapatan maka
makin besar uang yang bisa ditabungkan.
Apabila jumlah pendapatan rumah tangga itu

mengalami kenaikan atau penurunan,
perubahan yang cukup besar dalam tingkat
suku bunga tidak akan menimbulkan
pengaruh yang berarti atas jumlah tabungan
yang akan dilakukan oleh rumah tangga.

Perbedaan dengan teori klasik adalah
Keynes
mengasumsikan
bahwa
perekonomian belum mencapai tingkat full
employment. Oleh karena itu, produksi dapat
ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah
maupun tingkat harga. Dengan menurunkan
tingkat suku bunga, investasi dapat
dirangsang untuk meningkatkan produksi
nasional. Demikian halnya dengan investasi,
Keynes berkeyakinan bahwa tingkat bunga
bukanlah faktor utama yang menentukan
tingkat investasi, walaupun diakui bahwa

salah satu pertimbangan untuk melakukan
investasi adalah tingkat bunga. Tingkat
investasi
menurutnya
lebih
banyak
dipengaruhi oleh faktor lainnya selain tingkat
bunga.

Jika suku bunga turun, tentu keadaannya
mencerminkan keadaan bahwa di masyarakat jumlah
uang harus ditambah. Dengan bunga yang rendah
masyarakat tidak tertarik untuk menabung dan suku
bunga kredit akan turun dan mengakibatkan
masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan
pinjaman ke bank. Dengan demikian jumlah uang
yang beredar di masyarakat bertambah. Penurunan
suku bunga biasanya dilakukan pada saat
perekonomian mengalami kelesuan (resesi). Di
Indonesia, kebijakan moneter terhadap penyesuaian

tingkat suku bunga tersebut dilakukan melalui
penetapan BI Rate [2].
2.
a.

3).

Teori Suku Bunga Sir John Hicks
Menurut Hicks, bahwa suku bunga berada dalam
keadaan keseimbangan pada suatu perekonomian bila
tingkat suku bunga itu memenuhi keseimbangan
sektor moneter dan sektor riil. Pandangan ini
merupakan gabungan dari pendapat Klasik dan
Keynes, dimana kaum Klasik mengatakan bahwa
bunga timbul karena uang adalah produktif, artinya
bila seseorang memiliki dana maka mereka dapat
menambah alat produksinya agar keuntungan yang
diperoleh meningkat. Sedangkan menurut Keynes
bahwa uang selain digunakan untuk tujuan produktif
juga spekulatif untuk memperoleh keuntungan [1].

b.

Peran Tingkat Suku Bunga dalam Kebijakan
Moneter
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan
suatu kebijakan Bank Sentral atau Otoritas Moneter
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal
(pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta
tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga
stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan
kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca
pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu,
maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk
memulihkan
(tindakan
stabilisasi).
Pengaruh

kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh
sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada
sektor riil.
Politik diskonto adalah satu kebijakan moneter
yang dilakukan oleh Bank Sentral dengan menambah
atau mengurangi jumlah uang dengan cara menaikan
atau menurunkan tingkat suku bunga. Jika Bank
Sentral menaikan suku bunga diharapkan masyarakat
tertarik untuk menyimpan uang di bank dan dengan
demikian jumlah uang yang beredar berkurang. Selain
itu kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan
suku bunga kredit, dengan naiknya suku bunga kredit
maka minat untuk mengajukan kredit akan berkurang.

b.

1)
2)
3)


PEMBAHASAN
Definisi BI Rate
BI Rate adalah suku bunga kebijakan
yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank
Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Secara operasional,
stance kebijakan
moneter dicerminkan oleh penetapan suku
bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan
akan mempengaruhi suku bunga pasar uang
dan suku bunga deposito dan suku bunga
kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini
pada akhirnya akan memengaruhi output dan
inflasi.
Sasaran operasional kebijakan moneter
dicerminkan pada perkembangan suku bunga
Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB
O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan

di suku bunga deposito, dan pada gilirannya
suku bunga kredit perbankan. Dengan
mempertimbangkan pula faktor-faktor lain
dalam perekonomian, Bank Indonesia pada
umumnya akan menaikkan BI Rate apabila
inflasi ke depan diperkirakan melampaui
sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya
Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate
apabila inflasi ke depan diperkirakan berada
di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Kebijakan Penetapan BI Rate
BI Rate diumumkan oleh Dewan
Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat
Dewan Gubernur (RDG) bulanan dan
diimplementasikan pada operasi moneter
yang dilakukan Bank Indonesia melalui
pengelolaan
likuiditas
(liquidity
management) di pasar uang untuk mencapai
sasaran operasional kebijakan moneter
dengan mekanisme sebagai berikut:
Penetapan respons (stance) kebijakan moneter
dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG
Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan
berlaku sampai dengan RDG berikutnya
Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate)
dilakukan dengan memperhatikan efek tunda

kebijakan moneter (lag of monetary policy)
dalam mempengaruhi inflasi.
4) Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan
semula, penetapan stance Kebijakan Moneter
dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui
RDG Mingguan.
Respon kebijakan moneter dinyatakan
dalam perubahan BI Rate (secara konsisten
dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin
(bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan
intensi Bank Indonesia yang lebih besar
terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka
perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari
25 bps dalam kelipatan 25 bps. Berikut
adalah tabel perubahan BI Rate selama tahun
2013
(Berdasarkan hasil dari Rapat Dewan
Gubernur):
Tanggal
12 Nov 2013
8 Okt 2013
12 Sept 2013
29 Agust 2013
15 Agust 2013
11 Juli 2013
13 Juni 2013
14 Mei 2013
11 April 2013
7 Maret 2013
12 Feb 2013
10 Jan 2013

BI Rate
7.50%
7.25%
7.25%
7.00%
6.50%
6.50%
6.00%
5.75%
5.75%
5.75%
5.75%
5.75%

Sepanjang lima bulan terakhir ini, BI cenderung
agresif menaikkan level BI Rate sebesar 150 bps.
Sejak 13 Juni 2013 lalu, BI Rate memang sudah mulai
naik 25 bps ke level 6 %. Secara bertahap kemudian
naik lagi 50 bps di 11 Juli 2013, di 15 Agustus 2013
bertahan di 6,5 % dan 29 Agustus 2013 naik lagi 50
bps ke level 7 %. Terakhir, BI menaikkan BI Rate
sebesar 25 bps ke 7,25 % di 12 September 2013 dan
12 November lalu, BI Rate kembali naik ke 7,50 %.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
pada 12 November 2013 memutuskan untuk
menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50%,
dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga
Deposit Facility masing-masing naik menjadi 7,50%
dan
5,75%.
Kebijakan
ditempuh
dengan
mempertimbangkan masih besarnya defisit transaksi
berjalan di tengah risiko ketidakpastian global yang
masih tinggi. Dengan demikian, keputusan ini diambil
untuk memastikan bahwa defisit transaksi berjalan
menurun ke tingkat yang lebih sehat dan inflasi tetap
terkendali menuju ke sasaran 4,5±1% pada tahun 2014
sehingga tetap dapat mendukung kesinambungan
pertumbuhan ekonomi [3] [4].

c.
1).

Pengaruh Penyesuaian BI Rate
Hubungan BI Rate dengan Defisit Transaksi
Berjalan
Kenaikan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50%
dinilai oleh Menteri Keuangan sebagai langkah
antisipatif Bank Indonesia dalam menghadapi kondisi
perekonomian pada tahun depan. Tujuannya agar
defisit transaksi berjalan bisa digiring di bawah 3%
terhadap PDB dan untuk membuat dana asing tetap
bertahan di Indonesia. Mengingat dengan laju inflasi
tahun kalender (Januari-Oktober) sebesar 7,66% dan
BI Rate 7,25%, selisih suku bunganya menjadi
negatif.
Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi
diberlakukannya tapering off (pengurangan) stimulus
moneter Federal Reserve, BI harus membuat jarak
keduanya relatif dekat untuk menahan keluarnya arus
modal asing [5]. Dengan naiknya BI Rate kali ini,
harapannya BI dapat menghimpun kembali uang yang
sudah terlalu banyak beredar di masyarakat untuk
membantu mengurangi defisit tersebut dan laju inflasi
pun dapat kembali ditekan.
2).

Hubungan BI Rate dengan Nilai Rupiah
Terdapat sedikitnya dua cara pemerintah untuk
secara langsung menyesuaikan nilai Rupiah: (a)
intervensi pasar modal dengan menjual Dollar dan
membeli Rupiah dengan menggunakan devisa negara,
atau (b) dengan menaikkan suku bunga. Dari kedua
cara tersebut, cara pertama cenderung lebih berisiko
karena cadangan devisa Indonesia yang hanya sekitar
beberapa miliar Dollar AS terbilang relatif kecil dalam
takaran pasar uang. Selain itu, risiko dari strategi ini
sangat besar karena cadangan devisa akan semakin
tumpul (semakin defisit) jika dipakai. Ketika jumlah
cadangan turun ke suatu level kritis di mana pasar
tidak percaya metode ini akan berhasil, investor akan
menyelamatkan diri sendiri, dan semakin melemahkah
Rupiah dalam proses itu.
Cara kedua adalah yang lebih ideal. Apa yang
terjadi ketika Bank Sentral suatu negara menaikkan
suku bunga? Ada sekelompok investor yang hidup
dengan mencari jejaring yang memberikan bunga
lebih tinggi. Investor ini akan tertarik untuk menaruh
modalnya ke negara tersebut sehingga menguatkan
mata uang negara tersebut. Bila tindakan ini tidak bisa
menarik investor seperti ini yang baru, paling tidak
tindakan ini dapat mengurangi niat investor yang
sudah di dalam untuk tidak pergi.
3).

Hubungan BI Rate dengan Tingkat Inflasi
BI Rate atau suku bunga Bank
Indonesia selanjutnya ditetapkan sebagai
patokan bagi suku bunga pinjaman maupun
simpanan bagi bank dan atau lembagalembaga keuangan di seluruh Indonesia.
Sederhananya jika BI Rate naik dari 7,25%
menjadi 7,50%, maka bunga pinjaman
maupun simpanan di bank dan lembaga
keuangan lainnya juga cenderung naik.

4).

Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan
merupakan peraturan, sehingga tidak
mengikat ataupun memaksa. Sering terjadi
ketika bank menaikkan bunga pinjaman
kepada pihak yang mengajukan kredit dengan
dasar BI Rate naik, namun di sisi lain bunga
deposito atau tabungan bagi para nasabahnya
tidak berubah. Sementara bagi BI sendiri, BI
Rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bankbank. Ketika BI Rate naik ke 7,50%, maka
pihak bank dapat menaruh dana mereka di BI
dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga
7,50%.
Jika BI Rate dinaikkan, maka bank
cenderung menaruh dana tabungan nasabah
mereka di BI daripada menyalurkan kembali
ke masyarakat dalam bentuk kredit. Sebab
meskipun bunga yang ditetapkan BI lebih
kecil dari bunga kredit namun penjaminnya
adalah pemerintah, sehingga resiko kredit
macetnya sangat kecil, bahkan mendekati
nol. Jika dana milik masyarakat yang
dipegang para bank diendapkan di BI, maka
jumlah uang yang beredar di masyarakat
akan berkurang, dan pada akhirnya
menurunkan tingkat inflasi. Itulah sebabnya
BI Rate merupakan instrumen yang biasanya
cukup ampuh untuk menurunkan tingkat
inflasi. Jadi adalah wajar ketika tingkat
inflasi ternyata melebihi ekspektasi, banyak
pihak kemudian menuntut agar BI segera
menaikkan BI Rate-nya.
Ketika jumlah uang yang beredar di
masyarakat berkurang, pertumbuhan inflasi
memang akan tertekan. Namun di sisi lain
juga beresiko menekan pertumbuhan
ekonomi. Misalnya, jika bank memilih untuk
tidak memberikan pinjaman modal ke
pengusaha karena lebih menguntungkan
untuk menyimpan dana di BI, maka para
pengusaha
tentunya
akan
kesulitan
mengembangkan usahanya, dan pada
akhirnya akan menekan pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan. Karena itulah,
jika kemudian tingkat inflasi telah terkendali,
maka BI bisa menurunkan kembali BI Ratenya, agar dana yang tadinya diendapkan bisa
kembali dikucurkan ke masyarakat, untuk
menumbuhkan ekonomi dan menciptakan
lapangan kerja. Ke depan, Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan kredit akan
melambat seiring dengan kenaikan suku
bunga, perlambatan permintaan domestik dan
kebijakan makroprudensial yang ditempuh
oleh Bank Indonesia.
Hubungan BI Rate dengan Pasar Modal
Ketika inflasi mulai naik tidak
terkendali, maka efeknya adalah biaya
operasional para perusahaan yang terdaftar di

BEI menjadi membengkak, karena naiknya
harga bahan baku dan gaji karyawan.
Akibatnya, laba bersih para emiten
dikhawatirkan akan turun. Alhasil, harga
sahamnya pun turun. Dan jika hal ini terjadi
pada banyak saham, maka IHSG secara
keseluruhan juga akan turun. Jadi ketika BI
Rate dinaikkan dan harapannya inflasi akan
terkendali, maka IHSG juga bisa bangkit
kembali.
Namun, naiknya BI Rate tidak akan
serta merta menguatkan IHSG, karena yang
menjadi concern investor bukanlah BI Ratenya, melainkan tingkat inflasi. Dalam jangka
pendek, naiknya BI Rate bahkan justru
berpotensi semakin melemahkan IHSG.
Karena dengan naiknya BI Rate, maka suku
bunga di deposito dan sukuk akan cenderung
naik. Selain itu, para investor di pasar modal
kini punya alternatif investasi yang tidak
kalah menguntungkan dibanding investasi
saham dan tentu saja IHSG akan semakin
tertekan.
5).

Hubungan BI Rate dengan Investasi
Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi
adalah penanaman modal untuk satu atau
lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya
berjangka waktu lama dengan harapan
mendapatkan keuntungan di masa-masa yang
akan datang.” Dewasa ini banyak negaranegara yang melakukan kebijaksanaan yang
bertujuan untuk meningkatkan investasi baik
domestik ataupun modal asing. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan
investasi akan mendorong pula kegiatan
ekonomi suatu negara, penyerapan tenaga
kerja, peningkatan output yang dihasilkan,
penghematan
devisa
atau
bahkan
penambahan devisa.
Suku bunga yang tinggi akan menarik
masyarakat untuk menyimpan kelebihan
pendapatannya untuk menabung di bank
daripada menambah konsumsinya sehingga
ketergantungan akan modal asing dapat
dikurangi.
Namun
investasi
mengisyarakatkan tingkat suku bunga harus
rendah dimana tingkat pengembalian modal
investasi harus lebih tinggi dari pada tingkat
bunga yang berlaku agar investasi tersebut
menguntungkan. Hubungan antara investasi
dengan tingkat keuntungan adalah positif
artinya apabila keuntungan meningkat maka
investasi juga akan meningkat. Dalam hal ini
Timbergen (1938-1939) dan Klien (1951)
mengungkapkan
bahwa
keuntungan
merupakan faktor penentu utama dalam
investasi.
Investasi dipengaruhi oleh dua variabel,
pertama, pendapatan perkapita mayarakat

yang memiliki hubunngan positif. Semakin
tinggi
tingkat
pendapatan
perkapita
masyarakat, maka semakin tinggi tingkat
investasi. Kedua, tingkat suku bunga
pinjaman dalam suatu negara memiliki
hubungan
negative
dengan
tingkat
investasi.Semakin tinggi tingkat suku bunga,
maka semakin rendah tingkat investasi dan
sebaliknya. Hubungan antara tingkat suku
bunga dengan investasi adalah negatif artinya
semakin rendah biaya – biaya bunganya
maka makin banyak investasi yang akan
diadakan dan sebaliknya makin tinggi biayabiaya bunganya maka makin banyak
pengusaha yang tidak terdorong untuk
mengadakan investasi.
Di Indonesia investasi adalah salah satu cara
untuk menambah pendapatan nasional. Jika dilihat
dari kebijakan moneter, investasi lebih banyak
dipengaruhi oleh suku bunga riil. Dan suku bunga riil
dipengaruhi oleh BI Rate. Bila BI Rate tinggi maka
suku bunga riil juga akan tinggi sehingga masyarakat
memilih untuk menyimpan uangnya di bank daripada
melakukan investasi dan begitu juga sebaliknya [6].
d.

Risiko Penyesuaian BI Rate
Ada beberapa hal yang harus
diwaspadai
dalam
menaikkan
dan
menurunkan BI Rate yang semuanya harus
berpihak pada kesejahteraan rakyat dalam
negeri sebagai prioritas utama. Dampak
ekonomi yang harus diwaspadai dalam
perubahan BI Rate di antaranya adalah:
1). Gross Domestict Product (GDP)
Kenaikan BI Rate dikhawatirkan akan
mengganggu target pertumbuhan ekonomi dalam
negeri. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang
dikeluarkan BI seharusnya memang diimbangi oleh
kebijakan fiskal yang dirilis oleh Kementerian
Keuangan. Harapannya, kondisi pasar akan stabil
sesuai yang diharapkan oleh pemerintah. Kondisi
stabilitas perekonomian bisa dilihat dari kondisi
inflasi, nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS ataupun
indikator perekonomian lainnya.
2). Kredit Perumahan Rakyat
Pengadaan
perumahan
merupakan
bagian
terpenting
dalam
menunjang
kesejahteraan hidup manusia. Turunnya
jumlah unit perumahan baru dapat
memperlambat
perekonomian
dan
mendorong ke arah resesi. Sebaliknya,
peningkatan pada jumlah unit perumahan
baru
mengindikasikan
tumbuhnya
perekonomian. Namun, kenaikan BI Rate
yang berdampak pada kenaikan bunga
pinjaman mengambang yang ditetapkan oleh
bank cenderung dapat menyebabkan potensi
kredit macet, menghambat daya beli
masyarakat terhadap perumahan baru dan

suku bunga pinjaman (KPR) yang masih
dalam masa pembayaran jangka panjang.
3). Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)
Unemployment Rate adalah indeks
tingkat pengangguran atau yang aktif mencari
lowongan
pekerjaan
namun
belum
mendapatkan pekerjaan.
Unemployment
Rate berpengaruh terhadap sinyal perubahan
tren perekonomian Negara. Dampak yang
harus diperhatikan dalam kebijakan naikturunnya BI Rate dan pada akhirnya
berpengaruh pada fluktuasi suku bunga
perbankan dan iklim investasi adalah
ketidakpastian apakah kebijakan tersebut
akan meningkatkan peluang usaha dan
peluang
kerja
atau
malah
justru
meningkatkan pengangguran dan PHK.
Hal-hal tersebut di atas menjadi dampak
utama dari kebijakan kenaikan atau turunnya
BI Rate yang dapat mempengaruhi makro
ekonomi suatu negara [7].
3. PENUTUP
Terdapat hubungan jangka panjang yang stabil
antara kebijakan pemerintah dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar
dan kredit sebagai variabel moneter memiliki
hubungan jangka pendek dengan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini berarti dalam periode yang sama,
jumlah uang beredar akan berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hipotesa
Keynes, penawaran uang (Money Supply) memiliki
pengaruh positif terhadap output dan pertumbuhan
ekonomi.
Kenaikan BI Rate akan membantu mengurangi
defisit transaksi berjalan dan laju inflasi pun dapat
kembali ditekan. Kenaikan BI Rate ini juga dilakukan
untuk membuat dana asing tetap bertahan di
Indonesia. Investor akan tertarik untuk menaruh
modalnya ke Indonesia sehingga dalam menguatkan
nilai Rupiah. Namun, dalam jangka pendek, naiknya
BI Rate berpotensi melemahkan IHSG karena dengan
naiknya BI Rate, maka suku bunga di deposito dan
sukuk akan cenderung naik.
Di sisi lain, kenaikan BI Rate juga memiliki
risiko yang harus diwaspadai seperti potensi kredit
macet karena semakin meningkatnya suku bunga
pinjaman perbankan dan jika tidak diantisipasi dengan
baik dapat kembali berdampak pada meningkatnya
pengangguran dan melemahnya pertumbuhan
ekonomi.
DAFTAR REFERENSI
[1] Pengaruh Suku Bunga dan Mata Uang,
http://iswandivaqih.blogspot.com/2013/04/penga
ruh-suku-bunga-dan-mata-uang.html diakses
tanggal 24 November 2013.

[2] Wikipedia, Kebijakan Moneter
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter
diakses tanggal 24 November 2013.
[3] Bank Indonesia, Moneter
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter diakses
tanggal 24 November 2013.
[4] Bank Indonesia, Tinjauan Kebijakan Moneter
November 2013diunduh melalui
http://www.bi.go.id/ tanggal 24 November 2013.
[5] Kenapa BI Rate Terus Naik,
http://www.merdeka.com/uang/kenapa-bi-rateterus-naik.html diakses tanggal 24 November
2013.
[6] Pengaruh BI Rate terhadap IHSG,
http://www.teguhhidayat.com/2011/02/pengaruhbi-rate-terhadap-ihsg.html diakses tanggal 24
November 2013.
[7] Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang
yang Beredar, dan Inflasi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
http://bantaitugas.wordpress.com/2013/03/31/pen
garuh-tingkat-suku-bunga-jumlah-uang-yangberedar-dan-inflasi-terhadap-pertumbuhanekonomi/ diakses tanggal 24 November 2013.