STRATEGI UMKM UNTUK MENINGKATKAN DAYA SA
STRATEGI UMKM UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PADA ERA MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN (MEA)
OLEH
PUTRA DIMAS RIYARDI
F1217058
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN TRANSFER B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA di Indonesia sudah berlaku sejak Tahun 2015 lalu.
Pembentukan MEA sendiri dilakukan agar dapat meningkatkan daya saing ASEAN serta
mampu menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing ini
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan
adanya MEA, tujuan yang ingin dicapai adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga
kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas.
Dengan diberlakukannya MEA di Indonesia pada 2015 akan memberikan beberapa
tantangan baik itu di dalam negeri serta persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara
lain di luar ASEAN seperti Cina dan India. Persaingan ini akan berdampak pada harga yang
kompetitif pula, bukan hanya komoditi/produk/jasa unggulan industry besar (UB), tetapi juga
sektor Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM). Menyadari peran UMKM sebagai kelompok
usaha yang memiliki jumlah paling besar dan cukup dominan dalam perekonomian di
Indonesai.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) itu sendiri merupakan suatu usaha yang
dibentuk untuk kepentingan masyarakat kecil dan menengah dalam meningkatkan taraf hidup
mereka. Selain itu, UMKM juga berperan dalam perkembangan perekonomian suatu negara,
terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan UU No.20 Tahun
2008, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha produktif milik perorangan dan
atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
perundang-undangan ini.
Menurut Pratama (2015), dalam pengembangan ekonomi nasional di Indonesia, yang
menjadi prioritas yaitu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM menjadi tulang
punggung sistem ekonomi kerakyatan untuk mengurangi permasalahan kemiskinan dan
pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi serta dapat memberikan kontribusi
yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.
Di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan UMKM harus mampu mengahapai
tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya
manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk
menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk
asing yang kian membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM
adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto
dalam Pratama, 2015).
Berdasarkan data dari BPS tahun 2011 UMKM mempunyai andil besar terhadap
penerimaan negara dengan menyumbang 61,9 persen pemasukan produk domestik bruto
(PDB) melalui pembayaran pajak, yang diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro
menyumbang 36,28 persen PDB, sektor usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah
14,7 persen melalui pembayaran pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang
38,1 persen PDB melalui pembayaran pajak (BPS, 2011).
Dalam perkembangannya masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
UMKM, permasalahan tersebut dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain atau
antar perusahaan pada sektor yang sama. Kuncoro dalam Pratama (2015), mengemukakan
Tantangan yang dihadapi UMKM untuk memperkuat struktur perekonomian nasional cukup
berat. Pembinaan UMKM lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil
menjadi pengusaha menengah dan pengusaha mikro menjadi pengusaha kecil. Bila disadari
pengembangan usaha mikro kecil dan menengah menghadapi beberapa kendala seperti
kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, informasi pemasaran
dan
keuangan.
Lemahnya
kemampuan
manajerial
dan
sumber
daya
manusia
ini
mengakibatkan baik itu pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya yang baik.
Secara lebih spesifik, permasalahan dasar yang dihadapi UMKM yaitu, pertama,
kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua
kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh sumber sumber
permodalan yang memadai. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber
daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem
informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang
saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan
kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro dalam
Pratama, 2015).
Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015, akan
menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM di
Indonesia. Dalam hal ini peningkatan daya saing UMKM menjadi faktor kunci agar mampu
menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari MEA.
Berdasarkan permasalahan diatas bahwa UMKM merupakan aktor penting bagi
pengembangan perekonomian Indonesia, maka dari itu daya saing UMKM perlu ada
peningkatan dalam era pasar bebas MEA dengan tujuan agar produk yang dihasilkan oleh
UMKM dapat bersaing serta mampu menembus pasar global.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia
pada era Masnyarakat Ekonomi Asean (MEA) ?.
BAB III
KAJIAN LITERATUR
A. UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
Dalam perekonomian Indonesia UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki
jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis
ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah
diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk
mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Menurut
Rahmana (2008), beberapa lembaga atau instansi bahkan memberikan definisi tersendiri
pada Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan
Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994. Definisi UKM yang
disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha
Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah
(UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan
bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja
20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang
telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggitingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggitingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah
dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi)
dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah 7 tangga, petani, peternak, nelayan,
perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).
B. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
a. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 UMKM digolongkan berdasarkan jumlah aset dan
omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.
Tabel 1. Kriteria UMKM
Kriteria
No
Usaha
Aset
Omset
1
Usaha Mikro
Maks. 50 juta
Maks. 300 juta
2
Usaha Kecil
> 50 juta – 500 juta
> 300 Juta – 2,5 Miliar
3
Usaha Menengah
> 500 juta – 10 miliar
> 2,5 Miliar – 50 Miliar
b. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan
Berdasarkan perkembangannya Rahmana (2008) mengelompokkan UMKM dalam
beberapa kriteria, yaitu: 1) Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah
yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum
dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima. 2) Micro
Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan. 3) Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha
Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor 4) Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil
Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi
menjadi Usaha Besar (UB).
C. Pasar Bebas Asean (AEC)
Pasar bebas asean telah diberlakukan pada tahun 2015, dengan istilah lain Asean
Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal ini menjadikan
pemerintah Indonesia terus meningkatkan berbagai strategi untuk menghadapinya. Dalam
pasar bebas asean semua negara –negara yang tergabung
dalam
kelompok negara
asean telah menyetujui dan menyepakati akan sektor produksi lokal diseluruh negara
asean. Dari pernyataan diatas mengharuskan pemerintah melakukan langkah – langkah
persiapan dalam menghadapi pasar bebas asean ini. Pertama, apakah pemerintah
Indonesia telah melakukan sosialisasi terhadap public mengenai kesepakatan AEC.
Disamping itu pemerintah Indonesia diharapkan memiliki strategi besar untuk menghadapi
persaingan pasar bebas asean (AEC).
Kemunculan pasar bebas atau lebih sering kita sebut MEA (Masyarakat Ekonomi
Asian) digagas pada tahun 1992. Pada tahun itu semua negara ASEAN berkumpul guna
membentuk suatu komunitas, menciptakan keamanan dan perdamaian dan ekonomi yang
kuat sehingga bisa berkompetisi dengan negara-negara yang ada di Asia bahkan di dunia.
Para pemimpin ASEAN sepakat membentuk pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada
akhir 2015 mendatang. Dengan adanya ini maka perdagangan yang ada di kawasan Asia
Tenggara dengan mudah berjalan, tanpa adanya syarat-syarat atau pungutan yang
menyulitkan. Bahkan orang Vietman bisa melamar pekerjaan di Alfamart dengan mudah
layaknya warga negara Indonesia. Begitu pun sebaliknya warga Indonesia bisa melamar
pekerjaan di negara ASEAN dengan mudah pula. Perlu diketahui bahwa pembentukan
MEA itu sendiri dilakukan agar daya saing negara-negara ASEAN meningkat serta dapat
menyaingi India & China bahkan mungkin Uni Eropa yang sudah lebih dulu dibentuk dan
berjalan. Negara ASEAN terdiri dari 10 negara: Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia,
Thailand, Cambodia, Laos, Myanmar, Singapore, Vietnam, dan Indonesia. Adapun China &
Jepang kini menjadi mitra ASEAN. Jika kita tilik bahwa dengan adanya MEA ini akan
membawa manfaat bagi kita & negeri ini. Tapi hingga saat ini masih terjadi pertikaian antara
pro dan kontra akan adanya MEA yang dilaksanakan pada penghujung 2015. Banyak
kalangan yang setuju dan tidak setuju dengan kemunculan MEA lantaran adanya beberapa
sebab, faktor, dan dampak yang terjadi. Dari segi pro dapat dikatakan bahwa Indonesia
sudah sangat siap menghadapi MEA, dikarenakan oleh beberapa faktor atau manfaat dari
adanya MEA terebut, di antaranya ialah:
a. Informasi akan semakin mudah dan cepat diperoleh.
b. Akan tercipta dan meningkatnya lapangan pekerjaan.
c. Melalui impor-ekspor yang terjadi pada saat dilaksanakan MEA, kebutuhan negeri
akan terpenuhi serta dapat menambah pendapatan negara.
d. Dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat, negara, serta bisa
menstabilkan ekonomi negara.
e. Kegiatan produksi negeri akan semakin meningkat baik secara kualitas maupun
kuantitas.
f. Menambah devisa negara melalui bea masuk dan bea lain atas ekspor dan impor.
Dari penjelasaan diatas disimpulkan bahwa dengan adanya MEA, maka terbentuklah
pasar tunggal, artinya pasar yang hanya terjadi transaksi antara negaranegara asean. MEA
dapat memberikan manfaat diantaranya terciptanya lapangan pekerjaan, menstabilkan
ekonomi negara, kegiatan produksi meningkat dan menambah devisa serta pendapatan
negara.
D. Peningkatan Daya Saing
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD)
menyebutkan bahwa daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara,
atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang
relative tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh
karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka
kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara
utuh sebagai dasar pengukurannya. Menurut Tambunan, 2001, tingkat daya saing suatu
negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh dua
faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan
kompetitif (Competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keenggulan komparatif dapat
dianggap
sebagai
faktor
yang
bersifat
acquired
atau
dapat
dikembangkan/
diciptakan.Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga
dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau
keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat
persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat / keras atau hyper
competitive.
Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia
atau World Economic Forum (WEF), yang merilis Indeks Daya Saing Global 20142015.
Dalam rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari
144 negara di dunia. Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina
(52), Rusia (53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada
tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan
tahun ini menempati urutan ke-34.
Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh pertumbuhan ekonomi
nasional di atas 5% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global.
Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan
infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu
5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.
Ada beberapa fakta yang dikemukakan oleh McKinsey Global Institute : bahwa
Indonesia hari ini menduduki kekuatan ekonomi peringkat 16 di dunia dan kuat
kemungkinan akan duduk manis di peringkat tujuh ekonomi terkuat di dunia pada tahun
2030, dan Indonesia memiliki populasi anak muda yang tumbuh cepat di daerah urban,
faktor ini memberi kekuatan tersendiri untuk meningkatkan pemasukan negara.
Fakta di atas tentu memberi peluang yang sangat besar bagi para pelaku ekonomi
kreatif di Indonesia. Namun hal tersebut juga bisa menjadi bumerang tatkala pemerintah
Indonesia tidak menggenjot dan mendukung kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia
sehingga ditakutkan konsumen potensial ini akan dipikat oleh produk-produk kreatif dari
luar negeri dan pada akhirnya kita hanya menjadi bangsa konsumen seperti yang kita alami
selama ini.
Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini
diperlukan oleh pelaku UKM lokal untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat.
Sebab, pelaku UKM dapat memanfaatkan teknologi seluas-luasnya untuk mengembangkan
usahanya sehingga mereka bisa cepat maju dan siap secara global.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Peran UMKM Terhadap Perekonomian Indonesia
Peranan UMKM terlihat cukup jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari
besaran pertambahan nilai PDB, pada periode 1998 – 2002 yang relatif netral dari
intervensi pemerintah dalam pengembangan sektor perekonomian karena kemampuan
pemerintah yang relatif terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar
berasal dari industri kecil, kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi pada masa akan datang.
Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian secara absolute memiliki
kontribusi lebih besar dari pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan
sektor industri jasa. Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan
kesenjangan pendapatan yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) telah menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia. Sejarah membuktikan, ketika terjadi krisis moneter di tahun 1998
banyak usaha besar yang tumbang karena dihantam krisis tersebut, namun UMKM tetap
eksis dan menopang kelanjutan perekonomian Indonesia. Tercatat, 96% UMKM di
Indonesia tetap bertahan dari goncangan krisis. Hal yang sama juga terjadi di tahun 20082009. Ketika krisis datang dan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, UMKM
lagi-lagi menjadi juru selamat ekonomi Indonesia. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah juga
berperan dalam memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara
luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan
menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 % dari keseluruhan pelaku
bisnis di tanah air. UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan
tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen. Angka tersebut terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan UMKM dari tahun ke tahun.
Meski demikian, UMKM juga masih memiliki beberapa kendala antara lain dalam hal
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi,
permodalan, serta iklim usaha. Dalam pertemuan APEC 2013, Menkop dan UMKM Syarif
Hasan mengungkapkan 3 kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM yakni permodalan,
teknologi, dan pemasaran. Agar kendala tersebut tidak berlanjut, perlu dilakukan upaya
pemberdayaan UMKM. Dalam rangka pemberdayaan UMKM, keterlibatan stakeholder
sangat menentukan keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara
lain terdiri dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan
asosiasi usaha. Menurut Karsidi dan Irianto (2005) keterlibatan yang ada masih bersikap
sendiri-sendiri dan kurang intregratif antara stakeholder satu dengan yang lain.
B. Perkembangan UMKM di Indonesia
Perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia kian meningkat dan kini
mencapai 55,2 juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Syarif Hasan menyatakan dari puluhan juta UKM itu saat ini mewakili lebih dari
90 persen bisnis di Indonesia dan memberikan kontribusi sebesar 57 persen pada Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Menurut Syarif, UKM di wilayah Asia Pasifik dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada perekonomian lokal. Tidak hanya itu,
dengan penanaman teknologi informasi atau internet dalam memasarkan produknya
diyakini UKM akan segera berkembang ke tingkat international. UKM tidak terpengaruh
pada krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan krisis ekonomi 2008. UKM memiliki
peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pemerintah berkomitmen
untuk terus mendukung UKM. Beberapa tantangan yang dihadapi UKM seperti akses
internet
yang
masih
terbatas
terutama
di
daerah
pedesaan.
Tidak tersedianya pembayaran online serta potensi peraturan yang dapat melarang
perusahaan kecil melakukan hosting digital, menyebabkan terbatasnya kegiatan ecommerce. Itulah yang menjadi tantangan utama untuk mengembangkan sistem informasi
dan
internet
dalam
rangka
mengembangkan
sistem
marketing
online.
Menurutnya, dengan layanan internet, memungkinkan bagi UKM untuk memiliki toko online
yang mampu menjangkau penjualan di tingkat internasional. Kini baru sebagian UKM yang
memiliki website sehingga menjadi peluang besar untuk mengembangkan bisnis secara
online, seiring dengan meningkatnya penggunaan internet di Indonesia dan wilayah Asia
Pasifik.
Pertumbuhan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus
meningkat dari tahun ke tahun sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia . Jumlah UMKN saat ini mencapai 56,5 juta unit, dan 98,9 persen
adalah usaha mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 200.808 unit .
Seiring dengan pertumbuhan koperasi dan UMKM yang begitu tinggi, tentu akan
berdampak kepada pengurangan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran.
Jumlah debitur dari Koperasi dan UMKM sebanyak 10,04 juta debitur. Tentunya terjadi
pengurangan kemiskinan . Kementerian Koperasi dan UKM, juga akan terus melakukan
penambahan koperasi dan UMKM untuk seluruh Indonesia. Dengan memberikan fasilitas
pendanaan, pendampingan dan menjembatani pemasaran produk-produk dari UMKM baik
di dalam maupun di luar negeri. Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan berbagai
organisasi
kemasyarakatan
guna
memperkenalkan
koperasi
dan
UMKM
kepada
masyarakat.
Sejatinya pemberdayaan UMKM merupakan gerakan sinergis antar berbagai pihak.
Namun pemerintah tetap memegang peranan terbesar dalam upaya pemberdayaan
tersebut. Keterlibatan pemerintah dalam memberdayakan UMKM telah diatur jelas dalam
UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Undang-Undang ini memuat tentang ketentuan
umum, asas,
pengembangan
prinsip dan tujuan pemberdayaan,
usaha,
pembiayaan
dan
kriteria,
penjaminan,
penumbuhan
kemitraan,
iklim usaha,
dan
koordinasi
pemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana. UMKM mendapat perhatian dan
keistimewaan yang diamanatkan oleh undang-undang, antara lain: bantuan kredit usaha
dengan bunga rendah, kemudahan persyaratan izin usaha, bantuan pengembangan usaha
dari lembaga pemerintah, beberapa kemudahan lainnya.
C. Strategi UMKM dalam meningkatkan daya saing dalam menghadapi MEA
Pengertian daya saing menurut World Economic Forum (WEF) adalah sebagai
kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan berkelanjutan. Indikator daya saing secara global diukur dari kondisi ekonomi makro,
birokrasi, serta teknologi suatu negara. Daya saing menurut Michael Porter adalah
produktivitas yang didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja.
Pengertian dari Porter mengenai daya saing lebih merujuk pada daya saing perusahaan
dalam industri. Berdasarkan IMD World Competitivenes yearbook 2007, pada tahun 2003
daya saing perusahaan Indonesia menempati posisi ke 49 dari 55 negara yang disurvei
kondisi ini terus turun ditahun tahun berikutnya menjadi peringkat 50 pada tahun 2005, 52
ditahun 2006, 54 ditahun 2007. Pada tahun 2013 World Economic Forum kembali
menerbitkan rangking daya saing untuk tahun 2013, Indonesia berada pada posisi ke 38
dari 148 negara yang ikut serta dan berada pada posisi ke 5 di kawasan Negara ASEAN
dan Asia Selatan. Indonesia mengalami kemajuan dari tahun ke tahun yang tidak bisa
diremehkan namun Indonesia tetap harus lebih giat meningkatkan kualitas diri dalam
seluruh sektor ekonomi, meningkatkan daya saing yang tinggi dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju seperti saat ini
Secara spesifik, beberapa hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan daya saing UMKM
adalah:
1. Produktivitas dan Inovasi
Peningkatan produktivitas dilakukan dengan perbaikan tingkat pendidikan dan keahlian
manajerial.
2. Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business)
Pemerintah telah memberikan kemudahan pengurusan perizinan bagi UMKM dan
pembebasan biaya. Usaha lainnya adalah pembebasan UMKM dari pajak penghasilan
selama 2 tahun pertama dan memberikan fasilitasi akses terhadap jasa konsultan pajak
murah.
3. Akses Permodalan (Access to Finance)
Pemerintah mempunyai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong
penyaluran kredit UMKM yang dijamin tanpa mempersyaratkan agunan tambahan
dengan tingkat bunga disubsidi sebesar 12% per tahun. Selain itu, pemerintah melalui
LPEI memberikan kredit ekspor bagi UMKM dengan persyaratan minimal 50 tenaga
kerja.
4. Akses Pasar
Dengan melakukan program yang mendukung aspek pemasaran UMKM di pasar
domestik dan program promosi ekspor dengan cara pandang yang lebih berorientasi
pada pasar global.
5. Dukungan Infrastruktur.
Perbaikan dan pembangunan infrastruktur baru saat ini telah menjadi fokus pemerintah
Indonesia,dan diperkirakan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan bisnis di
Indonesia.
6. Siklus Bisnis
Dampak krisis
finansial
menyebabkan
turunnya
permintaan
global
idealnya
dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas dan keahlian pelaku UMKM sehingga
pada saat permintaan mulai naik, UMKM Indonesia telah memiliki daya saing yang
lebih baik.
Langkah yang diambil Pemerintah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) adalah untuk meningkatkan kualitas produk dan mensertifikasikan dengan standar
mutu agar produk yang dihasilkan semakin berdaya saing. Selain itu, dengan membuat
produk yang berkualitas serta harga sesuai dengan kualitas, pasti produk akan lebih bisa
bersaing dengan produk dari negara ASEAN lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Peran UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja cukup besar. Sehingga
pengembangan
UMKM
merupakan
langkah
strategis
dalam
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional terutama
dalam menghadapi pasar bebas ASEAN.
Kemampuan UMKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global memang
perlu dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan
perekonomian Indonesia.
Untuk menghadapi persaingan pasar bebas Asean, tentunya semua segmen harus
mendapat perhatian dari pemerintah, namun yang perlu diperhatikan tentu yang
terpenting adalah kualitas SDM dari pelaku UMKM dan Koperasi. Segmen ini
merupakan
faktor
utama
penentu
keberhasilan
suatu
unit
usaha
dalam
meningkatkan daya saing produk dalam menghadapi persaingan pasar bebas
asean dari negara lain
Peran UMKM sangat penting dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
dan penyumbang ekspor produk non migas yang dapat menambah pendapatan
devisa negara.
Strategi yang dilakukan oleh UMKM dan koperasi guna meningkatkan daya saing
dalam menghadapi pasar bebas Asean antara lain dengan melakukan kemitraan
dalam hal permodalan, teknologi digital dan pelatihan serta pembinaan baik tenaga
kerja maupun pelaku bisnis.
B. SARAN
Pelaku Bisnis UMKM dan kopersai harus dapat menumbuhkan dan meningkatkan
kepercayaan pada masyarakat untuk lebih memilih produk Indonesia dengan
meningkatkan kualitas, inovasi produk serta SDM baik tenaga kerja maupun pelaku
bisnis. Dan selain itu adanya peningkatan teknologi digital baik dari sisi pemasaran
maupun informasi dengan melibatkan kerjasama pemerintah dan lembaga lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2011. Produk Domestik Bruto. (online), (http://www.bps.go.id/index.php?news=730,
diakses 12 oktober 2011).
Galeri
UKM.
2011.
Kriteria
Usaha
Mikro
Kecil
dan
Menengah,
(http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-umkm)
http://m.republika.co.id/berita/koran/kesra/14/08/17/nafvbd-mendorongdaya-saing-koperasi-danukm.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga_kerja_aec
https://dwiratnaprahasty.wordpress.com/2014/07/22/kesiapan-ukm-di-indonesiauntukmeningkatkan-daya-saing-dan-kualitas-diri-dalam-menghadapi-aseaneconomiccommunity-aec-2015/.
https://www.academia.edu/9100270/Peran_UMKM_Menghadapi_Pasar_Bebas_ASEAN_2015
Kesiapan
Koperasi
UKM
Indonesia
menatap
Era
MEA
2015,
http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatapera-mea-2015
Mahdi Hanif,M.2012,Peran Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Pembangunan
Ekonomi
Indonesia, http://www.scribd.com/doc/102335452/Usaha-Mikro-Kecil-danMenengah-UMKM-di-Indonesia
Mengenal Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ),
http://www.kerjausaha.com/2013/01/mengenal-usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html
Purwatih,Rastri.2013,Perkembangan
Koperasi
dan
UKM
di
Indonesia,
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/12/18/perkembangan-koperasi-dan-ukm-diindonesia-617617.html
Setyanto, A. R., Samodra, B. R., & Pratama, Y. P. (2015). Kajian Strategi Pemberdayaan UMKM
Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan Asean (Studi Kasus Kampung Batik
Laweyan). ETIKONOMI, 14(2).
Setyanto, A. R., Samudro, B. R., & Pratama, Y. P. (2017). KAJIAN POLA PENGEMBANGAN
UMKM DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN MELALUI MODAL SOSIAL DALAM
MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS KAWASAN ASEAN. Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Pembangunan, 15(2).
Setyanto, A. R., Samudro, B. R., Pratama, Y. P., & Soesilo, A. M. (2015). Kajian Strategi
Pengembangan UMKM Melalui Media Sosial (Ruang Lingkup Kampung Batik Laweyan).
Sustainable Competitive Advantage (SCA), 5(1).
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan
menengah (http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf)
www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Pages/Pemetaan-dan-Strategi-PeningkatanDaya-Saing-UMKM-dalam-Menghadapi-Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-(2015)-dan-PascaMEA-2025.aspx
EKONOMI ASEAN (MEA)
OLEH
PUTRA DIMAS RIYARDI
F1217058
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN TRANSFER B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA di Indonesia sudah berlaku sejak Tahun 2015 lalu.
Pembentukan MEA sendiri dilakukan agar dapat meningkatkan daya saing ASEAN serta
mampu menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing ini
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan
adanya MEA, tujuan yang ingin dicapai adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga
kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas.
Dengan diberlakukannya MEA di Indonesia pada 2015 akan memberikan beberapa
tantangan baik itu di dalam negeri serta persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara
lain di luar ASEAN seperti Cina dan India. Persaingan ini akan berdampak pada harga yang
kompetitif pula, bukan hanya komoditi/produk/jasa unggulan industry besar (UB), tetapi juga
sektor Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM). Menyadari peran UMKM sebagai kelompok
usaha yang memiliki jumlah paling besar dan cukup dominan dalam perekonomian di
Indonesai.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) itu sendiri merupakan suatu usaha yang
dibentuk untuk kepentingan masyarakat kecil dan menengah dalam meningkatkan taraf hidup
mereka. Selain itu, UMKM juga berperan dalam perkembangan perekonomian suatu negara,
terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan UU No.20 Tahun
2008, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha produktif milik perorangan dan
atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
perundang-undangan ini.
Menurut Pratama (2015), dalam pengembangan ekonomi nasional di Indonesia, yang
menjadi prioritas yaitu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM menjadi tulang
punggung sistem ekonomi kerakyatan untuk mengurangi permasalahan kemiskinan dan
pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi serta dapat memberikan kontribusi
yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.
Di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan UMKM harus mampu mengahapai
tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya
manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk
menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk
asing yang kian membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM
adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto
dalam Pratama, 2015).
Berdasarkan data dari BPS tahun 2011 UMKM mempunyai andil besar terhadap
penerimaan negara dengan menyumbang 61,9 persen pemasukan produk domestik bruto
(PDB) melalui pembayaran pajak, yang diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro
menyumbang 36,28 persen PDB, sektor usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah
14,7 persen melalui pembayaran pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang
38,1 persen PDB melalui pembayaran pajak (BPS, 2011).
Dalam perkembangannya masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
UMKM, permasalahan tersebut dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain atau
antar perusahaan pada sektor yang sama. Kuncoro dalam Pratama (2015), mengemukakan
Tantangan yang dihadapi UMKM untuk memperkuat struktur perekonomian nasional cukup
berat. Pembinaan UMKM lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil
menjadi pengusaha menengah dan pengusaha mikro menjadi pengusaha kecil. Bila disadari
pengembangan usaha mikro kecil dan menengah menghadapi beberapa kendala seperti
kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, informasi pemasaran
dan
keuangan.
Lemahnya
kemampuan
manajerial
dan
sumber
daya
manusia
ini
mengakibatkan baik itu pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya yang baik.
Secara lebih spesifik, permasalahan dasar yang dihadapi UMKM yaitu, pertama,
kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua
kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh sumber sumber
permodalan yang memadai. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber
daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem
informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang
saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan
kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro dalam
Pratama, 2015).
Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015, akan
menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM di
Indonesia. Dalam hal ini peningkatan daya saing UMKM menjadi faktor kunci agar mampu
menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari MEA.
Berdasarkan permasalahan diatas bahwa UMKM merupakan aktor penting bagi
pengembangan perekonomian Indonesia, maka dari itu daya saing UMKM perlu ada
peningkatan dalam era pasar bebas MEA dengan tujuan agar produk yang dihasilkan oleh
UMKM dapat bersaing serta mampu menembus pasar global.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia
pada era Masnyarakat Ekonomi Asean (MEA) ?.
BAB III
KAJIAN LITERATUR
A. UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
Dalam perekonomian Indonesia UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki
jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis
ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah
diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk
mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Menurut
Rahmana (2008), beberapa lembaga atau instansi bahkan memberikan definisi tersendiri
pada Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan
Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994. Definisi UKM yang
disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha
Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah
(UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan
bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja
20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang
telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggitingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggitingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah
dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi)
dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah 7 tangga, petani, peternak, nelayan,
perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).
B. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
a. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 UMKM digolongkan berdasarkan jumlah aset dan
omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.
Tabel 1. Kriteria UMKM
Kriteria
No
Usaha
Aset
Omset
1
Usaha Mikro
Maks. 50 juta
Maks. 300 juta
2
Usaha Kecil
> 50 juta – 500 juta
> 300 Juta – 2,5 Miliar
3
Usaha Menengah
> 500 juta – 10 miliar
> 2,5 Miliar – 50 Miliar
b. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan
Berdasarkan perkembangannya Rahmana (2008) mengelompokkan UMKM dalam
beberapa kriteria, yaitu: 1) Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah
yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum
dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima. 2) Micro
Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan. 3) Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha
Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor 4) Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil
Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi
menjadi Usaha Besar (UB).
C. Pasar Bebas Asean (AEC)
Pasar bebas asean telah diberlakukan pada tahun 2015, dengan istilah lain Asean
Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal ini menjadikan
pemerintah Indonesia terus meningkatkan berbagai strategi untuk menghadapinya. Dalam
pasar bebas asean semua negara –negara yang tergabung
dalam
kelompok negara
asean telah menyetujui dan menyepakati akan sektor produksi lokal diseluruh negara
asean. Dari pernyataan diatas mengharuskan pemerintah melakukan langkah – langkah
persiapan dalam menghadapi pasar bebas asean ini. Pertama, apakah pemerintah
Indonesia telah melakukan sosialisasi terhadap public mengenai kesepakatan AEC.
Disamping itu pemerintah Indonesia diharapkan memiliki strategi besar untuk menghadapi
persaingan pasar bebas asean (AEC).
Kemunculan pasar bebas atau lebih sering kita sebut MEA (Masyarakat Ekonomi
Asian) digagas pada tahun 1992. Pada tahun itu semua negara ASEAN berkumpul guna
membentuk suatu komunitas, menciptakan keamanan dan perdamaian dan ekonomi yang
kuat sehingga bisa berkompetisi dengan negara-negara yang ada di Asia bahkan di dunia.
Para pemimpin ASEAN sepakat membentuk pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada
akhir 2015 mendatang. Dengan adanya ini maka perdagangan yang ada di kawasan Asia
Tenggara dengan mudah berjalan, tanpa adanya syarat-syarat atau pungutan yang
menyulitkan. Bahkan orang Vietman bisa melamar pekerjaan di Alfamart dengan mudah
layaknya warga negara Indonesia. Begitu pun sebaliknya warga Indonesia bisa melamar
pekerjaan di negara ASEAN dengan mudah pula. Perlu diketahui bahwa pembentukan
MEA itu sendiri dilakukan agar daya saing negara-negara ASEAN meningkat serta dapat
menyaingi India & China bahkan mungkin Uni Eropa yang sudah lebih dulu dibentuk dan
berjalan. Negara ASEAN terdiri dari 10 negara: Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia,
Thailand, Cambodia, Laos, Myanmar, Singapore, Vietnam, dan Indonesia. Adapun China &
Jepang kini menjadi mitra ASEAN. Jika kita tilik bahwa dengan adanya MEA ini akan
membawa manfaat bagi kita & negeri ini. Tapi hingga saat ini masih terjadi pertikaian antara
pro dan kontra akan adanya MEA yang dilaksanakan pada penghujung 2015. Banyak
kalangan yang setuju dan tidak setuju dengan kemunculan MEA lantaran adanya beberapa
sebab, faktor, dan dampak yang terjadi. Dari segi pro dapat dikatakan bahwa Indonesia
sudah sangat siap menghadapi MEA, dikarenakan oleh beberapa faktor atau manfaat dari
adanya MEA terebut, di antaranya ialah:
a. Informasi akan semakin mudah dan cepat diperoleh.
b. Akan tercipta dan meningkatnya lapangan pekerjaan.
c. Melalui impor-ekspor yang terjadi pada saat dilaksanakan MEA, kebutuhan negeri
akan terpenuhi serta dapat menambah pendapatan negara.
d. Dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat, negara, serta bisa
menstabilkan ekonomi negara.
e. Kegiatan produksi negeri akan semakin meningkat baik secara kualitas maupun
kuantitas.
f. Menambah devisa negara melalui bea masuk dan bea lain atas ekspor dan impor.
Dari penjelasaan diatas disimpulkan bahwa dengan adanya MEA, maka terbentuklah
pasar tunggal, artinya pasar yang hanya terjadi transaksi antara negaranegara asean. MEA
dapat memberikan manfaat diantaranya terciptanya lapangan pekerjaan, menstabilkan
ekonomi negara, kegiatan produksi meningkat dan menambah devisa serta pendapatan
negara.
D. Peningkatan Daya Saing
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD)
menyebutkan bahwa daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara,
atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang
relative tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh
karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka
kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara
utuh sebagai dasar pengukurannya. Menurut Tambunan, 2001, tingkat daya saing suatu
negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh dua
faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan
kompetitif (Competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keenggulan komparatif dapat
dianggap
sebagai
faktor
yang
bersifat
acquired
atau
dapat
dikembangkan/
diciptakan.Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga
dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau
keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat
persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat / keras atau hyper
competitive.
Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia
atau World Economic Forum (WEF), yang merilis Indeks Daya Saing Global 20142015.
Dalam rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari
144 negara di dunia. Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina
(52), Rusia (53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada
tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan
tahun ini menempati urutan ke-34.
Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh pertumbuhan ekonomi
nasional di atas 5% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global.
Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan
infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu
5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.
Ada beberapa fakta yang dikemukakan oleh McKinsey Global Institute : bahwa
Indonesia hari ini menduduki kekuatan ekonomi peringkat 16 di dunia dan kuat
kemungkinan akan duduk manis di peringkat tujuh ekonomi terkuat di dunia pada tahun
2030, dan Indonesia memiliki populasi anak muda yang tumbuh cepat di daerah urban,
faktor ini memberi kekuatan tersendiri untuk meningkatkan pemasukan negara.
Fakta di atas tentu memberi peluang yang sangat besar bagi para pelaku ekonomi
kreatif di Indonesia. Namun hal tersebut juga bisa menjadi bumerang tatkala pemerintah
Indonesia tidak menggenjot dan mendukung kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia
sehingga ditakutkan konsumen potensial ini akan dipikat oleh produk-produk kreatif dari
luar negeri dan pada akhirnya kita hanya menjadi bangsa konsumen seperti yang kita alami
selama ini.
Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini
diperlukan oleh pelaku UKM lokal untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat.
Sebab, pelaku UKM dapat memanfaatkan teknologi seluas-luasnya untuk mengembangkan
usahanya sehingga mereka bisa cepat maju dan siap secara global.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Peran UMKM Terhadap Perekonomian Indonesia
Peranan UMKM terlihat cukup jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari
besaran pertambahan nilai PDB, pada periode 1998 – 2002 yang relatif netral dari
intervensi pemerintah dalam pengembangan sektor perekonomian karena kemampuan
pemerintah yang relatif terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar
berasal dari industri kecil, kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi pada masa akan datang.
Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian secara absolute memiliki
kontribusi lebih besar dari pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan
sektor industri jasa. Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan
kesenjangan pendapatan yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) telah menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia. Sejarah membuktikan, ketika terjadi krisis moneter di tahun 1998
banyak usaha besar yang tumbang karena dihantam krisis tersebut, namun UMKM tetap
eksis dan menopang kelanjutan perekonomian Indonesia. Tercatat, 96% UMKM di
Indonesia tetap bertahan dari goncangan krisis. Hal yang sama juga terjadi di tahun 20082009. Ketika krisis datang dan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, UMKM
lagi-lagi menjadi juru selamat ekonomi Indonesia. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah juga
berperan dalam memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara
luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan
menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 % dari keseluruhan pelaku
bisnis di tanah air. UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan
tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen. Angka tersebut terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan UMKM dari tahun ke tahun.
Meski demikian, UMKM juga masih memiliki beberapa kendala antara lain dalam hal
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi,
permodalan, serta iklim usaha. Dalam pertemuan APEC 2013, Menkop dan UMKM Syarif
Hasan mengungkapkan 3 kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM yakni permodalan,
teknologi, dan pemasaran. Agar kendala tersebut tidak berlanjut, perlu dilakukan upaya
pemberdayaan UMKM. Dalam rangka pemberdayaan UMKM, keterlibatan stakeholder
sangat menentukan keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara
lain terdiri dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan
asosiasi usaha. Menurut Karsidi dan Irianto (2005) keterlibatan yang ada masih bersikap
sendiri-sendiri dan kurang intregratif antara stakeholder satu dengan yang lain.
B. Perkembangan UMKM di Indonesia
Perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia kian meningkat dan kini
mencapai 55,2 juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Syarif Hasan menyatakan dari puluhan juta UKM itu saat ini mewakili lebih dari
90 persen bisnis di Indonesia dan memberikan kontribusi sebesar 57 persen pada Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Menurut Syarif, UKM di wilayah Asia Pasifik dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada perekonomian lokal. Tidak hanya itu,
dengan penanaman teknologi informasi atau internet dalam memasarkan produknya
diyakini UKM akan segera berkembang ke tingkat international. UKM tidak terpengaruh
pada krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan krisis ekonomi 2008. UKM memiliki
peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pemerintah berkomitmen
untuk terus mendukung UKM. Beberapa tantangan yang dihadapi UKM seperti akses
internet
yang
masih
terbatas
terutama
di
daerah
pedesaan.
Tidak tersedianya pembayaran online serta potensi peraturan yang dapat melarang
perusahaan kecil melakukan hosting digital, menyebabkan terbatasnya kegiatan ecommerce. Itulah yang menjadi tantangan utama untuk mengembangkan sistem informasi
dan
internet
dalam
rangka
mengembangkan
sistem
marketing
online.
Menurutnya, dengan layanan internet, memungkinkan bagi UKM untuk memiliki toko online
yang mampu menjangkau penjualan di tingkat internasional. Kini baru sebagian UKM yang
memiliki website sehingga menjadi peluang besar untuk mengembangkan bisnis secara
online, seiring dengan meningkatnya penggunaan internet di Indonesia dan wilayah Asia
Pasifik.
Pertumbuhan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus
meningkat dari tahun ke tahun sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia . Jumlah UMKN saat ini mencapai 56,5 juta unit, dan 98,9 persen
adalah usaha mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 200.808 unit .
Seiring dengan pertumbuhan koperasi dan UMKM yang begitu tinggi, tentu akan
berdampak kepada pengurangan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran.
Jumlah debitur dari Koperasi dan UMKM sebanyak 10,04 juta debitur. Tentunya terjadi
pengurangan kemiskinan . Kementerian Koperasi dan UKM, juga akan terus melakukan
penambahan koperasi dan UMKM untuk seluruh Indonesia. Dengan memberikan fasilitas
pendanaan, pendampingan dan menjembatani pemasaran produk-produk dari UMKM baik
di dalam maupun di luar negeri. Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan berbagai
organisasi
kemasyarakatan
guna
memperkenalkan
koperasi
dan
UMKM
kepada
masyarakat.
Sejatinya pemberdayaan UMKM merupakan gerakan sinergis antar berbagai pihak.
Namun pemerintah tetap memegang peranan terbesar dalam upaya pemberdayaan
tersebut. Keterlibatan pemerintah dalam memberdayakan UMKM telah diatur jelas dalam
UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Undang-Undang ini memuat tentang ketentuan
umum, asas,
pengembangan
prinsip dan tujuan pemberdayaan,
usaha,
pembiayaan
dan
kriteria,
penjaminan,
penumbuhan
kemitraan,
iklim usaha,
dan
koordinasi
pemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana. UMKM mendapat perhatian dan
keistimewaan yang diamanatkan oleh undang-undang, antara lain: bantuan kredit usaha
dengan bunga rendah, kemudahan persyaratan izin usaha, bantuan pengembangan usaha
dari lembaga pemerintah, beberapa kemudahan lainnya.
C. Strategi UMKM dalam meningkatkan daya saing dalam menghadapi MEA
Pengertian daya saing menurut World Economic Forum (WEF) adalah sebagai
kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan berkelanjutan. Indikator daya saing secara global diukur dari kondisi ekonomi makro,
birokrasi, serta teknologi suatu negara. Daya saing menurut Michael Porter adalah
produktivitas yang didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja.
Pengertian dari Porter mengenai daya saing lebih merujuk pada daya saing perusahaan
dalam industri. Berdasarkan IMD World Competitivenes yearbook 2007, pada tahun 2003
daya saing perusahaan Indonesia menempati posisi ke 49 dari 55 negara yang disurvei
kondisi ini terus turun ditahun tahun berikutnya menjadi peringkat 50 pada tahun 2005, 52
ditahun 2006, 54 ditahun 2007. Pada tahun 2013 World Economic Forum kembali
menerbitkan rangking daya saing untuk tahun 2013, Indonesia berada pada posisi ke 38
dari 148 negara yang ikut serta dan berada pada posisi ke 5 di kawasan Negara ASEAN
dan Asia Selatan. Indonesia mengalami kemajuan dari tahun ke tahun yang tidak bisa
diremehkan namun Indonesia tetap harus lebih giat meningkatkan kualitas diri dalam
seluruh sektor ekonomi, meningkatkan daya saing yang tinggi dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju seperti saat ini
Secara spesifik, beberapa hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan daya saing UMKM
adalah:
1. Produktivitas dan Inovasi
Peningkatan produktivitas dilakukan dengan perbaikan tingkat pendidikan dan keahlian
manajerial.
2. Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business)
Pemerintah telah memberikan kemudahan pengurusan perizinan bagi UMKM dan
pembebasan biaya. Usaha lainnya adalah pembebasan UMKM dari pajak penghasilan
selama 2 tahun pertama dan memberikan fasilitasi akses terhadap jasa konsultan pajak
murah.
3. Akses Permodalan (Access to Finance)
Pemerintah mempunyai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong
penyaluran kredit UMKM yang dijamin tanpa mempersyaratkan agunan tambahan
dengan tingkat bunga disubsidi sebesar 12% per tahun. Selain itu, pemerintah melalui
LPEI memberikan kredit ekspor bagi UMKM dengan persyaratan minimal 50 tenaga
kerja.
4. Akses Pasar
Dengan melakukan program yang mendukung aspek pemasaran UMKM di pasar
domestik dan program promosi ekspor dengan cara pandang yang lebih berorientasi
pada pasar global.
5. Dukungan Infrastruktur.
Perbaikan dan pembangunan infrastruktur baru saat ini telah menjadi fokus pemerintah
Indonesia,dan diperkirakan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan bisnis di
Indonesia.
6. Siklus Bisnis
Dampak krisis
finansial
menyebabkan
turunnya
permintaan
global
idealnya
dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas dan keahlian pelaku UMKM sehingga
pada saat permintaan mulai naik, UMKM Indonesia telah memiliki daya saing yang
lebih baik.
Langkah yang diambil Pemerintah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) adalah untuk meningkatkan kualitas produk dan mensertifikasikan dengan standar
mutu agar produk yang dihasilkan semakin berdaya saing. Selain itu, dengan membuat
produk yang berkualitas serta harga sesuai dengan kualitas, pasti produk akan lebih bisa
bersaing dengan produk dari negara ASEAN lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Peran UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja cukup besar. Sehingga
pengembangan
UMKM
merupakan
langkah
strategis
dalam
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional terutama
dalam menghadapi pasar bebas ASEAN.
Kemampuan UMKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global memang
perlu dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan
perekonomian Indonesia.
Untuk menghadapi persaingan pasar bebas Asean, tentunya semua segmen harus
mendapat perhatian dari pemerintah, namun yang perlu diperhatikan tentu yang
terpenting adalah kualitas SDM dari pelaku UMKM dan Koperasi. Segmen ini
merupakan
faktor
utama
penentu
keberhasilan
suatu
unit
usaha
dalam
meningkatkan daya saing produk dalam menghadapi persaingan pasar bebas
asean dari negara lain
Peran UMKM sangat penting dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
dan penyumbang ekspor produk non migas yang dapat menambah pendapatan
devisa negara.
Strategi yang dilakukan oleh UMKM dan koperasi guna meningkatkan daya saing
dalam menghadapi pasar bebas Asean antara lain dengan melakukan kemitraan
dalam hal permodalan, teknologi digital dan pelatihan serta pembinaan baik tenaga
kerja maupun pelaku bisnis.
B. SARAN
Pelaku Bisnis UMKM dan kopersai harus dapat menumbuhkan dan meningkatkan
kepercayaan pada masyarakat untuk lebih memilih produk Indonesia dengan
meningkatkan kualitas, inovasi produk serta SDM baik tenaga kerja maupun pelaku
bisnis. Dan selain itu adanya peningkatan teknologi digital baik dari sisi pemasaran
maupun informasi dengan melibatkan kerjasama pemerintah dan lembaga lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2011. Produk Domestik Bruto. (online), (http://www.bps.go.id/index.php?news=730,
diakses 12 oktober 2011).
Galeri
UKM.
2011.
Kriteria
Usaha
Mikro
Kecil
dan
Menengah,
(http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-umkm)
http://m.republika.co.id/berita/koran/kesra/14/08/17/nafvbd-mendorongdaya-saing-koperasi-danukm.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga_kerja_aec
https://dwiratnaprahasty.wordpress.com/2014/07/22/kesiapan-ukm-di-indonesiauntukmeningkatkan-daya-saing-dan-kualitas-diri-dalam-menghadapi-aseaneconomiccommunity-aec-2015/.
https://www.academia.edu/9100270/Peran_UMKM_Menghadapi_Pasar_Bebas_ASEAN_2015
Kesiapan
Koperasi
UKM
Indonesia
menatap
Era
MEA
2015,
http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatapera-mea-2015
Mahdi Hanif,M.2012,Peran Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Pembangunan
Ekonomi
Indonesia, http://www.scribd.com/doc/102335452/Usaha-Mikro-Kecil-danMenengah-UMKM-di-Indonesia
Mengenal Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ),
http://www.kerjausaha.com/2013/01/mengenal-usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html
Purwatih,Rastri.2013,Perkembangan
Koperasi
dan
UKM
di
Indonesia,
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/12/18/perkembangan-koperasi-dan-ukm-diindonesia-617617.html
Setyanto, A. R., Samodra, B. R., & Pratama, Y. P. (2015). Kajian Strategi Pemberdayaan UMKM
Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan Asean (Studi Kasus Kampung Batik
Laweyan). ETIKONOMI, 14(2).
Setyanto, A. R., Samudro, B. R., & Pratama, Y. P. (2017). KAJIAN POLA PENGEMBANGAN
UMKM DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN MELALUI MODAL SOSIAL DALAM
MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS KAWASAN ASEAN. Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Pembangunan, 15(2).
Setyanto, A. R., Samudro, B. R., Pratama, Y. P., & Soesilo, A. M. (2015). Kajian Strategi
Pengembangan UMKM Melalui Media Sosial (Ruang Lingkup Kampung Batik Laweyan).
Sustainable Competitive Advantage (SCA), 5(1).
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan
menengah (http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf)
www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Pages/Pemetaan-dan-Strategi-PeningkatanDaya-Saing-UMKM-dalam-Menghadapi-Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-(2015)-dan-PascaMEA-2025.aspx