AKIBAT HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TIDAK T

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

AKIBAT HUKUM HAK ATAS
TANAH YANG TIDAK
TERDAFTAR DI KANTOR
BADAN PERTANAHAN
(Kajian Terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Hak Atas
Tanah)
Oleh
Abuyazid Bustomi,SH.,MH1
ABSTRAK
Seiring dengan peranan tanah sebagai
salah satu unsur untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat yang setiap hari semakin
meningkat, bahkan cenderung bertambah
kompleksnya kebutuhan akan tanah, mendorong
masyarakat tersebut untuk berusaha memiliki

satuan bidang tanah tertentu dengan berbagai
bentuk pemindahan haknya, salah satunya
dilakukan dengan cara jual beli, akan tetapi
peralihan hak atas tanah yang dilakukan
sebagian besar masyarakat atas bidang tanah
bersertifikat tersebut tidak disertai pendaftaran
peralihan hak (balik nama), yang sangat
bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 4
ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 yang dengan tegas menghendaki atau
mewajibkan pendaftaran dalam setiap peralihan
hak atas tanah yang lazim disebut Balik Nama.
Dalam kaitannya dengan konsep hak atas tanah
bagi bangsa Indonesia, fungsi pendaftaran tanah
mempunyai peran yang sangat strategis,
khususnya mengenai hak-hak atas tanah karena
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
akan dapat dicapai apabila dilaksanakan
pendaftaran atas tanah.karena kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah. Tidak sedikit

ditemui peralihan hak atas tanah yang tidak
disertai dengan pendaftaran peralihan hak/balik
nama, dimana sebagian besar masyarakat masih
banyak kurang mengetahui tentang pentingnya
1

. Abuyazid Bustomi, SH.,MH, Dosen
Fakultas Hukum Universitas Palembang.

balik nama dimaksud. Kemampuan hukum untuk
menciptakan atau melakukan keadaan atas
situasi seperti yang dikehendaki oleh hukum dan
efektifitas hukum ini dapat dilihat dari sudut
fungsi sosial kontrol maupun dari sudut
fungsinya sebagai alat untuk melakukan suatu
perubahan. Agar dapat memberikan jaminan
kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang
bagi pemilik yang baru kiranya pendaftaran hak
atas tanah mutlak perlu dilakuakn, terutama
pendaftaran terhadap peralihan-peralihan hak

atas tanah ke Kantor Pertanahan.

Kata Kunci : Balik Nama/Pendaftaran Hak
Atas Tanah
A. Latar Belakang
Tanah merupakan kebutuhan vital bagi
manusia baik sebagai produksi (pertanian,
industri, perkebunan) maupun sebagai
kebutuhan papan, perumahan dengan segala
prasarananya serta fasilitas perkotaan.
Dengan diundangkannya Undang-Undang
No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, atau yang dikenal
dengan sebutan Undang-Undang Pokok
Agraria yang merupakan penjabaran dari
ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
adalah
merupakan
tonggak
sejarah

perubahan politik pertanahan di Indonesia.
Seperti kita ketahui sebelum berlakunya
UUPA di Indonesia, ada dualisme hukum
pertanahan, maka UUPA dimaksudkan untuk
mewujudkan unifikasi dan kodifikasi
HukumTanah Nasional dalam rangka
menciptakan
kepastian
hukum
dan
perlindungan hukum dibidang pertanahan.
Dari penjelasan umum UUPA
tersebut, diketahui bahwa salah satu tujuan
pokok dari Undang Undang Pokok Agraria
adalah
meletakan
dasar-dasar
untuk
memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat secara

keseluruhan. Untuk mewujudkan pemberian
kepastian hukum terhadap hak-hak atas
tanah tersebut, maka dalam Pasal 19 ayat (1)

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

202

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

Undang Undang Pokok Agraria ditegaskan
sebagai berikut :
“Untuk menjamin
kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah “.
Pendaftaran

tersebut
akan
menghasilkan peta-peta pendaftaran, suratsurat ukur (untuk menjamin kepastian letak,
batas dan luas tanah), keterangan subyek
yang bersangkutan (untuk memastikan siapa
yang berhak atas tanah yang bersangkutan),
status dari pada haknya serta beban-beban
apa yang berada diatas tanah tersebut,
kemudian berakhir pada penghasilan
sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat.
Untuk menjamin kepastian hukum
oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah
Republik Indonesia,
diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang
Undang Pokok Agraria tersebut, untuk itu
pemerintah
mengeluarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

pendaftaran tanah yang menganut sistem
negatif, kemudian dilakukan revisi dan
penyempurnaan
dengan
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam
kaitannya dengan konsep hak atas tanah bagi
bangsa Indonesia, fungsi pendaftaran tanah
mempunyai peran yang sangat strategis,
khususnya mengenai hak-hak atas tanah
karena kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah akan dapat dicapai apabila
dilaksanakan pendaftaran atas tanah.karena
kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah. 2
Tidak sedikit ditemui peralihan hak
atas tanah yang tidak disertai dengan
pendaftaran peralihan hak/balik nama,
dimana sebagian besar masyarakat masih
banyak

kurang
mengetahui
tentang
pentingnya
balik
nama
dimaksud.
Kemampuan hukum untuk menciptakan atau
2

. Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah
Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju,2006,
Bandung, Hlm. 265.

melakukan keadaan atas situasi seperti yang
dikehendaki oleh hukum dan efektifitas
hukum ini dapat dilihat dari sudut fungsi
sosial kontrol maupun dari sudut fungsinya
sebagai alat untuk melakukan suatu
perubahan.3

Seiring dengan peranan tanah
sebagai salah satu unsur untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat yang setiap hari
semakin meningkat, bahkan cenderung
bertambah kompleksnya kebutuhan akan
tanah, mendorong masyarakat tersebut untuk
berusaha memiliki satuan bidang tanah
tertentu dengan berbagai bentuk pemindahan
haknya, salah satunya dilakukan dengan cara
jual beli, akan tetapi peralihan hak atas tanah
yang dilakukan sebagian besar masyarakat
atas bidang tanah bersertifikat tersebut tidak
disertai pendaftaran peralihan hak (balik
nama), yang sangat bertentangan dengan
ketentuan dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang
dengan tegas menghendaki atau mewajibkan
pendaftaran dalam setiap peralihan hak atas
tanah yang lazim disebut “ Balik Nama ”.
Dengan didaftarkannya peralihan hak atau

balik nama ke Kantor Pertanahan, penerima
hak atas tanah yang baru akan terdaftar
namanya sebagai pemegang hak yang sah.
Dengan demikiankepastian dan perlindungan
hukum bagi pemegang hak yang baru lebih
terjamin, maka penulis bermaksud untuk
meneliti dan memaparkan kedalam suatu
tulisan yang berjudul : AKIBAT HUKUM
PERALIHAN HAK HAK ATAS TANAH
YANG
TIDAK
TERDAFTAR
DI
KANTOR BANDAN PERTANAHAN
B. Permasalahan
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka
permasalahan yang akan penulis diangkat
adalah :
3
. Yudho Winaryo & Heri Tjandrasari.

Efektifitas Hukum Dalam Masyarakat. Hukum Dan
Pembangunan No.1 Tahun 1987. Jakarta :
Universitas Indonesia. 2006, hal 59.

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

203

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

1. Apakah akibat hukumnya jika peralihan
hak atas tanah (balik nama) tidak
didaftarkan ke Kantor Pertanahan ?
2. Faktor-faktor yang manjadi penyebab
masyarakat tidak mendaftarkan peralihan
hak/balik nama atas tanah ke Kantor
Pertanahan ?
C. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini
terutama dititik beratkan pada permasalahan
dalam pengalihan hak atas tanah antar pihak
yang bersangkutan, akan tetapi pengalihan
hak (balik nama) atas tanah tersebut tidak
didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Hal ini
tidak sejalan dengantujuan dari pendaftaran
tanah agar terciptanya kepastian hukum dan
perlindungan hukum dibidang pertanahan
dengan mengacu pasa ketentuan Peratutran
Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Hak Atas Tanah .
D. Tujuan Penulisan
Agar dapat memahami makna dan
tujuan pendaftaran tanah dengan segala
akibat hukumnya, terutama pendaftaran
terhadap peralihan hak atas tanah dan Untuk
mengetahui penyebab masih banyaknya
masyarakat yang tidak mendaftarkan
peralihan hak atas tanah/balik nama ke
Kantor Pertanahan.
E. Metodologi
Selaras dengan permasalahan, ruang
lingkup dan tujuan dari penelitian ini, maka
metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah Normatif, dengan cara
mempelajari literatur, peraturan-peraturan
serta dokumen dan sebagainya, yang
meliputi :
1. Undang Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Undang Undang Pokok Agraria.

2.

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah.

I.

TINJUAN PUSTAKA

I. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak-hak yang
berisikan wewenang, kewajiban, dan/atau
larangan yang diberikan oleh Negara kepada
pemegang hak secara sendiri dan/atau
bersama-sama
untuk mengelola
dan
menggunakan tanah, air dan ruang yang ada
diatasnya untuk mendapat manfaat dan
hasilnya demi memenuhi kepentingan
pribadi dan keluarganya dari tanah yang
dihakinya tersebut dalam batas-batas
menurut undang-undang dan peraturanperaturan yang ada.
Menguasai dan menggunakan suatu
bidang tanah boleh dikuasai secara
perorangan, tidak ada keharusan menguasai
secara bersama-sama dengan orang lain
secara kolektif, biarpun menguasai dan
menggunakan
tanah
secara
bersama
dimungkinkan dan diperbolehkan. Hak-hak
atas tanah yang bersifat pribadi dalam
konsepsi
Hukum
Tanah
Nasional
mengandung unsur kebersamaan atau unsur
kemasyarakatan yang ada didalam setiap hak
atas tanah, karena hak atas tanah secara
langsung maupun tidak langsung bersumber
dari Hak Bangsa yang merupakan hak
bersama. Hak-hak atas tanah yang langsung
bersumber pada Hak Bangsa adalah yang
disebut hak-hak primer sedangkan hak-hak
yang bersumber secara tidak langsung dari
Hak Bangsa disebut hak-hak sekunder,
lagipula tanah yang dihaki secara individual
itu adalah sebagian dari tanah bersama, yang
di rumuskan dengan kata-kata : Semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial “.4
4
Boedi Harsono. Hukum Agraria
Indonesia. Sejarah Pembentukan Undang Undang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Edisi
Revisi. Jakarta : Djambatan. 2005, hal 224

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

204

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

2. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pengertian pendaftaran tanah dapat
ditemukan dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang
menyatakan bahwa :
“ Pendaftaran tanah adalah rangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
oleh
pemerintah secara terus-menerus,
berkesinambungan,
dan
teratur
meliputi : pengumpulan, pengolaan,
pembukuan, dan penyajian, dan serta
pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar
mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah
ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya ”.
Adapun pengertian pendaftaran tanah
menurut Boedi Harsono dinyatakan sebagai
berikut :
“ Pendaftaran tanah adalah suatu
rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Negara / Pemerintah secara terusmenerus,
berupa
pengumpulan
keterangan atau data tertentu mengenai
tanah-tanah
tertentu
yang
ada
diwilayah-wilayah
tertentu,
pengelolaan,
penyimpanan,
dan
penyajian bagi kepentingan rakyat,
dalam rangka memberikan kepastian
hukum dibidang pertanahan, termasuk
penerbitan tanda buktinya dan
pemeliharaannya ”.
3. Tujuan Pendaftaran Tanah
Berdasarkan pada Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tujuan
pendaftaran tanah adalah :
a. Untuk
memberikan
kepastian
hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang atas suatu bidang

tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya
sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
b. Menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan
mudah dapat diperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk
terselenggaranya
administrasi pertanahan.

tertib

Menurut pandangan Boedi Harsono,
pada dasarnya tujuan pokok dari pendaftaran
tanah adalah :
1. Memberikan kepastian hukum dan
perlindungan
hukum
kepada
pemegang hak atas suatu bidang
tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar, agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya
sebagai pemegang hak yang
bersangkutan. Untuk itu kepada
pemegang
haknya
diberikan
sertifikat sebagai surat tanda bukti.
2. Untuk menyediakan
informasi
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan,
termasuk
pemerintah agar dengan mudah
diperoleh data yang diperlukan
dalam
mengadakan
perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar. Untuk
penyajian
data
tersebut
diselenggarakan
oleh
Kantor
Pertanahan dan kota, tata usaha
pendaftaran tanah dalam apa yang
dikenal sebagai daftar umum, yang

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

205

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

terdiri atas peta pendaftaran, daftar
tanah, surat ukur, buku tanah, dan
daftar nama.
3. Untuk
terselenggaranya
tertib
adminstrasi
pertanahan,
terselenggaranya pendaftaran tanah
secara baik sebagai dasar dan
perwujudan administrasi dibidang
pertanahan. Untuk mencapai tertib
administrasi tersebut, setiap bidang
tanah dan satuan rumah susun
termasuk peralihan, pembebanan
dan hapusnya wajib didaftar.5
Dengan demikian
jelas
bahwa
Pendaftaran tanah itu sendiri dilaksanakan
untuk mendapatkan kepastian hukum atas
tanah,
bagi
pemegang
hak
yang
bersangkutan wajib melaksanakan secara
terus-menerus setiap ada peralihan hak atas
tanah. Hal itu dilakukan dalam rangka
menginventariskan data-data yang berkenaan
dengan peralihan hak atas tanah tersebut
menurut Undang Undang Pokok Agraria
(UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah,
guna mendapatkan sertifikat tanah sebagai
tanda bukti yang kuat “.6
4. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan
pendaftaran
tanah
dilakukan oleh Kantor Pertanahan, kecuali
mengenai kegiatan tertentu yang ditugaskan
kepada pejabat lain seperti kegitan-kegiatan
yang pemanfaatannya bersifat nasional atau
melebihi wilayah kerja Kepala Kantor
Pertanahan. Dalam melaksanakan tugas
tersebut Kepala Kantor Pertanahan dibantu
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24
5

Op.Cit. Boedi Harsono, hal 471
Effendi Bachtiar. Pendaftaran Tanah Di
Indonesia Berserta Pelaksanaannya. Bandung :
Universitas Padjajaran. 2005, hal 15.
6

Tahun 1997. misalnya pembuatan akta PPAT
sementara, pembuatan akta Ikrar Wakaf oleh
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf,
pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) oleh Notaris,
pembuatan Risalah Lelang oleh Pejabat
Lelang dan ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik oleh Panitia
Ajudikasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang peraturan jabatan PPAT
dalam Pasal 1 angka 24 menyebutkan bahwa
:
“ PPAT sebagai pejabat umum yang
diberi wewenang untuk membuat aktaakta tanah tertentu, yaitu akta
pemindahan dan pembebanan hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah,
dan akta pemberian kuasa untuk
membebankan Hak Tanggungan ”.
Dalam
penjelasan
umum
dikemukakan, bahwa akta PPAT merupakan
salah satu sumber utama dalam rangka
pemeliharaan data pendaftaran tanah. Maka
pokok-pokok tugas PPAT serta cara
melaksanakannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
II. Macam-Macam Peralihan Hak Atas
Tanah
Peralihan hak adalah suatu peristiwa
berpindahnya hak dari tangan seseorang
ketangan orang lain dalam suatu perbuatan
hukum yang bertujuan untuk memindahkan
hak atau barang/benda bergerak atau benda
tidak bergerak.7
Beberapa peralihan hak atas tanah yang
diketahui yaitu :

7

Munir Fuady. Hukum Bisnis Dalam Teori
Dan Praktek. Buku Ke-3. Bandung : PT. Cipta Aditya
Bakti. 1996, hal 182.

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

206

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

1. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual
Beli Menurut Hukum Adat
Dalam pengertian hukum adat, jual
beli adalah merupakan suatu perbuatan
hukum, yang mana pihak penjual
menyerahkan tanah yang dijualnya kepada
pembeli untuk selama-lamanya pada waktu
pembeli membayar harga tanah tersebut
kepada penjual ”.8
Menurut hukum adat, proses jual beli
tanah dapat terjadi jika penjual dan pembeli
berada dihadapan Kepala Desa, selanjutnya
diproses dan keluar dari Kantor Kepala
Desa, pembeli sudah menjadi pemilik tanah
dan penjual membuat surat pernyataan diatas
kertas bersegel / bermaterai yang isinya
pernyataan bahwa tanah sudah dijual kepada
pembeli dan Kepala Desa menyaksikan dan
menguatkan.
Kepala
Desa
juga
mengeluarkan buku catatan kepemilikan
tanah buku C dimana nama penjual dicoret
dan menjadi nama pembeli yang sudah
menjadi pemilik tanah.
“ Jual beli secara adat mempunyai sifat
terang dan tunai, dimana semua ikatan antara
bekas penjual dengan tanahnya menjadi
lepas sama sekali, terang maksudnya bahwa
penjualan tanah tersebut dilakukan secara
terbuka dihadapan Kepala Desa, sedangkan
yang dimaksud dengan tunai adalah jual beli
tanah tersebut bersifat tunai “.9
2. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual
Beli Setelah UUPA
Sebelum adanya Undang Undang
Pokok Agraria dikenal 2 (dua) macam jual
beli yaitu jual beli tanah secara adat dan jual
beli secara hukum barat, namum setelah
keluarnya Undang Undang Pokok Agraria
tidak ada ketegasan yang mengatur hukum
mana yang akan digunakan dalam jual beli
8

Mudjono. Hukum Agraria. Jakarta :
Liberty. 2002, hal 56.
9
T.H. Sri Kartini & Sri Sudartyatmi.
Beberapa Segi Bidang Hukum Adat. Semarang :
Universitas Diponogoro. 1996 , hal 44.

tanah, apakah secara hukum adat maupun
secara hukum barat, dan selanjutnya timbul
penafsiran dari seorang Prof. Boedi Harsono
bahwa pengertian jual beli tanah mengikuti
pengertian hukum adat dengan melekat
sifatnya secara kontan. Pendapat tersebut
dengan alasan dalam konsiderans dan ada
didalam penjelasan umum dari Pasal 5
Undang Undang Pokok Agraria, yang
menyatakan :
“ Hukum Agraria yang berlaku atas
bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum
adat,
sepanjang
tidak
bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme Indonesia serta atas
peraturan-peraturan yang tercantum
dalam undang-undang ini, dan dengan
peraturan perundangan lainnya, segala
sesuatu dengan mengindahkan unsurunsur yang bersandar pada hukum
agama “.
Dan didalam Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun
1997, juga dengan tegas menyatakan
bahwa :
“ Peralihan hak atas tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun melalui
jual
beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya kecuali peralihan hak melalui
lelang, hanya dapat di daftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat
oleh PPAT yang berwenang menurut
ketentuan
peraturan
perundangundangan yang berlaku “.
“ Dengan dilakukannya perbuatan
hukum berupa jual beli dihadapan
PPAT, telah dipenuhi sifat terang, akta
jual beli yang ditanda tangani oleh
para pihak menunjukan perbuatan
hukum jual beli telah dilakukan karena

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

207

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

perbuatan hukum yang dilakukan
merupakan
perbuatan
hukum
pemindahan hak, maka akta tersebut
membuktikan bahwa penerima hak
(pembeli) sudah menjadi pemegang
hak yang baru “.10
Selambat-lambatnya selama 7 (tujuh)
hari
kerja
dimulai
sejak
tanggal
ditandatanganinya akta peralihan jual beli
tersebut, maka PPAT wajib menyampaikan
akta beserta dokumen yang bersangkutan
kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat,
dan setelah pembeli menerima salinan akta
peralihan jual beli yang telah ditandatangani
tersebut, maka PPAT dapat mendaftarkan
hak atas tanah yang diperoleh di kantor
Pertanahan.
3. Paralihan Hak Atas Tanah Melalui
Lelang
Apabila dilihat dari peralihan melalui
lelang dan jual beli tanah menurut Undang
Undang Pokok Agraria saat ini mempunyai
beberapa kesamaan, antara lain :
- Keharusan dilaksanakan dihadapan
Pejabat Umum, yang mana dalam
peralihan hak melalui lelang ini adalah
Pejabat Lelang.
- Dibuatnya akta otentik, yaitu berupa
Risalah Lelang yang merupakan
sumber data bagi pemeliharaan data
pendaftaran tanah.
- Adanya kewajiban Kantor Pelayanan
Piutang dan Lelang Negara untuk
menyampaikan salinan Risalah Lelang
kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat.
Dengan melihat proses peralihan hak
atas tanah melalui jual beli tersebut diatas,
10

Boedi Harsono. Hukum Agraria
Indonesia. Sejarah Pembentukan Undang Undang
Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya. Jakarta :
Djambatan. 1999, hal 318.

proses beralihnya hak atas tanah dalam
pelaksanaan lelang adalah saat ditanda
tanganinya Risalah Lelang oleh penjual dan
pembeli di hadapan Pejabat Lelang. Risalah
Lelang sudah dapat dijadikan sebagai alat
bukti yang kuat dan mengikat bagi para
pihak, dan apabila dibandingkan dengan
administrasi yang dilakukan pihak PPAT,
administrasi di Kantor Pelayanan Lelang
bersifat terbuka/melayani masyarakat umum
dan proses pelaksanaan lelangnyapun
bersifat umum.
Dengan demikian Risalah Lelang juga
mempunyai kekuatan sebagai alat
bukti
yang kuat, beralihnya hak atas tanah kepada
pembeli lelang tersebut akan lebih kuat lagi
dengan dilanjutkannya dengan proses
pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan,
dengan menunjukan Petikan Risalah Lelang
serta berkas-berkas kelengkapan persyaratan
pendaftaran tanah.
Dalam pelaksanaan lelang ada kalanya
dokumen kepemilikan atas tanah/ sertifikat
tanah tidak dikuasai oleh Pemohon
Lelang/Pejabat Lelang, akan tetapi keadaan
tersebut tidak menghalangi pelaksanaan
lelang. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan
Pasal 41 ayat (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan
sebagai berikut :
Kepala Kantor Lelang menolak
melaksanakan lelang, apabila:
a. mengenai tanah yang sudah terdaftar
atau hak milik atas satuan
rumah susun:
1) kepadanya
tidak
diserahkan
sertipikat
asli
hak
yang
bersangkutan, kecuali dalam hal
lelang eksekusi yang dapat tetap
dilaksanakan walaupun sertipikat
asli hak tersebut tidak diperoleh
oleh Pejabat Lelang dari pemegang
haknya.

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

208

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

2) Sertipikat yang diserahkan tidak
sesuai dengan daftar-daftar yang
ada di Kantor Pertanahan.
Dalam peralihan hak atas tanah
melalui lelang ini maka dengan menunjukan
Risalah Lelang dan surat keterangan dari
Kepala Kantor Lelang Negara, sudah
menjadi pemegang hak atas tanah yang baru
dan
dapat
mengajukan
permohonan
penerbitan sertifikat tanah yang baru kepada
Kantor Pertanahan, sedangkan sertifikat
tanah yang lama akan dinyatakan tidak
berlaku oleh Kantor Pertanahan dan
diumumkan melalui surat kabar.
4. Peralihan Hak Atas Tanah karena
Pewarisan
Peralihan hak karena pewarisan terjadi
karena hukum pada saat pemegang hak
meninggal dunia. Sejak itu para ahli waris
menjadi pemegang haknya yang baru,
mengenai siapa yang menjadi ahli waris
diatur didalam hukum yang berlaku bagi
pewaris.
Pendaftaran peralihan hak karena
pewarisan diwajibkan dalam rangka
memberi perlindungan hukum kepada para
ahli waris dan demi ketertiban dan tata usaha
pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan
dan disajikan selalu menunjukan keadaan
data yang mutakhir.
Dengan
didaftarkannya
setiap
peralihan hak dan pemindahan hak atas
tanah ke Kantor Pertanahan, maka akan
terdapat kepastian hukum dan perlindungan
hukum bagi sipenerima hak atas tanah
tersebut, karena dalam Buku Tanah dan
Sertifikat Hak Atas Tanah sudah tertulis
nama pemegang hak yang baru sebagai
pemegang hak.
5. Peralihan Hak Atas Tanah Karena
Penghibaan atau Hibah Wasiat

Hibah adalah pengeluaran sebagian
harta oleh seseorang semasa hidupnya untuk
diberikan dan untuk kepentingan orang lain
atau suatu badan, sedangkan Hibah Wasiat
adalah suatu penetapan yang berisikan :
a. Hibah mengenai barang-barang
tertentu atau barang-barang dari
suatu jenis tertentu dari harta
kekayaan seseorang.
b. Hibah mengenai sebagian dari
harta kekayaannya.
c. Hibah berisikan ketetapan lain
mengenai harta kekayaan lain,
misalnya penunjukan seseorang
tertentu untuk memelihara anakanak yang masih belum dewasa
sepeninggal pewaris.
“ Perbedaan antara Hibah dengan
Hibah
Wasiat
terletak
pada
pelaksanaannya, pelaksanaan hibah
dilakukan sewaktu penghibah masih
hidup, sedangkan pelaksanaannya
hibah wasiat dilakukan setelah ia
meninggal
dunia.
Selanjutnya
ketetapan mengenai hibah tidak dapat
ditarik kembali, sedangkan ketetapan
mengenai hibah wasiat dapat ditarik
kembali “.
Peralihan hak atas tanah melalui Hibah
dan Hibah Wasiat ini dapat didaftarkan jika
terbukti dengan akta yang dibuat oleh PPAT
yang
berwenang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku. Dengan didaftarkannya setiap
peralihan hak dan pemindahan hak atas
tanah ke Kantor Pertanahan, maka akan
terdapat kepastian hukum dan juga
perlindungan hukum bagi sipenerima hak
atas tanah tersebut, karena dalam Buku
Tanah dan Sertifikat Hak Atas Tanah sudah
tertulis nama pemegang hak yang baru
sebagai pemegang hak.
II.

PEMBAHASAN

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

209

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

1. Akibat Hukum Jika Peralihan Hak
Atas
Tanah
Tidak
Dilakukan
Pendaftaran
Di
Kantor
Badan
Pertanahan Nasional.
Dalam
mewujudkan
tertib
administrasi pertanahan, pendaftaran tanah
merupakan salah satu sarana yang penting.
Dalam hal ini dijelaskan dalam Penjelasan
Umum Bab IV UUPA yang menyebutkan : “
Sesuai dengan tujuannya untuk memberikan
kepastian hukum, maka pendaftaran itu
diwajibkan bagi pemegang hak yang
bersangkutan ”. Pendaftaran bagi peralihan
hak atas tanah dinyatakan dengan : “ bahwa
pendaftaran itu dijadikan syarat mutlak
untuk berlakunya terhadap pihak ketiga “.11
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
ditetapkan
bahwa
untuk
kegiatan
pendaftaran tanah, dan kegiatan memelihara
data pendaftaran tanah untuk pertama
kalinya itu dilakukan secara sistematik dan
sporadik.
Pendaftaran
tanah
secara
sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kalinya secara serentak yang
meliputi semua objek pendaftaran tanah
yang belum terdaftar dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa / kelurahan,
sedangkan pendaftaran sporadik adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali mengenai satu atau beberapa objek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah desa / kelurahan secara individual
atau secara bersama-sama
Pemeliharaan data pendaftaran tanah
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
menyesuaikan data fisik dan data yuridis
sejalan dengan peta dasar pendaftaran, daftar
tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah
dan sertifikat dengan perubahan-perubahan
yang terjadi kemudian.
11

Hermanes. Pendaftaran Tanah Di
Indonesia. Jakarta : Yayasan Karya Dharma Institut
Ilmu Pemerintahan. 1994, hal 69.

Data fisik adalah keterangan letak,
batas dan luas suatu bidang tanah dan satuan
rumah susun yang terdaftar, termasuk
keterangan adanya bengunan atau bagian
bangunan yang ada diatasnya, sedangkan
data yuridis adalah keterangan mengenai
status hukum suatu bidang tanah dan satuan
rumah susun yang terdaftar, pemegang
haknya, dan pihak lain serta beban-beban
lain yang membebaninya.
Dengan data fisik dan data yuridis
yang disimpan di Kantor Pertanahan
mengenai suatu hak atas tanah, maka
pelaksanaan pendaftaran tanah dapat
diarahkan pada tertib hukum dan tertib
administrasi pertanahan yang memang
dikehendaki dengan adanya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 juga dijelaskan bahwa :
(1) Untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum
sebagai yang dimaksudkan Pasal 3
huruf a, kepada pemegang hak
yang bersangkutan diberikan
sertifikat hak atas tanah.
(2)
Untuk melaksanakan fungsi
informasi sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b, data fisik
dan data yuridis dari suatu bidang
tanah dan satuan rumah susun
yang sudah terdaftar terbuka untuk
umum.
(3)
Untuk
mencapai
tertib
administrasi sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c,
setiap bidang tanah dan satuan
rumah susun termasuk peralihan,
pembebanan, dan hapusnya hak
atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun wajib didaftar.
Harun Al Rasyid berpandangan bahwa
penyelenggaraan
pendaftaran
tanah
sebagaimana disebutkan diatas bertujuan

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

210

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

untuk menjamin kepastian hukum yang
meliputi :
a. Kepastian hukum mengenai orang
atau badan hukum yang menjadi
pemegang hak, yang disebut juga
kepastian hukum mengenai subjek.
b. Kepastian hukum mengenai letak,
batas-batas, serta luas bidang tanah
yang disebut juga kepastian
mengenai objek.12
Pendaftaran tanah adalah hal yang
diwajibkan bagi setiap peralihan hak atas
tanah yang bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang
tanah dan pendaftaran peralihan hak juga
mempunyai tujuan untuk mewujudkan tertib
administrasi pertanahan dan perlindungan
hukum bagi pihak ketiga agar peralihan hak
atas
tanah
dikemudian
hari
tidak
menimbulkan kasus dan permasalahan yang
berakhir dengan sengketa.
Dari hasil pengkajian norma-norma
hukum yang berkaitan dengan pendaftaran
hak atas tanah, terindikasi tidak setiap
peralihan hak atas tanah disertai dengan
pendaftaran balik nama ke Kantor
Pertanahan,
dan
ini
mencerminkan
kurangnya kesadaran hukum dari masyarakat
akan pentingnya mengenai pendaftaran
tanah. Dalam Pasal 19 ayat (1) Undang
Undang Pokok Agraria yang menyatakan
bahwa :
“ Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah, diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah ”. Adapun Peraturan
Pemerintah yang dimaksud Pasal 19 ayat (1)
Undang Undang Pokok Agraria tersebut
adalah peraturan pemerintah yang mengatur
12

Harun Al Rasyid. Tentang Jual Beli
Tanah. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998, hal 8.

tentang pendaftaran tanah yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Berdasarkan dari ketentuan-ketentuan
yang berlaku, bila ada pihak-pihak yang
melakukan peralihan hak atas tanah tetapi
tidak disertai dengan pendaftaran haknya
(balik nama) ke Kantor Pertanahan, maka
dapat dipastikan akan menimbulkan akibat
hukum dan permasalahan bagi pihak-pihak
yang bersangkutan, karena tujuan dan fungsi
pendaftaran
tanah
serta
tata
cara
pelaksanaannya telah diatur dengan sangat
jelas didalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, bahwa tujuan
pendaftaran tanah adalah untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang
tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lainnya agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang
hak yang sah.
Dengan demikian apabila dalam
peralihan hak atas tanah dilakukan
pendaftaran balik nama, maka akan
menjamin kepastian hukum bagi sipenerima
hak selaku pemegang hak yang baru atas
tanah yang bersangkutan. Efendi Perangin
menyatakan tentang pendaftaran jual beli
hak atas tanah, sebagai berikut :
“ Pendaftaran jual beli itu meliputi
pencoretan nama pemegang hak lama
(penjual) dan pencantuman nama
pemegang hak yang baru (pembeli)
dalam buku tanah yang ada di Kantor
Pertanahan dan disertifikat hak atas
tanah yang dijual, dengan mencatat
dalam kedua dokumen itu telah
terjadinya jual beli ”.13
Dengan dicoretnya nama pemegang
hak yang lama dan diganti dengan
mencantumkan nama pemegang hak yang
13

Efendi Perangin. Praktek Jual Beli Tanah.
Jakarta : Rajawali Pers. 1990, hal 21.

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

211

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

baru dalam buku tanah dan sertifikat hak
atas tanah, maka terjadinya jual beli yang
telah didaftarkan itu yang dapat memberi
kepastian hukum kepada pemegang hak baru
(pembeli) bahwa dialah sebagai pemilik
yang baru dari tanah yang dibelinya itu.
Fungsi pendaftaran tanah itu ialah untuk
memperoleh alat pembuktian yang kuat
mengenai sahnya jual beli, dan bila sudah
didaftarkan maka si pembeli sudah
tercantum namanya dalam sertifikat sebagai
bukti bahwa ia yang mempunyai tanah yang
sah dan kuat ”.14 Hal tersebut berlaku juga
pada pendaftaran peralihan hak atas tanah
yang lainnya, seperti peralihan hak atas
tanah melalui tukar menukar, waris, serta
peralihan hak atas tanah melalui hibah dan
hibah wasiat.
Dengan adanya pendaftaran peralihan
hak atas tanah ke Kantor Pertanahan, maka
dengan sendirinya telah mendapatkan
kepastian
hukum
dan
juga
sudah
memperoleh pembuktian yang kuat bagi
sipenerima pemegang hak yang baru, yang
dijamin dan dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai
pendaftaran tanah, sedangkan peralihan hak
atas tanah yang tidak disertai dengan
pendaftaran peralihan hak (balik nama) ke
Kantor Pertanahan akan membawa akibat
hukum dan permasalahan tersendiri.
Dengan masih tercantumnya nama
pemegang hak yang lama dalam buku tanah
dan sertifikat hak atas tanah tersebut, dengan
sendirinya tidak terdapat kepastian hukum
bagi sipenerima hak sebagai pemegang hak
yang baru, sehingga akan terjadi kesulitan
bagi sipemegang hak yang baru bahwa hak
atas tanah tersebut telah berpindah kepada
dirinya.
Kesulitan akan datang kembali
seandainya pemegang hak yang baru
tersebut ingin mengalihkan lagi haknya itu
kepada pihak lain, disebabkan didalam
14

sertifikat hak atas tanah masih tercantum
nama pemegang sebelumnya (pemegang hak
yang lama), maka dengan sendirinya
terdapat keraguan bagi pihak ketiga yang
akan menerima peralihan hak atas tanah
tersebut.
Disamping
menimbulkan
akibat
hukum dan juga dapat menimbulkan
kesulitan-kesulitan yang akan terjadi, disisi
lain PPAT juga tidak akan bersedia untuk
membuat akta peralihan hak atas tanah bagi
pihak yang bersangkutan disebabkan
namanya tidak tercantum dalam sertifikat
sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.
Dengan
demikian
walaupun
terjadi
perbuatan hukum untuk mengalihkan hak
atas tanah oleh pemegang yang lama kepada
penerima hak yang baru, namun apabila
peralihan hak atas tanah tersebut tidak
disertai dengan pendaftaran peralihan hak
(balik nama), maka sipenerima hak yang
baru tersebut tidak dapat membuktikan
bahwa dirinya sebagai pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan.
Apabila peralihan hak atas tanah tidak
disertai dengan pendaftaran peralihan hak
(balik nama), maka dapat menimbulkan
akibat hukum yaitu tidak adanya kepastian
hukum bagi yang menerima hak yang baru
atas tanah yang bersangkutan, adapun cara
penyelesaiannya yang dapat ditempuh adalah
dengan cara mendaftarkan peralihan hak atas
tanah tersebut ke Kantor Pertanahan.
Apabila peralihan hak atas tanah
tersebut hanya dilakukan berdasarkan surat
jual beli dibawah tangan (kertas bersegel /
bermaterai), maka peralihan hak atas tanah
tersebut harus dilakukan ulang dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena
hanya PPAT yang dapat membuatkan dan
mengeluarkan akta peralihan hak atas tanah
tersebut, yang selanjutnya pihak yang
bersangkutan dapat memberikan kuasanya
kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
untuk membantu proses pendaftaran

Ibid. Efendi Perangin, hal 24.

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

212

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

peralihan hak atas tanah ke Kantor
Pertanahan, atau pihak-pihak terkait yaitu
baik penjual ataupun pembeli dapat
mengurus sendiri pendaftaran peralihan hak
atas tanah tersebut langsung ke Kantor
Pertanahan setempat.
Dengan telah terdaftarnya peralihan
hak atas tanah kedalam arsip/data Kantor
Pertanahan maka dengan sendirinya akan
diperoleh kepastian hukum bagi pemegang
hak yang baru atas tanah yang bersangkutan,
dan membantu terciptanya tertib administrasi
pertanahan selaras dengan apa yang menjadi
tujuan dari terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.
2.

Faktor-Faktor Yang Jadi Penghambat
Didalam Pelaksanaan Pendaftaran
Peralihan Hak Atas Tanah Di Kantor
Badan Pertanahan Nasional.

Dari bahasan yang sebelumnya sudah
diuraikan, kiranya dapat dipahami bahwa
betapa pentingnya pendaftaran peralihan hak
atas tanah demi untuk terjaminnya kepastian
hukum yang diperoleh bagi sipenerima hak
sebagai pemegang hak atas tanah yang baru,
tetapi disisi lain pentingnya pendaftaran
tanah tidak selalu dipahami dengan baik oleh
semua pihak yang melakukan peralihan hak
atas tanah karena disebabkan beberapa
faktor yang menjadi penghambat.
Untuk mengetahui dan memastikan
faktor-faktor apa saja yang menjadi
penghambat
didalam
pelaksanaan
pendaftaran peralihan hak atas tanah adalah
sebagai berikut :
1. Banyaknya
masyarakat
yang
melakukan peralihan hak tidak
dihadapan PPAT dengan sering
melakukan peralihan hak atas tanah
dibawah tangan (diatas kertas
bersegel / bermaterai ).
2. Pengetahuan masyarakat yang
masih sangat kurang mengenai

pentingnya pendaftaran tanah serta
tidak dipahaminya permasalahan
dan akibat hukum yang akan
ditimbulkan dikemudian hari.
3. Masalah Pajak Bumi Bangunan
(PBB), antara lain :
a. Banyaknya tanah yang tidak
mempunyai Pajak Bumi
Bangunan (PBB).
b. Proses pembuatan Pajak Bumi
Bangunan (PBB) yang rumit
/ sulit.
4. Masih banyak masyarakat yang
beranggapan dengan memegang
sertifikat
tanah (dimana masih
tercantumnya nama pemegang yang
lama) dan/atau akta peralihan hak
yang dibuat dihadapan PPAT adalah
suatu bukti otentik yang kuat,
sehingga tidak diperlukan lagi
dilakukan pendaftaran peralihan
hak atas tanah ke Kantor
Pertanahan.
5. Biaya pendaftaran peralihan hak
(balik nama) yang terbilang tinggi
untuk
dijangkau
masyarakat,
terutama masyarakat menengah
kebawah.
6. Biaya pendaftaran peralihan hak
(balik nama) yang
tidak transparan.
Dari uraian di atas penyebab
banyaknya pihak yang melakukan peralihan
hak atas tanah tetapi tidak disertai dengan
pendaftaran peralihan haknya (balik nama)
ke Kantor Pertanahan, yaitu :
1. Tidak dimilikinya akta peralihan
jual beli dari PPAT, disebabkan
ketika melakukan peralihan hak
hanya berdasarkan surat jual beli
dibawah tangan (diatas kertas
bersegel/bermaterai).
Sedangkan
akta peralihan hak yang dibuat dan
yang dikeluarkan oleh PPAT
merupakan
syarat
untuk

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

213

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

mendaftarkan peralihan hak (balik
nama) ke Kantor Pertanahan.
2. Minimnya informasi dan kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai
hukum terutama hukum tentang
pendaftaran
tanah,
sehingga
mengakibatkan tidak diketahuinya
bahwa setiap peralihan hak atas
tanah harus dilakukan atau dibuat
dihadapan PPAT dan wajib disertai
dengan pendaftaran peralihan hak
(balik nama) ke Kantor Pertanahan.
3. Faktor ekonomi masyarakat yang
tidak dan/atau belum memadai.
4. Masih adanya pandangan dari
masyarakat, dengan memiliki akta
peralihan hak yang dibuat oleh
PPAT adalah suatu bukti yang kuat
dan
tidak
perlu
dilakukan
pendaftaran hak (balik nama) ke
Kantor Pertanahan, dimana biaya
pendaftaran peralihan hak (balik
nama) itu sendiri tidak transparan,
yang melahirkan anggapan bahwa
pendaftaran
peralihan
hak
memerlukan biaya besar yang tidak
disanggupi oleh semua pemilik
tanah.
5. Tidak diketahuinya tata cara dalam
melakukan pendaftaran peralihan
hak atas tanah (balik nama) ke
Kantor Pertanahan dan masih
adanya anggapan bahwa peralihan
hak atas tanah cukup dilakukan
sebatas di Kantor Lurah atau
Kepala Desa setempat.
Kurangnya informasi tentang hukum
mengenai pendaftaran tanah, sehingga masih
banyak masyarakat yang melakukan
peralihan hak atas tanah (khususnya
peralihan hak melalui jual beli) hanya
berdasarkan surat jual beli dibawah tangan
(diatas
kertas
bersegel/bermaterai).
Sedangkan peralihan hak atas tanah yang
tidak disertai pendaftaran peralihan haknya

(balik nama) ke Kantor Pertanahan akan
mengakibatkan tidak ada kepastian hukum
bagi si penerima hak yang baru (pembeli),
karena didalam arsip data Kantor Pertanahan
dan sertifikat hak masih tercantum nama
pemegang hak yang lama (penjual).
Ekonomi masyarakat yang belum
dan/atau tidak memadai serta faktor biaya
pendaftaran peralihan hak yang terbilang
tinggi dan juga tidak transparan adalah
faktor-faktor yang harus diakui yang
menjadi penghambat didalam masyarakat
(khususnya masyarakat menengah kebawah)
untuk tidak dan/atau belum mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan.
Masih banyaknya tanah yang
dikuasai dan dimiliki masyarakat yang masih
belum dan/atau yang tidak memiliki Pajak
Bumi Bangunan (PBB), yang salah satu
penyebabkan adalah proses pembuatan Pajak
Bumi Bangunan (PBB) yang sulit /rumit.
III.

PENUTUP

1. Kesimpulan.
Akibat hukum terhadap peralihan hak
atas tanah yang tidak terdaftar ke Kantor
Pertanahan mengakibatkan tidak adanya
kepastian hukum bagi pemegang hak atas
tanah yang baru, karena didalam arsip data
Kantor Pertanahan dan sertifikat hak tersebut
masih tercantum nama pemegang yang lama
atau pemilik sebelumnya.
Faktor
penyebab
banyaknya
masyarakat yang tidak mendaftarkan
peralihan hak atau balik nama ke Kantor
Pertanahan adalah kurangnya informasi
tentang proses mengenai pendaftaran tanah,
masih banyak masyarakat yang melakukan
peralihan hak atas tanah dibawah tangan
tidak dihadapan PPAT, faktor ekonomi, biaya
pendaftaran peralihan hak yang terbilang
tinggi dan tidak transparan, serta masih
banyaknya tanah yang tidak memiliki Pajak
Bumi Bangunan.

Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

214

Abuyazid Bustomi, Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Tidak Terdaftar di Kantor Badan Pertanahan
(Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah),
Halaman. 202-215

2. Saran-saran.
Diharapkan setiap peralihan hak atas
tanah haruslah disertai dengan pendaftaran
peralihan haknya atau balik nama ke Kantor
Pertanahan, yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, agar diperoleh kepastian
hukum serta terwujudnya tertib administrasi
pertanahan,
sebagaimana
dimaksud
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.
Diharapkan
Badan
Pertanahan
Nasional
(BPN)
dapat
memberikan
penyuluhan hukum secara rutin kepada
masyarakat tentang tata cara dan persyaratan
pendaftaran tanah dan tranparansi biaya
yang diperlukan untuk itu.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Putera Parlindungan. Komentar Atas
Undang Undang Pokok Agraria.
Bandung : CV. Mandar Maju.
2001
Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah
Bagi Bangsa Indonesia, Mandar
Maju, Bandung, 2006.
Bachtiar, Effendi. Pendaftaran Tanah di
Indonesia
Berserta
Pelaksanaannya.
Bandung : Universitas Padjajaran .
1985.
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia :
Sejarah Pembentukan Undang
Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya,
Jakarta
:
Djambatan. 2005.

Munir Fuady. Hukum Bisnis Dalam Teori
dan
Praktek
Buku
Ke-3.
Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti.
1996.
Mudjono. Hukum Agraria. Jakarta : Liberty.
1992.
Sri Kartini, TH., Sudartyatmi, Sri. Beberapa
Segi Bidang Hukum Adat,
Semarang
:
Universitas
Diponogoro. 1996.
Yudho Winaryo & Heri Tjandrasari.
Efektifitas
Hukum
Dalam
Masyarakat.
Hukum
Dan
Pembangunan No.1 Tahun 1987.
Jakarta : Universitas Indonesia.
2006
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Undang-Undang Pokok
Agraria
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.

Efendi Perangin. Praktek Jual Beli Tanah.
Jakarta : Rajawali Pers. 1994.
Harun Al Rasyid. Tentang Jual Beli Tanah.
Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998.
Hermanes. Pendaftaran Tanah di Indonesia.
Jakarta : Yayasan Karya Dharma
Institut Ilmu Pemerintahan. 1994.
Volume 8 Nomor II. Bulan Mei Tahun 2015

215