FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNGKI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNGKINAN
PERUSAHAAN MEMILIH METODE NILAI WAJAR UNTUK PROPERTI
INVESTASI

ARIA FARAHMITA
SYLVIA VERONICA SIREGAR
Pasca Sarjana Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract
The purpose of this research is to examine factors that motivate companies
in selecting method to record their investment properties, after the
implementation of PSAK No. 13 (2007). Research conducted on companies
listed in Indonesia Stock Exchange period 2008-2011. The hypotheses were
tested using binomial logistic regression. The research resultis consistent
with the motivation to protect creditors through the choice of more
conservative accounting methods. The results indicate that it is less
likelythat company with high leverage will choose fair value method.
Additionally, this research proves that the motivation to reduce information
asymmetry is associated with the choice of fair value method, whereas
opportunistic motivation is not associated with the choice of fair value
method. Additional findings show that companies in the property industry

will be less likely to choose the fair value method. This is consistent with
political cost hypothesis, i.e. the company in the property industry avoid
potential increase in tax burden due to increase in fair value.
Key words: accounting choice, fair value method, cost method, investment
property.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

1

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

1.

Pendahuluan

Riset ini dimotivasi oleh terbitnya PSAK No. 13 tentang Properti Investasi yang

disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sebagai badan penyusun
standar akuntansi di Indonesia, pada 29 Mei 2007. PSAK ini berlaku efektif sejak
tanggal 1 Januari 2008. PSAK No. 13 merupakan salah satu PSAK yang menjadi
tonggak dimulainya program konvergensi IFRS di Indonesia. Selain dapat
menggunakan biaya historis (cost), PSAK No. 13 (2007) memberikan alternatif
pengukuran menggunakan metode nilai wajar (fair value). Sebelumnya, perlakuan
akuntansi untuk properti investasi diatur dalam PSAK No. 13 (1994) tentang Akuntansi
untuk Investasi, yang hanya membolehkan metode pengukuran menggunakan biaya
historis tanpa didepresiasi. Adopsi IFRS kedalam PSAK No. 13 (2007) merupakan
peluang riset yang unik karena perubahan yang bersifat signifikan dengan munculnya
lebih dari satualternatif pengukuran serta meningkatnya ketentuan mengenai
pengungkapan dibanding dengan standar akuntansi sebelumnya berlaku di Indonesia.
PSAK No. 13 (2007) merupakan PSAK pertama yang memperkenalkan metode nilai
wajar untuk pengakuan aset non-keuangan jangka panjang. Perusahaan dapat memilih
metode biaya atau nilai wajar untuk melaporkan properti investasinya di laporan
keuangan. Selisih nilai wajar dengan nilai tercatat terakhir diakui pada laporan laba rugi
periode berjalan. Perusahaan yang memilih metode biaya, harus mengungkapkan nilai
wajar aset pada catatan atas laporan keuangan.
Riset tentang pilihan metode akuntansi selalu menjadi topik yang menarik untuk diteliti.
Alasan sesungguhnya mengapa suatu perusahaan memilih metode akuntansi tertentu

tidak pernah diketahui secara pasti. Pilihan metode akuntansi dilakukan berdasarkan
pertimbangan manajemen dan tidak pernah diketahui secara pasti oleh pengguna
laporan keuangan (Ishak et al.,2012). Riset mengenai pilihan metode akuntansi hanya
dapat menduga faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi satu perusahaan
memutuskan lebih memilih kebijakan akuntansi tertentu dibandingkan yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan alternatif pilihan metode antara metode biaya dengan metode
nilai wajar dalam mencatat properti investasi, menarik untuk diketahui alasan mengapa
perusahaan mau memilih metode nilai wajar, sementara perusahaan lainnya tetap
mengadopsi metode biaya.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

2

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Riset terdahulu (Cairns et al., 2011) menunjukkan bahwa ketika perusahaan dihadapkan

pada pilihan metode akuntansi yang bersifat sukarela, maka pilihan metode akuntansi
cenderung bersifat sticky atau sulit berubah. Artinya, walaupun terdapat alternatif
metode akuntansi yang lain yang dibolehkan oleh standar akuntansi yang baru (dalam
hal ini metode nilai wajar), perusahaan akan cenderung memilih metode akuntansi yang
sesuai dengan standar yang baru namun sama dengan sebelum revisi (dalam hal ini
metode biaya). Namun faktanya, terdapat beberapa perusahaan publik di Indonesia yang
memilih metode nilai wajar dalam melaporkan properti investasi, setelah PSAK No. 13
(2007) berlaku efektif. Oleh karena itu menarik untuk diteliti mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi pilihan metode nilai wajar untuk properti investasi.
Riset mengenai pilihan metode akuntansi setelah adopsi IFRS di Indonesia masih
sedikit. Kebanyakan riset berfokus pada negara-negara di Eropa, yang terlebih dahulu
menerapkan IFRS. Riset mengenai pilihan metode nilai wajar untuk asset non-keuangan
juga masih sedikit. Pilihan metode nilai wajar untuk aset non-keuangan menarik untuk
diteliti karena kondisi yang berbeda dengan aset keuangan yaitu nilai wajar aset
mungkin tidak tersedia di pasar aktif. Selain itu, sebagai feedback atas konvergensi
IFRS di Indonesia, riset semacam ini diperlukan. Riset ini diharapkan dapat menambah
literatur mengenai konvergensi IFRS dan literatur tentang pilihan metode akuntansi.
Riset sebelumnya telah mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan
metode nilai wajar untuk properti investasi. Menurut Muller et al. (2008) perusahaan
yang memilih metode nilai wajar adalah perusahaan dengan kepemilikan yang lebih

tersebar, perusahaan yang menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap transparansi
pelaporan keuangan, dan perusahaan yang melaporkan selisih nilai wajar yang besar
dengan tujuan untuk memaksimalkan laba yang dilaporkan. Kemudian dari Quagli dan
Avallone (2010) mengungkapkan alasan perusahaan memilih metode nilai wajar adalah
untuk tujuan efisiensi dengan cara mengurangi biaya politis dan melindungi kreditur
dengan

penerapan

metode

akuntansi

yang

konservatif.

Riset

ini


berusaha

menggabungkan faktor-faktor yang telah ditemukan pada riset sebelumnya yang
terbukti mempengaruhi kemungkinan pilihan metode nilai wajar.
Untuk menambah bukti empiris tentang pilihan metode akuntansi setelah adopsi IFRS,
riset ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang memotivasi perusahaan untuk
memilih metode nilai wajar dalam mencatat properti investasi setelah berlakunya PSAK

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

3

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

No. 13 (2007). Faktor-faktor yang akan diteliti dalam riset ini merupakan faktor-faktor
yang telah terdokumentasi dalam literatur mengenai pilihan metode akuntansi (Fields, et

al., 2001) dan berdasarkan riset terdahulu dari Quagli dan Avallone (2010), Ishak et al.
(2012) dan Muller et al. (2008). Faktor tersebut adalah (1) perlindungan terhadap
kreditur; (2) biaya politis; (3) asimetri informasi dan (4) motivasi oportunis dari
manajer.
Riset ini diharapkan memberikan kontribusi sebagai berikut:
-

Pertama, menambah literatur mengenai implementasi IFRS di Indonesia dengan
mendokumentasikan variasi pilihan metode akuntansi antara metode biaya dengan
metode nilai wajar. Variasi tersebut mungkin mempengaruhi keterbandingan
laporan keuangan antar perusahaan yang dapat menjadi isu riset pada penelitian
berikutnya.

-

Kedua, riset ini berkontribusi pada literatur tentang pilihan metode akuntansi dengan
mendokumentasikan faktor penentu keputusan perusahaan untuk memilih antara
metode biaya atau metode nilai wajar. Sepanjang telaah literatur yang dilakukan,
riset ini adalah yangpertama di Indonesia yang secara eksplisit menganalisis pilihan
akuntansi dalam konteks aset non-keuangan sejak konvergensi IFRS di 2012.


-

Ketiga, temuan riset ini diharapkan dapat membantu dewan standar dan para praktisi
dalam memahami karakteristik dan kondisi yang mempengaruhi perusahaan dalam
memilih metode akuntansi, khususnya yang melibatkan keputusan untuk
menggunakan metode nilai wajar. Dengan merujuk hasil riset Cairns et al. (2010)
bahwa keterbandingan laporan keuangan antar perusahaan akan meningkat ketika
sebagian besar perusahaan memutuskan untuk mengadopsi metode akuntansi yang
sama, maka penting bagi Dewan Standar dan praktisi untuk memahami karakteristik
perusahaan yang memilih metode nilai wajar. Hal ini diperlukan sebagai feedback
terhadap revisi standar akuntansi untuk properti investasi yang saat ini memberi
alternatif pilihan menjadi dua pilihan kebijakan akuntansi dari sebelumnya yang
hanya satu pilihan.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

4


File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

2. Telaah Literatur
PSAK No. 13 Properti Investasi
PSAK No. 13 (2007) 1 tentang Properti Investasi mengatur perlakuan akuntansi untuk
properti investasi dan pengungkapannya. Yang dimaksud properti investasi adalah
properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang
dikuasai untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau untuk kedua-duanya,
bukan untuk digunakan atau untuk diperjual-belikan dalam kegiatan operasi normal.
Yang menjadi fokus dalam riset ini adalah kebijakan pengukuran setelah pengakuan
awal. Setelah pengakuan awal, PSAK No. 13 (2007) memberi pilihan metode untuk
mengukur properti investasi, yaitu: (1) model nilai wajar, atau (2) model biaya. Model
nilai wajar mengharuskan properti investasi diukur menggunakan nilai wajar dan
perubahan nilai wajarnya diakui pada Laporan Laba Rugi sebagai laba rugi tahun
berjalan dan tidak didepresiasi. Jika entitas memilih model biaya, maka perlakuannya
mengikuti PSAK No. 16 (2007) tentang Aset Tetap, yaitu properti investasi diukur pada
biaya perolehan yang didepresiasi dan dikurangi dengan akumulasi rugi penurunan
nilai.

Perusahaan yang mengukur properti investasi menggunakan model biaya, walaupun
tidak mengakui perubahan nilai wajar pada laba rugi, juga harus mengungkapkan nilai
wajar properti investasi pada catatan atas laporan keuangan, kecuali nilai wajar tidak
dapat ditentukan dengan andal. Sedangkan entitas yang memilih metode nilai wajar
harus mengungkapkan dasar dan asumsi dalam menentukan nilai wajar dan apakah
penentuan nilai wajar menggunakan jasa penilai independen.Dalam menggunakan
metode nilai wajar, perubahan nilai wajar yang disyaratkan dalam PSAK No. 13 (2007)
tercermin dalam laba rugi, dan bukan pada pendapatan komprehensif lain seperti PSAK
No. 16 (2007). Konsekuensinya, karena mempengaruhi laba rugi perusahaan, maka
manajer harusnya sadar bahwa pilihan kebijakan akuntansi untuk properti investasi akan
menyebabkan dampak yang berbeda terhadap laba rugi dalam hal pengakuan selisih
nilai wajar.

1

Saat ini sudah terbit PSAK No. 13 (2011) yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2012, yang secara substansi
tidak berbeda jauh dengan PSAK No. 13 (2007) dan periode pengamatan pada riset ini tidak mencakup periode
PSAK No. 13 (2011) berlaku. Letak perbedaannya hanya mencakup pengakuan awal properti investasi dalam proses
pembangunan dan pengembangan serta ketentuan mengenai ketidakmampuan entitas dalam menetapkan nilai wajar
yang andal.


SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

5

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Pilihan Kebijakan Akuntansi
Watt dan Zimmerman (1978) membangun suatu teori yaitu “Positive Accounting
Theory” yang mencoba memberikan penjelasan dan prediksi terhadap suatu peristiwa
tertentu. Positive accounting theory, dapat menjawab pertanyaan mengapa beberapa
perusahaan mau memilih salah satu metode akuntansi dibandingkan yang lainnya
dengan konsekuensi biaya yang ditimbulkan dan mengapa perusahaan yang lain tidak
demikian. Watts dan Zimmerman (1990) mendokumentasikan beberapa karakteristik
perusahaan yang mungkin mempengaruhi keputusan manajemen, seperti kompensasi
bonus, ukuran perusahaan, dan tingkat utang. Manajemen akan memilih kebijakan
akuntansi yang meningkatkan laba yang dapat berpengaruh positif terhadap
kompensasinya (bonus hypothesis) dan menghindar dari pelanggaran persyaratan utang
(debt covenant hypothesis). Sementara untuk menghindar dari visibilitas politis yang
ditentukan oleh ukuran perusahaan (political cost hypothesis), maka diprediksi bahwa
kecil kemungkinan manajemen akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan
laba dan meningkatkan ukuran perusahaan.

Fields et al. (2001) mengklasifikasikan faktor penentu pilihan metode akuntansi menjadi
tiga kelompok, yaitu (1) contracting, yaitu kebijakan akuntansi dipilih untuk
mempengaruhi satu atau lebih dari perjanjian kontrak, misalnya kontrak dengan
manajemen, pemilik perusahaan, dan pemberi pinjaman, (2) asimetri informasi,
maksudnya kebijakan akuntansi ditentukan oleh asimetri informasi yang berusaha
mempengaruhi penilaian/harga aset, dan yang ketiga adalah (3) eksternalitis, yang
maksudnya bahwa kebijakan akuntansi tertentu dipilih untuk mempengaruhi pihak
eksternal selain pemilik atau calon pemilik perusahaan.

Penelitian Terdahulu
Belum banyak riset yang menguji faktor-faktor yangmenentukan pilihan metode
akuntansi nilai wajar untuk aset properti investasi. Quagli dan Avallone (2010)
melakukan riset untuk menentukan faktor yang mempengaruhi metode akuntansi nilai
wajar properti investasi untuk perusahaan dalam industriproperti investasi di beberapa
negara di Eropa. Risetnya menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap pilihan metode nilai wajar yang artinya sesuai dengan political cost hypothesis,
yaitu perusahaan tidak memilih metode nilai wajar dan menerapkan model biaya untuk
menghindar dari regulator. Faktor berikutnya adanya pengaruh positif antara rasio

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

6

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Market to Book Value dengan pilihan metode nilai wajar, artinya perusahaan yang
memilih metode nilai wajar adalah perusahaan dengan tingkat asimetri informasi yang
tinggi. Dengan memilih metode nilai wajar, perusahaan bertujuan menunjukkan true
value dari perusahaan untuk mengurangi asimetri informasi. Selanjutnya, ditemukan
bahwa perusahaan yang memilih metode biaya adalah perusahaan yang melakukan
perataan laba (income smoothing) yang mana hal ini merupakan bukti salah satu bentuk
tindakan manajemen yang oportunis.

Riset berikutnya datang dari Ishak et al. (2012) yang menguji faktor yang
mempengaruhi pilihan metode akuntansi untuk perusahaan properti di Malaysia.
Hasilnya konsisten dengan political cost hypothesis bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap pilihan metode nilai wajar, artinya semakin besar ukuran
perusahaan semakin kecil kemungkinan memilih metode nilai wajar. Selain itu,
perusahaan yang memilih metode nilai wajar adalah perusahaan yang sebelum standar
akuntansi yang baru berlaku, telah menerapkan metode revaluasi dengan penyesuaian
nilai wajar di ekuitas serta perusahaan yang salah satu segmen bisnisnya adalah properti
investasi.
Selain itu dari Muller et al. (2008) yang melakukan riset di beberapa negara di Eropa
setelah adopsi IFRS di tahun 2005. Hasil risetnya menunjukkan bahwa perusahaan
semakin tinggi kemungkinannya memilih metode nilai wajar ketika kepemilikan lebih
tersebar, ketika standar akuntansi sebelum adopsi IFRS telah mengijinkan atau
mensyaratkan penggunaan metode nilai wajar, dan ketika perusahaan menunjukkan
komitmen yang lebih tinggi terhadap transparansi pelaporan keuangan yang dibuktikan
dengan adopsi metode nilai wajar secara sukarela sebelum IFRS diwajibkan dan
penggunaan jasa penilai independen dalam menentukan nilai wajar. Hasil riset Muller et
al. (2008) juga menemukan motivasi yang bersifat oportunis dalam pemilihan metode
nilai wajar untuk properti investasi, yaitu perusahaan yang memilih metode nilai wajar
adalah yang melaporkan keuntungan selisih nilai wajar yang lebih tinggi dibandingkan
dengan selisih nilai wajar “as if” yang diungkapkan di catatan atas laporan keuangan
untuk perusahaan yang memilih metode biaya.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

7

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

3. Pengembangan Hipotesis
Analisis dalam riset ini berdasarkan asumsi yang mengacu kepada Schipper (2007)
bahwa pengakuan di laporan keuangan (recognition) lebih value relevant dibandingkan
pengungkapan (disclosure). Dalam hal ini, selisih nilai wajar asset properti investasi
yang diakui pada laporan laba rugi (metode nilai wajar) tidak ekuivalen dengan selisih
nilai wajar yang diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan (metode biaya).
Demikian juga menurut Francis et al. (2004), bahwa pengakuan menggunakan metode
nilai wajar dan metode biaya mempengaruhi angka akuntansi secara berbeda. Nilai
wajar lebih value relevant dan memberikan angka laba yang lebih dapat diprediksi dan
lebih tepat waktu karena lebih berorientasi ke arus kas masa depan. Sedangkan metode
biaya lebih mendukung konservatisme, kualitas akrual dan laba yang lebih rata
(smooth), karena hanya mengakui perubahan nilai hanya jika sudah terealisasi. Dengan
demikian, informasi arus kas masa depan yang diperoleh dari nilai wajar akan lebih
diapresiasi oleh pasar (analis dan investor) karena dapat menurunkan informasi asimetri.
Sedangkan di lain sisi, metode biaya lebih mendukung perataan laba dan kontrak yang
efisien dimana konservatisme lebih diutamakan. Atau dengan kata lain, masing-masing
metode secara teoritis memiliki kelebihan dan kekurangan dan pilihan aktual akan
tergantung kondisi perusahaan. Dampak yang berbeda dari kedua metode ini
mengimplikasikan bahwa pilihan metode akuntansi memiliki latar belakang yang
berbeda sesuai kondisi perusahaan.

Tujuan riset ini menguji secara empiris motivasi dipilihnya metode akuntansi nilai wajar
untuk properti investasi sehubungan dengan revisi PSAK No. 13 (2007) yang
menambahkan alternatif pilihan metode nilai wajar disamping metode biaya yang telah
diatur sebelumnya.

Pilihan kebijakan akuntansi yang lebih konservatif akan menurunkan biaya keagenan
melalui perlindungan yang lebih tinggi terhadap kreditur. Menurut Beatty dan Weber
(2008), investor menginginkan level konservatisme tertentu dalam kontrak utang.
Pilihan metode biaya akan sejalan dengan kebijakan akuntansi yang lebih konservatif,
sehingga untuk tujuan perlindungan yang lebih tinggi kepada kreditur, maka besar
kemungkinan manajer akan memilih metode biaya dan kecil kemungkinan memilih
metode nilai wajar. Riset ini mengambil posisi berlawanandaridebt covenant hypothesis,
bahwa manajer lebih memilih metode nilai wajar untuk terhindar dari pelanggaran

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

8

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

kontrak utang. Debt covenant hypothesis (Watt dan Zimmerman, 1990) kurang tepat
dalam konteks ini karena biasanya keuntungan dari selisih revaluasi nilai wajar tidak
diperhitungkan dalam evaluasi kontrak utang (Christensen dan Nikolaev, 2008).
Dengan demikian hipotesis yang dapat diajukan adalah:

H1: Tingkat utang berpengaruh negatif terhadap kemungkinan pilihan metode nilai
wajar untuk properti investasi

Berdasarkan political cost hypothesis (Watts dan Zimmerman, 1990), diprediksi bahwa
manajerakan kecil kemungkinan untuk memilih metode akuntansi yang menaikkan laba.
Tingginya laba yang dilaporkan akan berdampak pada meningkatnya ukuran perusahaan
(aset). Semakin tingginya ukuran perusahaan maka semakin tinggi biaya politis karena
semakin meningkatnya visibilitas perusahaan. Biaya politis yang dimaksud disini adalah
meningkatnya sorotan yang berdampak misalnya pada meningkatnya regulasi dari
pemerintah/regulator atau meningkatnya aturan pajak dari otoritas pajak. Dengan
demikian, sesuai dengan Quagli dan Avallone (2010) dan Ishak et al. (2012), maka
hipotesis berikutnya yang diajukan adalah:
H2: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan pilihan metode
nilai wajar untuk properti investasi.

Dalam situasi adanya informasi asimetri, manajer dapat memilih metode akuntansi yang
dapat membantu menginformasikan kepada pasar tentang “true value” perusahaan.
Sehingga, dengan asumsi bahwa pengungkapan tidak ekivalen dengan pengakuan
(Schipper, 2007) yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diekspektasi bahwa
tingginya asimetri informasi akan berpengaruh positif terhadap kemungkinan
manajemen memilih metode nilai wajar (Quagli dan Avallone, 2010). Beberapa studi
terdahulu menggunakan market to book ratio (MTB) sebagai proksi untuk informasi
asimetri, yang berangkat dari intuisi bahwa nilai pasar menangkap nilai kini dari
peluang growth perusahaan, sedangkan nilai buku mencerminkan nilai aset yang ada.
Dengan demikian metode nilai wajar untuk properti investasi akan mengurangi
informasi asimetri karena meningkatkan nilai buku aset, sehingga hipotesis berikutnya
adalah:
H3: Informasi asimetri akan berpengaruh positif terhadap kemungkinan pilihan
metode nilai wajar untuk properti investasi.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

9

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Selanjutnya, baik Quagli dan Avallone (2010) dan Muller et al. (2008) menangkap
adanya motivasi opportunis dibalik pilihan metode nilai wajar untuk properti investasi.
Motivasi oportunis ditunjukkan dengan pemilihan metode akuntansi yang dapat
meningkatkan kinerja, melalui peningkatan laba. Muller et al. (2008) mengidentifikasi
bahwa semakin tinggi keuntungan selisih nilai wajar yang dihasilkan dari properti
investasi maka akan semakin tinggi kemungkinan manajemen memilih metode nilai
wajar, agar keuntungan tersebut dapat meningkatkan laba yang dilaporkan. Dengan
demikian, dapat dihipotesakan bahwa:
H4: Keuntungan revaluasi nilai wajar yang dapat dilaporkan dari penerapan metode
nilai wajar akan berpengaruh positif terhadap kemungkinan pilihan metode nilai
wajar untuk properti investasi.

4. Metode Riset
Kerangka Pemikiran
Hubungan antar variabel dalam hipotesis ditunjukkan oleh bagan kerangka pemikiran
pada Gambar 1.

Tingkat Utang

Ukuran Perusahaan

Informasi Asimetri
Kemungkinan
Pilihan Metode
Nilai Wajar

Keuntungan Selisih
Nilai Wajar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kontrol: perusahaan
masuk dalam industri
properti

Berdasarkan Gambar 1, variabel dependennya adalah kemungkinan/probabilita
dipilihnya metode nilai wajar untuk mengukur asetproperti investasi. Variabel
independennya adalah tingkat utang dan ukuran perusahaan yang diprediksi
berpengaruh negatif terhadap kemungkinan pilihan metode nilai wajar, dan informasi
asimetri dan keuntungan selisih nilai wajar aset yang diprediksi berpengaruh positif

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

10

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

terhadap kemungkinan pilihan metode nilai wajar. Untuk mengontrol karakteristik yang
berbeda antara perusahaan yang termasuk ke dalam industriproperti dan real estat
dengan perusahaan yang termasuk dalam industri lainnya maka digunakan variabel
indikator perusahaan yang masuk ke dalam industri properti dan real estat sebagai
variabel kontrol. Perusahaan yang termasuk dalam industri propertydan real estat, akan
dihadapkan pada pasar properti yang lebih likuid, sehingga nilai wajar yang andal dapat
ditentukan dengan mudah. Selain itu, karena bisnis utama perusahaan adalah dalam
bidang properti, maka keuntungan selisih nilai wajar yang diakui akan berpengaruh
signifikan pada penilaian kinerja perusahaan. Dengan demikian, diduga bahwa
perusahaan yang berada dalam industri properti dan real estat akan semakin besar
kemungkinan memilih metode nilai wajar untuk mengukur properti investasinya.

Sampel dan Desain Riset
Populasi pada riset ini adalah semua perusahaan yang memiliki dan melaporkan
asetproperti investasi pada periode setelah berlakunya PSAK No. 13 (2007) yaitu sejak
2008 sampai 2011. Periode yang diamati adalah periode pertama perusahaan
menerapkan metode akuntansi properti investasi antara tahun 2008 sampai 2011, yaitu
perusahaan yang memiliki properti investasi pada tahun 2008 ditambah dengan
perusahaan yang baru memiliki properti investasi setelah 2008 sampai 2011. Perbedaan
antar tahun pengamatan antara 2008 – 2011 dianggap tidak signifikan karena mencakup
periode waktu yang pendek. Agar tidak mengurangi jumlah sampel yang sedikit, riset
ini tidak hanya mengobservasi perusahaan yang berada dalam industri properti dan real
estat, namun semua perusahaan yang memiliki properti investasi yang termasuk ke
dalam industri selain properti dan real estat. Model penelitian akan memasukkan
variabel dummy jenis industri untuk mengontrol perbedaan kondisi antara perusahaan
dalam industri properti denganindustri lain yang turut mempengaruhi kemungkinan
pilihan metode nilai wajar.

Kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut: (1) terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2008 – 2011; (2) memiliki properti investasi antara 2008 –
2011; (3) mengungkapkan metode akuntansi untuk mengukur properti investasi; (4)
bagi perusahaan yang memilih metode biaya, mengungkapkan nilai wajar aset pada
catatan atas laporan keuangan; (5) memiliki data-data lengkap untuk pengujian
hipotesis.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

11

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Hipotesis akan diuji menggunakan model regresi binomial logit sebagai berikut:

………….model (1)
: adalah probabilita perusahaan memilih metode nilai wajar, bernilai = 1 jika
perusahaan memilih metode nilai wajar, dan bernilai 0 jika memilih menggunakan
metode biaya;

: tingkat utang perusahaan yang diukur menggunakan rasio total debt
adalah ukuran perusahaan yang diproksi

dibagi dengan total aset di akhir tahun;

dengan logaritma natural dari saldo akhir total aset perusahaan;
asimetri, yang diproksi dengan market to book ratio (MTB) awal tahun;

: informasi
:

keuntungan selisih revaluasi nilai wajar periode berjalan, diproksi dengan selisih nilai
wajar yang dilaporkan pada laba rugi (jika metode nilai wajar diterapkan) atau dengan
selisih nilai wajar yang diungkapkan di catatan atas laporan keuangan dengan nilai
tercatat asetproperti investasi di neraca (jika metode biaya diterapkan). Nilai ini
kemudiandideflasi dengan saldo akhir Total Aset; sedangkan

: variabel

indikator untuk perusahaan yang termasuk ke dalam industriproperti dan real estat,
bernilai = 1 jika perusahaan termasuk dalam industri properti dan real estat, dan bernilai
= 0 jika lainnya.

5. Analisis Hasil
Sampel dan Statistik Deskriptif
Hasil pemilihan sampel dapat dilihat pada Tabel 1 pada lampiran.Dapat dilihat pada
Tabel1 bahwa dari 108 perusahaan yang melaporkan properti investasi di Laporan
Keuangan, 85% memilih metode biaya. Dari total 100 perusahaan yang memilih model
biaya, terdapat 50% yang tidak mengungkapkan nilai wajar aset pada catatan atas
laporan keuangan, walaupun hal ini bersifat wajib. Terdapat dua kemungkinan
penyebab hal ini, yaitu (1) nilai wajar aset tidak dapat ditentukan dengan andal,
yangmenurut PSAK No. 13 (2007) kondisi ini harus diungkapkan, atau (2) perusahaan
tidak memandang adanya manfaat dari pengungkapan informasi nilai wajar melebihi
biaya memperoleh informasinya. Untuk mengungkapkan nilai wajar aset, maka
perusahaan harus mengukur nilai wajar aset dengan andal. Perusahaan dapat
menggunakan jasa penilai independen untuk menghitung nilai wajar asetdan hal ini
harus diungkapkan. Penggunaan jasa penilai independen tentunya menyebabkan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

12

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

tambahan biaya, yang dalam hal ini jika perusahaan memandang potensi kenaikan nilai
wajar tidak terlalu signifikan untuk diungkapkan, maka perusahaan enggan untuk
menghitung dan mengungkapkan nilai wajar aset tersebut pada catatan atas laporan
keuangan.

Tabel 2 pada lampiran menyajikan statistik deskriptif dari sampel.Jumlah sampel yang
memilih metode nilai wajar adalah 22% seperti ditunjukkan pada rata-rata variabel
P_FV. Ukuran perusahaan sampel berada pada kisaran total aset Rp64 Milyar sampai
dengan Rp17 Trilyun. Pada tabel juga terlihat bahwa terdapat perusahaan yang
melaporkan rugi selisih nilai wajaryang ditunjukkan pada nilai minimum FV_GAIN
sebesar -0,127. Perusahaan yang termasuk ke dalam industriproperti sebanyak 37% atau
20 perusahaan dari 54 sampel.

Uji Beda Rata-rata dan Korelasi
Tabel 3 pada lampiran menunjukkan perbedaan rata-rata perusahaan sampel yang
masuk ke dalam industriproperti dan real estat dengan sampel yang masuk dalam
industri lainnya. Dilihat pada Tabel3, ukuran perusahaan (LNTA), market to book value
(MTB), selisih nilai wajar (FVGAIN) dan proporsi properti investasi dibanding total
asset (Prop_TA) untuk sampel perusahaan properti signifikan lebih tinggi dibandingkan
sampel perusahaan dalam industri lainnya. Namun jika dilihat pilihan metode nilai
wajar (P_FV) lebih banyak dipilih oleh perusahaan non-properti, atau dengan kata lain,
rata-rata perusahaan industriproperti lebih banyak memilih metode biaya dalam
mengukur properti investasi. Hal ini menunjukkan arah yang tidak sesuai dengan
prediksi. Jika perusahaan memilih metode nilai wajar, maka dengan rata-rata selisih
nilai wajar kelompok perusahaan properti yang lebih tinggi dibanding perusahaan nonproperti seharusnya dapat meningkatkan kinerja melalui peningkatan laba periode
berjalan.

Namun

kenyataannya

rata-rata

perusahaan

properti

lebih

memilih

menggunakan metode biaya. Perbedaan rata-rata setiap variabel yang signifikan ini
menunjukkan perlunya mengontrol sampel perusahaan masuk ke dalam industry
properti atau industri lainnya ke dalam model pengujian hipotesis.

Tabel 4 pada lampiran menunjukkan korelasi antar variabel menggunakan
pearson’scorrelation test. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa korelasi variabel
independen dengan variabel dependen yang signifikan secara umum menunjukkan arah

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

13

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

yang konsisten dengan hipotesis. Tingkat utang (LEV) dan ukuran perusahaan (LNTA)
berkorelasi negatif signifikan dengan pilihan metode nilai wajar (P_FV). Korelasi
selisih nilai wajar (FV_GAIN) dengan P_FV tidak searah dengan hipotesis. Korelasi
antar variabel independen menunjukkan korelasi positif signifikan antara tingkat utang
(LEV) dengan ukuran perusahaan (LNTA) dan informasi asimetri (MTB). Artinya
perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi adalah perusahaan berukuran besar dan
memiliki informasi asimetri yang tinggi juga.

Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis menggunakan model logit denganmodel (1) disajikan pada
Tabel 5 (Lampiran).

Berdasarkan uji hipotesis, variabel LEV berpengaruh negatif signifikan (level 5%)
terhadap kemungkinan pilihan metode nilai wajar. Artinya perusahaan dengan tingkat
utang yang semakin tinggi akan semakin kecil kemungkinan memilih metode nilai
wajar. Dengan demikian hipotesis H1 didukung yaitu semakin tinggi tingkat utang
maka perusahaan akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih konservatif, dalam
hal ini metode biaya. Hal ini konsisten dengan hipotesis kontrak efisien dengan kreditur,
bahwa perusahaan menerapkan kebijakan akuntansi yang konservatif sebagai
perlindungan terhadapkreditur (Watts, 2003; Beatty & Weber, 2008).

Variabel LNTA tidak berpengaruh terhadap kemungkinan pilihan metode nilai
wajar.Artinya pertimbangan biaya politis yang ditentukan melalui ukuran perusahaan
tidak menjadi pertimbangan perusahaan dalam memilih metode pengukuran nilai wajar
untuk properti investasi. Hasil ini tidak sesuai dengan Ishak et al. (2012) dan Quagli dan
Avallone (2010), dan dengan demikian Hipotesis H2 tidak didukung oleh data.

Variabel MTB berpengaruh signifikan positif (pada level 10%) terhadap pilihan metode
nilai wajar untuk mengukur properti investasi. Artinya, perusahaan dengan informasi
asimetri yang semakin tinggi akan semakin tinggi kemungkinan memilih metode nilai
wajar untuk menunjukkan true value perusahaan. Hasil ini sesuai dengan riset Quagli
dan Avallone (2010). Dengan demikian Hipotesis H3 didukung oleh data.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

14

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Variabel FV_GAIN tidak berpengaruh terhadap kemungkinan pilihan metode nilai
wajar untuk mengukur properti investasi. Artinya, semakin besar selisih nilai wajar
yang dapat dilaporkan pada laba rugi tidak berpengaruh terhadap kemungkinan
perusahaan memilih metode pengukuran nilai wajar. Semakin besar keuntungan selisih
nilai wajar yang dapat dilaporkan pada laba rugi periode berjalan tidak membuat
perusahaan memilih metode nilai wajar untuk mencatat properti investasinya. Dengan
demikiandugaan motif oportunis dalam memilih metode nilai wajar tidak terlihat. Hasil
ini tidak sesuai dengan riset dari Muller et al. (2008) dan dengan demikian Hipotesis H4
tidak didukung oleh data. Artinya faktor pendorong perusahaan memilih metode nilai
wajar untuk properti investasi bukan karena alasan untuk mendapatkan laba tinggi dari
selisih nilai wajar yang diakui. Hal ini kemungkinan karena efek peningkatan nilai
wajar karena revaluasi aset dapat merupakan obyek pajak.

Variabel kontrol D_Prop berpengaruh negatif signifikan (level 5%) terhadap
kemungkinan pilihan metode nilai wajar. Hasil pengujian tidak sesuai dengan prediksi
bahwa perusahaan dalam industri property akan semakin mungkin memilih metode nilai
wajar. Hasil uji membuktikan bahwa perusahaan dalam industriproperti semakin kecil
kemungkinan memilih metode nilai wajar, padahal berdasarkan uji beda rata-rata
menunjukkan bahwa perusahaan properti melaporkan selisih nilai wajar yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan non-properti. Dengan kata lain, perusahaan dalam
industriproperti secara rata-rata melaporkan selisih nilai wajar yang tinggi dari properti
investasi, namun kelompok perusahaan ini lebih memilih menggunakan metode biaya
dalam mengukur properti investasinya.

Temuan ini mungkin dapat dijelaskan melalui political cost hypothesis (Watts dan
Zimmerman, 1990). Perusahaan dalam industry property enggan memilih metode nilai
wajar dan mengakui selisih nilai wajar pada laba rugi periode berjalan untuk
menghindar dari regulasi pemerintah yang berpotensi merugikan perusahaan. Seperti
kita ketahui bahwa terdapat peraturan pajak yang mengenakan pajak final 10% terhadap
selisih revaluasi nilai wajar aset (PMK No. 79/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan). Walaupun PMK tersebut mengatur aktiva
tetap, namun peraturan pajak tidak membedakan antara aktiva tetap dengan properti
investasi, sehingga properti investasi masuk kedalam kelompok aset yang dimaksud
pada peraturan ini. Walaupun pajak tersebut dikenakan terhadap revaluasi aset dan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

15

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

hanya untuk tujuan perpajakan, namun dalam pelaksanaannya bersifat grey area. Bukan
tidak mungkin dalam perkembangannya nanti akan muncul peraturan yang mengenakan
pajak atas selisih revaluasi nilai aset bagi perusahaan yang khusus bergerak di bidang
properti. Oleh karena itu, perusahaan properti mungkin lebih memilih metode biaya
untuk menghindari risiko terkena regulasi perpajakan yang menyebabkan kenaikan
pembayaran pajak. Temuan ini sekaligus mengimplikasikan bahwa hipotesis political
cost pada konteks riset ini lebih terkait jenis industri, yaitu apakah perusahaan termasuk
ke dalam industri properti atau industri lain, bukan ditentukan dari ukuran perusahaan.

Uji Sensitivitas
Uji sensitivitas pertama dilakukan dengan mengganti variabel FV_Gain dengan variabel
indikator DFV dengan memisahkan nilai selisih nilai wajar yang diatas median sebagai
kelompok selisih nilai wajar yang tinggi (DFV = 1) dan DFV = 0 yang berada di bawah
median sebagai kelompok selisih nilai wajar yang rendah. Hasilnya konsisten dengan
pengujian utama, yaituLEV dan D_PROP signifikan sesuai arah prediksi dan variabel
DFV tidak berpengaruh terhadap P_FV (Tabel tidak ditampilkan).

Uji sensitivitas kedua, dilakukan dengan cara memasukkan semua perusahaan yang
memilih metode biaya namun tidak mengungkapkan nilai wajar pada catatan atas
laporan keuangan, sehingga jumlah observasi adalah 100 sampel (lihat tabel 1). Sesuai
dengan uraian pada statistik deskriptif bahwa diduga perusahaan yang tidak
mengungkapkan nilai wajar pada catatan adalah perusahaan yang mempertimbangkan
tingginya biaya perolehan informasi untuk mengukur nilai wajar aset dibanding
besarnya manfaat atau keuntungan yang diungkapkan. Dengan tetap memegang asumsi
bahwa pengakuan lebih value relevant daripada pengungkapan, maka perusahaan yang
memilih metode biaya dan memperkirakan nilai wajar properti investasinyatidak
berbeda signifikan dengan nilai tercatatnya pada akhir periode berjalan, enggan untuk
mengungkapkan nilai wajar di catatan atas laporan keuangan. Artinya perusahaan ini
mengestimasikan selisih nilai wajaryang terlalu rendah untuk diungkapkan.Walaupun
persyaratan pengungkapan nilai wajar ini bersifat wajib, namun perilaku ini
menunjukkan perilaku manajer yang rasional.

Untuk menguji apakah hasil pengujian utama konsisten, maka sejumlah 46 perusahaan
yang tidak mengungkapkan nilai wajar pada catatan atas laporan keuangan tetap

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

16

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

dimasukkan dengan menganggap bahwa nilai FV_Gain bernilai nol (FV_GAIN = 0).
Dengan demikian diperoleh 100 sampel. Hasil konsisten dengan pengujian
utama.Variabel LEV, MTB dan D_PROP signifikan sesuai arah prediksi dan variabel
LNTA dan FV_GAIN tetap tidak berpengaruh signifikan (Tabel tidak ditampilkan).

Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan serta Saran untuk Riset Selanjutnya
Riset ini berfokus pada area riset tentang pilihan metode akuntansi. Riset ini bertujuan
untuk meneliti faktor-faktor yang memotivasi perusahaan dalam memilih metode nilai
wajar untuk mencatat properti investasi setelah berlakunya PSAK No. 13 (2007). Faktor
yang diteliti yaitu(1) perlindungan terhadap kreditur sesuai hipotesis kontrak efisien
dengan kreditur; (2) biaya politis sesuai dengan political cost hypothesis; (3)
mengurangi asimetri informasi; dan (4) motivasi oportunis manajer untuk meningkatkan
laba yang dilaporkan melalui pemilihan metode akuntansi. Hipotesis perlindungan
kreditur diproksi dengan tingkat utang, hipotesis biaya politis diproksi dengan ukuran
perusahaan, asimetri informasi diproksi dengan rasio market to book, dan hipotesis
tindakan oportunis diproksi dengan rasio keuntungan selisih nilai wajar yang dapat
diakui dibanding total aset perusahaan.

Hasil pengujian menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis kontrak efisien dengan
kreditur dan motivasi untuk mengurangi informasi asimetri. Artinya perusahaan yang
memiliki tingkat utang yang semakin tinggi, kecil kemungkinan memilih metode nilai
wajar atau besar kemungkinan akan lebih memilih metode yang konservatif dengan
memilih metode biaya dalam mencatat properti investasi. Ini dilakukan sebagai bentuk
perlindungan terhadap kreditur karena kreditor lebih menyukai kebijakan yang
konservatif karena mengurangi risiko distribusi nilai perusahaan melalui dividen.
Metode biaya dipandang sebagai kebijakan akuntansi yang konservatif karena tidak
menyebabkan laba berfluktuasi dan tidak mengalami risiko kurang andalnya nilai yang
disajikan di laporan keuangan, seperti halnya metode nilai wajar. Selanjutnya
perusahaan dengan informasi asimetri yang tinggi akan lebih tinggi kemungkinannya
dalam memilih metode nilai wajar untuk menunjukkan true valueperusahaan. Motivasi
oportunis manajer untuk meningkatkan laba yang dilaporkan melalui pemilihan metode
nilai wajar tidak terlihat dari hasil riset ini.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

17

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Temuan tambahan dari riset ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam industri properti
memiliki rata-rata keuntungan nilai wajar yang lebih tinggi yang dapat dilaporkan pada
laba rugi dibandingkan dengan kelompok perusahaannon-properti. Analisis lebih lanjut
menunjukkan bahwa perusahaan dalam industri properti secara rata-rata lebih rendah
kemungkinannya dalam memilih metode nilai wajar untuk menghindari sorotan dan
kemungkinan munculnya regulasi pajak yang meningkatkan beban pajak perusahaan.
Temuan ini konsisten dengan hipotesis political cost.

Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui apakah kesimpulan dari hasil pengujian
utama dapat diterima. Hasil uji sensitivitas menunjukkan hasil yang konsisten dengan
hasil pengujian utama.

Implikasi dari hasil riset ini adalah bahwa karakteristik dan motivasi manajemen
perusahaan akan mempengaruhi keputusan pemilihan metode akuntansi, dengan
demikian regulator penyusun standar dapat melihat hal ini sebagai masukan dalam
menentukan alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan oleh perusahaan.
Sedangkan bagi pengguna laporan keuangan, dapat melihat hal ini sebagai input yang
berguna dalam menilai perusahaan melalui informasi dalam laporan keuangan.

Riset ini memiliki keterbatasan karena hanya mengevaluasi sebagian faktor yang diduga
memotivasi perusahaan dalam memilih metode pencatatan properti investasi. Masih
terdapat faktor lain yang dapat diuji pada riset selanjutnya seperti kepemilikan saham
perusahaan atau apakah properti investasi merupakan lini bisnis utama perusahaan.
Dalam hal proksi yang mewakili motivasi oportunis juga terbatas pada besaran
keuntungan nilai wajar yang dapat diakui. Riset selanjutnya dapat menggunakan proksi
lain untuk mengevaluasi keberadaan motivasi oportunis dalam memilih metode
pencatatan properti investasi, misalnya aktivitas perataan laba. Riset ini juga terbatas
pada perusahaan di Indonesia dengan jumlah sampel yang terbatas. Riset selanjutnya
dapat dilakukan lintas negara guna menambah observasi yang lebih banyak.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

18

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Daftar Referensi

Beatty, A., J. Weber, J.J. Yu. 2008. “Conservatism and Debt,” Journal of Accounting
and Economics, 45, 154 – 174.
Cairns. D., Massoudi. D. Taplin., R. Tarca. A. 2011. “IFRS fair value measurement and
Accounting Policy Choice in the United Kingdom and Australia.” The British
Accounting Review. 43. 1 – 21.
Christensen, H. B., Nikolaev, V. 2008. Who uses fair-value accounting for nonfinancial assets following IFRS adoption?, SSRN working paper.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2007. PSAK No. 13 tentang Properti Investasi.
Fields, T.H., Lys, Thomas Z., Vincent, Linda. 2001. “Empirical Research on
Accounting Choice,” Journal of Accounting and Economics, 31, 255 – 307.
Francis, J., Laford, R., Olsson, P. M. and Schipper, K. 2004.”Costs of equity and
earnings attributes,” The Accounting Review, 79, pp. 967–1010.
International Accounting Standard Board. 2003. IAS 40 Investment Property.
Ishak, Hani Soraya, Tahir, Henny Hazliza M., Ibrahim, M. Kamil, Wahab, Waer A.E.
2012. “Determinants of Accounting for Investment Property (FRS 140) in
Property Sector: Evidence from Malaysia,” research paper presented at 3rd
International Conference on Business and Economic Research, March 2012,
Bandung, Indonesia.
Lemke. K., Page. M. J. 1992. “Economic determinants of Accounting Policy Choice.”
Journal of Accounting and Economics. 15. 87 – 114. North Holland.
Muller. K.A., Riedl. Edward J., Sellhorn. T. 2008. “Causes and Consequences of
Choosing Historical Cost versus Fair Value.” working paper. Harvard Business
School.
Quagli. A., Avallone. F. 2010. “Fair Value or Cost Model? Drivers of Choice for IAS
40 in the Real Estate Industri.” European Accounting Review. Vol 19. No. 3.
461 – 493.
Schipper, K. 2007. “Required disclosures in financial reports,” The Accounting Review,
82(2), pp. 301–326.
Watts, R. L. and Zimmerman, J. L. 1978. Towards a positive theory of the
determination of accountingstandards, Accounting Review, 53(1), pp. 112–133.
Watts, Ross, Zimmerman, Jerold, L. 1986. “Positive Accounting Theory,” Prentice
Hall, New Jersey. United States of America, 1986.
Watts, R. L., and Zimmerman, J. L. 1990. “Positive Accounting Theory: A Ten Year
Perspective.”American Accounting Association , 131-156.
Watts, R. L. 2003.“Conservatism in accounting Part I: explanations and
implications,”AccountingHorizons, 17(3), pp. 207–221.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

19

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

LAMPIRAN
Tabel 1. Sampel terpilih
Keterangan

Jumlah

Perusahaan yang melaporkan properti investasi pada periode pengamatan, dengan
pilihan metode yang terdiri dari:

108

-

Metode Nilai Wajar

16

-

Metode Biaya

92

Dikurangi:

Perusahaan yang menggunakan metode biaya namun
mengungkapkan nilai wajar di catatan atas laporan keuangan

tidak
(46)

Jumlah observasi dengan data tidak lengkap

(8)

Sampel akhir, yang terdiri dari:

54

-

Metode Nilai Wajar

12

-

Metode Biaya

42
Tabel 2. Statistik Deskriptif

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Observasi

P_FV
0,222
0,000
1,000
0,000
0,419
54

TA
LEV
(Ribuan Rp)
MTB
FV_GAIN
0,219
3.209.974.621
3,050
0,092
0,193
2.248.405.785
1,494
0,010
0,643
17.236.040.000 37,130
0,719
0,000
64.936.512
0,005
-0,127
0,183
3.500.510.814
5,756
0,160
54
54
54
54
(Keterangan variabel dapat dilihat pada Tabel 6)

D_PROP
0,370
0,000
1,000
0,000
0,487
54

Tabel 3. Uji beda rata-rata kelompok perusahaan properti dan non-properti

LEV

Industri
Industri Properti

LNTA

Non Properti
Industri Properti

21.8309

Non Properti

20.8873

Industri Properti

5.0944

Non Properti

1.8482

Industri Properti

0.1994

Non Properti

0.0302

P_FV

Industri Properti
Non Properti

0.0500

Prop_TA

Industri Properti

0.1268

MTB
FV_GAIN

Mean
0.2045
0.2285

Signifikan
***
***
***
***

0.3235
**

Non Properti
0.0601
*) signifikan pada level 10% ; **) signifikan pada level 5% dan ***) signifikan pada level 1%.
Keterangan variabel dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4. Korelasi antar variabel

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

20

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

LEV
LEV

LNTA

MTB

FV_Gain

P_FV

1

LNTA

.254

1

.032**
MTB

.240

.110

.040**

.214

.048

.141

-.044

.364

.154

.377

-.222

-.205

-.020

FV_Gain
P_FV

1
1
-.202

1

.053*
.069*
.443
.072*
Angka dicetak miring dan tebal adalah probabilita signifikansi korelasi pearson;
*) signifikan pada level 10%; **) signifikan pada level 5% dan ***) signifikan pada level 1%
Keterangan variabel dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Hasil Regresi Logit
Variabel dependen: P_FV
n = 54 observasi

Variabel

Prediksi
tanda

Koefisien

z-Statistic

Prob.

LEV
H1: (-)
-4.1813
-3.7320
0.0310**
LNTA
H2: (-)
-0.0191
-0.1293
0.4742
MTB
H3: (+)
0.0833
2.9029
0.0733*
FV_GAIN
H4: (+)
-1.6574
-0.6479
0.3730
D_PROP
(+)
-2.5151
-4.1570
0.0188**
C
0.3872
0.1251
0.4750
McFadden R-squared
0.197
Prob(LR statistic)
0.04**
% correct estimation
77,78%
*) signifikan pada level 10% ; **) signifikan pada level 5% dan ***) signifikan pada level 1%.
Keterangan variabel dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Keterangan Variabel
:
:

adalah probabilita perusahaan memilih metode nilai wajar, bernilai = 1 jika perusahaan
memilih metode nilai wajar, dan bernilai 0 jika memilih menggunakan metode biaya
tingkat utang perusahaan

:

ukuran perusahaan

:

rasio market to book

:

keuntungan/kerugian (as if) selisih revaluasi nilai wajar metode nilai wajar (metode
biaya) periode berjalan
variabel indikator untuk perusahaan yang termasuk ke dalam industri properti dan real
estat, bernilai = 1 jika perusahaan termasuk dalam industri properti dan real estat, dan
bernilai = 0 jika lainnya
proporsi nilai tercatat properti investasi dibagi total aset

:

Prop_TA

:

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

21

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id