BAB I PENDAHULUAN I. 1 L.atar Belakang - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

BAB I PENDAHULUAN I.

1 L.atar Belakang

  Negara Indonesia merupakan negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dapat dibagi menjadi dua bentuk, yang pertama ialah negara kesatuan dalam sistem sentralisasi yaitu segala urusan negara diatur langsung oleh pemerintahan pusat dan daerah tinggal melaksanakan dan yang kedua ialah negara kesatuan dalam sistem desentralisasi yaitu daerah diberi kewenangan untuk

   mengatur rumah tangganya sendiri.

  Kekuasaan merupakan masalah sentral yang terdapat didalam setiap negara, hal ini dikarenakan negara merupakan pelembagaan masyarakat politik (Polity)

  

  paling besar dan memiliki kekuasaan yang otoritatif. Sehingga didalam negara demokrasi untuk menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan maka perlu dilakukan pembagian kekuasaan ( distribution of power).

  Pembagian kekuasaan pertama kali dilakukan oleh John Locke (1632- 1704). Dalam bukunya Two Treaties of Government (1679), John Locke membagi 1 kekuasaan menjadi tiga macam yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, 2 Christine S.T, Kansil, C.S.T. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Kacung Maridjan. 2010. Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta:

  Kencana. Hal. 17. dan kekuasaan federatif. Sedangkan Montesquieu (1689-1755) memisahkan kekuasaan ke dalam tiga organ yakni kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Dengan adanya pembagian kekuasaan dalam tiga lembaga tersebut diharapkan dalam menjalankan pemerintahan negara tidak terjadi tumpang tindih diantara lembaga pemegang kekuasaan tersebut. Berkaitan dengan upaya mengontrol kekuasaan, agar tidak terulang sentralisasi kekuasaan sebagaimana pada masa Orde Baru.

  Era reformasi telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkatpusat sampai ke desa. Dimana sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang dasar 1945 memberikan

  

  keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Dimana otonomi daerah itu sendiri bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

  Penyelenggaraan pemerintahan di desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang ditetapkan pada tanggal 30Desember 2005.Dalam Peraturan Pemerintah dijelaskan susunan organisasi pemerintahan desa, yakni Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan PerwakilanDesa (BPD) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat

3 Prof. Drs. HAW. Widjaja. 2001. Pemerintahan Desa/ Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal. 1.

  setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Desa atau sebutan lain merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan desa merupakan pemerintahan terkecil dari penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintahan berhubungan langsung dengan masyarakat desa, olehkarena itu hubungan yang sangat menentukan dari berjalannya pemerintahan daerah ditentukan oleh pemerintahan desa yaitu kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari pemerintahan di desa. Diharapkan dengan adanya pemerintahan didesa ini dapat lebih peka terhadap permasalahan yang ada didalam masyarakat desa . Kepaladesa beserta Badan Permusyawaratan Desa berhak untuk mengatur masyarakatnya dalambentuk Peraturan Desa yang telah disepakati bersama- sama masyarakat desa.

  Badan Perwakilan Desa adalah lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan peraturan desa anggaran pendapatan dan belanja desa dan keputusan kepalaDesa. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa. BPD merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada eraotonomi daerah di Indonesia. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masajabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

  Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kekuasaan antara Kepala Desa dengan BPD dalam melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dimana pola relasi kekuasaan yang sejajar sebagaimana telah diatur dalam undang-undang, dalam pelaksanaannya diwarnai oleh praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan menunjukkan kecenderungan terjadinya dominasi Kepala Desa. Wujud konkret dari terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara Kepala Desa dengan BPD terlihat dalam proses-proses penyusunan dan penetapan peraturan desa, penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD), pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan pertanggungjawaban Kepala Desa.

  Hubungan kekuasaan elit Pemerintahan Desa yaitu Kepala Desa denganBPD menunjukkan hanya sebatas pada penetapan peraturan desa.Penyelenggaraan Pemerintahan Desa menjadi otoritas Kepala Desa. BPD (Kekuasaan Legislatif di desa) hanya sebagai lembaga yang memberikan nasehat terhadap Kepala Desa. Dalam hal ini terjadi hegemoni Kepala Desa terhadap BPD yakni dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar yang bersifat moral, intelektual serta budaya.

  Dalam suatu hubungan kekuasaan (power relationship) selalu ada pihak

  

  yang lebih kuat dari pihak lain adi, selalu ada hubungan tidak seimbang atau asimetris. Dalam melaksanakan pengelolaan Pemerintahan Desa, kekuasaan Kepala Desa terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan Badan Permusyawaratan Desa. Dominasi kekuasaan Kepala Desa terlihat dalam pembuatan keputusan atau peraturan desa. Dominasi ini terjadi karena adanya persepsi yang salah dan cenderung menyimpang akan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengindikasikan adanya pembagian kekuasaan yang tidak merata antara kekuasaan Kepala Desa (eksekutif) dengan Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislatif dalam Pemerintahan Desa. Maka apa yang dikatakan oleh Ramlan Surbakti bahwa kekuasaan politik senantiasa suatu kekuasaan yang memiliki aspek politik yang berupa penggunaan sumber-sumber pengaruh untuk memberikan pengaruh terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

  Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari beberapa sub-etnik seperti Simalungun, Karo, Toba, selain itu terdapat juga beberapa etnik lain seperti etnik Jawa, dan 4 Cina. Masyarakat Simalungun merupakan masyarakat yang telah lama mengenal Miriam Budiardjo, 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 63. politik ataupun pemerintahan. Dimana sejak awal jauh sebelum Indonesia dibentuk, di Simalungun telah terdapat pemerintahan feodalisme yang dipimpin oleh sistem kerajaan yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan masyarakat Simalungun hingga sekarang. Salah satu kecamatan yang ada di kabupaten simalungun ialah kecamatan Dolok Pardamean.

  Kecamatan Dolok Pardamean merupakan kecamatan yang memilki luas wilayah terkecil di Kabupaten Simalungun, sehingga sistem pemerintahannya seharusnya dapat berjalan lebih efektif dibanding dengan wilayah yang lebih luas lainnya. Kecamatan Dolok Pardamean ini terdiri dari enam belas nagori, yakni diantaranya ialah Bangun Pane, Butu Bayu Panei, Dolok Saribu, Parik Sabungan, Parjalangan, Sibuntuon, Silabah Jaya, Sinaman Labah, Tiga Ras dan Togu Domu Nauli, Nagori Bayu, Sihemun Baru, Tanjung Saribu, Pamatang Sinaman,

5 Partuahan.

  Studi mengenai relasi kekuasaan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa ini dilakukan di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori, istilah desa disebut dengan Nagori, Kepala Desa diganti nama dengan Pangulu, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa disebut dengan Maujana nagori. Kekuasaan Pangulu yang dominan dalam pemerintahan nagori memperlihatkan adanya kekuasaan yang tidak merata dalam 5 struktur pemerintahan nagori di Nagori Tiga Ras. Sebagai lembaga legislatif di

  http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-kecamatan-kelurahan-desa-kodepos-di-kota-kabupaten- simalungun-sumatera-utara-sumut.html desa, Maujana nagori hanya sebagai lembaga yang memberikan nasehat terhadap Pangulu sedangkan pengelolaan Pemerintahan nagori lebih banyak dilakukan oleh Pangulu.

  Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik membahas mengenai hubungan politik dalam pemerintahan desa. Sehingga peneliti mengangkat judul penelitian Hubungan Politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun.

  I.

2 Penelitian Sebelumnya

   Penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan kekuasaan dalam

  Pemerintahan Desa ialah Analisis Relasi Kekuasaan Dalam Pemerintahan Desa, dimana penelitian tersebut menunjukkan bahwa hingga saat ini penyelenggaraan dan pelaksanaan pemerintahan desa masih jauh dari perencanaan yang dirumuskan dan belum sesuai dengan undang-undang didalam mewujudkan relasi sosial yang partisipatif dan demokrasi.

  Antara pemerintah desa dan BPD juga terlihat bahwa kedua pihak memiliki pola hubungan kolusi atau kolaburasi yang menumbuhkan suatu permasalahan dalam pemerintahan desa khususnya relasi kekuasaan yang terbangun dalam pemerintahan desa. Disamping itu partisipasi dan keterlibatan masyarakat desa dalam melakukan kritik maupun tindakan-tindakan protes terhadap kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga tak ada, masyarakat tidak peduli terhadap pemerintahan yang ada. Relasi kekuasaan dalam pemerintah desa bersifat sentralistik, dan sosial budaya masyarakat secara sosiologis masih menerapkan prinsip-prinsip lama. Dimana kekuasaan dalam pembuatan kebijakan terpusat pada satu orang yaitu Kepala Desa. Sedangkan elemen-elemen lain yang ada didesa tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan dalam penentuan kebijakan-kebijakan desa.

  Pola relasi kekuasaan yang terbangun dalam Pemerintahan Desa tidak sesuai dengan mekanisme yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya Pemerintahan di tingkat desa tidak dijalankan sesuai

   denganperaturan yang berlaku.

  I.

   3 Perumusan Masalah

  Dalam menjalankan pemerintahan desa Badan Permusyawaratan Desa (lembaga legislatif) berkedudukan sejajar dengan kepala desa ( lembaga eksekutif). Namun jika dilihat fakta yang ada malah sebaliknya Badan Permusyawaratan Desa memiliki posisi dibawah Kepala Desa. Tugas yang seharusnya menjadi bagian Badan Permusyawaratan Desa kini telah diambil alih oleh Kepala Desa. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai “ Bagaimana Hubungan Politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori dalam Pengelolaan Pemerintahan Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2010-2015? I.

   4 Pembatasan Masalah

  6 Heru Kurnia, 2011. Skripsi: Analisis Relasi Kekuasaan dalam Pemerintahan Desa.. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

  Pembatasan masalah merupakan salah satu upaya untuk menetapkan fokus pembahasan yang memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian berupa lokasi, rentang waktu yang ingin diteliti dengan tujuan untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini ialah: A.

  Bagaimana hubungan politik Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun? B. Apa yang menjadi faktor penghambat terhadap hubungan antara Pangulu dengan Maujana Nagori tersebut?

  I.

5 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini, yakni; A. Untuk mengetahui hubungan politik antara Pangulu dengan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun.

  B.

  Untuk mengetahui faktor penghambat terhadap hubungan Pangulu dengan Maujana Nagori.

  I.

6 Manfaat Penelitian a.

  Secara Teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang sungguh diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran yang bermanfaat pada penelitian-penelitian selanjutnya dalam fokus kajian eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah.

  B.

  Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama didalam Departemen Ilmu Politik, maupun bagi kalangan akademisi yang memiliki ketertarikan untuk mengeksplorasi mengenai eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah dan menjadi referensi/ kepustakaan Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

  C.

  Bagi masyarakat luas, penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan daerah. Untuk pemerintahan desa mencangkup Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diharapkan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dengan kata lain relasi diantara kedua lembaga harus dapat seimbang sebagai mitra kerja pemerintahan di desa. Terkhusus bagi masyarakat Simalungun diharapkan dapat ikut berpartisipasi dan mengevaluasi kinerja pemerintahan desa untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

  I.

7. Kerangka Teori dan Konsep I. 7. 1 Teori Kekuasaan

  Kekuasaan menempati posisi penting dalam politik. Kekuasaan memberikan perbedaan antara pimpinan dengan anggota. Bahkan kekuasaan dianggap identik dengan politik. Dalam konteks keilmuwan, konsep kekuasaan secara sederhana dijelaskan sebagai relasi antara dua orang, yang satu adalah “atasan” atau dikatakan orang penting ( paramount agent), dan yang satu disebut “ bawahan” atau posisinya lebih rendah (subordinat agent). Atasan memiliki dan menggunakan kekuasaannya, sedangkan bawahan dipengaruhioleh kekuasaan

  

  atasan. Dengan kata lain kekuasaan menjadi perbedaan yang menunjukkan posisi seseorang yang mampu mengendalikan orang lain.

  Untuk melihat akar pengertian dari kekuasaan, maka patut untuk dipahami yang dijelaskan oleh Antonio Gramsci (1891-1939). Pada masa itu, secara eksplisit kata “ kekuasaan” tidak dikenal. Untuk menjelaskan makna “ power”, kata hegemoni dikedepankan untuk djelaskan oleh para pakar politik pada zaman itu, terutama Gramsci. Dalam bahsa Yunani kuno, hegemoni disebut” eugemonia” yang dipergunakan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota ( polis atau citystate) secara individual. Seperti yang dijelaskan oleh Encyclopedia Britanica, contohnya dapat dilihat dalam penyebutan “hegemoni” untuk menyatakan negara kota Athena dan Sparta.

  Gramsci memandang bahwa kekuasaan dapat diperjuangkan dan dipertahankan lewat satu prinsip yang lebih cerdas dan soft yang disebutnya dengan hegemoni. Gramsci melihat bahwa pertarungan kekuasaan dapat dipandang sebagai pertarungan ide-ide bukan pertarungan “kekuasaan” , pertarungan massa, dan kekuatan senjata. Ia melihat ide-ide tersebut dapat mempengaruhi hasrat dan tingkah laku seseorang lewat cara-cara yang lebih manusiawi dan lebih santun yang dapat disebut politik yang lebih lunak, the soft

   politics.

  Konsep hegemoni Gramsci berawal dari Gramsci yang secara dialektis 7 dilakukannya dikotomi tradisional karakteristik pemikiran politik Italia dari 8 John Scott. 2011. SOSIOLOGI The key Concept, Jakarta:Rajawali Press. Hal.202 Nezar Patria dan Andi Arief. 2003. Antonio Gramsci, Jakarta: Pusat Pelajar. Hal. 117.

  Machiavelli sampai Pareto hingga Lenin. Dari Machiavelli hingga Pareto, konsepsi yang diambil adalah tentang kekuatan (force) dan persetujuan (consent).

  Bagi Gramsci, kelas sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara, yaitu melalui cara dominasi (dominio) atau paksaan (coercion) dan yang kedua ialah melalui kepemimpinan intelektual dan moral. Cara yang terakhir inilah yang dimaksud Gramsci sebagai hegemoni.

  Gramsci berpendapat bahwa hegemoni tidak hanya bisa dilakukan oleh negara yang selama ini dikenal dengan rulling class namun bisa juga dilakukan oleh seluruh kelas sosial. Hegemoni sendiri pengertiannya adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar yang bernilai moral,

  

  intelektual serta budaya. Disini penguasaan tidak dengan kekerasan melainkan dengan bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai dengan baik sadar maupun secara tidak sadar. Hegemoni bekerja dengan dua tahap yaitu tahap dominasi dan tahap direction atau tahap pengarahan. Dominasi yang paling sering dilakukan adalah oleh alat-alat kekuasaan negara seperti sekolah, modal, media dan lembaga-lembaga negara. Ideologi yang disisipkan lewat alat-alat tersebut bagi Gramsci merupakan kesadaran yang bertujuan agar ide-ide yang diinginkan negara (dalam hal ini sistem kapitalisme) menjadi norma yang disepakati oleh 9 masyarakat. Dominasi merupakan awal hegemoni, jika sudah melalui tahapan Situs web Strinati, Dominic. 1995. An Introduction to Theories of Popular Culture, London: Routledge. dominasi maka tahapan berikutnya yaitu tinggal diarahkan dan tunduk pada kepemimpinan oleh kelas yang mendominasi.

  Penjelasan rinci oleh Gramsci terkait hegemoni kekuasaan mengilhami pada teoritis politik, khususnya para teoritis yang memusatkan perhatian teori pada kekuasaan. Max Weber mendefinisikan kekuasaan sebagai kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat atas kemauan- kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkan tindakan perlawanan dari orang-orang ataupun golongan tertentu. Jadi kekuasaan merupakan hasil pengaruh

  

  yang diinginkan oleh seseorang ataupun sekelompok orang. Dan sumber-sumber kekuasaan merupakan hal yang akan selalu diperebutkan oleh orang ataupun

   sekelompok orang yang ingin memperoleh kekuasaan.

  Berbeda dengan pendapat para ahli diatas, Talcott Parsons menjelaskan defenisi kekuasaan dengan menyertakan perihal perlawanan dalam kekuasaan tersebut. Dalam bukunya The distribution of Power in America Sosiety, seperti yang dikutip Miriam Budiardjo, Parsons merumuskan pengertian kekuasaan

  Power then is generalized capacity to secure the performance of binding oblications by units in a system of collective organization when the obligations are legitimized with reference to their bearing on collective goals, and where in case of recalcitrancy there is a presumption of enforcement by negative situastional sanction-whatever the agency of the 10 enforcement. 11 Inu Kencana Syafii. 2011. Etika Pemerintahan, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 167 Prof. Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 62 Dalam defenisi tersebut, Parsons menekankan kekuasaan merupakan kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka

   pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar untuk dilakukan.

  Kemudian muncul dua istilah yang menyangkut dengan kekuasaan, yaitu

  

scope of power dan domain of power. Scope of power atau cakupan kekuasaan

  menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi objek kekuasaan. Sedangkan domain of power (wilayah kekuasaan) menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, artinya istilah ini mengarah pada pelaku, kelompok organisasi atau

   kolektivitas yang dikuasai .

I. 7. 1. 1 Trias Politica

  Untuk menghindari pemerintahan yang sentralistik, maka perlu dilakukan

  

  pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan oleh Jhon Locke Jhon Locke memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara dalam tiga bagian, yakni:

  1. Kekuasaan Legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang 2. 12 Kekuasaan Eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. 13 Ibid, hal.63 14 Mirriam Budiardjo. Op cit..Hal. 126 Moh. Mahfud MD. 2001. Dasar Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 72

  3. Kekuasaan Federatif, kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.

  Menurut Jhon Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Montesquie dalam suatu sistem pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan tersebut harus terpisah, baik mengenai fungsi

  

  (tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yang melaksanakan: 1.

  Kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat 2. Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh pemerintah 3. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh badan peradilan Ajaran Montesquie ini lebih dikenal dengan istilah Trias Politica.

  Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis tersebut bertujuan untuk menghindari tindakan sewenang-wenang oleh raja. Istilah Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya “ Politik tiga serangkai”. Menurut ajaran

  

Trias Politica dalam setiap pemerintahan negara harus ada tiga jenis kekuasaan

  yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan kekuasaan itu harus

   terpisah.

  Ajaran Trias Politica ini nyata-nyata bertentangan dengan kekuasaan pada zaman Feodalisme dalam abad pertengahan. Dimana pada saat itu yang ketiga 15 kekuasaan yang ada didalam negara tersebut dipegang oleh seorang raja, yang

C.S.T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil. 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. Hal.

16

  8 Loc. Cit membuat sendiri undang-undang, menjalankannya dan menghukum segala pelanggaran atas undang-undang yang telah ia buat. Monopoli atas ketiga kekuasaan tersebu dapat terlihat dari semboyan raja Louis XIV “L’ Etat cest moi” (negara adalah saya) kekuasaan mana berlangsung hingga permulaan abad ke

  XVII. Setelah pecah revolusi Perancis pada tahun 1789, barulah paham tentang kekuasaan yang bertumpuk ditangan raja menjadi lenyap. Saat itu pula timbullah

   gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan yang dipelopori oleh Montesquie.

  Pemisahan ketiga kekuasaan tersebut, baik mengenai tugas dan fungsi, maupun mengenai alat perlengkapan atau organ yang menyelenggarakan.

  Montesqiue menegaskan, bahwa kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang pihak penguasa akan terjamin apabila antara legislatif, eksekutif dan yudikatif diadakan pemisahan mutlak antara yang satu dengan yang lainnya.

  Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa Jhon Locke memasukkan yudisiil kedalam kekuasaan eksekutif. Sebaliknya Montesquie menganggap bahwa kekuasaan yudisiil sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. Ajaran Montesquie banyak mempengaruhi orang Amerika Serikat pada waktu UUD-nya dirumuskan, sehingga kostitusi negara itu dapat dianggap yang lebih banyak mencerminkan Trias Politika menurut teori aslinya.

17 C.S.T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil Op.cit. hal. 10-11

18 Prof. Jennings membedakan antara pemisahan kekuasaan dalam arti

  materiil dan dalam arti formal. Dimana kekuasaan dalam arti materiil ialah pemisahan kekuasaan dalam arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas kenegaraan yang dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu kepada tiga bagian, yakni Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sedangkan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah pembagian kekuasaan itu tidak dipertahankan dengan jelas.

   Prof. Dr. Ismail Suny S.H., M.C.L, dalam bukunya yang berjudul

Pergeseran Kekuasaan Eksekutif mengambil kesimpulan dalam arti materiil itu

  sepantasnya disebut Seperation of powers (pemisahan kekuasaan) sedangkan dalam arti formal sebaiknya disebut Divison of powers (pembagian kekuasaan).

  Menurutnya pemisahan kekuasaan dalam arti materiil paling banyak hanya terdapat di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris dan Uni Sovyet terdapat division powers.

  Amerika dianggap sebagai negara pertama yang menerapkan ajaran pemisahan kekuasaan trias politika. Seperti, Presiden Amerika Serikat tidak dapat membubarkan kongres sebaliknya kongres tidak dapat menjatuhkan Presiden selama jabatan empat tahun. Para Hakim Agung Amerika Serikat diangkat oleh Presiden dan selama berkelakuan baik memegang jabatannya seumur hidup atau 18 sampai mengundurkan dirisecara sukarela, sebab Mahkamah Agung Amerika

C.S.T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil. 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.

  Hal.53 19 .14.

  Ibid, hal.15 Serikat memiliki kedudukan yang bebas. Badan Yudisiil tertinggiatau Mahkamah Agung bertanggung jawab untuk menafsirkan undang-undang, mempunyai hak uji materiil dan yudicial review atas undang-undang terhadap konstitusi, meskipun hak ini hanya merupakan konvensi ketatanegaraan, tidak tertulis didalam konstitusi.

  Ajaran trias politica juga dapat menjadi perhatian dan diterapkan didaratan Eropa Barat seperti Jerman dan Belanda. Di negara-negara ini ternyata anggota- anggota kabinet tidak dapat merangkap menjadi anggota badan legislatif. Apabila seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat menjadi menteri, yang bersangkutan tersebut harus berhenti dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Di Inggris ajaran Trias politika tidak diterapkan. Ini terbukti bahwa seperti yang telah diuraikan didepan, tidak ada pemisahan kekuasaan,malahan terjalin hubungan yang erat

  

antara badan legisltif dan badan eksekutif.

  Setelah UUD 1945 mengalami perubahan pertama kalinya hingga keempat, meskipun tidak disebut secara tegas, namun asas-asas trias politika secara konstitusional ditegakkan, dilindungi dan dijamin realisasinya. Misalnya, setelah perubahan terdapat bab-bab yang mencerminkan adanya pembagian kekuasaan didalam negara kesatuan RI, antara lain bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, bab III tentang kekuasaan pemerintahan negara, bab VII tentang Dewan

20 Susilo Suharto. 1945. Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Periode Berlakunya Undang-undang

  dasar 1945, Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.42-44

  Perwakilan Rakyat, bab VII A tentang Dewan Perwakilan daerah, bab VIII A tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman.

  Dengan demikian jelaslah bahwa UUD 1945 setelah perubahan, walaupun secara eksplisit tidak menyebut tentang ajaran Trias Politica, namun secara nyata dan pasti negara RI menganut ajaran Trias Politica dalam artian pembagian

   kekuasaan.

I. 7. 1. 2 Check and Balances

  Check and balances merupakan sistem dimana orang-orang dalam

  pemerintahan dapat mencegah pekerjaan pihak yang lain dalam pemerintahan jika mereka meyakini adanya pelanggaran terhadap hak. Pengawasan (checks) sebagai bagian dari checks and balances adalah suatu langkah maju yang sempurna. Mencapai keseimbangan lebih sulit untuk diwujudkan. Gagasan utama dalam checks and balances adalah upaya untuk membagi kekuasaan yang ada ke dalam cabang-cabang kekuasaan dengan tujuan mencegah dominannya suatu kelompok. Bila seluruh ketiga cabang kekuasaan tersebut memiliki checks terhadap satu sama lainnya, checks tersebut dipergunakan untuk menyeimbangkan kekuasaan. Suatu cabang kekuasaan yang mengambil terlalu banyak kekuasaan dibatasi lewat tindakan cabang kekuasaan yang lain. Checks and Balances diciptakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Hal tersebut dapat tercapai 21 dengan men-split pemerintah dalam kelompok-kelompok persaingan yang dapat Ibid, hal. 50-51. secara aktif membatasi kekuasaan kelompok lainnya. Hal ini akan berakhir bila ada suatu kelompok kekuasaan yang mencoba untuk menggunakan kekuasaannya secara ilegal.

  Berbeda dengan Inggris, Perdana Menteri dapat membimbing Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden Amerika tidak dapat membimbing kongres. Presiden dan para menteri tidak boleh merangkap anggota kongres. Sebaliknya Perdana Menteri dan kebanyakan menteri di Inggris berasal dari majelis rendah dan turut dalam perdebatan majelis itu. Perdana Menteri mengetuai kabinet yang terdiri deri teman separtai dan sekaligus memberi bimbingan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyelenggarakan tugas sehari-hari, misalnya dalam soal menentukan prioritas pembahasan rancangan undang-undang dan lain sebagainya.

  Di Inggris nasib kabinet bergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat, sebab apabila kehilangan dukungan dalam badan itu, kabinet harus mengundurkan diri.

  Jadi di Inggris tidak terdapat pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudisiil. Disana terlihat adanya jalinan yang erat antara legislatif dan eksekutif.

  Untuk menjamin agar masing-masing cadang kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya, para penyusun konstitusi Amerika Serikat mengadakan suatu

  

Check and balances atau saling mengawasi dan saling mengimbangi antar cabang

kekuasaan negara.

  tersebut, perwujudannya antara lain sebagai berikut:

  Check and balances

  1. Presiden Amerika diberi wewenang menveto rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh kongres. Hak veto ini dapat batal apabila kongres dukungannya 2/3 suara dari kedua majelis yang telah memenuhi kuorum, menolak veto Presiden

  2. Mahkamah Agung mengadakan check terhadap badan legislatif dan bdan eksekutif melaui ujia materiil atau judicial reviw .

  3. Disisi lain, hakim agung yang tela diangkat seumur hidup oleh presiden dapatdiberhentikan oleh kongres, apabila ternyata telah melakukan tindakan kriminal 4. Demikian juga Presiden dapat di Impeachmet oleh Kongres berdasarkan Konstitusi Amerika Serikat pasal 2 ayat 4.

  5. Presiden dapat mendatangani perjanjian internasional, akan tetapi baru sah apabila senat menyetujuinya, begitu juga dalam hal pengangkatan jabatan- jabatan yang menjadi wewenang Presiden, misalnya Hakim Agung dan Duta Besar.

  6. Khusus menyatakan perang, hanya dapat dilakukan kongres.

  Dengan demikian sistem check and balances berakibat dalam batas-batas tertentu, satu cabang kekuasaan dapat campur tangan dalam tindakan kekuasaan lain.

I. 7. 2 Teori Pemerintahan

  Istilah sistem pemerintahanberasal dari dua suku kata “sistem”dan “pemerintahan”. Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antar bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya

  

  itu. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai pemerintahan yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif, sehingga sistempemerintahan adalah pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-

   kekuasaan negara itu, dalam rangka kepentingan rakyat.

  Dalam ilmu negara umum (algemeine staatslehre) yang dimaksud dengan sistem pemerintahan ialah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan antar pemerintah dan badan yang mewakili rakyat. Ditambahkan Mahfud MD, sistem pemerintahan dipahami

   sebagai sebuah sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara.

  Disamping pendapat para ahli tersebut, Jimly Asshiddiqie mengemukakan, sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitu penyelenggaraan 22 pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif.

  

Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi

23 Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara. Hal. 171 24 Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim. Loc.Cit

Saldi Isra. 2010. Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam

SistemPresidensial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 23

  Ditinjau dari aspek pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah dapat dibagi dua, yaitu pembagian kekuasana secara horizontal didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara, dan pembagian kekuasaan secara vertikal menurut tingkat pemerintahan, melahirkan hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem

   desentralisasi dandekonsentrasi.

  Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia sebelum perubahan UUD 1945 menurut Bagir Manan terdapat dua pendapat yang lazimdigunakan, yaitu Kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem presidensial dan kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem campuran. Para ahliyang berpendapat sebagai sistem presidensial karena presiden adalah kepala pemerintahan dan ditambah dengan karakter : (a) adakepastian masa jabatan presiden, yaitu lima tahun; (b) presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR; dan (c) presiden tidak dapat membubarkan DPR. Sementara itu,yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistempemerintah campuran karena selain terdapat karakter sistem pemerintahan presidensial terdapat pula karakter sistem parlementer. Ciri parlementer yang dimaksudkan adalah presiden bertanggung

   jawab kepada lembaga perwakilan rakyat yang dalam hal ini MPR.

  Perubahan pertamahingga keempatUUD1945, telahmenjadikan sistem 25 ketatanegaraan Indonesia mengalami berbagai perubahan yang mendasar.

  

Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi

26 Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara. Hal. 171

Bagir Manan. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Sebuah Negara. Bandung: Mandar Maju.

  Hal. 78-79

  Perubahan-perubahan itu mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural orga– organ negara Indonesia. Banyak pokok pikiran baru yang diadopsikan kedalam kerangka UUD 1945 tersebut,diantaranya adalah: 1.

  Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplementer

2. Pemisahankekuasaandanprinsipchecks and balances 3.

  Pemurnian sistempemerintah presidensial 4. Penguatan cita persatuan dan keragamandalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Perubahan ini yang saat ini menimbulkan berbagai kelembagaan negara dan pembentukan sistem dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.

I. 7. 3 Pemerintahan Desa

  Dengan pengesahan Undang-Undang yang baru tentang pemerintahan daerah dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ini merupakan perubahan yang terjadi dalam substansi pelaksanaan pemerintahan, termasuk pemerintahan desa.Terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan “subsistem dari system penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan

   27 untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya”.

  

HAW. Widjaya. 2003. Otonomi Desa merupakan Subsistem yang Asli Bulat dan Utuh. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, hal. 3.

   Status desa adalah satuan pemerintahan dibawah kabupaten/ kota. Desa

  tidak sama dengan kelurahan yang statusnya dibawah camat. Kelurahan hanyalah wilayah kerja lurah dibawah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa memiliki batas- batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI (UU No. 32/2004).

  Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

  pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa: “Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

  Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

  Selanjutnya dalam angka 7 dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan “Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalahKepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Sedangkan dalam angka 8 Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desasebagai unsur 28 penyelenggara pemerintahan desa”

  

Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora

Aksara Pratama. Hal. 74

  Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua institusi yang mengendalikannya, yaitu Pemerintah Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah desa yang dimaksud disini kepala desa sebagai lembaga eksekutif pemerintah desa yang berfungsi sebagai kepala pemerintah di desa, kemudian dalam menjalankan tugasnya,Kepala desa di bantu oleh perangkat desa. Perangkat desa bertugas membantu kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas danfungsi-fungsi pemerintah desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya, sedangkan sebagai lembaga legislatif, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa serta menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

   Gambar 1.1: Strukur Organisasi Pemerintahan Desa

  Kepala Desa BPD

  Sekdes Staf

  Kepala

  Pelaksana

  Teknis 29 Kewilayahan

Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora

Aksara Pratama. Hal. 74

I. 7. 3. 1 Kepala Desa “Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa.

  Seorangkepala desa haruslah seorang warga Negara Republik Indonesia yangmemenuhi syarat, yangselanjutnya akan ditentukan dalam perda tentangtata cara pemilihan kepala desa. Dalam pemilihan kepala desa, calon yang memiliki suara terbanyak, ditetapkan sebagai kepala desaterpilih.Untuk desa-desa yang memiliki hak tradisional yang masihhidup dan diakui keberadaannya, pemilihan kepala desanya dilakukanberdasarkan ketentuan hukum adat setempat, yang ditetapkan dalamperda dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

  Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun dan dapat dipilih kembalihanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.Masa jabatan kepaladesa, bagi desa yang merupakan masayarakat hukum adat, yangkeberadaannya masih hidup dan diakui, dapat di kecualikan dan hal

   inidiatur dengan perda”.

  Lebih lanjut HAW. Widjaja mengungkapkan bahwa : “Kepala desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang dalam tata cara dan prosedurnya pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui camat. Kepala Badan Permusyawaratan Desa, kepala desa wajib memberikan keterangan 30 laporan pertanggungjawabannya kepada rakyat, menyampaikan informasi

Rozali Abdullah. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.

  Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 168-169 pokok-pokok pertanggungjawabannya, namun harus tetap memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal -hal

   yang berhubungan dengan pertanggungjawaban yang dimaksud”.

  Berdasarkan Peraturan-Pemerintah No. 72 Tahun 2005, dapatkita ketahui,

  

  kewajiban dari Kepala Desa adalahsebagai berikut: 1.

  Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

  2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat 3.

  Memelihara ketentraman dan keterlibatan masyarakat 4. Melaksanakan kehidupan demokrasi 5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebasdari korupsi, kolusi dan nepotisme

  6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahandesa 7.

  Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang – undangan 8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik 9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangandesa

  10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa 31

  11. Mendamaikan perselisihamn masyarakat di desa 32 Hanif Nurcholis Op.cit. hal. 149

Hanif Nurcholis. 2011.Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT. Gelora Aksara

  Pratama. Hal. 74-75

  12. Mengembangkanpendapatan masyarakat dan desa

  13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya danadat istiadat

  14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa

  15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup Selain kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Desamempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati/walikota, memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat.

I. 7. 3. 2 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

  “Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan yang berfungsi sebagai lembaga pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan Belanja Desa, dan keputusan kepala desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat

   desa”.

33 Hanif Nurcholis.Loc. cit

  Rozali Abdullah menjelaskan bahwa : “Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disebut BPD, adalah suatubadan yang sebelumnya disebut Badan Perwakilan Desa, yangberfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota BPDadalah wakil dari dari penduduk desa yang bersangkutan, yangditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Wakil yangdimaksud dalam hal ini adalah penduduk desa yang memangku jabatanseperti ketua rukun warga, pemangku adat dan tokoh masyarakatlainnya”.

  Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatananggota BPD adalah enam tahun, sama dengan masa jabatan kepaladesa, dan dapatdipilih kembali untuk satu kali masa jabatanberikutnya. Tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diaturdalam perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah. AnggotaBPD yang sudah ada pada saat berlakunya UU No. 32 Tahun 2004tetap menjalankan tugassebagaimana diatur dalam UU

   No. 32 Tahun2004 ini, sampai berakhirnya masa jabatan”.

  Menurut HAW. Widjaja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu adalah sebagai berikut: a.

  Badan Permusywaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

34 Rozali Abdullah. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.

  Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal.. 171 b.

  Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa yang bersangkutan yang ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat.Dimaksud dengan wakil dalam ketentuan ini adalah penduduk desa yang memangku jabatan seperti ketua rukun warga, tetangga, pemangku adat, dan tokoh masyarakat lainnya.

  c.

  Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD.

  d.

  Masa jabatan anggota BPD adalah enam tahun dan dipilih lagiuntuk satu kali masa jabatan berikutnya.

  e.

  Syarat dan tata cara penetapan anggotaBPD diatur dalamperda yang

   berpedoman pada peraturan pemerintah.

  Fungsi BPD menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah antara lain: 1.

Pasal 209, BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersamaKepala Desa, menampung danmenyalurkan aspirasi masyarakat.

  2. Pasal 215 ayat (1), bersama Kepala Desa ikut serta dalampembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan olehKabupaten/Kota dan atau pihak ketiga.

3. Hubungan Fungsional Pemerintah Desa dengan BadanPermusyawaratan Desa (BPD).

  Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak secara eksplisit mengatur mengenai bentuk hubungan fungsional antara Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) , namun 35 apabila dikaji lebih dalam, dalam pasal - pasal yang mengatur mengenai desa

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

0 1 18

Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

1 1 11

BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sosial Ekonomi - Pengrauh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun

0 0 37

Pengrauh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun

0 0 11

2. PROMOSI PENJUALAN - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Mera

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 6

Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 24

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN II. 1 Kabupaten Simalungun - Hubungan Politik antara Pangulu dan Maujana Nagori di Nagori Tiga Ras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun pada periode 2008-2015

0 1 33