BAB V PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL 5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman 5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas - Institutional Repository | Satya Wacan

BAB V PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL

5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman

5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas

  Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada tiga penyebab, sehingga masyarakat meninggalkan kebun dan jenuh atau malas menjadi petani. Tiga hal tersebut terjabar dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.1. Realitas dan Alasan Malas Berkebun

  No. Realitas Alasan

  1. Petani menanam padi di Hasil panen ini untuk ladang/ sawah hanya konsumsi sendiri, sehingga dilakukan pada musim bilamana hasil panen sudah penghujan. mencukupi, maka petani enggan atau malas mengolah ladang dan sawahnya.

  2. Hasil panen rendah Kondisi produksi hasil pertanian yang tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi. Cuaca yang tidak menentu, petani sering mengalami gagal panen dan usahatani merugi, sehingga mereka meninggalkan kebun untuk mencari penghasilan di sektor lain.

  3. Tidak tersedia air yang Ketersediaan air pada cukup musim kemarau yang tidak mencukupi. Mereka malas bergotong-royong untuk menyirami tanaman, sehingga membiarkan tanaman kering.

  Seperti yang dikatakan oleh Umbu Neka Lelung sebagai salah seorang pensiunan PNS yang dituakan di Desa Malinjak:

  Menurut bapak Unel (nama sapaan), masyarakat desa Malinjak pada zaman dahulu adalah masyarakat yang rajin berkebun, dikarenakan mata pencaharian masyarakat desa Malinjak adalah pada sektor pertanian. “orang berkebun dan hasil kebunnya untuk kebutuhan makan sehari-hari d an yang lain untuk dijual di pasar”. Zaman dahulu juga masyarakat desa dalam hal bertani khususnya penanaman bibit padi dan pada saat panen dilakukan secara gotong royong. Tetapi pada masa sekarang jiwa gotong royong pada masyarakat desa sudah mulai berkurang. Bahkan anak-anak muda sekarang ini jarang yang mau berkebun dan lebih memilih menjadi pengangguran. Pada zaman dahulu jam 5 pagi orang sudah bangun untuk ke kebun sampai jam 9 atau 10 pagi baru pulang ke rumah dan kembali lagi ke kebun jam 3 sore sampai jam 5 sore. (wawancara pada tanggal 20 april 2017)

  Kenyataan di lapangan, masyarakat Desa Malinjak yang bermata pencaharian sebagai petani berjumlah paling banyak. Akan tetapi mereka sebagai petani hanya mengolah sawah/ ladang/ kebun pada musim penghujan, yaitu bercocok tanam padi di ladang. Sedangkan pada musim kemarau ladang dibiarkan kosong dan tidak ditanami tanaman pangan. Kondisi cuaca yang tidak menentu mempengaruhi hasil panen. Selain itu terjadi juga kegagalan hasil panen oleh adanya serangan hama (terutama tikus). Melihat kondisi hasil panen pertanian yang rendah, maka sebagian besar petani menjadi jenuh dan malas melakukan intensifikasi pertanian dan pindah ke pekerjaan lain. Kesulitan air untuk mengaliri ladang menjadi hambatan utama, sehingga petani enggan atau malas bercocok tanam di musim kemarau. Pada musim kemarau petani merasa jenuh dan malas menyirami tanamannya. Akhirnya mereka mencari pekerjaan lain ke kota (luar desa) yang biasanya bekerja sebagai buruh/ tukang pada proyek bangunan.

5.1.2. Dari Praktek Adat ke Pemborosan Ekonomi

  Pemborosan ekonomi pada praktek adat terlihat pada jumlah hewan cukup banyak (hingga 10 ekor) yang dikorbankan untuk acara kematian dan pemberian belis (mas kawin) untuk pernikahan. Sementara jumlah hewan ternak semakin berkurang, sehingga mereka terpaksa membeli dengan harga yang sangat mahal.

Tabel 5.2. Realitas Praktek Adat dan Dampak Pemborosan Ekonomi

  Realitas Alasan Dampak Praktek Adat untuk Mempertahankan Pemborosan Kematian dan harga diri untuk ekonomi yang Perkawinan, yaitu: mencapai status mengakibatkan penyembelihan hewan sosial yang tinggi. terjeratnya hutang yang dikorbankan hingga atau penjualan mencapai 10 ekor kerbau. aset warisan.

  Praktek adat selama ini dilakukan dengan acara pesta besar, yang mengakibatkan pemborosan ekonomi. Seperti yang dilakukan di Desa Malinjak, pesta adat yang diikuti dengan penyembelihan hewan (kerbau) secara simbolik menunjukkan harga diri. Mereka berlomba-lomba melakukan penyembelihan hewan dengan jumlah yang banyak hingga mencapai 10 ekor. Semakin banyak jumlah hewan yang dikorbankan untuk disembelih, maka keluarga tersebut mendapatkan status sosial berupa harga diri lebih tinggi. Tidak heran bilamana acara-acara adat untuk perkawinan dan kematian memerlukan biaya yang besar bagi masyarakat Sumba.

  Lambat laun, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, jumlah hewan yang dipelihara semakin sedikit dan berkurang jumlahnya. Untuk memenuhi hewan pada acara kematian, mereka harus membeli dengan harga yang tinggi. Padahal uang untuk membeli hewan tersebut berasal dari iuran atau saling bantu dari keluarga tersebut. Karena menjadi tradisi adat, maka masyarakat lebih mementingkan kebutuhan pesta adat dan mengesampingkan kebutuhan pokok keluarga (makan, pendidikan). Akibatnya masyarakat banyak yang terjerat hutang dan membayarnya dengan menjual aset (tanah warisannya). Hal inilah yang mengakibatkan pemborosan ekonomi demi praktek adat.

5.1.3. Kebutuhan Ekonomi Mengakibatkan Ketidakamanan Desa dan Masyarakat

  Tingginya kebutuhan ekonomi masyarakat mengakibatkan tindakan yang kurang menyenangkan. Di desa Malinjak sering terjadi pencurian hewan, terutama kerbau yang digunakan untuk penyembelihan acara pesta adat. Jumlah hewan ternak yang dicuri bisa mencapai puluhan ekor. Ini terjadi karena kebutuhan hewan ternak lebih banyak permintaannya dibanding dengan jumlah ternak yang tersedia. Adanya ketidak seimbangan ini dan demi memenuhi permintaan, maka terjadilah pencurian hewan ternak. Sangat memungkinkan pencurian dilakukan secara besar-besaran dan terorganisir, mengingat harga jual hewan tersebut tergolong mahal. Bila ditabelkan sebagai berikut.

Tabel 5.3. Realitas Desa Tidak Aman

  Realitas Alasan Dampak Marak terjadi pencurian Masyarakat Harga hewan hewan ternak. Tidak ada menjadi enggan ternak untuk penjagaan atau kegiatan memelihara hewan upacara adat pos kampling, sehingga ternak. Persediaan sangat mahal desa tidak aman. hewan ternak terbatas.

5.2. Kesadaran untuk Kembali pada Jati Diri 5.2.1. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Kembali ke Kebun

  Persepsi masyarakat tentang gerakan kembali ke kebun, menjadi keinginan masyarakat. Petani timbul kesadaran untuk kembali pada jati diri sebagai petani. Persepsi mereka dapat ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 5.4. Persepsi Kesadaran Kembali ke Kebun

  Persepsi Kesadaran/Motivasi Menjadi petani sudah tidak Hasil dari sawah/ kebun bila diolah dianggap berstatus sosial dengan baik akan memperoleh rendah keuntungan. Kembali ke kebun dan Kesadaran untuk mengolah ladang/ menjadi petani sawah secara intensif, sehingga dapat menunjukkan jati diri menghasilkan produksi panen yang mereka yang melimpah bermatapencaharian petani. Sebagai petani harus mampu Terjadi pergeseran pola bertani mengolah ladang/ sawah masyarakat yang berorientasi lebih untuk semua musim. rajin guna memenuhi kebutuhan ekonomi.

  Mulanya petani hanya bercocok tanam atau mengolah sawah/ ladang pada musim penghujan. Adanya gerakan ini telah terjadi pergeseran pola bertani masyarakat yang sebelumnya berorientasi pada kebun dan sawah yang dikerjakan secara paralel atau bercocok tanam bersama pada musim tertentu (penghujan), menjadi sadar untuk tetap bisa memanfaatkan sawah/ ladang bercocok tanam pada musim kemarau. Menurut hasil wawancara penulis dengan tokoh masyarakat Bapa R.J. Bolu sebagai berikut:

  Desa Malinjak sadar bahwa kehidupan pada masa sekarang ini tidak berjalan pada porsi yang benar, Ubbu (panggilan untuk cucu laki- laki), dengan dibuatnya peraturan tentang tiga gerakan moral dalam hal ini gerakan kembali ke kebun, masyarakat sudah sadar bahwa hal ini baik untuk di lakukan demi meningkatkan taraf hidupnya. (wawancara pada tanggal 23 april 2017)

  Masyarakat, terutama petani mulai menemukan jati diri yang berfokus pada proporsi pengelolaan sawah dan kebun yang kurang baik menjadi lebih rajin demi memperbaiki kebutuhan makan sehari-hari dan kebutuhan ekonomi.

5.2.2. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Hidup Hemat

  Persepsi masyarakat tentang gerakan hidup hemat dihadapkan pada kenyataan dalam kehidupan sehari-hari masih kesulitan ekonomi. Pola pembantaian hewan besar-besaran pada zaman dahulu itu didasarkan pada populasi hewan pada saat itu masih sangat banyak.

  Perkembangan zaman akibat dari pembantaian hewan berjumlah banyak yang tidak ada pembatasannya, maka jumlah populasi hewan di Sumba mulai berkurang. Oleh karena itu gerakan moral hidup hemat yang diinstruksikan oleh pemerintah Kabupaten Sumba Tengah diharapkan dapat menekan pemborosan hewan pada acara-acara adat. Hal ini dimaksudkan agar populasi hewan (kerbau, kuda, sapi, dan babi) yang dibutuhkan tetap tersedia. Menurut hasil wawancara penulis dengan bapak Umbu Neka Lelung, pensiunan PNS sebagai warga yang dituakan oleh masyarakat:

  Menurut saya masyarakat menerima dengan baik program gerakan hidup hemat yang di buat oleh pemerintah daerah, bukan hanya sekedar mengerti tapi betul-betul masyarakat desa malinjak melakukan yang di sebut gerakan hidup hemat. “Sekarang pada acara-acara adat seperti upacara penguburan mayat keluarga yang berduka betul-betul ikut peraturan yang di buat pemerintah tentang batas pemotongan hewan 3 ekor (kerbau dan babi), tidak ada yang

melanggar kalau di desa Malinjak sampai saat ini

  ” (wawancara pada tanggal 20 April 2017).

5.2.3. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Desa Aman

  Gerakan desa aman adalah gerakan yang paling penting bagi masyarakat Desa Malinjak. Terjadinya pencurian hewan ternak mengakibatkan masalah ganda, yaitu: pertama, pencurian ternak telah mengakibatkan kemiskinan bagi masyarakat secara cepat. kedua, menyurutkan minat masyarakat untuk berternak. Pada zaman dahulu orang bebas melepas hewan di padang karena tidak pernah ada pencurian. Sekarang hewan yang berada di dalam kandang pun bisa saja hilang dicuri. Jati diri orang Sumba adalah memelihara hewan dan makan bukan dari hasil curian. Dari hasil wawancara penulis dengan tokoh masyarakat Desa Malinjak bapak R.J Bolu, ketua adat di Desa Malinjak:

  Program desa aman yang di lakukan pemerintah kabupaten sudah di lakukan di desa malinjak tapi masih belum maksimal pelaksanaannya,contohnya pemerintah desa dengan masyarakat sudah membangun pos jaga di tiap-tiap Dusun tapi itu hanya berjalan 1 sampai 2 minggu awal saja proses penjagaan berjalan efektif, sedangkan desa Malinjak ini adalah desa yang sering di lewati atau di masuki pencuri dari luar desa. Jadi menurut saya, Ubbu (sapaan untuk cucu laki-laki) masyarakat desa Malinjak sudah mengerti melakukan apa yang dimengerti itu yang agak susah. (wawancara pada tanggal 23 April 2017)

  Masyarakat Desa Malinjak mulai sadar akan ketidakamanan desa ini karena beberapa faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah yang menjadi dasar lahirnya tiga gerakan moral di Kabupaten Sumba Tengah, seperti malas berkebun sehingga orang merasa kelaparan dan muncul keinginan untuk mencuri.

5.3. Dari Pikiran ke Perubahan Tindakan 5.3.1. Tindakan Kembali ke Kebun

  Masyarakat desa Malinjak sadar bahwa gerakan kembali ke kebun menjadi hal yang penting bagi kehidupan. Desa Malinjak memiliki kondisi geografis yang sangat baik untuk melakukan kegiatan pertanian Masyarakat Desa Malinjak mempunyai 3 dusun dan mayoritas penduduknya adalah petani. Sejak diberlakukannya Tiga Gerakan Moral yang diterapkan pemerintah daerah Kabupaten Sumba Tengah, masyarakat yang awalnya memiliki kebiasaan malas sudah mulai sadar akan pentingnya berkebun agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari- hari. Sudah banyak masyarakat yang mulai kembali mengelolah kebunnya tanpa takut gagal panen. Mereka yang sebelumnya bertani hanya dengan menunggu musim pengujan sekarang mencoba bercocok tanam melalui diversifikasi pangan tanpa harus menunggu musim penghujan, aneka tanaman yang di tanam masyarakat seperti jagung dan sayuran, baik setelah panen padi atau menananmnya di ladang/ kebun yang tanahnya subur dan berpotensi menghasilkan panen. Pada gambar di bawah ini adalah salah satu contoh masyarakat desa malinjak sedang mengelolah kebunnya untuk di tanami sayur-sayuran.

Gambar 5.1. Pengelolaan sawah yang intensif

  (gambar diambil pada tanggal 19 April 2017) 5.3.2.

   Tindakan Hidup Hemat

  Tindakan perilaku masyarakat dalam menyikapi gerakan hidup hemat yang di terapkan pemerintah adalah hal yang baik untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Gerakan hidup hemat dimaksudkan mengurangi pemborosan pada saat melakukan upacara adat, terutama dalam upacara adat kematian atau perkawinan.

Gambar 5.2. Acara Pemotongan Hewan pada Upacara Kematian

  Sumber: Data pribadi, diambil pada tanggal 19 April 2017 Gambar di atas menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat Sumba Tengah dalam hal pemotongan hewan pada acara adat kematian. Pada masa lampau pemotongan hewan dalam jumlah banyak tidak bermasalah karena jumlah hewan pada masa itu masih sangat banyak di pulau sumba,kalaupun tidak memiliki hewan dikandang bisa dibeli dengan harga masih relatif murah, jadi bisa dikatakan orang yang mempunyai hewan yang banyak menganggap pembantaian hewan secara besar-besaran itu adalah hal yang biasa dan juga untuk meningkatkan harga diri di hadapan orang banyak. Masa sekarang, demi meningkatkan atau mempertahankan harga diri(gengsi) keluarga walaupun tidak mempunyai hewan di kandang dan tidak mempunyai dana untuk membeli hewan orang rela menggadai bahkan sampai menjual tanah hanya untuk bisa membeli kerbau untuk dibawa pada saat acara adat yang dilakukan keluarga. Ini menjadi alasan utama pemerintah memperbaharui kebudayaan dalam hal pemotongan hewan pada saat acara-acara adat yang di tuangkan dalam naskah akademik tentang 3 gerakan moral melalui sumpah adat yang di lakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan tua-tua adat seleruh kabupaten sumba tengah dalam hal ini batasan pembantaian hewan yakni tidak boleh melebihi 3 ekor. Gerakan moral ini disambut baik oleh masyarakat. Masyarakat mulai merasakan manfaat gerakan hidup hemat. Mereka tidak merasa malu dengan jumlah penyembelihan hewan untuk acara adat, terutama menyangkut harga diri. Disamping itu masyarakat merasakan bisa berhemat pengeluaran acara adat dan bisa mengalihkan alokasi penggunaan dana untuk kebutuhan lain yang lebih penting, seperti biaya pendidikan dan kebutuhan ekonomi.

Gambar 5.3. Pemotongan dua ekor hewan sesuai gerakan hidup hemat

  Sumber: Data pribadi, diambil pada tanggal 19 April 2017 Gambar di atas menunjukan pembantaian hewan di Desa Malinjak setelah di terapkan tiga gerakan moral, dari gambar ini dapat di simpulkan bahwa masyarakat desa malinjak betul-betul mengikuti dan tidak melanggar aturan pemerintah daerah kabupaten sumba tengah tentang gerakan hidup hemat.

5.3.3. Tindakan Mewujudkan Desa Aman

  Mewujudkan desa aman menjadi gerakan moral yang diharapkan. Namun tindakan desa aman belum dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat bahkan tindakan yang dilakukan dengan membangun pos penjagaan, justru menambah maraknya pencurian di Desa Malinjak.

Tabel 5.4. Mewujudkan Desa Aman

  Tindakan Wujud Desa Aman seharusnya pemerintah desa aman belum terwujud, bahkan desa melakukan tindakan terjadinya pencurian besar-besaran yang koordinasi atau gotong terjadi di Desa Malinjak dan desa di royong antara pemerintah sekitarnya. Karena masyarakat lebih desa dengan masyarakat mementingkan kesibukan sendiri dalam pekerjaannya

  Masyarakat Desa Malinjak telah melakukan Pola kamtibmas dengan membangun pos-pos penjagaan di setiap dusun, tetapi pola penjagaan yang di terapkan masih sangat tradisional sehingga terkesan lambat dalam bergerak. Di Desa Malinjak sendiri masing-masing dusun mempunyai pos- pos jaga tapi sistemnya masih tradisional. Pos jaga dibangun atas dasar kesadaran masyarakat dan dengan bantuan pemerintah desa, tetapi dalam hal pelaksanaannya masih jauh dari harapan seperti halnya pos jaga di bangun sebagai tempat untuk berjaga malam tetapi pos-pos jaga di desa malinjak hanya sebagai tempat untuk nongkrong di siang hari kalaupun malam hari waktu berjaga malam tidak di lakukan secara maksimal, warga yang datang berjaga malam terkususnya para pemuda desa hanya datang dan bermain kartu di pos jaga, tidak melakukan patroli penjagaan pada malam hari di setiap kampung-kampung yang berada di seputaran pos. Pos jaga ramai di datangi para pemuda atau para orang tua pada saat jam-jam 7- 9 malam saja,di atas jam 10 pos sudah mulai sepi. Padahal jika di lihat dari kejadian-kejadian pencurian itu terjadi pada di atas jam 12 malam,di sini penulis melihat belum adanya kesadaran masyarakat secara bersungguh-sungguh dalam hal mewujudkan desa aman.

Gambar 5.4. Bangunan Pos Kampling di Dusun 1 dan Dusun 3.

  Sumber: Data pribadi, 2017. Gambar di atas menunjukkan 2 pos jaga yang terdapat di Desa Malinjak yang masih bagus karena pos jaga ini terdapat di pintu masuk dan keluar desa malinjak.(gambar kiri pos jaga yang bertempat di dusun 1 yang

  berbatasan dengan Desa Tanamodu, sedangkan gambar kanan pos jaga di dusun 3 yang berbatasan langsung dengan desa Dameka) .

5.4. Menakar Keberhasilan Perubahan Perilaku/Tindakan Masyarakat Desa Malinjak dalam Praktik Tiga Gerakan Moral

  Indikator keberhasilan terjadinya perubahan perilaku masyarakat terhadap Tiga Gerakan Moral dapat dilihat dalam praktik kondisi sebelum dan setelah diberlakukannya gerakan moral itu. Adapaun perubahan tersebut dapat diringkas dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Perubahan Perilaku Gerakan Moral

  Gerakan Moral Sebelum Setelah

  Kembali Ke Kebun

  • Kurang pengelolaan kebun oleh masyarakat dan pengelolaan lahan musiman
  • Pemerintah memberikan bibit padi sesuai kebutuhan dan jagung serta tanaman lain (manggis, kopi, sengon)
  • Kurang adanya pengawasan pemerintah desa
  • Pemerintah desa menyediakan traktor

  Petani bersemangat untuk mengolah sawah/ ladangnya, walau belum semua petani melakukan gerakan kembali ke kebun. Hidup Hemat

  • Jumlah pemotongan hewan di acara adat 10 atau lebih
  • Batasan pemotongan hewan maksimal 3 ekor
  • Jumlah belis dalam proses kawin mawin 50-100 ekor hewan
  • Jumlah belis maksimal 25 ekor hewan
  • Waktu penyemayanan
  • Waktu penyemayanan
jenazah 7-10 hari jenazah maksimal 3 hari Desa Aman - -

  Gotong royong Ada pos keamanan tapi penjagaan semakin marak pencurian

  Tanpa ada pos Pos jaga tempat nongkrong penjagaan keamanan lumayan lebih baik

  • penjagaan tidak

  Kasus pencurian atau Waktu perampokan awal-awal teratur

  • muncul

  Semakin banyak kejadian pencurian di desa Pos tempat main kartu

  • pemerintah
  • kurang

  Pengawasan

  • malam di atas jam 10 malam

  Adanya batasan jam keluar

  Perubahan Gerakan Kembali ke Kebun didasarkan atas potensi kondisi geografis Desa Malinjak sebagai daerah pertanian yang mengandalkan hasil pertanian dari ladang/kebun. Pada jaman dahulu masyarakat Desa Malinjak rajin berkebun karena mereka sadar bahwa mereka adalah petani yang bergantung hidupnya pada ladang/sawah yang mereka miliki. Perkembangan jaman merubah pengelolaan kebun/ladang yang tidak lagi teratur, sehingga tidak dapat menghasilkan panen yang maksimal.

  Gerakan kembali ke kebun mulai dilakukan oleh petani Desa Malinjak. Mereka menemukan jatidirinya sebagai petani, seperti yang terlihat dalam gambar 5.2. di atas maupun dalam lampiran gambar Kembali ke Kebun.

  Mereka berupaya bercocok tanam, walaupun pada musim kemarau tetap bersedia menyirami tanaman. Hal ini dilakukan untuk tetap mengolah kembali kebunnya sebagai harapan dapat menjadi penghasilan utama. Kesulitan pangan dalam keadaan desa rawan pangan dan termasuk daerah kemiskinan, menumbuhkan semangat pengelolaan kembali sawah/ladang. Masyarakat mulai mengupayakan penganekaragaman pangan, yang tidak tergantung pada konsumsi makanan pokok beras.

  Pembantaian hewan secara besar-besaran di lakukan semata-mata hanya untuk mencari pengakuan bahwa yang melakukan ini adalah orang yang berada, tapi kalau di lihat dari segi ekonomi ini adalah hal pemborosan.pada saat sekarang ini masyarakat Desa Malinjak dalam hal gerakan hidup hemat yang di terapkan oleh pemerintah daerah sudah bisa di lihat dampak positifnya. Seperti halnya masyarakat Desa Malinjak tidak pernah melanggar peraturan pemerintah tentang batasan pemotongan hewan tidak boleh lebih dari 3 ekor hewan dalam acara adat kematian atau pun pesta adat lainnya. Sementara gerakan desa aman belum sepenuhnya berhasil dilakukan pada Desa Malinjak. Pencurian ternak masih terjadi, sedangkan keamanan yang hanya mengandalkan sistem poskampling dan kamtibmas belum bisa menanggulangi pencurian ternak.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 25

STRATEGI PEMBERDAYAAN DAN RESPON ATAU PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP IMPLEMENTASI PERDA NO 4 TAHUN 2015

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1LatarBelakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 8

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kebijakan Publik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 15

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 15

BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 12

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perubahan Sosial - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Desa Malinjak Bergerak: Studi Sosiologis tentang Persepsi dan Perubahan Perilaku Masyarakat Desa Malinjak dalam Praksis Tiga Gerakan Moral di Kabup

0 0 9

BAB IV GAMBARAN TIGA GERAKAN MORAL DALAM DESA MALINJAK 4.1 Munculnya Tiga Gerakan Moral di Kabupaten Sumba Tengah Kabupaten Sumba Tengah terletak di Pulau Sumba. Dalam era otonomi daerah, - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Des

0 3 15