BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perubahan Sosial - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Desa Malinjak Bergerak: Studi Sosiologis tentang Persepsi dan Perubahan Perilaku Masyarakat Desa Malinjak dalam Praksis Tiga Gerakan Moral di Kabup

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Perubahan Sosial

  Setiap saat masyarakat selalu mengalami perubahan. Perubahan terjadi karena ketidakpuasan atau keinginan, baik yang direncanakan maupun tidak, kecil atau besar, serta cepat atau lambat. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan sosial yang ada, dimana manusia selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu manusia selalu mencari sesuatu agar hidupnya lebih baik.

  Kingsley Davis (Soekanto, 2012) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Maciver membedakan antara utilitarian elements dengan culture elements yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan manusia yang primer dan sekunder. Semua kegiatan dan ciptaan manusia dapat diklasifiksikan ke dalam kedua kategori tersebut. Artinya, semua mekanisme dan organisasi yang dibuat manusia dalam upaya menguasai kondisi kehidupannya, termasuk di dalamnya sistem-sistem organisasi sosial, teknik dan alat- alat material.

  Gillin dan Gillin mendefinisikan perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan baru dalam masyarakat.

  Menurut Talcott Parsons dalam (Narwoko dan Suryanto, 2004) masyarakat akan mengalami perkembangan menuju masyarakat transisional. Masyarakat akan berkembang melalui tiga tingkatan utama yaitu primitif, intermediat dan modern. Dari tiga tahapan ini, oleh Parsons dikembangkan lagi kedalam subklasifikasi evolusi sosial sehingga menjadi 5 tingkatan yaitu primitive, advanced primitive

  

and arcchaic, historis intermediate, seedbed societties dan modern societies.

  Parsons meyakini bahwa perkembangan masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan keempat unsur subsistem utama yaitu kultural (pendidikan), kehakiman (integrasi), pemerintahan (pencapaian tujuan) dan ekonomi (adaptasi).

  Menurut McLuhan (Narwoko dan Suryanto, 2004) teknologi secara bertahap menciptakan lingkungan kehidupan manusia yang baru. Teknologi merupakan kekuatan dasyat dan tidak terbendung dalam mempengaruhi kehidupan manusia. William F. Ogburn berusaha memberikan suatu pengertian tertentu, walau tidak memberi defenisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur- unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. William F. Ogburn menekankan pada kondisi teknologis yang mempengaruhi dan kemudian mengubah pola interaksi, introduksi teknologi yang tidak bebas nilai cenderung menimbulkan konflik-konflik dan karenanya membawa permasalahan dalam masyarakat. Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan perubahan sosial yaitu :

  Dalam (Soekanto, 2012) mempelajari perubahan masyarakat perlu diketahui sebab

  • –sebab yang melatar-belakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya perubahan masyarakat, dapat terjadi karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Atau karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama.

  Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri antara lain: bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan-pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri. Sedangkan sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat antara lain: lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

  Ada juga faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan, antara lain: kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang maju, toleransi terhadap perbuatan menyimpang, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, nilai meningkatnya taraf hidup. Selain itu juga faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan: perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisionalistik, adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat, rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, dan prasangka

  Adapun proses-proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat berupa penyesuaian masyarakat terhadap perubahan, saluran-saluran perubahan yang dilalui oleh suatu proses perubahan, disorganisasi (disintegrasi) yang merupakan bagian dari satu kebulatan yang sesuai dengan fungsinya masing- masing. Disorganisasi adalah proses berpudarnya norma dan nilai dalam masyarakat, dikarenakan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam lembaga-lembaga masyarakat. Reorganisasi adalah proses pembentukan norma- norma dan nilai-nilai yang baru agar sesuai dengan lembaga- lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan.

  Dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur sosial dan lembaga sosial masyarakat. Perubahan sosial meliputi perubahan dalam berbagai hal, seperti perubahan teknologi, perilaku, sistem sosial dan norma. Perubahan tersebut mempengaruhi individu dalam masyarakat tertentu.

2.2 Tindakan Sosial

  Weber melihat sosiologi sebagai sebuah studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial; dan itulah yang dimaksudkan dengan pengertian paradigma definisi atau ilmu sosial itu (Ritzer, 2010). Tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk tindakan sosial manakala tindakan itu ditujukan pada orang lain.

  Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 2010). Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan sosial ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada orang lain (individu lainnya). Meski tak jarang tindakan sosial dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (Weber dalam Turner 2000).

  Ada 5 ciri pokok Tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut: 1.

  Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata.

  3. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana pun.

  4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

  5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu. Selain kelima ciri pokok tersebut, menurut Weber tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan datang. Sasaran suatu tindakan sosial bisa individu tetapi juga bisa kelompok atau sekumpulan orang.

2.3. Manajemen Perubahan

  Lewin (1951) mengembangkan model perubahan terencana dalam tiga tahapan yang menjelaskan bagaimana mengambil inisiatif, mengelola dan menstabilisasi proses perubahan. Ketiga tahap tersebut dinyatakan sebagai Unfreezing, Changing Atau Moving, Refreezing.

  1. Unfreezing Unfreezing atau pencairan merupakan tahapan yang terfokus pada

  penciptaan motivasi untuk berubah (Wibowo, 2005). Kasali (2006) mengatakan sebagai suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah. Tahap ini biasanya mereduksi upaya organisasi untuk bertahan pada perilaku yang lama atau yang sedang dijalankan. Berdasarkan informasi yang menunjukkan kesenjangan antara perilaku organisasi yang diharapkan dan perilaku yang nyata di lapangan, anggota organisasi dapat termotivasi untuk terut serta dalam melakukan perubahan (Cumming & Worley, 2005).

  Unfreezing merupakan usaha perubahan untuk mengatasi resistensi

  individual dan kesesuaian kelompok. Proses pencairan tersebut merupakan perubahan. Untuk dapat menerima perubahan, diperlukan kesiapan individu. Pencairan ini dimaksudkan agar seseorang tidak terbelenggu oleh keinginan mempertahankan diri dan bersedia membuka diri untuk

  2. Changing atau Moving

  Kasali (2006) secara singkat mendefenisikan langkah ini sebagai langkah atau tindakan yang memperkuat perubahan maupun memperlemah sikap bertahan. Sedangkan Wibowo (2005) menyatakan bahwa changing atau moving merupakan tahap pembelajaran dimana masyarakat diberi informasi baru, model perilaku baru atau cara baru alam melihat sesuatu. Para pakar merekomendasikan bahwa yang terbaik adalah untuk menyampaikan gagasan kepada masyarakat bahwa perubahan adalah suatu proses berkelanjutan dan bukan sesaat. Dengan demikian perlu dibangun kesadaran bahwa pada dasarnya kehidupan merupakan proses perubahan terus menerus. Sedangkan Cummings dan Worley (2005) melihat bahwa tahapan ini perubahan perilaku tidak hanya dilakukan pada tingkatan individu, namun juga pada tingkat departement dan organisasi. Di dalamnya juga terdapat proses mengembangkan perilaku, nilai dan kebiasaan yang baru melalui perubahan struktur dan proses organisasi.

  3. Refreezing

  Langkah yang ketiga adalah refreezing, yaitu membawa kembali masyarakat kepada keseimbangan yang baru atau yang disebut sebagai a

  new dynamic equilibrium (Kasali 2006; Cummings & Worley, 2005),

  perilaku yang baru (action) menjadi suatu kebiasaan (habit). Selanjutnya adalah melakukan penguatan kembali terhadap buadaya organisasi, norma- norma, kebijakan dan struktur yang telah dibentuk. Dengan telah terbentuknya perilaku dan sikap yang baru, maka perlu diperhatikan apakah masih sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terus berlangsung. Apabila ternyata diperlukan perubahan kembali maka proses untuk refreezing dimulai kembali.

  Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Drever dalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang faktor yang berasal dari dalam diri individu. Persepsi dalam kehidupan sosial berhubungan dengan praktik manusia.

  Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses persepsi terdiri dari tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada pengideraan dan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan diinterprestasikan dan dievaluasi.

  Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan.

  Selain faktor dari dalam individu, ada juga faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal dan struktural. Faktor- faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis. Faktor-faktor struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai dalam masyarakat .

2.5. Kerangka Berpikir

  Bagan Kerangka Pikir

  

Masyarakat Sumba Tengah

Pergeseran pola pertanian, Perilaku hidup hedonisme, Masalah ketentraman Perubahan Sosial dan Persepsi

  

Tiga Gerakan Moral

Persepsi Praksis Tiga Gerakan

Masyarakat

  Moral tentang Tiga Gerakan Moral Kesejahteraan Masyarakat Sumba Tengah

  Masyarakat Sumba Tengah dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya dapat dikatakan masih belum sejahtera. Hal ini diantaranya dapat dilihat dari pemanfaatan lahan pertanian yang kurang efisien, berbagai upacara adat yang terlalu hedonisme, serta rendahnya tingkat keamanan di Sumba Tengah, dimana ketiga hal ini menjadi faktor penghambat pembangunan di Kabupaten Sumba Tengah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah mengupayakan solusi ke kebun, gerakan hidup hemat dan gerakan desa aman. Dengan digagasnya tiga gerakan moral tersebut, diharapkan warga bersama pemerintah daerah dapat mewujudkan Sumba Tengah yang lebih sejahtera.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1LatarBelakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 8

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kebijakan Publik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 15

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 15

BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT DALAM PENGENDALIAN PENDUDUK DI ERA OTONOMI DAERAH - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pemerintah Daerah Sumba Barat dalam Pengendalian Penduduk di Era Otonomi Daerah

0 0 12