Pengaruh Letak Daun dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Teh Daun Gaharu

  

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Gaharu

  Gaharu berbentuk gumpalan padat berwarna cokelat kehitaman sampai hitam dan berbau harum mengandung resin terdapat pada bagian kayu atau akar tanaman pohon inang. Gubal gaharu memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digunakan sebagai bahan dasar minyak wangi, dupa, dan obat tradisional di Asia Timur (Yagura dkk, 2005). Gaharu dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari

  

Aquilaria terutama Aquilaria malaccensis. Resin menghasilkan bau yang harum

  sehingga sering digunakan dalam industri parfum. Tahun 2000 lalu, gaharu telah menjadi komoditi perdagangan dari kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, dan Afrika timur. Jenis tanaman gaharu yang dapat dikembangkan yaitu

  

Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria,

A. crassna, A. agallocha, A. baillonii (Htysite, 2012).

  Gaharu diperoleh dari jenis famili Thymeliaceae dari genus Aquilaria yaitu

  Aquilaria agaloccha Rox , namun gaharu diperoleh juga dari famili lain yaitu

Leguminoceae dan Euphorbiaceae. Jenis paling baik untuk menghasilkan minyak

  gaharu yaitu A. malaccenis (Tarigan, 2004). Tanaman ini merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang memiliki nilai jual tinggi. Selain itu potensi gaharu sangat tinggi biasanya berasal dari A. malaccensis, A. hirta, A. macrophylum (Sumarna, 2005).

  Pohon gaharu sepintas mirip dengan pohon kayu manis dengan permukaan daun yang licin dan mengkilap mirip daun cengkeh tetapi lebih tebal dan lebar dengan pinggiran bergelombang. Tinggi pohon sekitar 18 meter dan diameter

  4 batang 80 cm tetapi ada jenis tertentu yang tinggi pohonnya beberapa meter dengan daun yang kecil. Pohon ini memiliki bunga kecil berwana putih seperti bunga melati sehingga berpotensi sebagai penghijauan dengan nilai ekonomi tinggi. Gaharu banyak di hutan Sumatera, Kalimantan, Maluku, Irian dan pulau- pulau kecil lainnya seperti Batam, Belitung, serta kepulauan Mentawai. Sebagian besar produksi diekspor ke luar negeri, terutama ke Jepang (Kuderi, 2014).

  Penanaman pohon gaharu jenis A. malaccensis dilakukan di antara dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0

  • – 750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Tanah yang digunakan adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2005).

  Adapun ciri morfologi A. malaccensis yaitu daun, bunga, dan buah dari tanaman gaharu yaitu daun berbentuk lonjong dengan panjang 5 -8 cm, lebar 3-4 cm, ujung daun runcing, dan berwarna hijau mengkilat. Di ujung ranting atau ketiak atas dan bawah daun terdapat buah sedangkan buahnya berada dalam polong berbentuk bulat telur atau lonjong dengan panjang sekitar 5 cm dan lebar 3 cm. Bulu-bulu halus berwarna merah menutupi biji bulat telur (Sumarna, 2007).

  Tanaman ini memiliki bunga yang terdapat diujung ranting, ketiak daun, kadang- kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm dan buahnya berbentuk bulat telor, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah dengan panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm (Tarigan, 2004).

  Taksonomi tanaman gaharu adalah : Kingdom : Plantae (tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan biji) Sub Divisio : Angiospermae (tumbuhan biji tertutup) Class : Dicotyledonae (berbiji belah dua) Sub Class : Dialypetale (bebas daun bermahkota) Ordo : Myrtales (daun tunggal duduknya bersilang) Family : Thymeleaceae (akar berserabut jala) Genus : Aquilaria Species : Aquilaria malaccensis Lamk.

  (Tarigan, 2004).

  Berbagai macam jenis gaharu dibudiyakan di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Pada penelitian ini digunakan gaharu jenis Aquilaria malaccensis yang dapat dilihat pada Gambar 1.

  Sumber: Wikipedia (2014)

  Gambar 1. Daun gaharu (Aquilaria malaccensis) Terbentuknya gubal gaharu disebabkan karena adanya respon tanaman dari masuknya mikroba ke dalam jaringan kayu sehingga jaringan kayu menjadi luka. Luka yang terjadi disebabkan secara alami karena dahan yang patah atau kulit terkelupas maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian.

  Mikroba tesebut sebagai benda asing yang akan menghasilkan senyawa fitoaleksin berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Apabila mikroba yang menginfeksi tidak dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak dapat terbentuk dan menjadi busuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu yaitu kulit batang menjadi lunak, daun menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan (Htysite, 2012). Pohon gaharu yang baik tidak pernah memproduksi seskuiterpenoid sebagai metabolit sekunder yang beraroma harum. Harga jual gaharu tinggi disebabkan adanya perburuan gaharu mengakibatkan semakin langkanya pohon penghasil gaharu sehingga dilakukan dengan teknologi inokulasi yang merekayasa produksi dengan tujuan mempercepat produksi melalui infeksi jamur pembentuk gaharu pada batang pohon penghasil gaharu (Siran, 2010).

  Teh Daun Gaharu

  Teh telah menjadi minuman favorit yang dikenal sejak dulu. Teh biasanya diminum pagi hari dan sore hari untuk menghangatkan dan menyegarkan tubuh.

  Teh yang sering dikenal saat ini adalah teh yang berasal dari daun pohon teh tetapi sekarang banyak varian teh dari dedaunan yang nikmat dan memiliki manfaat bagi kesehatan. Salah satunya yaitu teh daun gaharu. Daun yang digunakan adalah daun yang masih muda dari pohon penghasil gaharu. Tidak semua jenis gaharu memiliki khasiat sebagai teh melainkan beberapa jenis saja antara lain famili

  Thymelaeaceae dan Gyrinops Verateegi sehingga cocok dijadikan teh (Bibitgaharu, 2013).

  Daun gaharu yang dijadikan teh ternyata memiliki manfaat bagi orang yang mengonsumsinya. Manfaat dari mengonsumsi teh gaharu yaitu sebagai peluruh lemak, tidak membakar lemak yang aktif sehingga tidak menurunkan berat badan bagi pemilik tubuh ideal, membantu mengobati keputihan, sebagai deodoran alami sehingga membantu mengurangi bau badan, sebagai anti oksidan yang dapat membantu membuang racun dari tubuh, mencegah insomnia karena teh daun gaharu menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan sebagai obat anti mabuk, membantu menurunkan kadar kolestrol jahat, membantu meredakan ketegangan/hipertensi/stress, dan mengurangi kadar gula dalam darah sehingga dapat membantu mengobati diabetes melitus (Batrisyiaherbal, 2012).

  Teh yang berasal dari tanaman Camelia sinensis memiliki manfaat bagi tubuh karena mengandung polifenol berpotensi sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas. Potensi antioksidan teh lebih kuat dibandingkan dengan antioksidan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Beberapa manfaatnya antara lain menurunkan kolestrol, menurunkaan osteoporosis, sebagai antivirus, penghilang bau, menjaga kesehatan gigi dan mulut, meningkatkan kondisi kognitif dan psikomotor pada orang dewasa, mencegah penggumpalan darah, mencegah penyakit jantung koroner, dan mencegah penyakit liver (Wardiyah dkk., 2014).

  Pemanfaatan daun gaharu akan menjadi sangat penting mengingat masa panen gaharu setelah terinfeksi jamur selama 3-4 tahun. Selama daur panen yang terbilang cukup lama maka daun gaharu dapat dimanfaatkan sebagai minuman obat atau minuman teh herbal. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat daun gaharu menyebabkan pemanfaatan bagian-bagian gaharu seperti daun belum popular dikalangan masyarakat khususnya petani gaharu itu sendiri. Berdasarkan penelitian Silaban (2014), ekstrak daun gaharu dari jenis Aquilaria malaccensis mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, senyawa glikosida, tanin, dan steroid/triterpenoid. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai antiradikal bebas. Hasil uji fitokimia daun gaharu Aquilaria malaccensis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil skrining fitokimia simplisia, ekstrak etanol daun gaharu segar dan ekstrak etanol gaharu simplisia No. Pemeriksaan Simplisia daun Ekstrak etanol Ekstrak etanol gaharu daun gaharu simplisia

  1. Alkaloid

  2. Flavonoid + + +

  3. Glikosida

  4. Saponin - - -

  5. Tanin

  6. Steroid/Triterpenoid + + +

  Sumber: Silaban (2014)

  Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa

  Mutu Teh

  Pada teh yang berasal dari tanaman Camelia sinensis, mutu teh tersebut dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah. Selain itu, jenis atau hasil petikan daun juga sangat mempengaruhi mutu teh. Kualitas teh terbaik dihasilkan dari bagian pucuk (peko) disebut kuncup. Daun muda atau daun tua sangat berpengaruh terhadap kualitas, semakin banyak jumlah daun tua maka dihasilkan kualitas teh yang tidak baik. Mutu teh yang baik terdapat pada pucuk terdiri dari kuncup 2-3 daun muda dengan tingkat kerusakan rendah (Kusumo, 2010).

  Produk teh memiliki berbagai persyaratan mutu yang menjamin kualitas, namun saat ini syarat mutu teh daun gaharu belum diketahui. Oleh karena itu, digunakan syarat mutu teh dari daun teh Camelia sinensis sebagai kualitas dari teh yang dihasilkan. Spesifikasi persyaratan mutu teh dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Persyaratan mutu teh menurut SNI 01-1902-1995 No Jenis Uji

  Satuan Spesifikasi

  1 Kadar air (maks) % b/b 8,00

  2 Kadar ekstrak dalam air % b/b

  32

  3 Kadar abu total (min-maks) % b/b 4-8

  4 Kadar abu larut dalam air dari abu total (min) % b/b

  45

  5 Kadar serat kasar (maks) % b/b 3,0

  6 Besi (Fe) ppm -

  • 7 Timbal (Pb) ppm

  8 Tembaga (Cu) (maks) ppm 2,0

  9 Seng (Zn) (maks) ppm 150

  10 Timah (Sn) (maks) ppm

  40

  11 Raksa (Hg) (maks) ppm

  40 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995) Menurut ketentuan SNI-1902-2000 (BSN, 2000), syarat mutu dari teh hitam ditentukan berdasarkan karakteristik yaitu ukuran partikel, kenampakan teh, air seduhan, dan kenampakan ampas seduhan. Ukuran partikel mutu teh terbagi menjadi tiga kelas mutu yaitu; teh daun (Leafy grades), yaitu apabila contoh uji tertahan pada ayakan 7 mesh; teh bubuk (Broken grades), yaitu contoh uji lolos pada ayakan 7 mesh dan tertahan pada ayakan 20 mesh; dan teh halus (Small

  

grades ), yaitu contoh uji lolos pada ayakan 20 mesh dan sebagian besar contoh uji

  tertahan pada ayakan 80 mesh. Kriteria penilaian penampakan (appearance) berdasarkan 4 karakteristik yaitu; bentuk, ukuran serta beratnya yang dinyatakan dengan tergulung/tidak tergulung atau keriting/tidak keriting; tip (jumlah, warna dan keadaan) untuk jumlahnya dinyatakan dengan banyak (tippy)/sedang

  (some tips)/sedikit (few tips), untuk warna pada tip dinyatakan dengan kemerahan/keperakan. Sedangkan untuk keadaan tip dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut rapat. Warna partikel teh hitam kering dapat dinyatakan dengan kehitaman/kecoklatan/kemerahan/keabuan.

  Kebersihan teh hitam kering dinyatakan dengan ada atau tidak adanya benda asing. Air seduhan (liquor) terbagi atas warna air seduhan teh hitam meliputi jenis warna, kepekatan, kejernihan dan kecerahan; rasa meliputi kesegaran, kekuatan, aroma dan rasa asing; bau meliputi aroma khas teh hitam dan ada tidaknya bau asing. Kenampakan ampas seduhan teh (infusion) meliputi warna dan kerataan warna dari kualitas yang baik yaitu ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti tembaga (very bright and coppery), ampas seduhan berwarna cerag dan seperti tembaga (bright and coppery), ampas seduhan berwarna agak cerah (fairly bright), ampas seduhan berwarna kehijauan (greenish), ampas seduhan berwarna suram (dull).

  Pelayuan Teh

  Proses pelayuan bertujuan untuk menjadikan daun teh lebih lentur dan mudah digulung sehingga memudahkan cairan sel keluar jaringan pada saat digulung. Waktu yang diperlukan dalam pelayuan 12-15 jam dengan derajat layu

  o

  pucuk teh 44-46%. Suhunya tidak boleh lebih dari 27 C serta kelembaban 76% (Arifin, 1994). Pelayuan dapat dihentikan apabila kadar air pucuk mencapai 40-50% dari kadar air awal, pucuk menjadi lembut dan lentur, jika digenggam tidak berbunyi dan menggumpal serta mengembang lagi ke segala arah secara perlahan-lahan jika dilepaskan, aroma teh menjadi lebih harum, daun berwarna hijau kecoklatan karena sebagian klorofil berubah menjadi feoforbid, protein berubah menjadi asam amino bebas, dan karbohidrat, sukrosa dan glukosa meningkat (Kusumo, 2010).

  Selama proses pelayuan terjadi perubahan fisika dan kimia. Perubahan fisika yaitu melemasnya daun akibat menurunnya kadar air, daun yang lemas atau lentur memudahkan untuk penggulungan. Selain itu pengurangan air pada daun akan memekatkan bahan yang dikandung sampai pada kondisi yang tepat untuk terjadinya proses oksidasi pada tahap selanjutnya. Perubahan kimia yaitu kenaikan akitifitas enzim, terurainya protein menjadi asam amino bebas seperti alanin, leusin, isoleusin, valin, kenaikan kandungan kafein, kenaikan kadar karbohidrat yang dapat larut, terbentuknya asam organik dari unsur-unsur C, H, O, dan pembongkaran sebagian klorofil menjadi feoforbid (Kusumo, 2010).

  Pelaksanaan pelayuan memiliki syarat yaitu kadar air harus diturunkan

  o

  untuk mempermudah proses fermentasi, suhu udara yang baik 28-30 C agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pembalikan daun sebanyak 2-3 kali, waktu pelayuan harus cukup lama sehingga reaksi-reaksi kimia dapat berlangsung selama 16-18 jam, Persentase daun layu berkisar antara 57-49% dengan kondisi dan mutu dari daun sangat menentukan lama pelayuannya dan kadar air daun setelah pelayuan (Hamdani dkk., 2009).

  Suhu pelayuan harus stabil agar dapat dicapai tingkat layu yang tepat. Tingkat pelayuan dinilai berdasarkan persentase layu, yaitu dengan perbandingan berat pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Tingkat layu yang tepat ditandai dengan keadaaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta mengeluarkan bau yang khas (Setyamidjaja, 2000).

  Menurut Arifin (1994), suhu pelayuan teh Camelia sinensis sebaiknya

  o o

  tidak melebihi 28 C karena pada suhu diatas 28 C bagian protein dari enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim menjadi inaktif dan dapat menghambat reaksi oksidasi enzimatis pada tahap pengolahan berikutnya atau bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi oksidasi enzimatis. Tidak terjadinya atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan sifat-sifat khas (warna, rasa, dan flavor) teh hitam yang diinginkan tidak terbentuk.

  Penggulungan Teh

  Proses penggulungan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya polifenol dan enzim polifenol oksidase dengan bantuan oksigen.

  Penggulungan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar dipermukaan daun secara merata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama 90-120 menit tergantung kondisi dan program giling pabrik yang bersangkutan. Mesin yang biasa digunakan dalam proses penggulungan ini dapat berupa Open Top Roller (OTR), Rotorvane dan Press Cup

  Roller (PCR) untuk teh hitam orthodox dan Mesin Crushing Tearing and Curling (CTC) untuk teh hitam CTC (Kusumo, 2010).

  Penggulungan teh bertujuan untuk menggulung dan menghancurkan pucuk, mengekstraksi cairan sel agar cairan keluar ke permukaan daun, mengecilkan gulungan menjadi partikel sesuai yang dikehendaki pasar, untuk memperoleh bubuk teh dalam bentuk basah yang sebanyak-banyaknya

  (Kusumo, 2010). Penggulungan hanya dilakukan satu kali untuk menghindari penghancuran daun yang menyebabkan mutu teh menurun. Lama penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu masuk ke mesin penggulung. Penggulungan tergantung pada tingkat layu pucuk, ukuran dan tipe mesin penggulung, serta mutu pucuk yang diolah (Setyamidjaja, 2000).

  Fermentasi Teh

  Fermentasi merupakan proses yang mengakibatkan terjadinya perubahan kimia pada teh disebabkan oleh enzim-enzim. Ketika proses penggulungan telah sempurna, daun teh diletakkan dalam bak aluminium dan enzim yang ada di dalam daun teh akan bersentuhan dengan udara dan mulai teroksidasi sehingga dihasilkan bau, warna, dan mutu dari teh. Pada proses ini daun berubah warna hijau menjadi coklat muda lalu coklat tua. Perubahan warna daun ini terjadi pada

  o

  suhu 26

  C. Tahap ini merupakan tahap kritis untuk menentukan rasa teh. Jika oksidasi dibiarkan terlalu lama maka rasa akan berubah menjadi seperti busuk.

  Proses oksidasi membutuhkan waktu 1,5 - 2 jam. Semakin lama teroksidasi maka teh akan berwarna semakin gelap (Setyamidjaja, 2000).

  Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi oleh enzim yang terdapat dalam daun teh. Prosesnya dimulai dengan melayukan daun teh, kemudian

  o

  digulung sehingga sel daunnya rusak. Fermentasi dilakukan pada suhu 22-28 C dengan kelembaban sekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas akhir, biasanya dilakukan 2-4 jam. Kemudian dilakukan pengeringan sampai kadar teh kering mencapai 4-6% (Fitriyanti, 2004).

  Selama proses fermentasi terjadilah oksidasi cairan sel yang dikeluarkan selama penggilingan dengan oksigen dengan adanya enzim yang berfungsi sebagai katalisator. Senyawa penting yang terdapat dalam cairan adalah katekin dan turunannya. Fermentasi mengubah senyawa tersebut menjadi theaflavin dan selanjutnya berubah menjadi thearubigin. Semakin lama semakin banyak terkondensasi menjadi thearubigin sehingga cairan sel berwarna lebih

  theaflavin gelap (Werkhoven 1974 dalam Kusumo, 2010).

  Menurut Fulder (2004), proses fermentasi pada teh hitam dapat mengubah sebagian tanin menjadi senyawa turunan yaitu theaflavin dan thearubigin sehingga kadar tanin dalam daun teh akan berkurang dan menyebabkan banyak senyawa atau zat-zat terpenting dalam teh berubah atau hilang akibat aktivitas enzim polifenol oksidase.

  Menurut Wang dkk., (1994) dan Shahidi dan Naczk (1995), kandungan polifenol dalam teh hitam berkurang akibat teroksidasinya selama proses fermentasi. Kandungan utama polifenol teh adalah flavanol (katekin, galokatekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalokatekin, dan epigalokatekin galat), flavonol (quercetin, kaemferol, dan glikosidanya), flavon (vixetin dan iso vixetin), asam fenolik (asam galat dan asam klorogenat), flavonol, flavones, asam fenolik.

  Hartoyo (2003) menyatakan, pada proses teh hitam katekin dioksidasi secara enzimatik membentuk pigmen teh hitam yaitu theaflavin dan thearubigin. Proses fermentasi yang terlalu cepat akan menghasilkan warna teh yang terlalu muda, mutu rendah, dan citarasanya belum terbentuk sempurna. Apabila proses fermentasi terlalu lama akan menghasilkan warna teh yang berwarna gelap, cita rasa kurang, dan aroma mulai menurun. Menurut Kamal (1985), Hubungan antara waktu fermentasi dengan karakteristik yang dihasilkan pada seduhan teh terlihat pada Gambar 2.

  Warna dan mutu Fermentasi optimum belum sempurna (Warna dan mutu seduhan baik) Warna gelap dan mutu sudah menurun

  si ta n e rm e F l si a H

  Kurang fermentasi Lewat fermentasi

   Waktu Fermentasi (menit)

  Gambar 2. Hubungan antara lama fermentasi dan mutu seduhan teh Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yaitu suhu fermentasi

  o

  berkisar antara 20-24

  C. Apabila suhu ruangan fermentasi rendah dapat menyebabkan kecepatan oksidasi berjalan dan sebaliknya, kelembaban ruangan fermentasi dijaga agar tetap 90-95%. Apabila kelembaban udara dibawah 90% maka bubuk akan menjadi hitam. Tebal hamparan bubuk perlu diperhatikan agar sirkulasi udara didalamnya cukup dan tidak mempengaruhi suhu. Hamparan bubuk sebaiknya merata setebal 6 cm. Jika terlalu tebal dapat menyebabkan proses oksidasi enzimatis berlangsung lama sedangkan jika terlalu tipis dapat menyebabkan proses oksidasi enzimatis lebih cepat. Waktu fermentasi dihitung sejak daun teh masuk ke dalam mesin penggiling sampai bubuk masuk ke mesin pengering selama 2

  • – 2,5 jam atau 1 jam bubuk berada dalam ruang fermentasi. Jika waktu terlalu cepat dapat mengakibatkan banyak partikel teh masih berwarna hijau, terasa mentah dan masih banyak mengandung zat-zat polifenol yang belum teroksidasi sedangkan jika terlalu lama maka teh yang dihasilkan beraroma harum
tetapi rasanya terlalu pahit. Proses fermentasi harus dihentikan dengan melanjutkan ke tahap pengering (Kusumo, 2010).

  Pengeringan Teh

  Tujuan utama pengeringan adalah menghentikan oksidasi enzimatis senyawa polifenol dalam teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal. Adanya pengeringan maka kadar air dalam teh menurun, dengan demikian teh akan tahan lama dalam penyimpanan (Arifin, 1994).

  Daun teh setelah dipetik akan segera layu dan mengalami oksidasi jika tidak segera dikeringkan. Proses pengeringan membuat daun beruba h warna menjadi gelap karena terjadinya pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin (Wikipedia, 2014). Pengeringan akan menghentikan proses oksidasi ketika jumlah senyawa penting terkumpul sampai kadar yang tepat. Suhu pengeringan yang

  o

  digunakan 95-98 C menyebabkan kandungan air teh menurun 2-3% sehingga teh menjadi tahan lama disimpan. Perubahan yang terjadi selain aktivitas enzim yaitu pembentukan rasa, warna, dan bau spesifik (akibat pembentukan karamel dari karbohidrat), walaupun minyak essensial sudah terbentuk 75-80% akan hilang (Alf, 2004).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu udara pengering seperti suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.

  Sifat bahan seperti ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Apabila kadar air tidak dihilangkan dan masih tersimpan maka akan mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Widyani dan Suciaty, 2008).

  Pucuk teh yang paling muda banyak mengandung senyawa kimia. Bagian yang tertinggi terdapat pada daun peko. Zat atau senyawa tersebut antara lain katekin tidak berwarna tetapi mempengaruhi sifat teh baik rasa, warna maupun aromanya. Tanin yang terkandung 20-30% dari berat kering daun. Pada peko kandungan kimianya 30% dari berat kering. Pada daun 2, 3, dan 4 masing-masing 21%, 18%, dan 14%, pada tangkai 6-10% dari berat kering. Karbohidrat antara lain sukrosa, glukosa, dan fruktosa, kandungan karbohidrat pada teh terkandung 0,75% dari berat kering. Pektin yang terdapat dalam daun teh membentuk lapisan yang mengkilat, beratnya 4,9-7,7% dari berat kering daun. Kafein akan menyusun 3-4% dari berat kering daun dan peko mengandung 3-4% dari berat kering, daun lainnya 1,5% dan tangkai 0,5%. Protein dan asam amino berkisar antara 1,4-5% dari berat kering daun. Vitamin yang terdapat pada K, A, B, dan B

  2 . Mineral

  dalam daun teh ± 4-5% dari berat kering daun. Enzim antara lain amilase, glukosidase, oksimetialase, protease, dan peroksidase (Alf, 2004).

  Penelitian Sebelumnya

  Berdasarkan penelitian Kusumaningrum, dkk. (2013) mutu teh bunga lotus terbaik dihasilkan dari teh yang diolah tanpa oksidasi enzimatis dengan waktu pelayuan 8 jam memiliki kadar air 9,65 %, kadar abu 7,30%, aktifitas antioksidan 32,19%, kadar tanin 152,73 ppm, lightness 48,63%, chroma 7,36%, hue 69,77% dan rendemen 25,88%. Hasil penelitian Setiawan (2012) menunjukkan teh daun jambu biji dengan mutu terbaik diperoleh pada daun dengan proses pelayuan 18 jam dan lama fermentasi 100 menit. Hasil penelitian Lubis (2010) menunjukkan teh daun jeruju dengan mutu teh yang berkualitas baik diperoleh pada daun pucuk dan lama pelayuan 15 jam.