Hukum sebagai Mekanisme Integrasi Sosial

HUKUM SEBAGAI MEKANISME INTEGRASI
SOSIAL
Oleh: MOHAMAD SHOLEH, SH.

A. PENGANTAR:

Sosiologi

Klasik

dan

Kontemporer

Menurut

Mathieu Deflem1
Di antara ilmu-ilmu sosial, teori-teori sosiologis berdiri di antara
perspektif analisis yang paling maju yang menerangkan peranan hukum
dalam masyarakat. Sosiologi tidak hanya menawarkan perspektif teoritis
dan transformasi lembaga hukum yang menyeluruh terhadap masyarakat,

juga banyak kasus telah ditawarkan oleh para sosiolog sebagai bangunan
penting teori intelektual sosial dan hukum lainnya. Dua pendiri sosiologi
paling sentral, Max Weber (1864-1920) 2 dan Émile Durkheim (18581917)3, mengembangkan teori-teori rumit hukum yang saat ini tidak akan
mungkin dapat dipisahkan dari teori sosial hukum. Dalam perkembangan
lebih lanjut dari disiplin sosiologi, kepentingan teoretis dalam studi hukum
telah

mulai

berkurang.

Konsisten

dalam

studi

sosiologi

hukum,


bagaimanapun, telah menjadi fokus yang sistematis pada karakteristik
sosial dari hukum berdasarkan model teoritis umum.
1. Sosiologi Klasik

1 Deflem, Mathieu. "Sociological Theories of Law." Pp. 1410-1413 in Encyclopedia of
Law and Society: American and Global Perspectives, edited by David S. Clark. Thousand
Oaks, CA: Sage Publications. 2007.
2 Weber, Max. On Law in Economy and Society, edited by Max Rheinstein. New York:
Simon and Schuster (orig. 1922). (1954).
3 Durkheim, Émile. The Division of Labor in Society. New York: The Free Press (orig.
1893). (1984).
1

Sosiologi Klasik memberikan kontribusi mengenai teoritis hukum
dengan sistematisasi dari perubahan peran hukum dalam masyarakat
yang sangat cepat pada awal abad kedua puluh. Di Perancis, Émile
Durkheim merenungkan peran hukum dalam menjamin integrasi dalam
masyarakat industri dan budaya yang ditandai oleh tingkat individualisme
yang tinggi. Hukum menurut Durkheim adalah sebagai indikator moralitas

masyarakat, sebab-sebab dan fungsinya. Secara khusus, Durkheim
mengemukakan teori perubahan hukum dari hukum represif hukum
restitutif. Hukum represif mencerminkan tradisi-tradisi keagamaan yang
relatif berskala kecil masyarakat mekanik, di mana setiap pelanggaran
hukum, betapapun kecilnya, dihukum berat. Sebaliknya, masyarakat
organis yang lebih besar dan kompleks saat ini memungkinkan untuk
variasi individual yang lebih besar dalam pemikiran dan tindakan, hukum
digunakan

sebagai

alat

untuk

mengamankan

kepentingan

yang


memungkinkan untuk restitusi, dan reintegrasi, meskipun norma-norma
hukum dilanggar.
Kontribusi pemikiran hukum dari sosiolog Jerman Max Weber
merupakan yang paling maju dan sistematis dalam sosiologi sampai hari
ini. Bahkan lebih jelas daripada Durkheim. Weber diposisikan oleh
sosiologi hukum dalam kaitannya dengan perspektif intelektual hukum
lainnya. Secara khusus, Weber mendefinisikan sosiologi hukum sebagai
studi eksternal karakteristik empiris dari peran hukum dalam masyarakat.
Perspektif ini dibedakan dari studi internal hukum, yang dilakukan oleh
para profesional hukum untuk menjaga konsistensi sistem hukum, dan

2

perspektif moral hukum, yang berusaha mengkritik hukum berdasarkan
prinsip normatif. Weber berpendapat bahwa kunci teoritis untuk transisi
dari hukum praindustri ke hukum modern adalah bentuk spesifik dari
rasionalisasi hukum. Menurut Weber4, hukum modern secara formal
rasional, berdasarkan prosedur yang mensyaratkan adanya perlakuan
yang sama dan adil untuk semua. Selain tidak memihak, hukum modern

juga dikodifikasikan (ditulis) dan terbatas menurut prosedural eksklusif
berdasarkan fakta-fakta dan kasus terkait.
Meskipun teori-teori sosiologi hukum mendapatkan tempat yang
baik, mungkin lebih jelas dari bagian lainnya dari karya para perintis
disiplin itu, namun sosiologi hukum sendiri relatif lambat dibandingkan
ilmu sosial lainnya pada masa paruh pertama abad XX. Yang pasti,
beberapa sarjana, terutama di Eropa, menerima tantangan untuk
mengembangkan perspektif teoritis dalam studi sosiologi hukum. Eugen
Ehrlich (1862-1922), Nicholas Timasheff (1886-1970) 5, dan Georges
Gurvitch (1894-1965)6 paling terkenal di antara mereka yang memberikan
kontribusi untuk penjelasan teoritis hukum dari sudut pandang sosiologis.
Namun, karya-karya para ahli tersebut baru sekarang ini dibahas dan
banyak diteliti atau didebat.
2. Sosiologi Kontemporer

4 Weber, Max. Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. Ed. G. Roth
and C. Wittich. Berkeley. CA: University of California Press. 1954.
5 Timasheff, Nicholas S. (2002). An Introduction to the Sociology of Law. New
Brunswick, NJ: Transaction (orig. 1939).
6 Gurvitch, Georges. (2001). Sociology of Law. New Brunswick, NJ: Transaction (orig.

1947).
3

Dengan elaborasi sosiologi modern setelah berakhirnya Perang
Dunia II, penelitian hukum awalnya bukan merupakan suatu disiplin,
meskipun hukum tetap menemukan tempat di sekolah-sekolah. Yang
dikembangkan adalah perspektif fungsionalis hukum dalam karya Talcott
(1902-1979)7.

Parsons

Parsons

menekankan

peran

hukum

sebagai


mekanisme kontrol integrasi sosial. Sistem hukum dipandang sebagai
relatif

otonomi

terhadap

lembaga-lembaga

masyarakat

lainnya,

khususnya dunia politik, ekonomi, dan sistem nilai. Dalam hal fungsi
integratif hukum itu, para penegak hukum mempunyai kedudukan penting
karena

perannya


dalam

mediasi

antara

teknis-teknis

hukum

dan

kebutuhan masyarakat sehari-hari untuk mendapatkan keadilan.
Seperti kritik para sarjana atas teori fungsionalis, teori-teori hukum
yang berbeda diperkenalkan dalam sosiologi dari tahun 1960-an dan
seterusnya. Kebanyakan yang berbeda adalah visi hukum sebagai alat
atau instrumen kekuasaan yang jauh dari rasa keadilan dan hanya
melayani

kepentingan


ekonomi

atau

politik

yang

kuat.

Perspektif

instrumentalis hukum menggema melalui filosofi Karl Marx (1818-1883),
meskipun sebagian besar Marx menolak studi hukum dalam mendukung
konsentrasi pada organisasi ekonomi masyarakat.
Teori hukum Neo-Marxis memimpin pengembangan teori-teori
penting lain dari hukum di paruh kedua abad XX. Teori kritis atas kondisi
hukum dan lembaga sosial lain di luar sebuah studi analitis belaka, tetapi
7 “The University and the Applied Professions: The Professional Schools”. Reprinted by

permission of the publisher from The American University by Talcott Parsons and Gerald M.
Platt, pp. 99, 225-66, Cambridge, Mass: Harvard University Press, Copyright © 1975 by the
President and Fellows of Harvard College.
4

mereka berbeda dalam dasar dan konsekuensi dari kritik masing-masing.
Beberapa

teori

penting

berpegang

pada

posisi

Marxis


mengenai

sentralitas ekonomi, sedangkan yang lain memperluas fokus mereka
untuk

merenungkan

pentingnya

ras,

gender,

dan

garis

lain

dari

pembagian sosial selain kelas. Pluralitas diasumsikan sebagai perpecahan
masyarakat

yang

telah

menyebabkan

beberapa

sosiolog

untuk

mengadopsi sikap postmodern, meninggalkan visi teoritis menyeluruh
pemersatu dalam mendukung banyaknya kekacauan, perpecahan dan
fraksi. Selain itu, beberapa teori kritis menyatakan bahwa transformasi
radikal dari masyarakat diperlukan untuk perbaikan sosial. Sedang
pendukung lain dari teori hukum kritis lebih reformis daripada orientasi
normatif mereka.
Popularitas perspektif kritis paling penting adalah dalam sosiologi
hukum kontemporer dari pendekatan tegas ilmiah dari sarjana Amerika
Donald Black. Sejak awal tahun 1970 dan meningkat pada tahun 1990-an,
Black8

telah

mengembangkan

teori

hukum

yang

sistematis

yang

merumuskan proposisi pada kuantitas dan kualitas hukum sebagai fungsi
dari karakteristik struktural tertentu dari masyarakat. Menolak setiap
pendirian

normatif

dan

prasangka

psikologis.

Teori

hukum

Black

merupakan bagian dari proyeksi sosiologi murni yang lebih luas yang
berupaya menekan variasi dalam semua aspek realitas sosial tanpa
menggunakan motif, tujuan, atau faktor subjektif lainnya.
Serupa

dengan

luasnya

teori

Black,

sosiolog

Jerman

Niklas

Luhmann (1927-1998), mengambil pendekatan yang sebanding dalam
8 Black, Donald. The Behavior of Law. New York: Academic Press. 1976.
5

sosiologi modern. Awalnya dipengaruhi oleh teori-teori Parsons, Luhmann
datang untuk mengembangkan perspektif sistem-teori hukum baru, yang
berpendapat bahwa sistem hukum dicirikan oleh

autopoiesis atau

operasional terbatas, dalam kata lain, fungsi hukum independen dari
lembaga-lembaga sosial lainnya berdasarkan kode hukum, halal haram
versus moralitas dan keadilan, yang paling penting, dalam pandangan
Luhmann bahwa hukum tidak bersifat konstitutif.
Teori sosiologi hukum saat ini lebih beragam daripada sebelumnya.
Sangat berpengaruh dan telah ternjadi perkawinan silang antara teori
sosiologi hukum dengan teori-teori dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora
lainnya. Yang paling berbeda dalam hal ini adalah adanya popularitas
gerakan hukum dan masyarakat, sebuah perspektif yang meninggalkan
landasan teoritis studi hukum dalam setiap disiplin tertentu dalam
mendukung orientasi interdisipliner yang selektif daripada pluralitas
tradisi intelektual.
Pada saat yang sama, bagaimanapun perkembangan teoritis dalam
sosiologi hukum kadang-kadang juga mengimpor karya orientasi disiplin
lain untuk lebih memahami sosiologi hukum. Kontribusi dari filsuf Michel
Foucault Perancis (1926-1984), dan teori dari sosialis Jerman Jürgen
Habermas, berdiri di antara pengaruh-pengaruh intelektual sosiolog
hukum yang telah berbuah dan bergabung dalam cara berteori dan
penelitian. Meskipun pendekatan interdisipliner gerakan hukum dan
masyarakat semakin populer, sosiologi hukum saat ini lebih terorganisir
dari sebelumnya dalam hal institusional dan profesionalisme. Dengan

6

demikian dapat diharapkan munculnya teori-teori sosiologi hukum untuk
terus mendapatkan posisi dalam konstelasi yang lebih luas dari teori ilmuilmu sosial lainnya.
B. PERMASALAHAN:

Hukum

Mempengaruhi

atau

Dipengaruhi

Faktor Sosial?
Dari pengantar Mathieu Deflem tersebut memberikan gambaran,
bahwa teori-teori sosiologi hukum telah berhasil menjelaskan mengenai
adanya hubungan antara hukum dengan faktor-faktor sosial lainnya.
Untuk

memahami

hukum

dan

agar

hukum

dapat

bekerja

dalam

masyarakat, tidak mungkin mengkaji hukum secara mandiri atau tertutup,
melainkan harus secara interdisipliner atau bahkan multidisipliner.
Sebagai persoalan adalah, bahwa dalam hubungannya dengan
faktor-faktor sosial itu, apakah hukum itu sendiri merupakan faktor
dependen

ataukah

mempengaruhi

independen?

faktor-faktor

sosial

Sejauhmanakah
lainnya,

ataukah

hukum
hukum

dapat
dapat

menerima pengaruh-pengaruh nilai sosial lain itu? Ataukah, boleh jadi
hukum itu mengatasi faktor-faktor sosial yang lain untuk kemudian
mengitegrasikannya?
C. PEMBAHASAN: Hukum sebagai Mekanisme Integrasi Sosial
Menurut Talcott Parsons
Dalam esai yang paling terkenal untuk merinci tentang karakteristik
dan
fungsi hukum, Parsons menegaskan bahwa, "hukum harus diperlakukan

7

sebagai mekanisme umum dari kontrol sosial". Ini berarti bahwa, fungsi
hukum terhadap warga masyarakat adalah untuk: (1) mengatur interaksi
mereka dan, (2) mendefinisikan situasi sosial mereka. Kedua proses
hukum sebagai pengatur sosial kontrol dan interpretasi (dalam pengertian
sosiologis) yang lebih besar, menandakan bahwa "Fungsi utama dari
sistem hukum bersifat integratif". Selanjutnya, fungsi integratif hukum itu
ditemukan

di

lembaga-lembaga

yang

terkait

dengan

perusahaan

manajemen, terutama pada pengadilan oleh aparat penegak hukum. 9
1. Hukum di Pengadilan10
Parsons menjelaskan bahwa fokus dari komunitas kemasyarakatan
adalah pada sistem hukum, dan bahwa fokus dari sistem hukum akan
ditemukan

di

pengadilan.

Sebagaimana

kesimpulannya

mengenai

Masyarakat Amerika bahwa, "inti dari sistem hukum sebagai struktur
kelembagaan terletak pada sistem peradilan". Parsons bertitik-titik tolak
pada analisis lokus dari pengadilan sebagai pusat dari masyarakat sosial.
Mengambil perspektif yang sedikit berbeda, kita melihat bahwa Parsons
menempatkan hukum di pengadilan merupakan tempat yang signifikan
dalam struktur sosial masyarakat Amerika; mereka tersebar di sepanjang
ruang "interstisial", dan zona interpenetrasi, yang membentang dari inti
komunitas

masyarakat,

dan

terintegrasi

ke

dalam

pemerintahan.

Pengadilan di AS tersebar di hamparan sosial yang luas ini: pertama,
berbeda dengan orang-orang Benua Eropa yang lebih terpusat dan
9 “The Law and Social Control.” Pp. 56-72 in Law and Sociology: Exploratory Essays,
ed. W. M. Evan. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1962).
10 “A Sociologist Looks at the Legal Profession.” Pp. 370-85 in Essays in Sociological
Theory, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press (1954).
8

hirarkis dari tingkat federal negara bagian, dan lokal, dan kedua,
"sebagian resmi dan berwibawa tidak terpengaruh politik, maupun
perorangan, dan yang menembus ke dalam sektor-sektor informal
struktur komunitas [masyarakat] pada titik-titik yang berbeda".
Pengadilan di AS dapat membatasi diri dari sistem internal
pemerintahan itu adalah hasil dari, seperti telah kita bahas, pengadilan
Amerika telah lama memiliki independensi dari eksekutif dan legislatif.
Selain kepemimpinan Hakim Agung Marshall yang kuat di Mahkamah
Agung Amerika Serikat yang baru dibentuk, alasan lain yang utama
adalah adanya otonomi Pengadilan dari politik yang berasal dari sejarah
oleh para perumus Konstitusi, dengan penerapan pemisahan kekuasaan,
ketentuan minimal dibuat untuk cabang yudisial, yang menyatakan bahwa
Mahkamah Agung harus dibentuk, dan bahwa pengangkatan Hakim harus
dicalonkan oleh Presiden dan disetujui oleh Senat. Mereka bahkan tidak
menentukan berapa banyak hakim harus ada. Ketentuan ini juga
digunakan untuk membangun seluruh sistem pengadilan banding dan
pengadilan bawahan (Selain Mahkamah Agung, juga termasuk, di tingkat
federal, pengadilan distrik dan pengadilan banding AS) memiliki otonomi
yang terlepas dari kontrol pemerintah.
Namun yang penting untuk dikenali adalah bahwa pengadilan
merupakan mesin "kelembagaan untuk penyelesaian perselisihan dan
konflik kepentingan yang tak terhitung banyaknya yang muncul dalam
Masyarakat Amerika", mengingat bahwa hal itu dimungkinkan karena
warganya memiliki kemerdekaan yang besar dan relatif longgar dari

9

kontrol

eksekutif.

Menyelesaikan

perselisihan

dan

konflik

dapat

mengurangi sebagian besar proses regulasi hukum, baik di sidang
pengadilan tingkat pertama maupun di tingkat banding. Tetapi dalam
sistem hukum untuk mengatur interaksi sosial secara determinan, Parsons
menunjukkan bahwa ada empat masalah utama yang pertama kali harus
diselesaikan,

yaitu

masalah

legitimasi,

interpretasi,

sanksi,

dan

yurisdiksi11, dua diantaranya langsung melibatkan proses penyesuaian
integratif melalui pembentukan dan penerapan hukum di pengadilan,
yaitu mengenai dasar Legitimasi dan batasan-batasan Interpretasi Hakim.
2. Legitimasi12
Masalah pertama dalam peraturan hukum adalah menyangkut
dasar

legitimasi,

atau pembenaran sistem hukum. Dasar legitimasi, sebagaimana telah
ditunjukkan

Weber

dalam

konsep

formal

rasionalitas,

melibatkan

penggunaan lembaga yang berwenang dan prosedur yang benar. Dalam
hal

prosedur

pembentukan

dan

penerapan

hukum

di

pengadilan

"kekhawatiran yang sebenarnya adalah dalam proses memutus itu
sendiri" dan lembaga yang memutuskan adalah juri, hakim, atau panel
hakim. Prosedural lembaga seperti pengadilan sangat menonjol dalam
"asosiasi" struktur sosial dari pihak-pihak berkepentingan dan tipikal
sosial masyarakat Amerika. Komunitas masyarakat di AS menyediakan

11 “Jurisdiction.” Pp. 258-66. In Structure and Process in Modern Societies, by Talcott
Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1960).
12 “The Distribution of Power in American Society.” Chapter VI in Structure and
Process in Modern Societies, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe
(1960).
10

kerangka kerja, melalui berbagai pembentukan hukum oleh pengadilan, di
mana partai mengeluhkan hak-hak mereka yang harus kooperatif untuk
menyesuaikan kepentingan mereka dengan hukum tersebut.
Dengan cara ini, sistem hukum diimplementasikan oleh pengadilan
melalui prosedural dan praktek, yang mampu mengatur interaksi warga
dengan konflik kepentingan anggota partai. "Inilah cara yang 'beradab'
untuk menghadapi konflik kepentingan”. Parsons menjelaskan bahwa
penekanan pada proses prosedural penting untuk integrasi sistem, karena
tanpa prosedur yang benar dalam sistem sosial yang sangat kompleks
hanya akan "memecah ke dalam kekacauan". Tapi di belakang prosedur
resmi terletak lebih dalam serangkaian pertanyaan mengenai "dasar
legitimasi" yang dapat diartikulasikan sebagai: Mengapa individu harus
menyesuaikan dengan aturan hukum? Dengan kata lain, adalah apakah
sumber yang lebih tinggi yang menuntut hak dan kewajiban?
Dalam kasus masyarakat Amerika modern, sumber tertinggi itu
terdapat dalam suatu "tatanan moral sekuler" yang secara fungsional
setara dengan agama. Tatanan moral sekuler ditemukan dalam sistem
yang dijamin oleh konsepsi yang luas dari apa yang "benar" dan juga apa
yang "salah," terutama sebagai penjelmaan hak hukum dan kewajiban
individu.13 Pengadilan

dalam membentuk dan menerapkan

hukum,

ditetapkan sebagai lembaga prosedural, sehingga memperoleh otoritas
untuk memutuskan kasus sebagai sebuah output dari sistem yang dijamin
oleh negara. Oleh karena itu, sebagai salah satu bentuk kelembagaan
13 “Review of James Willard Hurst, Law and Social Process in U.S. History,” Journal of
the History of Ideas 23: 558-64 (1962). Reprinted by permission of the University of
Pennsylvania Press.
11

dasar dari sebuah sistem hukum, maka semua pihak untuk wajib
menerima keputusan pengadilan, bahkan jika itu bertentangan dengan
kepentingan mereka sendiri.14
Kedudukan politik yang kuat dari pengadilan berasal dari kenyataan
bahwa, dalam demokrasi konstitusional seperti Amerika Serikat, dasar
utama legitimasi terletak dalam konstitusi, terutama dengan komitmen
nilainya yang universal. Dari sudut pandang ini, kemudian, hukum
merupakan "fokus pusat "dari hubungan antara kekuasaan yudisial dan
negara tersebut. Selanjutnya, jika kita menerima pandangan bahwa
sebuah sistem hukum ditetapkan "berlabuh" di komunitas masyarakat,
maka legitimasi dari sistem pengadilan merupakan aspek penilaian
integrasi.
3. Interpretasi15
Masalah kedua hukum sebagai integrasi sosial, adalah mengenai
interpretasi. Hal ini berkaitan dengan keberadaan aturan hukum sebagai
‘pedoman tindakan individu', dalam situasi tertentu dan dalam peran
tertentu. Disini, hukum dirumuskan secara umum, meskipun pada
kenyataannya tidak dapat melingkupi semua keadaan dan kondisi
tertentu individu. Atau mungkin ada dua atau lebih undang-undang, yang
implikasinya bagi seorang individu adalah, pada saat yang bersamaan,
bertentangan. Pertanyaan operatif dalam hal ini adalah: Manakah hukum
14 “Review of Roberto Mangabeira Unger, Law in Modern Society,” Law & Society
Review 12(1): 145-49 (1977). Reprinted by permission of Wiley-Blackwell Publishing Ltd.
15 “Law and Sociology: A Promising Courtship?” Pp. 47-54 in The Path of the Law From
1967, ed. A. E. Sutherland. Cambridge, Mass.: Harvard Law School, Harvard University
Press (1968). Copyright © The President and Fellows of Harvard College.
12

yang berlaku dan dalam derajat apa dan dalam hal apa? Mana yang lebih
khusus, apakah kewajiban individu dalam situasi tertentu atau hak-hak
mereka berdasarkan hukum? Dengan demikian, aspek peraturan terfokus
pada penafsiran hukum, yang menyangkut integritas sistem aturan itu
sendiri, terutama posisi dari proses pengujian di pengadilan. Seperti kasus
yang

dibawa

kepada

mereka

untuk

dilakukan

ajudikasi,

dimana

pengadilan langsung memproses mencapai keputusan, dalam diskursus
ini pengadilan tidak hanya menetapkan hak dan kewajiban pemohon
individu, pengadilan diberikan otoritatif untuk interpretasi aturan hukum
itu sendiri. Parsons menganggap otoritatif interpretasi pengadilan menjadi
"fungsi peradilan pusat."
Kita dapat mengatakan bahwa Parsons memberikan fungsi utama
dari
pengadilan adalah untuk menafsirkan makna, untuk mendefinisikan
situasi, untuk kasus-kasus yang datang kepada mereka untuk diajudikasi.
Hal ini dilakukan agar pihak berperkara "lebih tahu apa hak dan kewajiban
mereka dan apa konsekuensi dari alternatif tindakan untuk diri mereka
sendiri dan bagi orang lain dan dengan siapa mereka mesti waspada".
Selanjutnya, pengadilan-pengadilan di AS, bergantung pada tradisi
common law dari prinsip stare decisis (preseden), yaitu generalisasi dari
kasus-kasus tertentu ke seluruh kelas individu atau kolektivitas yang
berada

di

situasi

yang

sama

dan

memiliki

kepentingan

sejenis.

Interpretasi hukum berfungsi sebagai "lembaga penilai situasi" dan
dengan demikian, "terutama dalam fungsinya yang integratif".

13

Dalam masyarakat Amerika, khususnya, fungsi interpretasi yudisial,
atau ajudikasi, telah menjadi sangat menonjol dan penting karena:
pertama, difokuskan pada latar belakang Konstitusi tertulis; kedua
beroperasi dalam struktur pemerintah federal; dan ketiga, sebagai
perwujudan pelembagaan sistem pemisahan kekuasaan dalam tiga
"cabang" (Trias Politika). Pada semua tingkatan ini, doktrin hukum harus
dengan

benar

ditafsirkan

oleh

pengadilan.

Pengadilan

AS

harus

menyelesaikan kasus ---untuk menentukan hak dan kewajiban masyarakat
dalam hubungan sosial--- dalam konteks nilai terpenting dari aktivitasnya.
Oleh karena komitmen nilai bersama ini terlalu umum panduannya
dikaitkan dengan situasi tertentu, ia meninggalkan masalah tindakan
konkret yang belum ditentukan, sampai dibawa ke pengadilan. Pengadilan
berfungsi "untuk 'mendefinisikan situasi' untuk tindakan lebih konkret dari
prinsip-prinsip nilai yang umum tersebut". Inilah yang dimaksudkan
Parsons ketika ia berbicara tentang keharusan dari sistem hukum sebagai
"spesifikasi penerapan aturan norma-norma yang lebih tinggi/umum untuk
dapat memandu tindakan dari masyarakat tingkat bawah

dengan

mendefinisikan situasi bagi mereka".
D.KESIMPULAN: Putusan Pengadilan sebagai Mekanisme Integrasi
Sosial
Dengan demikian, hukum yang terbentuk dan diterapkan secara
konsisten melalui putusan-putusan Pengadilan di Negara-negara common
law, khususnya Amarika Serikat, telah mampu mengintegrasikan berbagai
faktor sosial dalam masyarakat. Utamanya menjembatani kepentingan-

14

kepentingan elit politik dan individu-individu dengan menetapkan hak dan
kewajiban berdasarkan kasus-kasus yang terjadi.
Dimungkinkannya fungsi hukum sebagai mekanisme kontrol sosial,
utamanya melalui peradilan tersebut, dikarenakan adanya 2 hal sebagai
berikut:
1. Legitimasi

yang

kuat

didalam

konstitusi

sebagai

perwujudan

kekuasaan yudisial dalam prinsip demokratis Trias Politika;
2. Sebagai pemegang hak Interpretasi penerapan norma-norma abstrak
ke dalam kasus-kasus konkrit berdasarkan prinsip preseden.
Disamping itu juga, adanya hak menjatuhkan sanksi dan yurisdiksi yang
tegas dalam sistem hukum, menjadikan hukum berwibawa. Sehingga
selain dapat memposisikan dirinya secara independen, hukum yang
dijelmakan dalam lembaga peradilan dapat berperan secara mekanis
untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan sosial.

Daftar Pustaka:
Black, Donald. The Behavior of Law. New York: Academic Press. 1976.
Deflem, Mathieu. Sociology of Law: Visions of a Scholarly Tradition. First
Published. United Kingdom. Cambridge University Press. 2008.
------------. "Sociological Theories of Law." Pp. 1410-1413 in Encyclopedia of
Law and Society: American and Global Perspectives, edited by
David S. Clark. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. 2007.
Durkheim, Émile. The Division of Labor in Society. New York: The Free
Press. 1984.
Gurvitch, Georges. (2001). Sociology of Law. New Brunswick, NJ:
Transaction (orig. 1947).
Parsons, Talcott. “The Law and Social Control.” Pp. 56-72 in Law and
Sociology: Exploratory Essays, ed. W. M. Evan. Glencoe, Ill.: The
Free Press of Glencoe (1962).

15

-----------.“A Sociologist Looks at the Legal Profession.” Pp. 370-85 in Essays
in Sociological Theory, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free
Press (1954).
-----------.“Jurisdiction.” Pp. 258-66. In Structure and Process in Modern
Societies, by Talcott Parsons. Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe
(1960).
------------.“The Distribution of Power in American Society.” Chapter VI in
Structure and Process in Modern Societies, by Talcott Parsons.
Glencoe, Ill.: The Free Press of Glencoe (1960).
-------------.“Review of James Willard Hurst, Law and Social Process in U.S.
History,” Journal of the History of Ideas 23: 558-64 (1962).
Reprinted by permission of the University of Pennsylvania Press.
------------.“Review of Roberto Mangabeira Unger, Law in Modern Society,”
Law & Society Review 12(1): 145-49. Wiley-Blackwell Publishing Ltd.
1977.
------------.“Law and Sociology: A Promising Courtship?” Pp. 47-54 in The
Path of the Law From 1967, ed. A. E. Sutherland. Cambridge, Mass.:
Harvard Law School, Harvard University Press (1968).
Timasheff, Nicholas S. (2002). An Introduction to the Sociology of Law.
New Brunswick, NJ: Transaction (orig. 1939).
Weber, Max. Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology.
Ed. G. Roth and C. Wittich. Berkeley. CA: University of California
Press. 1954.
------------. On Law in Economy and Society, edited by Max Rheinstein. New
York: Simon and Schuster (orig. 1922). (1954).

16