gambaran religiusitas dengan perilaku me

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Pada zaman modern seperti sekarang ini dimana teknologi sudah berkembang
dengan pesat dan canggih, memberikan kemudahan untuk umat manusia dalam
mengakses informasi dan komunikasi. Dengan adanya internet manusia dapat
mengakses apa saja dengan mudah. Internet dapat di manfaatkan baik untuk
mencari informasi, belajar, dan sebagai alat berkomunikasi dengan banyak orang
dan di berbagai negara. Seperti yang di katakan West dan Turner (2008) bahwa
internet telah meningkatkan masyarakat dalam cara-cara yang berbeda seperti
internet memiliki potensi untuk meningkatkan beberapa indera, termasuk
penglihatan dan pendengaran. kemudian keberadaan internet telah meningkatkan
aksebilitas informasi. Misalnya, kita sekarang dapat mendapatkan catatan
kelahiran, jumlah tagihan kartu kredit dan informasi mengenai orang yang hilang
melalui internet. Selain itu internet dapat meningkatkan pembagian ketika terlalu
banyak batasan ada pada sebuah medium, memberikan semua orang kemudahan
untuk mencari hiburan.
Saat ini internet sudah dapat di akses oleh seluruh kalangan mulai dari anakanak hingga orang dewasa, wanita maupun pria. Terlebih internet bisa

dimanfaatkan dimana saja dan kapan saja. Internet bisa di manfaatkan oleh siapa
saja baik orang dewasa, remaja dan tidak terkecuali anak-anak, sangatlah mudah
untuk mendapatkan akses internet (Furqon,2009). Pendapat tersebut di perkuat
dengan adanya penelitian dari Yuliana (2000) mengenai penggunaan internet
diseluruh dunia berkisar 200 juta orang, 67 juta diantaranya berada di Amerika
Serikat, sedangkan penggunaan dan pemanfaatan internet di Indonesia berlipat
dua kali setiap 100 hari. Menurut hasil penelitian Yuliana mengatakan bahwa
penggunaan internet di Indonesia sekitar 70% berusia 20 tahun, sekitar 25% usia
30-42 sisanya usia diatas itu. Begitu banyak kemudahan yang di berikan di dalam
1

2

internet untuk semua orang. Di karenakan begitu banyaknya kemudahan yang di
berikan serta manfaat yang luar biasa positif untuk semua orang bukan berarti
tidak ada dampak buruk atau negatif dari internet.
Menurut data penelitian mengenai banyak waktu penggunaan internet yang
dilakukan oleh Noviyarto (2010) berdasarkan waktu akses internet yang di teliti
sepanjang waktu, pagi-malam antara pukul 08.00-20.00, malam antara pukul 2024.00, tengah malam-pagi antara pukul 24.00-05.00 menyatakan bahwa hasil
penelitian dengan prosentasi tertinggi 45% adalah waktu pagi-malam. Menurut

Noviyarto, warga DKI Jakarta dalam sehari dapat mengakses internet selama 3-6
jam/ hari dengan prosentase 31%, sedangkan lama mengakses internet lebih dari
12 jam memiliki prosentase rendah sebanyak 7%.
Internet juga membuat masyarakat dapat dengan mudah mengakses hal-hal
mengenai pornografi, konten-konten yang mencantumkan kekejaman dan
kesadisan tanpa adanya sensor, penipuan melalui internet dan masih banyak lagi.
Pornografi bukanlah hal baru lagi dalam internet, dengan adanya kemudahan yang
di berikan internet konten-konten pornografi dapat di akses dengan mudah dan
tanpa adanya sensor seperti yang dikatakan oleh Rahmania di dalam penelitiannya
(2010). Tidak sedikit orang mencantumkan dan memasukkan konten-konten
pornografi dalam internet. Baik itu berupa gambar-gambar wanita telanjang,
suara, film, video, animasi bergerak, dan lain-lain yang dapat di akses oleh orang
dewasa. Hasil survei juga menunjukan bahwa 50% akses internet digunakan
untuk menjelajahi situs-situs porno (Rachmawati dkk, 2002). Menurut Andini
(2009) fasilitas internet seperti ini sangat di minati oleh sebagian besar kalangan
pria dewasa awal.
Soebagijo (2007) mengungkapkan bahwa jumlah situs porno meningkat pesat
dari 22.100 pada 1997 menjadi 280.300 pada tahun 2000. Data ini setidaknya
dalam kurun tiga tahun terakhir telah melonjak 10 kali lipat. Hasil survey menurut
Musthofa dan Winarti (2010) menyatakan bahwa alasan mereka menyaksikan

pornografi karena iseng (27%), terbawa teman (10%), takut di olok-olok teman
(4%).

3

Bahkan

dari hasil data tren pencarian kata kunci pada mesin pencari di

internet menyajikan fakta bahwa kata kunci seperti ‘porn’, ‘sex’, atau ‘xxx’
memang mendapat peringkat yang cukup tinggi dan Indonesia masuk kedalam
urutan ke 7 sebagai negara yang paling sering menggunakan kata kunci ‘sex’
dalam mengakses interntet (Sulianta, 2010). Menurut Sulianta, orang dewasa
termasuk laki-laki dewsa juga mengakses pornografi yang dapat mereka lakukan
dimana saja asal terkoneksi ke internet. Fakta menunjukkan bahwa didapati 40
juta orang dewasa di Amerika mengakses website pornografi secara reguler dan
laki-laki dewasa yang mengakses pornografi di tempat kerjanya sebanyak 20%.
Menurut Sukma dalam bukunya yang berjudul menguak identitas barumu
(2005) mengatakan bahwa ada banyak dampak negatif yang disebabkan dari
menonton film atau membaca buku yang bernuansa pornografi, yaitu adalah film

atau buku bernuansa porno dapat merusak mental dan pribadi seseorang apa lagi
terhadap pria dewasa. Menurutnya bila seorang apa lagi seorang laki-laki dewasa
sering mengakses hal-hal tentang pornografi lama kelamaan akan muncul
perasaan ingin mencobanya. Selain itu dampak buruk lainnya dari pornografi
adalah menyebabkan individu terutama untuk laki-laki dewasa menyalahkan
keuangan mereka. Bila pornografi sudah memenuhi memori seorang laki-laki
dewasa, Laki-laki tersebut akan menyalah gunakan keuangannya hanya untuk
membeli atau menyewa hal-hal yang berbau porno. Berikutnya adalah
menyebabkan konsentrasi belajar atau bekerja akan terganggu. Saat belajar atau
bekerja kita membutuhkan kerja keras dan konsentrasi yang konsisten. Bagaimana
bisa seorang laki-laki dewasa dapat konsentrasi dalam perkerjaan bila pikiran dan
minatnya hanya tertuju pada masalah pornografi. Otak seseorang yang sudah
dipenuhi oleh pornografi akan sulit berbuat kreatif dan inovatif. Selain itu dampak
buruk yang di akibatkan oleh pornografi yang terakhir adalah terlibat pergaulan
yang buruk. Menurutnya pergaulan sosial seseorang akan menjadi tidak sehat
karena pornografi.
Selain itu menurut Struthers (2011) pornografi dapat merusak moral seorang
laki-laki yang terus menerus mengkonsumsi konten-konten porno. Laki-laki yang
biasa mengkonsumsi konten pornografi dapat membuat mereka berfantasi tentang


4

seks sepanjang hari, setiap wanita yang ia lihat akan terlihat seperti lensa
pornogafi. Pada laki-laki terdapat beberapa bahan kimia penting dalam gairah
seksual dan respon saat mereka mengkonsumsi konten pornografi, yang pertama
testoteron yang merupakan hormon laki-laki yang mendorong minat seksual.
Testoteron tampaknya menjadi kemungkinan dari adanya dorongan seks dan di
produksi oleh otak. Kemudian yang kedua adalah dopamin, dimana dopamin
menjadi neurotransmitter yang membuat seorang laki-laki menjadi kecanduan dan
menimbulkan rasa menyenangkan. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa
dopamin mengarahkan seseorang untuk segera memuaskan atau melampiaskan
hasrat seksualnya ketika mereka melihat pornografi.
Pendapat Struthers tentang pornografi sejalan dengan pendapat yang di
kemukakan oleh Haryatmoko (2007) yang mengatakan bahwa pornografi di
anggap dapat memicu dan menimbulkan rangsangan seksual sehingga akan
mendorong perilaku yang membahayakan atau merugikan orang lain dan dirinya
sendiri. Keingina laki-laki dewasa untuk menonton film atau melihat hal-hal
berbau pornografi biasanya di karenakan adanya dorongan hasrat biologis
seseorang seperti hormon. Setelah seorang laki-laki dewasa menonton video dan
film-film porno, individu tersebut akan terdorong untuk melakukan tindakantindakan seksual yang menyimpang. Mulai dari mastrubasi, seks bebas, seks

sejenis (homoseks) hingga melakukan tindakan kriminal (Hasan dan Nasma,
2005). Tentu saja tindakan seperti ini selain melanggar norma dan moral, juga
melanggar aturan agama.
Sejak abad ke tujuh masehi, agama islam telah melarang pornografi karena
menurut islam amat jelas kemadharatannya, karena pornografi mengandung unsur
ketelanjangan atau memperlihatkan aurat dari bagian tubuh yang tidak seharusnya
perlihatkan. Pornografi dikatan dapat memicu meningkatnya hasrat seksual lakilaki dewasa. Dalam agama islam hal-hal mengenai seks tidak pernah dibahas
khusus untuk kesenangan belaka. Seks selalu berkaitan dengan kehidupan untuk
mereka yang sudah berkeluarga. Karena dalam agama seks merupakan ibadah
untuk mereka yang sudah menikah (Athar,2004).

5

Pornografi di larang agama karena kekuatan imajinasi seks yang
menggunakan media atau tidak pada dasarnya, pada hakikatnya sama yaitu dapat
menyebabkan individu terangsang secara seksual. Sedangkan segala pemuasan
syahwat tanpa melalui perkawinan yang sah di larang agama. (Faoziyah,2010).
Karena pornografi dapat merusak akhlak seseorang maka oleh sebab itu agama
sangat melarang keras umatnya mengkonsumsi hal-hal seperti ini. Dalam agama
islam pornografi sangatlah dilarang.

Berdasarkan dengan ayat tersebut sudah jelas bahwa pornografi dilarang
karena pornografi mengandung unsur ketelanjangan dan memperlihatkan aurat
yang seharusnya tidak boleh kita lihat. Agama islam melarang seseorang untuk
melihat aurat lawan jenisnya yang bukan pasangan hidupnya melalui pernikahan.
Ini semua dikarenakan dapat menimbulkan syahwat, dan menyebabkan seorang
laki-laki ingin menyalurkan syahwatnya, hal seperti ini dikatakan mendekati zina.
Oleh sebab itu dalam ayat tersebut menegaskan untuk setiap individu dan di
khususkan untuk laki-laki dewasa agar mampu mengendalikan dirinya termasuk
dalam hal menjaga dorongan seksual dan meningkatkan religiusitas dalam diri
(Agustina dan Hafiza, 2013).
Sebagai sikap batin, religiusitas tidak dapat dilihat secara langsung namun
bisa tampak dari implementasi perilaku religiusitas itu sendiri. Laki-laki yang
religius biasanya takut akan dosa dan lebih mendekatkan diri pada tuhan. Seperti
hasil penelitian yang dilakukan oleh Andisti dan Ritandiyono (2008) menyatakan
bahwa koefisien korelasi yang diperoleh sebesar r = -0,378 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,007 (p < 0,01) yang berarti adanya signifikan antara tingkat
religius seseorang terhadap perilakunya dalam hal-hal berbau pornografi terutama
seks bebas. Menurutnya semakin tinggi religiusitas makan akan semakin rendah
perilakunya dalam melakukan hal-hal yang di larang agama seperti seks bebas
dan mengakses pornografi..

Dengan adanya religiusitas membuat seorang laki-laki untuk memilih
seberapa kokohnya keyakinan yang ia miliki untuk tetap teguh pada tuhan terlebih
pada pelaksanaan ibadah dan kaidah dan pengahayatan atas agama yang dianut
dalam setiap perbuatan dan tindakannya (Nashori,2002).

6

Agama mengatur segala gerak-gerik manusia di bumi. Dengan adanya aturan
agama membuat laki-laki terutama dalam konteks mengakses pornografi
menimbulkan dilema dalam hatinya untuk memilih mengikuti hawa nafsu atau
tetap berpegang teguh pada agama. Laki-laki yang cenderung mengikuti hawa
nafsunya dengan tetap menonoton tontonan pornografi biasanya memiliki tingkat
religiusitas yang rendah dan tidak menghayati agamanya dengan baik sehingga
dapat saja perilakunya tidak sesuai dengan ajaran agama (Andisti dan
Ritandiyono,2008).
Laki-laki yang mementingkan hawa nafsunya dalam konteks menonton film
porno dikatakan memiliki religiusitas yang rapuh, teori ini di perkuat menurut
Kapinus dan Gorman (2004) bahwa laki-laki yang memiliki religiusitas yang
rapuh, dengan mudah dapat di tembus oleh daya atau kekuatan yang ada pada
hasrat seksualnya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat religiusitas yang

tinggi akan memandang agamanya sebagai tujuan utama hidupnya, sehingga ia
berusaha menginternalisasikan ajaran agamanya dalam setiap tindakannya dan
hawa nafsunya sehingga memiliki perasaan takut, cemas dan bersalah bahkan
berdosa untuk mengikuti hawa nafsunya dalam menonton atau melihat hal-hal
berbau pornografi (Andisti dan Ritandiyono,2008).
Pada tingkat religiusitas, bukan peraturan atau hukum yang bicara, akan tetapi
keikhlasan, kesukarelaan, kepasrahan diri kepada tuhan (Pratiwi, 2009). Hasil
penelitian pada 79 mahasiswa di UNWAMA Yogyakarta tahun 2004 pada
mahasiswa laki-laki yang sudah dewasa kisaran usia 21 tahun ke atas
menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat religiusitas adanya
hubungan positif antara tingkat religiusitas dengan pengendalian dorongan
seksual. Semakin tinggi tingkat religiusitas maka pengendalian dorongan
seksualnya juga semakin tinggi (Shanti, 2004).
Laki-laki dewasa yang dikatakan religius yaitu laki-laki dewasa yang
melakukan praktek agama dengan baik, yang tujuannya adalah semata-mata untuk
menyembah tuhan

dan menjadikan imannya semakin kokoh, serta dapat

meluruskan tingkah lakunya. Religiusitas di tunjukkan melalui ibadah keagamaan,

seperti menjalankan nilai-nilai agama dan menghindari perilaku-perilaku yang di

7

larang oleh ajaran agamanya. Perilaku yang di atur oleh tuntutan agama akan
mengarahkan seseorang dalam mengandilikan dirinya (Khairunnisa,2013).
Hal ini menarik untuk diteliti mengingat religiusitas merupakan susunan
paling atas dalam tingkat kehidupan manusia dan juga religiusitas merupakan
pusat perasaan dan perilaku seseorang berasal terlebih untuk seorang laki-laki
dewasa. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diteliti adalah apakah
terdapat gambaran religiusitas pada laki-laki dewasa awal dengan kecenderungan
mengakses pornografi. Masalah-masalah yang akan di bahas seputar mengenai
seberapa besar pengaruhnya pornografi terhadap laki-laki dewasa sekitar usia 2030 tahun terlebih untuk mereka yang memiliki religiusitas yang tinggi. Selain itu
untuk melihat adakah hubungan antara pornografi dengan religiusitas yang di anut
seorang laki-laki dewasa. Juga untuk melihat adakah kecemasan dan ketakutan
pada tuhan yang timbul pada laki-laki dewasa awal yang memiliki religiusitas
yang tinggi dan rendah pada saat ingin menonton atau sesudah melihat hal-hal
berbau pornografi. Seberapa besar keyakinan dan keimanan mereka terhadap
tuhan untuk memilih antara syahwat dan ajaran agama. Selain itu melihat adakah
perbedaan kecenderungan mengakses situs porno antara mereka laki-laki yang

religiusitasnya tinggi dan laki-laki yang memiliki religiusitas yang rapuh.

8

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat gambaran
religiusitas pada laki-laki dengan keccenderungan mengakses pornografi. Juga
bertujuan untuk melihat adakah hubungan antara religiusitas pada laki-laki dewasa
awal dalam kecenderungan mengakses pornografi.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang di peroleh dari penelitian ini dapat dibedakan ke dalam manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1.

Manfaat Toritis
Penelitian ini di harapkan memberikan gagasan, menambah ilmu
pengetahuan dan informasi untuk memperkaya wawasan pembaca di bidang
psikologi, khusunya bidang psikologi yang menyangkut agama seperti
psikologi

agama,

psikologi

perkembangan

serta

pendidikan

dan

perkembangan seks pada laki-laki dewasa yang menjelaskan pentingnya
memahami makna hubungan religiusitas dengan kecenderungan perilaku
mengakses pornografi pada laki-laki dewasa.
2.

Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat
dan informasi bagi peneliti dalam penelitian selanjutnya mengenai
religiusitas sebagai salah satu bahan acuan peneliti. Juga diharapkan dapat
memberikan manfaat dan informasi baru terutama dalam bidang psikologi
agama, psikologi perkembangan dan bidang-bidang psikologi lainnya.
2. Bagi Subjek Penelitian
Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat,
informasi serta pemahaman kepada laki-laki dewasa tentang pentingnya
agama dalam kehidupan dan pentingnya membenah diri menjadi pribadi
yang religius juga memberikan pengetahuan tentang bahayanya dampak
dari menonton konten-konten pornografi. Selain itu penelitian ini di
harapakan dapat berguna untuk membuka wawasan kepada laki-laki

9

dewasa bahwa adanya larangan serius yang agama berikan untuk mereka
karena mengakses konten-konten pornografi yang dapat memicu syahwat.
Juga memberikan informasi agar dapat lebih memilah-milah mengakses
konten-konten baik yang ada di internet maupun acara atau tontonan
yang lebih positif.
3. Bagi Masyarakat Umum
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat umum tentang dampak buruk dari pornografi.
Penelitian ini juga di harapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masyarakat agar lebih memilih-milih dalam mengakses konten-konten
yang positfi. Juga di harapkan dapat memberikan masukan dan
pemahaman mengenai pentingnya religiusitas guna meningkatkan upaya
prvensi mental atau spiritual dalam menghadapi era globalisasai yang di
imbangi dengan pemahaman terhadap agama, juga dalam berperilaku
setiap harinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas
Agama berasal dari kata religion (inggris), religi (latin) atau
relegere yang berarti mengumpulkan dan membaca kemudian religiare
berarti mengikat. Dengan demikian mengandung makna bahwa religi atau
agama umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang
harus di patuhi dan dilaksakan oleh pemeluknya (Khairunnisa, 2013).
Ada pula teori yang menjelaskan tentang religiusitas, bahwa
religiusitas adalah sikap batin pribadi (personal) setiap manusia di
hadapan tuhan yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain
yang mencakup totalitas kedalam pribadi manusia (Andisti dan
Ritandiyono, 2008).
Tidak jauh berbeda dengan pendapat dari Agustina dan Hafiza
(2013) mengenai definisi religiusitas. Keduanya berpendapat bahwa
religiusitas adalah internalisasai nilai-nilai agama dalam diri seseorang.
Internalisasi yang di maksud adalah berkaitan dengan kepercayaan
terhadap ajaran-ajaran agama baik di dalam hati ataupun dalam ucapan.
Kepercayaan ini kemudian di aktualisasikan dalam perbuatan dan tingkah
laku sehari-hari.
Jadi dari berbagai definisi yang dikemukan ke tiga tokoh diatas,
religiusitas dapat disimpulkan bahwa, religiusitas adalah sebagai sikap
personal individu dalam menginternalisasikan dan mengaplikasikan
aturan-aturan dalam agama dan kewajiban yang dipatuhi oleh individu
tersebut.
2. Dimensi Religiusitas
Menurut Masruroh dalam skripsinya (2015),religiusitas memiliki
beberapa dimensi di dalamnya, yaitu :
10

11

a. Dimensi keyakinanan atau ideologis
Dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seeorang
menerima hal-hal dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan
kepada tuhan, malaikat, surga dan neraka. Pada dasarnya setiap agama
juga menginginkan adanya unsur ketaan bagi setiap pengikutnya.
Adapun dalam agama yang di anut oleh sesorang, makna yang
terpenting adalaah kemauan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam
ajaran agama yang di anutnya. Jadi dimensi keyakinan lebih bersifat
doktriner yang harus di taati oleh penganut agama. Dengan sendirinya
dimensi keyakinan ini menuntut dilakukaknnya praktek-praktek
peribadatan yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
b. Dimensi praktik agama atau ritualistik
Dimensi praktik agama yaitu tingkatan sejauh mana seseorang
mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Unsur yang
ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan, serta hal-hal yang
lebih menunjukkan komitmen seseorang dalam agama yang di anutnya.
Wujud dari dimensi ini adalah perilaku masyarakat pengikut agama
tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama.
Dimensi praktek dalam agama islam dapat dilakukan dengan
menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek
muamalah lainnya.
c. Dimensi pengalaman atau ekperiensial
Dimensi pengalaman adalah perasaan-perasaan atau pengalaman
yang pernah di alami dan di rasakan. Misalnya merasa dekat dengan
tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan,
diselamatkan oleh tuhan dan sebagainya.
d. Dimensi pengetahuan agama atau intelektual
Dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan
seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya,
terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. Paling

12

tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok
mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi.
Dimensi ini dalam islam meliputi pengetahuan tentang isi Al-Qur’an,
pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan, dan
sebagainya.
e. Dimensi konsekuensi
Yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang
dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial,
misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang
yang kesulitan, mendermakan hartanya dan sebagainya.
3. Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Pratiwi (2009) menyebutkan ada 2 faktor yang mempengaruhi
tingkat religiusitas:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu. Terdiri dari
faktor hereditas (keturunan), tingkat usia, kepribadian, kondisi
kejiwaan.
b. Faktor ekstern. Dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu
hidup. Terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan institusional,
lingkungan masyarakat.
4. Aspek-aspek Religiusitas
Aspek-aspek religiusitas dalam islam menurut Ancok (2001), terdiri
atas:
a. Aspek keyakinan atau akidah, menunjuk pada seberapa tingkat
keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agmanya,
terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamaental dan
dogmati, seperti keyakinan tentang Allah, malaikat, Nabi/ Rasul, kitabkitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar.
b. Aspek peribadatan atau syariah, menunjukkan pada seberapa tingkat
kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual
sebagaimana

disuruh dan dianjurkan oleh

agamanya,

seperti

13

pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, zikir,
kurban dan lain-lainnya
c. Aspek penghayatan, menunjukkan pada seberapa jauh tingkat muslim
dala

melaksanakan

dan

mengalami

perasaan-perasaan

dan

pengalaman-pengalaman religius, seperti perasaan dekat dengan allah,
perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan bertawakal (pasrah diri
secara positif) kepada Allah, perasaan khusuk ketika melaksanakan
shalat atau berdoa, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan
mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.
d. Aspek akhlak atau pengalaman, menunjukkan pada seberapa tingkatan
muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu
bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan
manusia lain, seperti suka menolong, bekerja sama berderma, berlaku
jujur, memaafkan, tidak berjudi, mematuhi norma-norma islam dalam
berperilaku seksual.
e. Aspek ilmu atau pengetahuan, menunjuk pada seberapa tingkat
pengetahuan

dan

pemahaman

muslim

terhadap

ajaran-ajaran

agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya,
sebagaimana termuat dalam kitab suci, seperti pengetahuan tentang isi
Al-Qur’an , rukun iman dan rukun islam, hukum-hukum islam, sejarah
islam dan sebagainya.
5. Pengukuran Religiusitas
Menurut Mardiah (2011) berdasarkan teori Glock dan Stark aspek-aspek yang
di ukur dalam religiusitas ada lima yaitu:
a. Keyakinan (the belief) mencakup keyakinan terhadap tuhan, mukjizad
(keajaiban) dari tuhan, kehidupan setelah kematian, kepastian dan
kepercayaan mengenai keyakinan.
b. Praktek agama (religious practice) mencakup menghadiri kegiatan agama,
mengikuti siraman rohani dari media elektronik, ikut serta dalam
organisasi keagamaan dan ibadah malam hari

14

c. Pengalaman (the experience) mencakup pengalaman yang memperkuat
dan pengalaman responsif.
d. Pengetahuan (knowledge) mencakup pengetahuan tentang ajaran dan
dasar-dasar agam yang di anut dan pengetahuan terhadap isi kitab suci.
e. Konsekuensi (the consequence) mencakup sabar, jujut, ikhlas dan
memaafkan.
B. Dewasa Awal
1.

Dewasa Awal
Masa dewasa awal biasanya dimulai pada akhir usia belasan atau

permulaan usia 20-an dan berlangsung sampai usia 30-an. Masa dewasa awal
merupakan waktu untuk membentuk kemandirian pribadi dan ekonomi
(Santrock, 2003).
Yang dimaksud dewaasa awal menurut usia, adalah setiap orang yang
menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah). Adulthood (status dalam
keadaan kedewasaan) di tunjukkan pada usia 21 tahun untuk awal masa dewasa
dan sering dihitung sejak 7 atau 8 tahun seseorang mencapai kematangan
seksual atau sejak masa pubertas. Dewasa dilihat dari sudut pandang dimensi
biologis juga bisa dilihat dari segi fisik, dimana manusia dewasa memiliki
karakteristik khas seperti mampu memilih pasangan hidup, siap berumah
tangga dan melakukan reproduksi (Ali, 2007).
Menurut Andisiti dan Ritandiyono (2008) masa dewasa awal merupakan
masa pengalihan dari remaja dan merupakan saat dimana individu memulai
tahap baru dalam kehidupannya. Masa dewasa awal adalah masa dimana saat
menghadapi berbagai macam ide dan mereka menyadari adanya perbedaan
sudut pandang.

15

C. Perilaku
1. Definisi Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain yaitu berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan
sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang di amati
langsung, maupun yang tidak dapat di amati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003).
Sedangkan Sarwono (1993) berpendapat bahwa perilaku adalah
sebagai sesuatu yang di lakukan oleh individu satu dengan individu lain
dan sesuatu itu bersifat nyata. Menurut Walgito (1994) mendefinisikan
perilaku atau aktivitas ke dalam pengertian yang luas yaitu perilaku yang
tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (innert Behavior),
demikian pula aktivitas-aktivitas tersbut disamping aktivitas motoris juga
termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Berbeda dengan Sarwono dan Walgito, Chaplin (1999) justru
memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama perilaku dalam
arti luas didefiniskan sebagai segala sesuatu yang di alami seseorang.
Pengertia yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu segala
sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang
di lakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan baik
secara emosional dan motorik.
D. Pornografi
1. Definisi Pornografi
Pornografi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu pornc dan
graphos. Pornc berarti pelacur, secara khusus menunjuk kepada pelacur
kelas terendah. Sedangkan graphos berari tulisan, sketsa atau gambar.

16

Dengan demikian arti dari pornografi adalah tulisan, sketsa, atau gambar
tentang perempuan sebagai pelacur kelas murah (Irianto, 2006).
Sedangkan menurut Chatib (2012) dalam kamus besar bahasa
Indonesia pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis
dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi; atau bahan
bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk
membangkitkan nafsu birahi dalam seks.
Berbeda dari mereka menurut Mariani dan Bachtiar (2010)
pornografi adalah gambar yang mengeksploitasi seksual, kecabulan
dan/atau erotika. Yang termasuk pornografi adalah gambar orang dewasa
telanjang, gambar hubungan seksual, gambar kelamin dan payudara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pornografi adalah berupa gambar,
sketsa yang mengeksploitasi bagian tubuh seperti alat kelamin, payudara
dan adegan hubungan seksual guna membangkitkan nafsu seksual.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu
diduga

tingkat

religiusitas

laki-laki

kecenderungan mengakses pornografi.

dewasa

memiliki

pengaruh

dalam

BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode
penelitian deskriptif adalah penelitian yang di lakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sarwono, 2010).
Prosedur

pemecahan

masalah

pada

metode

ini

adalah

dengan

cara

menggambarkan objek penelitian pada saat keadaan sekarang berdasarkan faktafakta sebagaimana adanya (Siregar,2010). Selanjutnya hasil penemuan akan di
deskripsikan yaitu dengan melakukan pengamatan serta menggambarkan sifat
atau peristiwa yang tengah berlangsung pada saat peristiwa dilakukan dan
memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu (Wardhani, 2013). Penelitian ini di
gunakan untuk mengkaji parameter populasi yang berbentuk penggambaran
melalui responden yang terlibat dalam penelitian. Penelitian ini mengkaji
gambaran religiusitas pada laki-laki dewasa awal dengan kecenderungan
mengakses pornografi.
A. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini melibatkan satu variabel, yaitu religiusitas. Religiusitas yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebagai sikap personal individu dalam
menginternalisasikan dan mengaplikasikan aturan-aturan dalam agama dan
kewajiban yang dipatuhi oleh individu tersebut.
B. Lokasi, Populasi dan Sample Penelitian, Teknik Pengambilan Sample
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di acara majelis Rasulullah untuk daerah
Jakarta, Rohis-rohis masjid daerah sekitar bekasi dan perkumpulan rohis di
Universitas Gunadarma Kalimalang.
17

18

2. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi atas:
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu,
yang di terapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya, sedangkan sample adalah bagian yang akan
dipelajari dan diamati untuk di teliti (Sarwono, 2010).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh laki-laki dewasa
yang terlibat dalam aktifitas keagaaman seperti rajin mengikuti doa
bersama dan kegiataan keagamaan majelis Rasulullah. Selain itu
populasi penelitian ini adalah ditujukan kepada seluruh laki-laki
dewasa awal yang mengikuti kegiatan rohis baik di masjid sekitar
bekasi dan rohis di Universitas Gunadarma sebanyak ± 100 orang.
b. Sample
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel adalah bagian dari populasi
yang diambil melalui cara-cara tertentu, yang juga memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap serta di anggap mewakili
populasi. Sampel merupakan bagian yang akan dipelajari dan di
amati untuk di teliti (Sarwono, 2010).
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sample yang di gunakan peneliti adalah teknik
purposive sampling atau sampling teoretis yaitu teknik dimana peneliti
menetapkan kriteria untuk menjadikan sebuah benda atau seorang manusia
sebagai sample, karena kriteria ini sebaiknya diturunkan dari sebuah teori,
maka sampling jenis ini juga disebut sebagai sampling teoretis
(Djiwandono, 2015).

19

C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang di perlukan (Siregar, 2010). Dalam sebuah penelitian
pengumpulan data merupakan suatu proses yang sangat penting. Data-data yang
telah peneliti kumpulkan akan di gunakan guna pemecahan masalah yang sedang
di teliti atau menguji hipotesis yang dibuat. Dalam penelitian ini, metode
pengumpulan data yang akan digunakan adalah penyebaran kuesioner (angket)
pada seluruh anggota rohis laki-laki di masjid At-taq’wa dan masjid-masjid di
sekitar daerah bekasi juga untuk beberapa anggota laki-laki majelis Rasulullah
yang sudah dewasa (dewasa awal).
Angket atau kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk di berikan respon sesuai dengan permintaan peneliti. Angket
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri dari responden atau setidaktidaknya pada pengetahuan, keyakinan, maupun sikap pribadi responden
(Widoyoko, 2012). Alat ukur untuk penelitian ini adalah skala tingkat religiusitas
dan kecenderungan perilaku mengakses situs porno yang telah di kembangkan
oleh Faoziyah (2010).
D. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Validitas dalam sebuah penelitian adalah derajat ketepatan antara
data yang terdapat di lapangan tempat penelitian dan data yang
dilaporkan oleh peneliti. Dalam penelitian kuantitatif, validitas
menunjukkan sejauh mana tingkat interpretasi dan konsep-konsep yang
diperoleh memiliki makna yang sesuai antara peneliti dan yan diteliti,
dengan kata lain memiliki makna yang sesuai antara peneliti dan yang
diteliti dalam mendeskripsikan peristiwa terutama dalam memaknai
peristiwa tersebut (Lapau, 2012).

20

Sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa validitas
adalah sebagai sejauhmana tes mampu mengukur atribut yang
seharusnya diukur. Suatu alat ukur yang tinggi validitasnya akan
menghasilkan eror pengukuran yang kecil, artinya skor setiap subjek
yang di peroleh oleh alat ukut tersebut tidak jauh beda dari skor yang
sesungguhnya (Azwar, 2015).
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketepatan atau tingkat presisi suatu ukuran atau
alat pengukuran. Dalam metode kuantitatif, data reliabel apabila dua
atau lebih peneliti dalam obyek yang sama menghasilkan data yang
sama atau peneliti yang sama dalam waktu berbeda menghasilkan data
yang sama atau sekelompok data bila dibagi menjadi dua kelompok
menunjukkan data yang tidak berbeda (Lapau,2012).
Sedangkan menurut Priyano (2013) reliabilitas menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran instrumen dapat di percaya. Suatu alat
ukur dikatakan reliabel bila alat itu mengukur suatu gejala pada waktu
yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur data mengorganisasikan ke dalam suatu
pola kategori, dan satuan uraian dasar. Tujuan dari analisis data adalah untuk
mempersiapkan jawaban terhadap masalah penelitian. Data di kategorikan,diatur
dan diringkas. Beberapa atribut ini biasanya yang ingin di temukan oleh peneliti
(Lapau,2012) :
1. Karakteristik data, dimana peneliti ingin mengetahui mean dan mode dari
metode suatu masalah yang di gunakan atau median.
2. Varian data,dimana peneliti tertarik tidak hanya pada rata-rata karakteristik
dari suatu kelompok tetapi juga pada variasa dalam kelompok.
3. Perbedaan dalam data, yaitu perbandingan yang dilakukan dalam
penelitian. Biasanya menggukan uji statistik.

21

4. Hubungan dalam data, yaitu mencari adakah hubungan diantara variabel
yang satu dengan variabel lainnya yang juga ditentukan dalam penelitian.

22

Daftar Pustaka
Agustina, Ike., Fauzan, Hafiza. (2013). Religiusitas dan perilaku cybersex pada
kalangan mahasiswa. Jurnal Psikologi. Vol.18. No.1.
Ancok, Djamaludin. (2001). Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Andini, Ida Ayu Putu Sri (2009). Sikap terhadap perilaku seks maya berdasarkan
jenis kelamin pada dewasa awal. Jurnal Psikologi. Vol. 2. No.2.
Andisti, Mifttah Aulia., Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan perilaku seks bebas
pada dewasa awal. Jurnal Psikologi. Vol.1. No.2.