Dalam proses pembelajaran menghadapi ujian

1.

Paradigma Tentang Proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, masih banyak guru menggunakan pardigma

lama, yaitu paradigma ‘guru menjelaskan dan murid mendengarkan’. Metode
pembelajaran semacam ini telah menjadikan pelajaran membosankan. Ia
kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak
terlibat aktif di dalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma baru, yaitu
paradigma ‘siswa aktif mengkonstruksi makna dan guru membantu’. Paradigma di
atas merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar yang sangat
berbeda satu sama lain. Paradigma baru dianggap sulit diterapkan dan
membingungkan guru serta siswa. Untuk itu diperlukan metode yang
dipergunakan harus bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa
menjadikan pelajaran hanya sebagai fakta-fakta hafalan tanpa adanya ketertarikan
dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi.
Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja,
siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan
pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia
telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang penuh dengan makna.
Agar “ingatan emosional” muncul dan bertahan lama, maka paradigma

pembelajaran harus diubah. Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru
dari paradigma lama ke paradigma baru, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini
disebabkan karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma lama, dan
mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah terbiasa dengan
paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat
untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.
a.

Pengertian Paradigma Pembelajaran
Secara etimologis, kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang berarti
suatu model, teladan, arketif dan ideal. Sedangkan secara terminologis, arti
paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan
konseptual terhadap suatu masalah dengan menggunakan teori formal,
eksperimentasi dan metode keilmuan yang terpercaya. Yang kedua adalah
pengertian pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar agar proses
perolehan ilmu dan pengetahuan dapat membentuk sikap dan perilaku peserta
didik. Paradigma pembelajaran ini dapat berubah menurut sistem pembelajaran
yang terus berkembang, sehingga ada yang menyebutkan ada paradigma lama dan

paradigma alternatif dalam pembelajaran.
b.

Paradigma Lama Pembelajaran
Paradigma lama dalam pembelajaran yaitu pembelajaran tradisional yang
merupakan pembelajaran di mana secara umum pusat pembelajaran pada guru.
Jadi di sini guru berperan sebagai pengajar yang cenderung aktif di mana siswa
hanyalah sebagai objek dari pendidikan. Sistem pembelajaran tradisional dicirikan
dengan bertemunya antara pelajar dan pengajar untuk melakukan proses belajar
mengajar. Metode ini menghadapi kendala yang berkaitan dengan keterbatasan
tempat dan waktu penyelenggaraan dengan semakin meningkatnya aktifitas
pelajar/mahasiswa dan pengajar/dosennya.
Pendekatan atau model pembelajaran tradisional cenderung berasumsi
bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama dan belajar dengan cara yang sama,
pada waktu yang sama, dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi
pelajaran yang terstruktur secara ketat dan didominasi oleh guru. Dengan
demikian perubahan siswa dalam paradigma ini adalah perubahan tingkah laku
saja. Oleh karena itu perlu adanya paradigma baru pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan anak.


c.

Paradigma Alternatif Pembelajaran
Paradigma alternatif pembelajaran adalah model pembelajaran yang dapat
dijadikan suatu pengganti model pembelajaran yang lama, dimana model
pembelajaran ini diperlukan untuk menata dan mengatur kembali model
pembelajaran lama yang hanya mengedepankan perubahan tingkah laku pada
siswa. Paradigma alternatif ini mendorong adanya paradigma baru yang saat ini
dibutuhkan untuk memperbaiki paradigma lama dalam pembelajaran.

1.

Perlunya Paradigma Baru Pendidikan
Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau
tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Maka yang perlu
dilakukan sekarang menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan
paradigma baru yang lebih baik. Dengan paradigma baru, praktik pembelajaran
akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan
konstruktivitas.
Dalam proses pembelajaran misalnya, pengembangan suasana kesetaraan

melalui komunikasi dialog transparan, toleran, dan tidak arogan seharusnya
terwujud di dalam aktivitas pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa
harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Guru memegang peranan startegi
terutama

dalam

upaya

membentuk

membentuk

watak

bangsa

melalui

pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

2.

Pembelajaran Sebagai Pilar Utama
Komisi Pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996: 85) melihat bahwa
hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya

a)

dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu :
Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan

baik sebagai alat maupun sebagai tujuan.
b)
Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk
c)

mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.
Learning to live together, learning to live with other, pada dasarnya adalah
mengajarkan, melatih, dan membimbing peserta didik agar mereka dapat
menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik.


d)

Learning to be, pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk
perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi kepekaan, rasa
etika, tanggung jawab pribadi, dan nilai-nilai spiritual.
Dari keempat pilar tersebut merupakan misi dan tanggung jawab yang harus
diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar
berbuat,belajar hidup bersama dan belajar menjadi seorang atau belajar menjadi
diri sendiri yang didasari keinginan secara sungguh-sungguh maka akan semakin

luas wawasan seseorang tentabg pengetahuan, tentang nilai-nilai positif, tentang
orang lain serta tentangberbagai dinamika perubahan yang terjadi.
3.

10 Mega Tren Dalam Pembelajaran
Pembelajaran dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan.
Demikian juga dengan

1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

cara perkembeangan berfikir. Oleh karena itu kita

mengenal 10 megatrend dalam pendidikan.
Belajar melalui kehidupan kita
Belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan.
Belajar berfokus pada kehidupan nyata
Belajar dengan seluruh kemampuan otak
Belajar bersama
Belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya
Belajar langsung dari berpikir
Belajar melalui pengajaran/ pembelajaran

Belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat)

untuk membantu belajar sepanjang hayat
10. Belajar bagaimana belajar
4.

Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan
bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme
telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat
sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak
serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang
serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu
pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing masing.
Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola
pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas
mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses
renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi
kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang

diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri.
Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman
yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.Untuk membantu
peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus
memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan

baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan
kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan
dapat dibina.
Dalam konstruktivisme, fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku
dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara
melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah
pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik
mencontoh dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah
pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik
dalam membina skema pengkonsepan berdasarkan pengalaman yang aktif. Ia juga
akan mengubah tumpuan penelitian dari pembinaan model berdasarkan kaca mata
guru kepada pembelajaran sesuatu konsep ditinjau dari kaca mata peserta didik.
Oleh karena itu paradigma konstruktivisme dapat memberikan ruang bagi siswa
untuk membentuk konsep tersendiri tentang gambaran materi yang diajarkan.

d.

Tabel Perbedaan Antara Paradigma Lama dan Paradigma Baru Pembelajaran
Dimensi
Ruang

Paradigma lama

Paradigma baru

lingkup Disajikan secara terpisah, Disajikan

pembelajaran

utuh

bagian perbaikan engan dengan penjelasan tentang
penekanan

Kurikulum


secara

pada keterkaitan antar bagian,

pencapaianketerampilan

dengan penekanan pada

dasar

konsep-konseo utama

Harus diikuti sampai habis Pertanyaan dan konstruksi
jawaban

siswa

adalah

penting
Kegiatan

Berdasarkan

buku

pembelajaran

yang sudah ditentukan

teks Berdasarkan

beragam

sumber informasi primer
dan mateti-materi yang
dapat

dimanipulasi

langsung oleh siswa
Kedudukan siswa

Dilihat sebagai sumber Siswa

dilihat

sebagai

kosong

tempat pemikir

ditumpahkannya

semua menghasilkan

pengetahuan dari guru

yang

tentang

mampu
teori-teori

dunia

dan

kehidupan
Sistem guru

Guru

mengajar

menyebarkan

dan Guru bersikap interaktif

informasi dalam

keilmuan kepada siswa

menjadi

pembelajaran,
fasilitator

dan

mediator bagi siswa
Penyelesaian masalah Selalu mencari jawaban Guru mencoba mengert
pembelajaran

yang

benar

untuk persepsi siswa agar dapat

memvalidasi

proses melihat pola pikir siswa

belajar siswa

dan apa yang diperoleh
siswa untuk pembelajaran
selanjutnya

Penilaian
pembelajaran

proses Merupakan
terpisah
pembelajarandan

bagian Merupakan

bagian

dari internal

dalam

pembelajaran,

dilakukan

dilakukan hampir selalu melalui

observasi

guru

dalam bentuk tes atau terhadap

hasil

kerja

pameran

kerja

ujian

melalui

siswa dan portopolio
Aktivitas
siswa

belajar Siswa

lebih

belajar sendiri

banyak Lebih

banyak

belajar

dalam kelompok

2. Pentingnya Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
keseluruhan proses belajar mengajar. Melalui program remedial, guru berusaha
membantu peserta didik untuk mencapai kesuksesan belajar secara optimal.
Menurut Warkitri dkk. (1990), pengajaran remedial sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran karena tidak semua peserta didik dapat mencapai hasil

belajar sesuai kemampuannya, adanya kesulitan belajar berarti belum dapat
tercapai perubahan tingkah laku siswa secara bulat sebagai hasil belajar, untuk
mengatasi kesulitan belajar tersebut diperlukan suatu teknik bimbingan belajar.
Pengajaran remedial digunakan agar murid yang mengalami kesulitan belajar
dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan guru melalui proses perbaikan,
baik segi proses belajar mengajar maupun kepribadian murid.
Pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu
pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan yang kedua memberikan
pembelajaran remedial. Dalam proses pembelajaran sekolah, tidak semua siawa
memiliki kemampuan belajar yang sama dan tidak semua pembelajaran belajar
dengan mulus. Seringkali siswa mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran
tertentu,sedangkan kita tahu, semua siswa miliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pengajaran dan pemperoleh hasil maksimal dalam proses
pembelajaran. Kesulitan belajar yang dialami siswa di sekolah bisa bermacam
macam, baik dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran atau kedua
duanya. Selain itu ada banyak faktoryang dapat menyebabkan kesulitan belajar
tersebut, baik dalam kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang
keluarga, kebiasaan, maupun pendekatan belajar yang tepat untuknya.
Beberapa alasan pentingnya pembelajaran remedial, dapat dilihat dari
berbagai segi, yaitu: Pertama, Warga Belajar, ternyata masih banyak peserta didik
yang mendapatkan nilai prestasi belajar kurang. Misalnya: rata-rata yang dicapai
masih jauh di bawah KKM yang diharapkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
setiap murid mempunyai perbedaan dalam proses belajar. Ada yang
berkemampuan tinggi, sedang ada pula yang rendah, sedang-sedang saja, lambat
dan cepat. Di samping itu setiap murid mempunyai pengalaman dan latar
belakang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dari faktor-faktor diatas maka
besar kemungkinan banyak siswa yang tidak dapat mencapai ketuntasan. Atas
dasar hal tersebut pengajaran remedial sangat diperlukan untuk membantu setiap
pribadi murid mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan. Kedua, Pendidik dan
Pengajar, murid sebagai individu mempunyai perbedaan-perbedaan. Perbedaan
itu berakibat pula pada keberhasilan murid dalam belajar. Terhadap murid yang
belum berhasil, seorang guru bertanggung jawab untuk membantu. Supaya

bantuan yang diberikan kepada murid dapat berhasil , maka harus melalui suatu
proses diagnosis dan diakhiri dengan pengajaran remedial. Berhasil tidaknya
seorang guru, dapat dilihat dalam kemampuannya melaksanakan proses belajar
mengajar yang sebaik-baiknya, sehingga semua murid dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Ketiga, Proses belajar, pengajaran remedial diperlukan
dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang sebenarnya. Pada dasarnya
belajar yang sesungguhnya dapat diartikan sebagai sesuatu proses perubahan
tingkah laku secara keseluruhan. Adanya gejala kesulitan belajar merupakan
indikasi belum adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan, oleh karena
itu masih diperlukan proses belajar mengajar khusus yang dapat membantu
pencapaian keseluruhan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Dengan demikian, pembelajaran remedial sangatlah penting. Proses
pembelajaran remedial ini sifatnya lebih khusus karena disesuaikan dengan
karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Proses bantuan ditekankan
pada usaha perbaikan cara mengajar, menyesuaikan materi pelajaran, arah belajar
dan menyembuhkan hambatan-hambatab yang dihadapi siswa. Pembelajaran
remedial dilaksanakan setelah diketahui kesulitan belajar siswa dan kemudian
diberikan pelayanan khusus sesuai dengan sifat, jenis dan latar belakangnya.
Pembelajaran remedial pun membutuhkan perencanaan karena Pembelajaran
remedial mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses belajar
mengajar, khususnya dalam mencapai hasil belajar yang optimal. namun
pembelajaran remedial tidak harus diberikan kepada siswa selama siswa-siswa
tersebut sudah mampu mencapai standar kompetensi yang diinginkan.
3. Tujuan Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial bertujuan agar murid yang mengalami kesulitan
belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui proses perbaikan,
baik segi proses belajar mengajar maupun kepribadian murid. Tujuan pengajaran
remedial secara rinci adalah agar murid dapat :

1.

Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi belajar meliputi
segi kekuatan, kelemahan, jenis dan sifat kesulitan.

2.

Memperbaiki cara-cara belajar ke arah yang lebih baik sesuai dengan
kesulitan yang dihadapi.

3.

Memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi
kesulitan belajarnya.

4.

Mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan baru yang dapat mendorong
tercapainya hasil belajar yang baik.

5.

Mengatasi hambatan-hambatan belajar yang menjadi latar belakang
kesulitannya

4. Fungsi Pembelajaran Remedial
Berdasarkan pengertian sebagaimana telah dikemukakan di atas, jelas
bahwa pengajaran remedial mempunyai fungsi yang amat penting dalam
keseluruhan proses belajar mengajar. Adapun beberapa fungsi pengajaran
remedial adalah sebagai berikut:
1. Fungsi korektif
Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, artinya melalui pengajaran
remedial dapat diadakan pembentukan atau perbaikan terhadap sesuatu yang
dianggap masih belum mencapai apa yang diharapakan dalam keseluruhan
proses belajar mengajar. Hal-hal yang diperbaiki atau dibetulkan melalui
pengajaran remedial anatara lain meliputi perumusan tujuan
1. Penggunaan metode mengajar
2. Cara-cara belajar
3. Materi dana alat pelajaran
4. Evaluasi
5. Segi-segi pribadi murid
Dalam perbaikan terhadap hal-hal tersebut di atas, maka prestasi belajar murid
beserta factor-faktor yang mempengaruhi dapat diperbaiki.

2. Fungsi penyesuaian
Yang dimaksud penyesuaian adalah agar dapat membantu murid untuk
menyesuaikan dirinya terhadap tuntutan kegiatan belajar. Murid dapat belajar
sesuai dengan keadaan dan kemampuan pribadinya sehingga mempunyai
peluang besar untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Tuntuan
belajar yang diberikan murid telah disesuaikan denan sifat jenis dan latar
belakang kesulitannya sehingga murid diharapkan lebih terdorong untuk
belajar.

3. Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman adalah agar pengajaran remedial memunkinkan guru,
murid dan pihak lain dapat memeperoleh pemahaman yang lebih memahami
dirinya dan segala aspeknya. Begitu pula guru dan pihak-pihak lainnya dapat
lebih memahami akan keadaan pribadi murid.

4. Fungsi pengayaan
Fungsi pengayaan dimaksud agar pengajaran remedial dapat memperkaya
proses belajar mengajar. Bahan pelajaran yang tidak disampaikan dalam
pengajaran regular, dapat iperoleh melalui pengajaran remedial. Pengayaan lain
adalah dalam segi metode dan alat yang dipergunakan dalam pengajara
remedial. Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperoleh murid dapat lebih
banyak, lebih luas dan lebih dalam sehingga hasil belajarnya lebih kaya.

5. Fungsi terapeutik
Dengan pengajaran remedial secara langsung atau tidak langsung dapat
menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian dapat menunjang
pencapaian prestasi belajar, demikian pula sebaliknya.

6. Fungsi akselerasi
Fungsi akselerasi adalah agar pengajaran remedial dapat mempercepat proses
belajar baik dalam arti waktu maupun materi. Misalnya murid yang tergolong
lambat dalam belajar, dapat dibantu lebih cepat proses belajarnya melalui
pengajaran remedial.

5. Prinsip Pembelajran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta
didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang
terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau
lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus
antara lain:
1. Adaptif
Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program
pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar
sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan
kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual
peserta didik.

2. Interaktif
Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara
intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat
perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui

kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami
kesulitan segera diberikan bantuan.
3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian
Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbedabeda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode
mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin
Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai
kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat
bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan
umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami
peserta didik.
5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan
Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu
kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus
berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik
dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.
Dalam pembelajaran remedial kita sebagai calon pendidik harus mampu membuat
siswa tidak malu kepada teman-temannya yang sudah tuntas atau tidak remedial
karena jika hal tersebut terjadi akan membuat siswa menjadi malas dan malu
untuk datang kesekolah, dan untuk mengatasi hal tersebut kita sebagai calon
pendidik harus bisa mendekati siswa yang mengalami remedial dan memberi
motivasi kepada siswa yang mengalami remedial tersebut.
6. Kedudukan Remedial dalam Proses Pembeljrn
A. Kedudukan Diagnostik Kesulitan Belajar dalam Belajar
Kesulitan belajar yang dialami individu atau siswa yang belajar dapat
diidentifikasi melalui faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari dalam diri siswa sangat terkait
dengan kondisi-kondisi fisiologis dan psikologisnya ketika belajar sedangkan
faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa banyak yang
bersumber pada kurangnya fasilitas, sebagai salah satu faktor penunjang
keberhasilan aktivitas atau perbuatan belajar.
Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai suatu
ketuntasan materi tidak dapat dilihat hanya pada satu faktor saja, akan tetapi
banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi dalam proses belajar mengajar.
Faktor yang dapat dipersoalkan adalah: siswa yang belajar, jenis kesulitan yang
dihadapi dan kegiatan-kegiatan dalam proses belajar. Jadi, yang terpenting dalam
kegiatan proses diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan letak kesulitan
belajar dan jenis kesulitan belajar yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikan
(learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Proses belajar merupakan hal yang kompleks, di mana siswa sendiri yang
menentukan terjadi atau tidak terjadinya aktivitas atau perbuatan belajar. Dalam
kegiatan-kegiatan belajarnya, siswa menghadapi masalah-masalah secara intern
dan ekstern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka siswa tidak dapat
belajar dengan baik. Dimyati dan Mudjiono (1994 : 228 – 235) mengatakan:
Faktor-faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada
proses belajar adalah sebagai berikut:
1.

Sikap terhadap belajar

2.

Motivasi belajar

3.

Konsentrasi belajar

4.

Mengolah bahan belajar

5.

Menyimpan perolehan hasil belajar

6.

Menggali hasil belajar yang tersimpan

7.

Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja

8.

Rasa percaya diri siswa

9.

Inteligensi dan keberhasilan belajar

10.

Kebiasaan belajar

11.

Cita-cita siswa.

Selanjutnya, berdasarkan faktor-faktor ekstern ditinjau dari siswa, ditemukan
beberapa faktor yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Dimyati dan Mudjiono,
(1994) menyebutkan faktor-faktor tersebut, sebagai berikut:
1. Guru sebagai pembina siswa belajar
2. Prasarana dan sarana pembelajaran
3. Kebijakan penilaian
4. Lingkungan sosial siswa di sekolah
5. Kurikulum sekolah.
Dalam Buku II Modul Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial,
Depdikbud Universitas Terbuka (1985) menjelaskan: Bila telah ditemukan bahwa
sejumlah siswa tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan materi yang
ditetapkan, maka kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan kepada:
1. Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda antara satu dari yang lainnya,
2.

Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam menguasai bahan

yang dipelajarinya
3.

Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan

bakat siswa yang sifatnya individual dan usaha yang dilakukannya
4.

Kualitas pengajaran yang tersedia yang dapat sesuai dengan tuntutan dan

kebutuhan serta karakteristik individu
5.

Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajarnya

6.

Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan

perbaikannya apa dengan cukup mengulang dengan cara yang sama mengambil
alternatif kegiatan lain melalui pengajaran remedial.
Jadi, proses diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan kesulitan belajar siswa
dan menentukan kemungkinan cara mengatasinya dengan memperhitungkan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar.

B. Pengertian Kesulitan Belajar
Pada umumnya, “kesulitan belajar” merupakan suatu kondisi tertentu yang
ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu
tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasinya.
Prayitno, dalam buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola
Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud
(1995/1996:1-2) menjelaskan: Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan adanya hambatanhambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hambatanhambatan tersebut mungkin dirasakan atau mungkin tidak dirasakan oleh siswa
yang bersangkutan. Jenis hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis dan
fisiologis dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
Dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami
hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang
dicapainya berada dibawah yang semestinya. Alan O. Ross (1974), mengatakan
“A learning difficulty represente a discrepancy between a chill’s estimated
academic potential and his actual level of academic performance”.
Selanjutnya, bila dikembangkan pemahaman konsep kesulitan belajar maka
pengertian kesulitan belajar mempunyai suatu pengertian yang sangat luas dan
mendalam, termasuk pengertian-pengertian: “learning disorder”, “learning
disabilities”, “learning disfunction”, “underachiever”, dan “slow learners”.

Dari kesulitan-kesulitan belajar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan di mana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Learning
disabilities atau ketidakmampuan belajar adalah mengacu kepada gejala dimana
anak tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar yang
dicapai berada di bawah potensi intelektualnya. Learning disfunction, mengacu
kepada gejala dimana proses belajar tidak berfungsi dengan baik, meskipun
sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat
dria, atau gangguan-gangguan psikologis lainnya. Underachiever, adalah mengacu
kepada anak-anak yang memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong diatas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Kemudian, slow learner
(lambat belajar) adalah anak-anak yang lambat dalam proses belajarnya, sehingga
anak tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
sekelompok anak lain yang memiliki taraf intelektual yang sama. Individu yang
tergolong dalam pengertian-pengertian tersebut di atas, akan mengalami kesulitan
belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam proses
belajarnya.
Kesulitan belajar, pada dasarnya merupakan suatu gejala yang nampak dalam
berbagai jenis manifestasi tingkah lakunya. Gejala kesulitan belajar akan
dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai
bentuk tingkah laku. Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar di atas, tingkah
laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif dan
afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya.
Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala
kesulitan belajar, antara lain:
a

Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang

dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.

b

Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.

Mungkin ada siswa yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat, tapi nilainya
yang dicapainya selalu rendah.
c

Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal

dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu
yang tersedia.
d

Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh,

menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
e

Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang

terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar
kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar,
mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan sebagainya.
f

Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung,

mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi
situasi tertentu.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan di atas Burton (1952 : 622 – 624)
mengidentifikasikan seseorang siswa itu dapat dipandang atau dapat diduga
sebagai mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan menunjukkan
kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Oleh karena
itu, Burton mendefinisikan kegagalan belajar, sebagai berikut:
1.

Siswa dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang

bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan (mastery level), minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah
ditetapkan oleh orang dewasa atau guru (criterion referenced).
2.

Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan

atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat
kemampuannya, inteligensi, bakat), ia diramalkan (predicted) akan dapat
mengerjakannya atau mencapai prestasi tersebut.

3.

Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan

tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola
organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti
yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm referenced).
4.

Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai

tingkat penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat
(prerequisiti) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dengan demikian dari empat pengertian kesulitan belajar atau kegagalan belajar
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dapat diduga sebagai
mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
taraf kualifikasi hasil belajar tertentu dan dalam batas-batas tertentu.

C. Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar (DKB)
Salah satu tugas lembaga pendidikan formal adalah menciptakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada setiap siswa untuk mengembangkan dirinya secara optimal
sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan potensi diri yang dimilikinya, dan
sesuai pula dengan lingkungan yang ada. Kenyataan masih juga dijumpai, bahwa
ada sementara siswa yang memperoleh prestasi hasil belajarnya jauh di bawah
ukuran rata-rata (average) atau norma yang telah ditetapkan bila dibandingkan
dengan teman-teman dalam kelompoknya. Banyak pula dijumpai sejumlah siswa,
secara potensial diharapkan memperoleh hasil yang tinggi, akan tetapi prestasinya
biasa-biasa saja, bahkan mungkin lebih rendah dari teman lain yang potensinya
lebih kurang dari dirinya.
Untuk mengetahui potensi seorang siswa, dapat dilihat dari prestasi sebelumnya
dengan melakukan observasi atau akan lebih teliti bila digunakan tes psikologis,
misalnya lewat tes inteligensi atau tes bakat. Apabila ada indikasi, bahwa mereka
mengalami kesulitan dalam aktivitas belajarnya, maka mereka membutuhkan
bantuan secara tepat dan dapat dilakukan dengan segera. Bantuan yang diberikan
itu, akan berhasil dan dapat dilaksanakan secara efektif apabila kita secara teliti

dapat memahami sifat kesulitan yang dialami, mengetahui secara tepat faktor yang
menyebabkannya serta menemukan berbagai cara mengatasinya yang relevan
dengan faktor penyebabnya.
Prayitno dalam Buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola
Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud
(1996) mengatakan bahwa secara skematik langkah-langkah diagnostik dan
remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan belajar, sebagai berikut:

1

2

Identifikasi

------------------------------------------>

Identifikasi

Kasus

Masalah

6
5

4

3

Rekomendasi