Kepemimpinan Efektif Kepala Sekolah dala

Kepemimpinan Efektif Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Alam
Bagi Siswa Miskin dan Putus Sekolah
Herdayati
Mahasiswa Program Manajemen Pendidikan PPs Univ. PGRI Palembang
Email: herdayati8776h@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif
yaitu mendeskripsikan kepemimpinan efektif kepala sekolah dalam mengelola
sekolah alam bagi siswa miskin dan putus sekolah karena di Indonesia, faktor
dominannya masyarakat masih hidup dibawah garis kemiskinan. Sekolah Alam salah
satu model alternatiif inovasi pendidikan yang berupaya untuk melakukan
pengembangan pendidikan secara alami (alam bebas) dalam rangka education for all
dengan pembelajaran menggunakan tematik (spider web), dengan tujuan
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa miskin dan putus sekolah
bersekolah yang sesuai dengan tujuan dasar digagasnya sekolah alam diperuntukkan
untuk kaum dhuafa. Konsep belajar melalui pengalaman yang didapat langsung
sambil bermain dan berinteraksi di alam terbuka yaitu 1) menggunakan alam untuk
tempat belajar; 2) menggunakan alam untuk bahan dan media ajar; dan 3)
menggunakan alam untuk objek pembelajaran, sehingga dengan ruang belajar
terbuka ini jelas membuat anak tidak mudah bosan saat belajar dan menghasilkan
belajar yang menyenangkan dengan kualitas pendidikan yang lebih baik.

Kata kunci: sekolah alam, kepemimpinan kepala sekolah, education for all
1. Pendahuluan
Penelitian ini berlatar belakang dan bertumpuh pada program UNESCO
yang salah satunya berkaitan dengan pemerataan pendidikan yang diistilahkan
dengan education for all (pendidikan untuk semua). Pendidikan memiliki peranan
penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia terutama kualitas diri.
Tingkat kualitas diri akan tercermin dengan kualitas intelektual dan skill serta
attitude yang bagus, sehingga mereka mempunyai kesempatan memperbaiki kualitas
hidupnya, terutama pada aspek finansial (Saroni, 2013:9). Data yang dipaparkan
dalam Education for All Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed
Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,
dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New
York (Amerika), indeks pembangunan pendidikan tahun 2008 adalah 0,934. Nilai
tersebut menempatkan Indonesia pada urutan ke-69 dari 127 negara di dunia. Di

1

tahun 2010 pada urutan ke-65, dan tahun 2011, indeks pembangunan pendidikan
lebih rendah dibandingkan dengan Brunai Darussalam yang menempati urutan ke-34
dan Malaysia yang menempati posisi ke-65. Terdapat beberapa faktor yang

memepengaruhi terpuruknya pendidikan di Indonesia yakni rendahnya sarana fisik,
kualitas guru, pemerataan kesempatan pendidikan bagi siswa miskin dan putus
sekolah, serta rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Selain itu,
tingginya biaya pendidikan serta rendahnya kepemimpinan visi dan moralitas
pendidik (kepala sekolah dan tenaga kependidikan) juga turut menyebabkan
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia (Vanani, 2016).
Berita online Kompas (2012), indeks pembangunan pendidikan untuk
semua atau education for all di Indonesia belum juga beranjak dari kategori medium.
Tiap tahun UNESCO mengkaji program education for all tahun 2015, terlihat
Indonesia mampu meningkatkan akses pendidikan dasar yang tinggi dengan nilai
0,991. Namun, Indonesia masih memiliki tantangan untuk mengatasi angka putus
sekolah di jenjang pendidikan dasar SD-SMP.
Mantan Kementerian Pendidikan, Mohammad Nuh, berbicara mengenai:
Akses pendidikan dasar di Indonesia dinyatakan tuntas karena
angka partisipasi kasar tingkat SD-SMP sudah di atas 95 persen,
Namun yang menjadi persoalan adalah angka putus sekolah
memang masih menjadi tantangan, terutama dikalangan siswa
tidak mampu. Jumlah siswa putus sekolah di SD tahun lalu
sekitar 465.000 siswa, sedangkan yang tidak melanjutkan SMP
sekitar 229.000 siswa. Persoalan pendidikan di SD pun

kompleks, mulai dari sarana dan prasarana yang minim hingga
kualitas guru SD yang terendah dibandingkan dengan guru TK,
SMP, dan SMA/SMK (Fitri, 2016).
Deskripsi dari persoalan tersebut, yang menjadi permasalahannya adalah
alternatif lain yang diberikan bagi siswa miskin dan putus sekolah adalah sekolah
alam sebagai salah satu inovasi pendidikan dan kepemimpinan efektif kepala sekolah
dalam meneglola sekolah alam tersebut.
Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah bagi siswa

2

miskin dan putus sekolah dalam rangka education for all. Hal ini sejalan maksud
tersebut, pasal 28 ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan bahwa:
Setiap orang berhak untuk mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya demi menigkatkan kualitas
hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.
Amanat tersebut dipertegas dalam pasal 31 ayat 1 yang menyatakan

bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Amanat UUD 1945
tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan bukan saja pilar terpenting dalam
mencerdaskan bangsa, tetapi merupakan syarat mutlak bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat (Nandika, 2007:3-5).
2. Sekolah Alam (SA)
SA merupakan salah satu model pendidikan yang berupaya/berfokus untuk
melakukan pengembangan pendidikan secara alami seperti belajar dari segala
makhluk di alam semesta ini. Disamping itu, SA juga merupakan suatu bentuk
alternatif pendidikan yang menggunakan alam untuk media utamanya dalam
pembelajaran. Berbeda dengan sekolah biasa yang mana kebanyakan menggunakan
model/metode pembelajaran di dalam kelas tanpa membiarkan para siswanya
belajar lebih banyak di alam bebas, sementara pada SA, metode belajarnya lebih
banyak dengan melakukan action learning, serta belajar melalui pengalaman.
Adapun konsep pendidikan yang diterapkan pada sekolah alam adalah: 1)
menggunakan alam untuk tempat bejar; 2) menggunakan alam untuk bahan dan
media ajar; dan 3) menggunakan alam untuk objek pembelajaran (Informasi
Pendidikan, 2014).
SA adalah sebuah inovasi pendidikan, yang digagas dan diprakarsa oleh
Lendo Novo dengan berdasarkan keprihatinannya terhadap biaya pendidikan yang
semakin tidak terjangkau oleh masyarakat. Idenya membangun SA adalah agar bisa

membuat sekolah dengan kualitas sangat tinggi tapi murah. Ide tersebut Beliau
lakukan karena sebagian besar rakyat Indonesia miskin. Sekolah alam mulai
berdirinya diperuntukkan untuk kaum dhuafa (kurang mampu/miskin).

3

Paradigma umum dalam dunia pendidikan adalah sekolah berkualitas
selalu mahal, yang menjadikannya mahal karena infrastrukturnya. Sedangkan yang
membuat sekolah itu berkualitas bukan infrastruktur. Kontribusi infrastruktur
terhadap kualitas pendidikan tidak lebih dari 10%. Sedangkan 90% kontribusi kualitas
pendidikan berasal dari kualitas guru, metode belajar yang tepat, dan buku sebagai
gerbang ilmu pengetahuan. Ketiga variabel yang menjadi kualitas pendidikan ini
sebetulnya sangat murah, asalkan ada kepemimpinan efektif kepala sekolah dan guru
guru

yang

mempunyai

idealisme


tinggi.

Dari

situlah

Lendo

mencoba

mengembangkan konsep SA (Wikipedia, 2016).
Beliau yang terinspirasi dari gagasan sang Ayahanda (Zuardin Azzaino)
tentang integrasi ilmiah Ilahiah, yang berpendapat bahwa integrasi ilmiah Ilahiah
atau integrasi antara iman dan ilmu pengetahuan (teknologi) adalah cara untuk
mengembalikan kebangkitan Islam. Selama ini, umat Islam terlena dan membahas
fikih saja. Selain itu umat Islam juga perlu untuk kembali memegang teguh akhlak
mulia. Menurut Lendo, tujuan pendidikan dalam Islam adalah mencetak
khalifatullah fil ardh, sehingga kurikulum sekolah alam juga bertujuan untuk
mencetak pribadi yang siap mengemban amanah Allah dalam mengelola bumi ini.

Pengertian kata alam pada sekolah alam mempunyai dua makna: alam
dalam arti pengalaman; dan alam; semesta alam, makhluk, dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah. SA percaya bahwa alam dan pengalaman adalah guru terbaik.
Sistem pendekatan yang dominan digunakan dalam konsep SA adalah
siswa diajak melalui serangkaian kegiatan (pengalaman) yang terstruktur. Hal ini
berbeda dengan pendidikan umum, dimana siswa mempelajari buku dulu baru
kemudian diamalkan. Maka pendidikan yang totalitas dalam SA akan mampu
membawa siswa tahap berikut: 1) Tambah pengalaman, tambah pengetahuan (ranah
IQ); 2) Tambah pengalaman, tambah tangkas (ranah PQ: physical/power quotient); 3)
Tambah pengalaman, tambah bijak (ranah EI: emotional intellgence); dan 4) Tambah
pengalaman, tambah iman (ranah SI: spiritual intelligence) (Al-Alauddin, 2012).
SA biasanya adalah sekolah inklusi, artinya sekolah yang menyediakan
tempat bagi siswa berkebutuhan khusus, yang berprinsip education for all. SA
percaya bahwa dengan menyatukan antara siswa biasa dan siswa berkebutuhan

4

khusus akan dapat saling belajar. Siswa berkebutuhan khusus akan mendapatkan
spectrum normal, sementara siswa biasa akan lebih tumbuh rasa empatinya
terhadap sesama (Wikipedia, 2016).

Hal ini dikarenakan pembangunan pendidikan nasional saat ini
menghadapi banyak masalah dan tantangan. Pertama, tingkat pendidikan penduduk
relatif masih rendah, meskipun berbagai inovasi pendidikan dalam rangka upaya
wajib belajar pendidikan sembilan tahun, yang dicanangkan tahun 1994 lalu yang
masih dilaksanakan sekarang dalam rangka meningkatkan taraf hidup pendidikan
penduduk Indonesia, namun demikian sampai saat ini tingkat pendidikan penduduk
relatif rendah (Nandika, 2013:5-9).
Kedua, masih terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup lebar
antara kelompok (masyarakat) –penduduk kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan,
penduduk perkotaan dan pedesaan, dan antar provinsi/daerah-. Masyarakat miskin
menilai bahwa pendidikan masih terlalu mahal dan belum memberikan manfaat
yang signifikan atau sebanding dengan sumber daya yang dikeluarkan. Beban
masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya menjadi lebih berat, jika anak
mereka tidak turut bekerja membantu orangtua. Begitu pula keadaan masyarakat di
pedesaan, yang mana akses masyarakat desa akan pendidikan masih sulit untuk
dijangkau, fasilitas sekolah yang kurang memadai, kurang lengkapnya sarana dan
prasarana, dan terkadang dukungan dari masyarakat desa pun masih kurang. Selain
itu, faktor lain yang mempengaruhi pemerataan pendidikan ialah tingginya angka
drop out pada peserta didik yang disebabkan oleh tidak naik kelas atau oleh
pernikahan dini (Assegaf, 2011:308).

Dari beberapa faktor di atas, faktor yang paling dominan yang
menyebabkan banyak anak putus sekolah ialah faktor ekonomi jika dibandingkan
dengan faktor-faktor yang lain. Idealnya, setiap keluarga harus berpenghasilan yang
cukup besar sehingga dapat membiayai semua kebutuhan hidup, namun dalam
kenyataannya hal ini sulit untuk dicapai, karena kebutuhan dan keinginan yang
berkembang sedemikian cepat sehingga berapa pun penghasilan yang didapatkan
selalu tidak cukup untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan (Sutrisno dan

5

Albarobis, 2012:100). Kemiskinan dan putus sekolah adalah dua hal yang menjadi
tantangan dalam pemerataan pendidikan.
3. Kepemimpinan Efektif Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Alam
Secara umum, kata kepemimpinan merupakan imbuhan kata dari prefiks
(ke-) dan bisa juga (me-, pe-) dan sufiks (-an). Kata dasarnya adalah pimpin. Bila
disebut memimpin berarti : 1) memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk
menuntun, menunjukkan jalan, dan sebagainya); membimbing; 2) mengetuai atau
mengepalai (rapat, perkumpulan, dan sebagainya); 3) memandu; 4) memenangkan
paling banyak; dan 5) melatih (mendidik, mengajar, dan sebagainya) supaya dapat
mengerjakan sendiri. Bila disebut dengan pemimpin, berarti : 1) orang yang

memimpin; 2) petunjuk; buku petunjuk (pedoman). Dan bila disebutkan pimpinan,
berarti hasil memimpin; bimbingan; dan tuntunan. Jadi kata kepemimpinan berarti
perihal (tentang) memimpin (Depdikbud, 1990:684). Sama halnya dalam Kamus
Indonesia – Inggris (Echols & Shadily, 2007:428–429), memimpin (lead, guide),
pimpinan (a. leadership, guidance; b. management, administration), pemimpin (a.
leader, guide; b. manager; c. manual of instructions), dan kepemimpinan (leadership
qualities).
Secara khusus, kata kepemimpinan dalam prakteknya, misalnya di institusi
pendidikan (sekolah) dari yang terkecil disebut dengan kepala sekolah, sampai
dengan perguruan tinggi disebut dengan ketua, rektor, dan direktur. Dalam bidang
keagamaan, kepemimpinan keagamaan disebut juga Imam, Pendeta, Bikshu.
Sementara di masyarakat, biasa disebut dengan ketua RT (unit terkecil) dan presiden
(pemimpin Negara), serta raja (sistem pemerintahan kerajaan). Dalam perusahaan,
sering disebut dengan manajer yang berarti : 1) orang yang mengatur pekerjaan atau
kerjasama yang baik dengan menggunakan orang untuk mencapai sasaran; 2) orang
yang berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin,
dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu (Depdikbud,
1990:553).
Secara istilah, dalam buku Kepemimpinan Dalam Manajemen, Thoha
(2013:5), menyajikan pengertian kepemimpinan dari penulis barat yang telah

diringkas, yaitu :

6

Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan
otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang
mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan
suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan
pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi
George R. Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah
aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan
mencapai tujuan organisasi.
Begitu juga buku Ketahanmalangan Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Ahmad (2013:21–22), meringkas pengertian kepemimpinan dari luar, sebagai berikut
:
Pengertian kepemimpinan menurut Maxwell adalah
kemampuan mempengaruhi, sedangkan James C. Georges
mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
mendapatkan pengikut. Demikian juga menurut Gibson,
Ivancevich, dan Donnell, kepemimpinan adalah suatu upaya
penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive)
untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu.
Kemudian Robbins, mendefinisikan kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok dan
mengarahkannya untuk mencapai tujuan tertentu. Lain halnya
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki melihat kepemimpinan itu
sebagai suatu proses pengaruh sosial di mana pemimpin
mengusahakan partisipasi sukarela dari para bawahan dalam
suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Tetapi Locke,
menyebutkan kepemimpinan itu sebagai proses membujuk
(inducing) orang lain untuk mengambil langkah menuju
sasaran bersama. Lebih lanjut Stoner dan Wankel menekankan
kepemimpinan manajerial sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para
anggota kelompok. Lain halnya Griffin melihat kepemimpinan
itu dapat dilakukan dari dua sudut pandang yaitu : 1) suatu
proses yang berarti penggunaan pengaruh yang tidak memiliki
kekuasaan memberikan sangsi untuk membentuk tujuan
kelompok-kelompok atau organisasi, mengarahkan perilaku
untuk mencapai tujuan dan membantu menciptakan budaya
kelompok atau organisasi; 2) suatu sifat yang dimiliki, artinya
seperangkat ciri-ciri yang menjadi atribut seseorang yang
dipersepsikan sebagai seorang pemimpin. Demikian juga Davis
dan Newstrom menekankan kepemimpinan itu adalah proses
untuk mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja
secara antusias dalam pencapaian tujuan organisasi.

7

Berikutnya, buku Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan, Anwar (2013:91–92) meringkas pengertian kepemimpinan dari argumen
dalam negeri, sebagai berikut :
Argumen Miftah Thoha, secara sederhana kepemimpinan
diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan
keputusan. Sondang P. Siagian mengatakan kepemimpinan
merupakan kemampuan dan keterampilan seseorang yang
menduduki jabatan sebagai pimpinan suatu kerja untuk
memengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk
berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui
perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata dalam
pencapaian tujuan organisasi. Menurut Burhanuddin,
kepemimpinan merupakan usaha yang dilakukan oleh
seseorang dengan segenap kemampuan untuk memengaruhi,
mendorong, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang
yang dipimpin supaya mereka mau bekerja dengan penuh
semangat dan kepercayaan dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
Ngalim
Purwanto
berpendapat
bahwa
kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi, suatu seni
pembinaan kelompokorang-orang tertentu, biasanya melalui
“human relations” dan motivasi yang tepat, sehingga mereka
tanpa adanya rasa takut mau bekerja sama dan membanting
tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang
menjadi tujuan-tujuan organisasi. Kartini Kartono memperkuat
pernyataan pendapat tersebut dengan menyebutkan bahwa
fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun,
membimbing, memberi atau membangun motivasi-motivasi
kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi
yang lebih baik sehingga akan mampu membawa para
pengikutnya kepada tujuan yang telah direncanakan.
Dari beberapa buku tersebut, Syarifudin (2004:460 – 463), menulis Teori
Kepemimpinan, merangkul semua definisi kepemimpinan, sebagai berikut :
Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang
yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Dalam
definisi secara luas kepemimpinan adalah meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Selain itu juga mempengaruhi interprestasi kepada para
pengikutnya, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas untuk
mencapai sasaran tersebut, memelihara hubungan kerjasama

8

dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dari
orang-orang di luar kelompok atau organisasi.
Kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian yaitu sebagai
kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi
orang. Kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau
proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan
sesuatu secara sukarela/sukacita. Ada bermacam-macam
faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu karena ancaman,
penghargaan, otoritas dan bujukan.
Kepemimpinan
adalah
proses
mengarahkan
dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya
dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi
ini mengandung tiga implikasi penting yaitu : (1)
Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan
maupun
pengikut,
(2)
Kepemimpinan
melibatkan
pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota
kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok
bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk
menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda
untuk memepngaruhi tingkah laku pengikutnya dengan
berbagai cara.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau member
contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah seni
mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara
kepatuhan, kepercayaan, kehormatan dan kerjasama yang
bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi
dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan itu
melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi
tertentu.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sumber pengaruh
dapat secara formal atau tidak formal. Pengaruh formal ada
bila seorang pemimpin memiliki posisi manajerial di dalam
sebuah organisasi. Sedangkan sumber pengaruh tidak formal
muncul di luar struktur organisasi formal. Dengan demikian
seorang pemimpin dapat muncul dari dalam organisasi atau
karena ditunjuk secara formal.
Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational
concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi
dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut,
maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah
premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui

9

bagaimana membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan para
pengikut mereka.
Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin,
pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi
oleh John Gardner (1986-1988), kepemimpinan lebih dari
sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang
diformalkan
mungkin
sangat
mendorong
proses
kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak
menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk
mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya
melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan),
penetapan sasaran, member imbalan dan hukum,
restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengertian pemimpin
yang efektif dalam hubungannya dengan bawahan adalah
pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa
kepentingan pribadi dari bawahan adalah visi pemimpin, serta
mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil dalam
mengimplementasikannya.
Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan
konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh
alat untuk memepengaruhi perilaku para pengikutnya.
Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan yaitu
kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan,
referensi, informasi dan hubungan.
Pada dasarnya kemampuan untuk mempengaruhi orang atau
suatu kelompok untuk mencapai tujuan tersebut terdapat
kekuasaan. Kekuasaan tak lain adalah kemampuan untuk
mendapatkan orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan
oleh pihak lainnya.
Praktik kepemimpinan berkaitan dengan mempengaruhi
tingkah laku dan perasaan orang lain baik secara individual
maupun kelompok dalam arahan tertentu. Kepemimpinan
menunjuk pada proses untuk membantu mengarahkan dan
memobilisasi orang atau ide-idenya.
Dalam Islam, kepemimpinan diidentikan dengan isitilah
khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah
Rasulullah SAW wafat menyentuh juga maksud yang
terkandung didalam perkataan “amir” (yang jamaknya umara)
atau penguasa. Oleh karena itu, kedua istilah ini dalam bahasa
Indonesia disebut pemimpin formal. Namun jika meruju
kepada firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 30), yang artinya :
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat,”Aku akan menciptakan khalifah di bumi”.

10

Maka kedudukan non formal dari seorang khalifah juga tidak
bisa dipisahkan lagi. Perkataan khalifah sesudah nabi, tetapi
adalah penciptaan nabi Adam yang disebut sebagai manusia
dengan tugas untuk memakmurkan bumi yang meliputi tugas
menyeru orang lain berbuat ma’ruf dan mencegah dari
perbuatan munkar.
Selain kata khalifah disebutkan juga kata ulil amri yang satu
akar dengan kata amir. Kata ulil amri berarti pemimpin
tertinggi dalam masyarakat Islam. Dalam hadis, istilah
pemimpin dijumpai dalam kalimat ra’in atau amir, seperti yang
disebutkan dalam hadit riwayat Bukhari Muslim : “Setiap
orang diantara kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin
bertanggungjawab atas kepemimpinannya”
Dalam hadits tersebut bahwa seorang pemimpin (kepala sekolah)
bertanggungjawab atas kepemimpinannya (efektif dalam meneglola SA), terlebih
kepala sekolah dengan kebijakannya tersebut, harus mampu memperioritaskan SA
bagi siswa miskin dan putus sekolah sesuai tujuan awal pendirian SA adalah untuk
kaum dhuafa.
Dalam rangka education for all atau pendidikan untuk semua merupakan
sebuah solusi atau alternatif dalam mengatasi masalah pendidikan tersebut, yang
merupakan penjabaran UUD 1945 mengenai pendidikan untuk masyarakat (siswa
miskin dan putus sekolah). Sebuah kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
sebagai penyelengara negara dalam kehidupan negeri ini. Maka, pemerataan
kesempatan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran tidak hanya terbatas
pada kelompok yang mampu saja, namun harus menyeluruh untuk setiap lapisan
masyarakat (Saroni, 2013:22).
Upaya untuk inkorporasi atau implementasi education for all dalam
pendidikan sebenarnya sudah ada hanya saja belum optimal. Terkhusus bagi
masyarakat miskin dan siswa miskin yang pintar terjadi drop out atau siswa miskin
yang “malu” sekolah lagi dikarenakan beberapa kali tidak naik kelas, sehingga anak
didik tersebut pada akhirnya menjadi anak jalanan – Teringat iklan lampu merk ‘X’
(dilarang menyebutkan namanya) yang ada di televisi yang menggambarkan kondisi
sekolah yang minim penerangan (cahaya lampu) dan tentang anak laki-laki yang
berbicara dalam rangka menjelaskan fungsi lima indra tubuh manusia: mata untuk

11

melihat, telinga untuk mendengar, untuk tangan (anak laki-laki tersebut terdiam dan
kemudian terbata-bata menjelaskan tangan untuk memulung membantu ayah)-,
begitu nyata kondisi yang terjadi di mana keadaan sekolah dan siswa miskin yang
sepenuh belum mendapat perhatian pemerintah Indonesia.
Solusi yang diberikan adalah dengan bersekolah di SA, keunggulannya
dalam

mengintegrasikan tiga pilar pendidikan dan diyakini menjadi faktor

keunggulan umat manusia, yaitu pilar iman, ilmu pengetahuan, dan kepemimpinan.
Karena itu kurikulum sekolah alam, bukan hanya menekankan pada tercapainya
tujuan akademik (kurikulum diknas), melainkan juga mengembangkan kurikulum
non-akademik (lokal). SA mengimplementasikan model pembelajaran terintegrasi
berbasis alam dan potensi lokal, yang memiliki tiga fungsi : pertama, alam sebagai
ruang belajar, kedua, alam sebagai media dan bahan mengajar, dan ketiga, alam
sebagai objek pembelajaran (Parenting, 2016).
Pembelajarannya banyak dilaksanakan diruang/kelas terbuka (tanpa
dinding dan jendela), dengan memanfaatkan potensi yang ada. Karena awalnya
untuk mengurangi biaya pembangunan inftastruktur, sehingga biaya pendidikan
lebih terjangkau. Namun kemudian, pembangunan kelas terbuka ini ditujukan agar
anak lebih banyak mendapatkan asupan udara segar.
SA umumnya adalah sekolah formal, sehingga mengikuti jenjang yang
berlaku dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya materi yang diberikan
sama dengan sekolah biasa, namun metode penyampaiannya menggunakan sistem
spider web atau tematik dalam membentuk logika ilmiah dimana suatu tema
diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dengan demikian pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, konprehensif dan aplikatif,
sekaligus juga lebih “membumi” (Maryati, 2007), dan dalam membentuk jiwa
kepemimpinan digunakan metode outbound dengan pengembangan kemampuan
berwirausaha. Rapor yang diberikan ada dua yaitu rapor akademis sesuai standar
diknas dan rapor khas SA berupa portofolio siswa. Sehingga lulusannya akan sanggup
menjadi pribadi tangguh yang siap menjemput kesuksesan dan kemuliaan dalam
hidup (Pena Kuasa Berkarya, 2010).

12

4. Simpulan dan Saran
SA adalah model inovasi pendidikan, dimana alam sebagai ruang belajar,
media dan bahan mengajar, dan alam sebagai objek pembelajaran. Dasar
pendiriannya adalah untuk kaum dhuafa (siswa miskin dan putus sekolah) dalam
rangka education for all. Dalam pengelolaannya dituntut kepemimpinan efektif
kepala sekolah, supaya SA berkembang dan menghasilkan lulusan yang berkualitas di
kancah global.
Penelitian ini diharapkan sebagai menambah khasanah ilmu pengetahuan,
dan dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya bagi civitas akademika Univ.
PGRI Palembang pada umumnya dan khususnya para cendikiawan dan peneliti
dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
5. Daftar Pustaka
Ahmad, Syarwani, (2013), Ketahanmalangan Kepemimpinan Kepala Sekolah
(Salah Satu Faktor Penentu Keberhasilan Kepala Sekolah), Yogyakarta:
Pustaka Felicha
Al-Alauddin, (2012), Manajemen Lingkungan Pembelajaran,
alauddin.blogspot.co.id/2012/05/manajemen-lingkunganpembelajaran.html, diakses 9 November 2016

http://al-

Anwar, Moch. Idochi, (2013), Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Assegaf, Abd. Rachman (2011), Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta: Rajawali
Press
Depdikbud, (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Echols, John M. & Hassan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, Jakarta: Gramedia
Fitri, (2012), Kualitas Pendidikan: Indeks Pendidikan untuk Semua Masih
Stagnan,
http://cetak.kompas.com/read/2012/10/20/04385981/indekspendidikan-untuk-semua-masih-stagnan, diakses 9 November 2016
Informasi Pendidikan, (2014), Mengenal Sekolah Alam, http://www.iformasipendidikan.com/2014/09/mengenal-sekolah-alam.html, diakses 9
November 2016

13

Maryati, (2007), Sekolah Alam, Alternatif Pendidikan Sains yang Membebaskan
dan Menyenangkan, e-journal Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta 2007.pdf, diakses 9
November 2016
Nandika, Dodi, (2007), Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta:
Pustaka Pelajar
Parenting, (2016), Usia Sekolah: Keuntungan Anak Belajar di Sekolah Alam,
http://www.parenting.co.id/usiasekolah/keuntungan+anak+belajar+di+sekolah+alam, diakses tanggal 9
November 2016
Pena

Kuasa
Berkarya,
(2010),
Sekolah
Alam,
http://penakuasaberkarya.blogspot.co.id/2010/11/sekolah-alam.html,
diakses 9 November 2016

Saroni, Muhammad, (2013), Pendidikan untuk Orang Miskin: Membuka Keran
Keadilan dan Kesetaraan dalam Kesempatan Berpendidikan,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Sutrisno, dan Muhyidin Albaroris, (2012), Pendidikan Islam Berbasis Problem
Sosial, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Syarifidin, Encep, (2004), Teori Kepemimpinan, P3M STAIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten: Jurnal AL QALAM, Vol. 21 No. 102
Vanani,

(2016),
Pemerataan
Pendidikan
di
Indonesia,
http://vanani.student.umm.ac.id/pemerataan-pendidikan-diindonesia/vanani, diakses 9 November 2016

Wikipedia, (2016), Sekolah Alam, https://id.wikipedia.org/wiki/sekolah_Alam,
diakses 9 November 2016

14