Makalah Kebijakan Pendidikan islam haslinda

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi Pendidikan

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Disusun
Oleh :

Kelompok III (PMM-2 / VI)

Azman Ridho

35.12.3.079

Umi Habibahtul A’liyah

35.12.3.072

Dosen Pembimbing : Amiruddin, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

KATA PENGANTAR
Assalamu’alikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
karunia dan izin-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini tentang
“Kebijakan Pendidikan” guna memenuhi tugas mata kuliah Administrasi
Pendidikan ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis mengucapkan terima kasih :
1. Pak Amiruddin, M.Pd., selaku dosen pengampu yang telah membimbing
penulis dalam penulisan dan penyelesaian tugas ini dan memberikan
gambaran kepada penulis tentang penyusunan tugas ini.
2. Orang tua penulis yang telah memeberikan bantuan meteril sehingga
mempelancar penyelesaian makalah ini dan juga dukungan moral yang
telah diberikan.
3. Teman-teman yang telah bersedia memberikan masukan yang mendukung

kepada penulis mengenai penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mohon kritik, saran, dan tanggapan yang
membangun dan dengan terbuka penulis terima untuk menjadi bahan masukan
bagi penulis dalam penulisan tugas yang akan datang. Semoga, tugas ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alikum warahmatullahi wabarakatuh
Medan,

Maret 2015

Penulis

1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A. Konsep Kebijakan dan Kebijaksanaan......................................................3
1. Arti Kebijakan.....................................................................................3
2. Arti Kebijaksanaan..............................................................................4
B. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan..................................................5
1. Pendekatan Empirik (Empirical).........................................................5
2. Pendekatan Evaluatif...........................................................................6
C. Model-model Kebijakan dalam Pendidikan..............................................7
1. Model Deskriptif..................................................................................8
2. Model Normatif...................................................................................8
3. Model Verbal........................................................................................9
4. Model Simbolis....................................................................................9
5. Model Prosedural.................................................................................10
6. Model Sebagai Pengganti dan Perspektif............................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
LAMPIRAN

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini sistem pendidikan semakin berkembang pesat. Segala sesuatu
yang dapat mengembangkan sitem pendidikan diterapkan guna mencapai tujuan
pendidikan. Seperti kita ketahui bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.1
Engkoswara mengatakan, “Administrasi pendidikan adalah ilmu yang

mempelajari penataan sumber daya manusia yaitu, kurikulum dan fasilitas untuk
mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik
bagi manusia dalam mencapai tujuan pendidikan”.2 Setelah kita mengetahui
definisi administrasi pendidikan tentu administrasi pendidikan menjadi salah satu
disiplin ilmu yang berkontribusi untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam
administrasi pendidikan terdapat kebijakan pendidikan yang digunakan dalam
dunia pendidikan atau persekolah tentunya. Kebijakan disamakan dengan rencana
dan program, bahkan sering tidak dibedakan antara perbuatan kebijakan (policy
making) atau pembuatan kebijakan (decision making). Tidak hanya itu di dalam
kebijakan pendidikan juga terdapat pendekatan dan model-model kebijakan yang
digunakan dalam pendidikan. Semuanya ini saling berkaitan guna mencapai suatu
tujuan pendidikan.

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 3
2 Drs. Yusak Burhanuddin, Administrasi Pendidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 1998),
hal. 12

1


B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu kebijakan ?
2. Apa itu kebijaksanaan ?
3. Apa itu kebijakan pendidikan ?
4. Apa saja pendekatan kebijakan dalam pendidikan ?
5. Apa saja model kebijakan dalam pendidikan ?
C. TUJUA PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Arti kebijakan.
2. Arti kebijaksanaan.
3. Pengertian kebijakan pendidikan.
4. Pendekatan kebijakan dalam pendidikan.
5. Model - model kebijakan dalam pendidikan.

2

BAB II
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A. Konsep Kebijakan dan Kebijaksanaan
1. Arti Kebijakan

Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia kebijakan berarti kepandaian,
kemahiran, kebijkasanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak (tt pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip,
atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai
sasaran; garis haluan.3 Menurut Kamus Oxford, kebijakan berarti “rencana
kegiatan” atau pernyataan-pernyataan tujuan ideal.4
Menurut Nichols, bahwa : “kebijakan adalah suatu keputusan yang
dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan
bukan kegiatan-kegiatan berulang dan rutin yang terpogram atau terkait dengan
aturan-aturan keputusan”. Pendapat lain dikemukakan oleh Klein dan Murphy,
bahwa : “kebijakan berarti seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta
peraturan-peraturan yang membimbing sesuatu organisasi, kebijakan dengan
demikian mencakup keseluruhan petunjuk organisasi”.5
Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa
menunjuk pada seperangkan tujuan, rencana atau usulan, program-program,
keputusan-keputusan, menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-undang
atau peraturan-peraturan. Duke dan Canady mengelaborasikan konsep kebijakan
dengan delapan arah pemaknaan kebijakan, yaitu: (1) kebijakan sebagai
penegasan maksud dan tujuan, (2) kebijakan sebagai sekumpulan keputusan

lembaga yang digunakan untuk mengatur, mengendalikan, mempromosikan,
melayani, dan lain-lain pengaruh dalam lingkup kewenangannya, (3) kebijakan
sebagai panduan tindakan diskresional, (4) kebijakan sebagai strategi yang
3 , Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal. 149
4 Prof. Dr. Nanang Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hal. 129
5 Prof. Dr. Fachruddin, M.A. dkk, Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan untuk
Kependidikan Islam, (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010), hal. 146

3

diambil untuk memecahkan masalah, (5) kebijakan sebagai perilaku yang
bersanksi, (6) kebijakan sebagai norma perilaku dengan ciri konsistensi, dan
keteraturan dalam beberapa bidang tindakan substantive, (7) kebijakan sebagai
keluaran sistem pembuatan kebijakan, dan (8) kebijakan sebagai pengaruh
pembuatan kebijakan, yang menunjuk pada pemahaman khalayak sasaran
terhadap implementasi sistem.6
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah
serangkaian tujuan, rencana, program-program yang dibuat untuk menjadi
pedoman ketika melakukan kegiatan atau mengambil keputusan di mana

kebijakan tersebut memiliki sanksi jika tidak dilaksanakan.
Sementara, kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dijabarkan di dalam berbagai
kebijakan pendidikan.7
2. Arti Kebijaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia kebijaksanaan berarti kepandaian
menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), kecakapan
bertindak apabila menghadapi kesulitan.8
Kebijaksanaan (policy) diberi arti yang bermacam-macam. Harold D.
Lasswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijkasanaan sebagai “a projected
program of goals, values and practices” (“Suatu program pencapaian tujuan,
nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah”). Carl J. Friedrick mendefinisikan
kebijkasanaan sebagai berikut “… a proposed course of action of a person, group,
or government within a given environtment providing obstacles and opportunities
which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a
goals ar realize an objective or a purpose” (“… serangkaian tindakan yang
diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap
6 Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer,
(Malang : UIN-Maliki Press, 2010), hal. 3

7 Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed, Kekuasaan Pendidikan : Manajemen Pendidikan
Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal. 7
8 , Kamus Besar Bahasa Indonesia , ed.3, cet.1,, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal. 149

4

pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu”).
Pengertian berikutnya dikemukakan oleh James E. Anderson bahwa
kebijaksanaan itu adalah : “A purposive course of action followed by an actor or
set of actors in dealing with a problem or matter of cancern” (“Serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu”).
Amara Raksasataya mengemukakan kebijaksanaan sebagai suatu taktik
dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu
kebijaksanaan memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :
1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.
2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.

3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari
taktik atau strategi.9
Dari bebrapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan adalah
serangkaian tindakan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dan dilakukan
oleh seorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
B. Pendekatan Kebijakan dalam Pendidikan
1. Pendekatan Empirik (Empirical)
Pendekatan empiris ditekankan pada penjelasan berbagai sebab dan akibat
dari suatu kebijakan tertentu dalam bidang pendidikan yang bersifat faktual atau
fakta macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif dan prediktif.
Penelitian kebijakan publik bersifat empiris dan kuantitatif pada suatu
organisasi dilakukan seperti masalah-masalah kemiskinan, pemberantasan buta
huruf, gelandangan di kota, penyakit masyarakat, dan control politik berlawanan
dengan tradisi yang lebih tua seperti spekulasi filosofis, mistik, takhayul, dan
9 Drs. M. Irfan Islamy, MPA., Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
(Jakarta : Bina Aksara, 1988), hal. 15 - 18

5

otoritas agama terutama (tidak sepenuhnya) mengandalkan observasi yang
didasarkan

pada

pengalaman

inderawi

(spekulatif)

untuk

membenarkan

pernyataan dan pengetahuan. Kebijaksanaan merupakan proses rasional dimana
analisis menghasilkan informasi dan argument yang masuk akal mengenai
pemecahan-pemecahan potensial atas masalah kebijaksanaan.
Dengan demikian informasi kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pendekatan empiris akan menghasilkan informasi penyelenggaraan
pembelajaran yang aktual yang dibutuhkan di lapangan pada akhirnya dapat
mengarah ke pernyataan kebijakan yang bisa saja sama sekali berbeda dengan
kondisi objektif di lapangan.
2. Pendekatan Evaluatif
Pendekatan evaluatif ditekankan pada penentuan bobot atau manfaatnya
(nilai) beberapa kebijakan menghasilkan informasi yang bersifat evaluatif.
Evaluasi terhadap kebijakan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan
evaluative yaitu bagaimana nilai suatu kebijakan dan menurut nilai yang mana
kebijakan itu ditentukan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa evaluasi
kebijakan organisasi adalah suatu aktivitas untuk mengetahui seberapa jauh
kebijakan benar-benar dapat diterapkan dan dilaksanakan serta seberapa besar
dapat memberikan dampak nyata memenuhi harapan terhadap khalayak sesuai
direncanakan.
Model evaluasi kebijakan terdiri dari : (1) evaluasi proses, yaitu samapai
dimana kebijakan telah dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terkait dengan
kebijakan sesuai dengan garis-garis yang telah ditetapkan dan (2) evaluasi dampak
yaitu seberapa besar kebijakan ini telah menyebabkan perubahan pada tujuan yang
harus dicapai. Sedangkan Dunn menegaskan bahwa evaluasi kebijakan organisasi
digolongkan menjadi tiga, yaitu : (1) evaluasi semu (pseudo evaluation) yang
sekedar mempersoalkan alat-alat evaluasinya, umumnya sekadar mempersoalkan
apakah alt-alat evaluasi yang dipergunakan telah memenuhi persyaratan sebagai
alat evaluasi yang baik seperti sahih (valid), punya ketetapan dapat dipercaya
(reliable), layak praktis (feasible), dan sebagainya. (2) evaluasi resmi (formal

6

evaluation) disamping mempersoalkan validitas, realibilitas, dan feasibilitas alatalat evaluasi, juga sekaligus melihat substansi yang dievaluasi. Informasiinformasi yang didapatkan dalam evaluasi formal ini dilihat kesahihan dan
keadaannya, dan substansi-substansi yang dievaluasi juga dilihat apakah telah
sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan atau belum, dan (3) evaluasi
berdasarkan teori keputusan (decision theoretic evaluation) didasarkan atas
banyak kompromi dan bahkan consensus, maka evauasi kebijakan berdasarkan
teori keputusan ini selain memperhatikan kesahihan dan keandalan juga
mempertimbangkan harga atau nilainya, bagi mereka yang terlibat dalam proses
pembuatan keputusan.
Dengan demikian evaluasi kebijakan adalah suatu aktivitas yang didesain
untuk menilai sejauh mana kebijkan-kebijakan yang telah dibuat telah berhasil
sesuai seperti yang diharapkan atau tidak.10
C. Model-model Kebijakan dalam Pendidikan
Menurut Stokey dan Zeckhuaser “A model is simplified representation of
some aspect of the real world. Sometimes of an object, sometimes of a situation or
a process. It may be an acyual physical representation, a globe, for instance or a
diagram, a concept, oe even a set a question”. Jadi, model adalah representasi
dari sebuah aspek dalam dunia nyata yang disederhanakan. Kadang-kadang model
berupa objek, sebuah situasi atau proses. Namun, yang jelas model itu represntasi
fisik yang nyata. Seperti globe (bole dunia), diagram, sebuah konsep dan bahkan
sederet pertanyaan.11
Istilah tipe-tipe model kebijakan menurut Dunn terdiri dari enam model,
yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model
procedural, model sebagai pengganti dan perspektif.
1. Model Deskriptif

10 Dr. H. Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung : Alfabeta,
2006), hal. 100 - 102
11 Prof. Dr. Nanang Fattah, op.cit., hal. 59 - 60

7

Model deskriptif menurut Suryadi dan Tilaar adalah suatu prosedur atau
cara yang digunakan untuk penelitian dalam ilmu pengetahuan baik murni
maupun terapan untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Cohn model deskriptif adalah pendekatan positif yang
diwujudakan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan menyajikan suatu “state of
the art” atau keadaan apa adanya dari suatu gejalayang sedang diteliti dan perlu
diketahui para pemakai. Tujuan model deskriptif oleh Dunn memprediksikan atau
menjelaskan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan
kebijakan.
Penafsiran secara ilmiah mengenai gejala kemasyarakatan dalam model
deskriptif agar diperoleh kesepakatan umum mengenai suatu permasalahan yang
sedang disoroti untuk menerangkan suatu gejala, adalah menerangkan apa adanya
tentang hasil dari suatu upaya yang dilakukan oleh suatu kegiatan atau program,
dan menyajikan informasi yang diperlukan sebagai bahan masukan bagi
pengambilan keputusan. Misalnya, untuk meramalkan kinerja pendidikan dalam
hal ini Departemen Pendidikan Nasional, bersama konsorsium pendidikan pada
tataran makro nasional mempersiapkan ramalan yang berkaitan dengan kualitas
lulusan dan eliminasi angka drop out sebagai laporan bidang pendidikan oleh
Presiden.
2. Model Normatif
Pendekatan normatif menurut Suryadi dan Tilaar disebut juga pendekatan
perspektif yang merupakan upaya ilmu pengetahuan menawarkan suatu norma,
kaidah, atau resep yang dapat digunakan oleh pemakai untuk memecahkan suatu
masalah.12 Model ini bertujuan bukan hanya untuk menjelaskan dan atau
memprediksi,

tetapi

juga

memberikan

dalil

dan

rekomendasi

untuk

mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai). Di antara beberapa jenis
model normatif yang digunakan oleh para analis kebijakan adalah model
normative yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang
optimum.13
12 Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd., op.cit., hal. 105
13 Prof. Dr. Nanang Fattah, op.cit., hal. 61

8

Model normatif tidak hanya memungkinkan analis atau pengambil
kebijakan memperkirakan masa lalu, masa kini, dan masa dating. Pendekatan
normative dalam analisis kebijakan dimaksudkan untuk membantu para
pengambil keputusan (Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Sekolah)
memberikan gagasan hasil pemikiran agar para pengambil keputusandapat
memecahkan suatu masalah kebijakan. Pendekatan normative ditekankan pada
rekomendasi serangkaian tindakan yang akan dating (aksi) yang dapat
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat
pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
3. Model Verbal
Dalam menggunakan model verbal, analisis bersandar pada penilaian nalar
untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian nalar
menghasilkan argumen kebijakan, bukan berbentuk nilai-nilai angka pasti. Model
verbal secara relative mudah dikomunikasikan diantara para ahli dan orang awam,
dan biayanya murah. Keterbatasan model verbal adalah masalah-masalah yang
dipakai untuk memberikan prediksi dan rekomendasi bersifat implicit atau
bersembunyi, sehingga sulit untuk memahami dan memeriksa secara kritis
argument-argumen tersebut sebagai keseluruhan, karena tidak didukung informasi
atau fakta yang mendasarinya.
4. Model Simbolis
Model

simbolis

menggunakan

simbol-simbol

matematis

untuk

menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri
suatu masalah. Prediksi atau solusi yang optimal dari suatu masalah kebijkan
diperoleh dari model-model simbolis dengan meminjam dan menggunakan
metode-metode matematika, statistika, dan logika. Model-model simbolis dapat
memperbaiki keputusan kebijakan, tetapi hanya jika premis-premis sebagai
pijakan penyusun model dibuat eksplisit dan jelas. Tanpa verifikasi empiris hanya
ada sedikit jaminan bahwa hasil praktik semacam itu dapat diandalkan untuk
tujuan kebijakan normative. Karena itu penentuan kebijakan atas dasar angkaangka kuantitatif tidak cukup memadai untuk melakukan prediksi, masih perlu

9

data kualitatif atau fakta-fakta yang riel sebagai pertimbangan prediksi dan juga
penentuan kebijakan.
5. Model Prosedural
Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis antara variabelvariabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Prosedur simulasi
dan penelitian pada umumnya (meskipun tidak harus) diperoleh dengan bantuan
komputer, yang diprogram untuk menghasilkan prediksi-prediksi alternatif di
bawah serangkaian asumsi yang berbeda-beda. Model prosedural dicatat dengan
memanfaatkan model ekspresi yang simbolis dalam penentuan kebijakan.
Perbedaannya, simbolis menggunakan data aktual untuk memperkirakan
hubungan antara variabel-variabel kebijakan dan hasil, sedangkan model
prosedural adalah mensimulasikan hubungan antara variabel tersebut. Model
prosedural dalam ditulis dalam bahasa nonteknis yang terfahami. Kelebihannya
memungkinkan simulasi dan penelitian yang kreatif, kelemahannya sering
mengalami kesulitan mencari data atau argument yang dapat memperkuat asumsiasumsinya, dan biaya model procedural ini relative tinggi disbanding model
verbal simbolis.
6. Model Sebagai Pengganti dan Perspektif
Pendekatan preskriptif menurut Suyadi dan Tilaar merupakan upaya ilmu
pengetahuan menawarkan suatu norma, kaidah, atau resep yang dapat digunakan
oleh pemakai memecahkan suatu masalah khususnya masalah kebijakan.
Preskripsi atau rekomendasi diidentikkan dengan advokasi kebijakan, yang
acapkali dipandang sebagai cara membuat keputusan idiologis atau untuk
menghasilkan informasi kebijakan yang relevan dan argument-argumen yang
masuk akal mengenai solusi-solusi yang memungkinkan bagi masalah publik. Jadi
pengambilan kebijakan bukan atas kemauan atau kehendak para penentu
kebijakan, tetapi memiliki alasan-alasan yang kuat dan kebijakan tersebut
memang menjadi kebutuhan publik. Bentuk ekspressi dari model kebijakan lepas
dari tujuan, menurut Dunn dapat dipandang sebagai pengganti (surrogates) atau
sebagai perspektif (perspective).

10

Model pengganti (surrogate model) diamsusikan sebagai pengganti
masalah-masalah substantif. Model pengganti mulai disadari atau tidak dari
asumsi bahwa maslah formal adalah representasi yang sah dari masalah yang
substantif. Model perspektif didasarkan pada asumsi bahwa masalah formal tidak
pernah sepenuhnya mewakili secara sah masalah substantif, sebaliknya model
perspektif dipandang sebagai satu dari banyak cara lain yang dapat digunakan
untuk merumuskan masalah substantif. Perbedaan antara model pengganti dan
perspektif adalah penting dalam analisis kebijakan publik.14

14 Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd., op.cit., hal. 105 - 108

11

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan adalah serangkaian tujuan, rencana, program-program yang
dibuat untuk menjadi pedoman ketika melakukan kegiatan atau mengambil
keputusan di mana kebijakan tersebut memiliki sanksi jika tidak dilaksanakan.
Sementara, kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dijabarkan di dalam berbagai kebijakan
pendidikan.
Kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang diarahkan untuk
mencapai suatu tujuan dan dilakukan oleh seorang atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Pendekatan kebijakan dalam pendidikan terbagi dua, yaitu :
1.
2.

Pendekatan Empirik (Empirical).
Pendekatan Evaliatif.
Model-model kebijakan dalam pendidikan menurut Dunn terbagi menjadi

enam, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Model Deskriptif.
Model Normatif.
Model Verbal.
Model Simbolis.
Model Prosedural.
Model Sebagai Pengganti dan Perspektif.
B. SARAN
Sebagai calon-calon pengambil keputusan hendaknya kita memahami apa

itu kebijakan, kebijaksanaan, serta pendekatan dan model-model yang dapat
memudahkan kita dalam mengambil keputusan untuk memecahkan suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, Yusak. 1998. Administrasi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.
12

Fachruddin, dkk. 2010. Administrasi Pendidikan : Menata Pendidikan untuk
Kependidikan Islam. Bandung : Citapustaka Media Perintis.
Fattah, Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Islamy, Irfan. 1988. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta :
Bina Aksara.
. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3, cet.1 . Jakarta : Balai
Pustaka.
Rahardjo, Mudjia. 2010. Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer. Malang :
UIN-Maliki Press.
Sagala, Syaiful. 2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta.
Tilaar. 2009. Kekuasaan Pendidikan : Manajemen Pendidikan Nasional Dalam
Pusaran Kekuasaan. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3.

13