Tantangan SDM Indonesia Dalam Menghadapi

Nama

: Jordy Christy Virya

Nim

: 1102045091

Prodi

: Hubungan Internasional Reg B 2011

Mata Kuliah : HI di Asia Tenggara

Tantangan SDM Indonesia Dalam Menghadapi Asean Economic
Community 2015
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) merupakan sebuah organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang didirikan
di Bangkok, Thailand, pada 8 Agustus1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Selama lebih dari empat dekade ASEAN telah mengalami banyak perubahan dan

perkembangan yang positif dan signifikan menuju tahapan baru yang lebih integratif dan
berwawasan ke depan dengan dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN Community) pada
tahun 2015. Hal ini diperkuat dengan disahkannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang
secara khusus akan menjadi landasan hukum dan landasan jati diri ASEAN ke depannya.
Pembentukan Komunitas ASEAN diawali dengan komitmen para pemimpin ASEAN
dengan ditandatanganinya ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada tahun 1997 yang
mencita-citakan ASEAN sebagai suatu komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam
lingkungan yang damai, stabil dan makmur, serta dipersatukan oleh hubungan kemitraan. Tekad
untuk membentuk Komunitas ASEAN kemudian dipertegas lagi pada KTT ke-9 ASEAN di Bali
pada tahun 2003 dengan ditandatanganinya ASEAN Concord II. ASEAN Concord II yang
menegaskan bahwa ASEAN akan menjadi sebuah komunitas yang aman, damai, stabil, dan
sejahtera
pada
tahun
2020.
Bahkan, pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, komitmen untuk
mewujudkan Komunitas ASEAN dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dengan
ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN
Community by 2015”. Tujuan dari pembentukan Komunitas ASEAN adalah untuk lebih
mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik internasional.

ASEAN menyadari sepenuhnya bahwa ASEAN perlu menyesuaikan cara pandangnya agar dapat
lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal.
Negara-negara ASEAN memproklamirkan pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN
Community) yang terdiri atas tiga pilar yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security
Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), dan

Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Tiga pilar
pendukung tersebut akan menjadi paradigma baru yang akan menggerakkan kerjasama ASEAN
ke arah sebuah komunitas dan identitas baru yang lebih mengikat.

Dari ketiga pilar tersebut, Indonesia saat ini mengedepankan pembangunan komunitas ekonomi
ASEAN/masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (ASEAN Economic Community/AEC).
Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC - ASEAN Economic Community 2015).
AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan
mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta
meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk menciptakan
pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi
terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat
arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan
pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja. Implementasi AEC 2015 akan berfokus pada 12

sektor prioritas, yang terdiri atas tujuh sektor barang (industri pertanian, peralatan elektonik,
otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil) dan lima sektor
jasa (transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri teknologi
informasi atau e-ASEAN).

Untuk dapat memainkan peranan dalam AEC, diperlukan persiapan yang matang dengan
memperhatikan peluang yang dimiliki dan tantangan yang dihadapi serta langkah strategi yang
harus disiapkan.
Peluang AEC 2015
Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk
memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi,
meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi
perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan
AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta
meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi
domestik. Beberapa potensi Indonesia untuk merebut persaingan AEC 2015, antara lain:
1. Indonesia merupakan pasar potensial yang memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk
yang terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN). Hal ini dapat menjadikan
Indonesia sebagai negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin
pasar ASEAN di masa depan dengan kesempatan penguasaan pasar dan investasi.

2. Indonesia merupakan negara tujuan investor ASEAN. Proporsi investasi negara ASEAN
di Indonesia mencapai 43% atau hampir tiga kali lebih tinggi dari rata-rata proporsi
investasi negara-negara ASEAN di ASEAN yang hanya sebesar 15%.
3. Indonesia berpeluang menjadi negara pengekspor, dimana nilai ekspor Indonesia ke intraASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya,
Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus
ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju
peningkatan impor dari intra-ASEAN.
4. Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk
pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan
non-tarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan
sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk
memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga
mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga

mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai
salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik
dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar
untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
5. Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar akan memperoleh keunggulan

tersendiri, yang disebut dengan bonus demografi. Perbandingan jumlah penduduk
produktif Indonesia dengan negara-negara ASEAN lain adalah 38:100, yang artinya
bahwa setiap 100 penduduk ASEAN, 38 adalah warga negara Indonesia. Bonus ini
diperkirakan masih bisa dinikmati setidaknya sampai dengan 2035, yang diharapkan
dengan jumlah penduduk yang produktif akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk Indonesia.

Tantangan AEC 2015
Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 tantangan yang dihadapi Indonesia adalah
meningkatkan daya saing. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya saing, yang masih menjadi
tantangan bagi Indonesia, yakni:
1. Infrastruktur
Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh World
Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia berada pada peringkat ke-38. Sementara
itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-82 dari 148 negara atau
berada pada peringkat ke-5 diantara negara-negara inti ASEAN. Hal ini menunjukkan
bahwa infrastruktur Indonesia masih jauh tertinggal.

Beberapa infrastruktur yang harus disiapkan Indonesia menjelang AEC 2015, antara lain: darat,
berupa jejaring jalan ASEAN dan jalur rel kereta Kunming-Singapura; laut, berupa jejaring

perhubungan laut; udara, berupa jalur pengiriman udara; teknologi informasi, berupa jaringan
komunikasi, dan energi, berupa keamanan energy. Beberapa infrastruktur yang telah dibangun,
meliputi penataan pelabuhan Tanjung Priok, pembangunan bandara internasional Lombok Praya
dengan rute internasional Malaysia, Singapura, Australia, dan Hongkong (menyusul).
Sabuk Selatan Nusantara yang menghubungkan 16 pulau dari Sabang sampai Merauke (5.330
km jalan dan 1.600 km jalur laut) dan Sabuk Tengah Nusantara sepanjang 3.800 km yang
menghubungkan 12 provinsi dari Sumatra Selatan hingga Papua Barat. Beberapa infrastruktur
yang belum dibangun atau masih dalam tahap penyelesaian, yakni: Indonesia mengajukan
perpanjangan jalur kereta Kunming-Singapura hingga ke Surabaya; rencana pembangunan
Jembatan Selat Sunda (diproyeksikan rampung 2025); dan Sabuk Utara Nusantara diproyeksikan
rampung pada 2015.
Pembangunan infrastruktur yang rendah di Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa faktor
penghambat, yakni:



1. Anggaran infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah ini tidak
dapat mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility study serta AMDAL
yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur.
2. Konflik kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu dalam

pembangunan infrastruktur.
3. Koordinasi yang sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait dengan hutan
lindung atau pertanian dimana koordinasi antara lintas kementerian dan lintas otoritas
sulit dilakukan.
Biaya Logistik Dampak dari rendahnya infrastruktur berpengaruh pada semakin
mahalnya biaya logistik di Indonesia. Perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya
logistik yang mahal dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, yang dibebankan sebesar
14,08%, jika dibandingkan dengan biaya logistik yang wajar sebesar 7%. Berdasarkan Logistic
Performance Index (LPI, 2012), Indonesia menempati peringkat ke-59 dari 155 negara, di bawah
peringkat Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Dengan pengurangan biaya logistik, maka permasalahan dalam bidang perdagangan diharapkan
dapat teratasi sehingga menaikkan daya saing Indonesia.


UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) Dari delapan aturan kunci (golden rules)
peringkat kompetitif dunia yang dikeluarkan oleh International Institute for Management
Development (IMD), salah satunya adalah dukungan terhadap UMKM. Pada masa krisis
moneter, UMKM mampu bertahan dan terus berkembang, hal tersebut dapat memberikan
peluang peningkatan daya saing. Namun demikian, UMKM masih berada pada area kurang

diperhatikan oleh pemerintah. Ketiadaan pendampingan dari pemerintah untuk menstandarkan
produk lokal dan menginternasionalkan UMKM, membuat UMKM sulit bersaing dan kalah pada
pasar lokal. Kerap kali terjadi ungkapan bagi UMKM “Unggul di Produk, Kalah di Promosi”.
Keanekaragaman yang dimiliki UMKM Indonesia berpeluang untuk membentuk pasar ASEAN,
salah satu contohnya adalah kerajinan tangan, furniture, makanan daerah, dan industri lainnya.



Pertanian adalah Salah satu jantung perekonomian Indonesia adalah pertanian.
Peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi, antara lain adalah pembangunan
pertanian perlu terus dilakukan, mengingat bahwa luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih
besar dan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap hasil pertanian.
Tindakan pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam mewujudkan AEC 2015
melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, bukan petani
Indonesia. Perpres tersebut mengatur mengenai:
1. Investasi asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih
dari 25 hektar.


2. Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi
usaha seluas lebih dari 25 hektar.
3. Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura.
Melihat bahwa sektor pertanian masih tertinggal dan dibebani volume impor komoditas pangan
dan hortikultura; kegagalan panen akibat kemarau dan gangguan hama; serta petani Indonesia
rata-rata berusia 55-60 tahun dan tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang memadai
akan menyulitkan memasuki pasar bebas ASEAN.
Indonesia dengan populasi luas kawasan dan ekonomi terbesar di ASEAN, dapat menggerakkan
pemerintah untuk lebih tanggap terhadap kepentingan nasional, khususnya pertanian.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah:
1. Menghitung kesiapan dan daya dukung nasional dalam menghadapi pasar bebas ASEAN.
Untuk itu Perpres No.39/2014 perlu dievaluasi mengingat sangat merugikan petani Indonesia.
2. Mendongkrak kapasitas produksi, kualitas pengetahuan dan permodalan agar Indonesia tidak
bergantung pada impor.
3. Menyiapkan perlindungan bagi petani dengan penetapan tarif maksimal untuk produk impor.
4. Menyediakan subsidi dan pengadaan kredit lunak bagi petani guna meningkatkan
kemampuan mereka memasok kebutuhan pertanain seperti benih dan pupuk.


Menurut saya Sumber Daya Manusia adalah sektor yang terpenting yang harus

diperhatikan oleh pemerintah Indonesia, karena SDM kita sangat jauh dibandingkan dengan
Negara-negara anggota ASEAN lainnya. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan
memberikan keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari ASEAN
Productivity Organization (APO) menunjukkan dari 1000 tenaga kerja Indonesia hanya ada
sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.
Berdasarkan struktur pasar, tenaga kerja didominasi oleh pekerja lulusan SD (80%) sementara
lulusan Perguruan Tinggi hanya 7%, dimana saat ini sebagian dunia kerja mensyaratkan lulusan
Perguruan Tinggi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Malaysia yang sebagian besar
penduduknya
lulusan
S1.
Kesempatan memperoleh pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sulit dilakukan sehingga
kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat rendah. Kondisi ini
mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai buruh atau tenaga kerja kasar di
pasar tenaga kerja internasional.
Dilihat dari sisi potensi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu emerging country yang
saat ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi ASEAN. Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi
Indonesia 6,3 persen jika dibandingkan dengan Malaysia 5,4 persen, Thailand 5 persen,

Singapura 1,2 persen, Filipina 6,6 persen, dan Vietnam 5,7. Dari sisi jumlah penduduk, Indonesia

adalah negara berpenduduk terbesar yakni 247 juta jiwa sebagai pasar potensial dan tenaga kerja.
Prospek Indonesia sebagai negara dengan perekonomian nomor 16 di dunia, nomor 4 di Asia
setelah China, Jepang dan India, serta terbesar di Asia Tenggara, semakin menjanjikan karena
didukung oleh melimpahnya sumber daya alam, pertumbuhan konsumsi swasta dan iklim
investasi yang makin kondusif.
Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara
ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang
berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya
manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga
terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling
banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community adalah tenaga
kerja terampil.
Untuk memfasilitasi liberalisasi jasa dan mempermudah mobilisasi tenaga kerja
profesional lintas negara dalam kawasan ASEAN, dipandang perlu ada kesepakatan pengakuan
tenaga profesional di bidang jasa yang diwujudkan dalam nota saling pengakuan (mutual
recognition arrangements/MRAs).
Namun, rendahnya tingkat pendidikan pada 72% tenaga kerja Indonesia mengakibatkan
sulitnya bagi kelompok masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan formal dengan tingkat
keterjaminan yang relatif lebih baik. Hanya sebagian kecil (8%) dari komposisi tenaga kerja
Indonesia yang berdaya saing, 3% di antaranya merupakan profesional dengan tingkat
pendidikan minimal sarjana, sedangkan 5% di antaranya merupakan semi-skilled worker dengan
pendidikan diploma dan kejuruan. Potret itu tentunya menjadi kegelisahan yang cukup
mengganggu dalam menyongsong pasar tunggal ASEAN ketika arus liberalisasi jasa termasuk
jasa profesi baik skillful labor maupun semi-skilled labor akan semakin deras mendekati 2015.
Tugas pemerintah dan para pemangku kepentingan yang terkait ialah mempersiapkan sumber
daya manusia unggul dan berdaya saing dengan memastikan pembangunan ekonomi linear
dengan pembangunan manusia. Kualitas tenaga kerja yang tinggi akan hadir apabila kualitas
pembangunan manusia Indonesia berdaya saing unggul. Akses terhadap pendidikan, kesehatan,
pekerjaan, gizi, dan fasilitas publik lainnya akan menentukan kualitas manusia dan tenaga kerja
Indonesia.
Untuk itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan nasional harus dapat diarahkan
ke peningkatan modal manusia (human capital). Peningkatan modalitas manusia hanya dapat
dicapai jika kesehatan dan pendidikan terpenuhi di atas kebutuhan minimal. Modal (sumber
daya) manusia berkualitas merupakan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan secara keseluruhan karena berfungsi meningkatkan kapasitas pembangunan dan
mempercepat program-program pembangunan (catalyst agent). Dengan demikian, logika
pembangunan nasional perlu diluruskan ke upaya pembangunan sumber daya manusia untuk
mencapai percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Secara makro kebijakan dan program pembangunan ketenagakerjaan mengarah pada upaya
:
1. Perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penguatan pendidikan
formal di pedesaan terutama bagi anak usia sekolah dan sekolah kejuruan dan keahlian.
Sehingga nantinya angkatan kerja memiliki kualitas yang handal untuk mendukung
pengembangan sector unggulan di masing-masing sector.
2. Penduduk usia kerja yang masih memiliki pendidikan rendah perlu di tingkatkan
kualitasnya melalui pelatihan yang sesuai dengan keunggulan di wilayahnya masingmasing. Seperti halnya Jawa Timur, unggul sector pertanian, perlu mendapatkan pelatihan
keterampilan dibidang pertanian, perikanan sehingga mampu menggunakan teknologi
yang memadai dan dapat bersaing dengan negara luar. Dengan melibatkan berbagai
perguruan tinggi dalam pengembangan sector pertanian dan perikanan guna mendukung
daya saing dan peningkatan nilai tambah sector pertanian.
3. Pengembangan sector industry pengolahan. Seperti halnya Jawa Timur, perlu untuk
diarahkan pada industry pengolahan berbasis pertanian. Mengingat provinsi Jawa Timur
memiliki keunggulan di sector pertanian, termasuk juga sector perikanan laut dan darat.
Basis pengembangan SDM setidaknya perlu juga mendukung untuk pengembangan
sektor industry dan indusrti jasa kreatif yang didukung dengan peran serta aktif perguruan
tinggi dan asosiasi tenaga profesi untuk meningkatkan peran calon tenaga kerja asal Jatim
untuk mengisi peluang tenaga semi skill dan full skill.
4. Kegiatan penyuluhan ke angkatan kerja muda, sekolah menengah umum/kejuruan dengan
berbagai media dan sarana perlu dilakukan untuk membantu pemahaman dan kesiapan
tenaga kerja muda Jawa Timur dalam persaingan di pasar asean.
Langkah-langkah Strategis dalam Menghadapi AEC 2015
Indonesia akan dapat ikut berperan dalam AEC jika dapat meningkatkan daya saing dan
mengejar ketertinggalan dari negara anggota ASEAN lainnya. Untuk itu, diperlukan suatu
langkah-langkah strategis, di antaranya:
1. Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual
(reformasi regulasi);
2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha
ataupun profesional;
3. Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya;
4. Penguatan kemitraan antara sektor publik dan swasta;
5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, yang juga
merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai
bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan birokrasi;

6. Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan;
7. Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplementasikan
AEC Blueprint;
8. Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga
merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di
Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia;
9. Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari
berbagai skala;
10. Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti
transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi, dan restrukturisasi
industri.