Chapter II Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Kebutuhan Dasar Rasa Aman dan Nyaman ; Nyeri Akut pada Post Operasi colostomy di RSUD.dr. Pirngadi Medan

BAB II
PENGELOLAAN KASUS

2.1Konsep Dasar Nyeri
2.1.1

Defenisi
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007).
Asosiasi Internasional untuk Penelitian Nyeri (International Association for
the Study of Pain, IASP) mendefenisikan nyeri sebagai suatu “sensori subjektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensi atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di
mana terjadi kerusakan” (IASP, 1979 dikutip dari Potter & Perry).
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi
luka.

Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila
yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti
bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan melalui
menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip
dari Betz & Sowden, 2002).
Rasa nyeri dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan saraf sensorik atau
juga diawali rangsangan aktivitas set T ke korteks serebri dan menimbulkan
persepsi nyeri. Jadi, nyeri sesungguhnya adalah respon tubuh yang disebabkan
adanya salah satu atau beberapa rangsang yang mengenai bagian tubuh.
Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian nyeri:
a.

Menurut Mc.Coffery (1979)
Nyeri

adalah

suatu

keadaan


yang

mempengaruhi

seseorang

yang

keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut mengalaminya.
b.

Wolf Weifsel Feurst (1974)

Universitas Sumatera Utara

Nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau
perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
c.


Arthur C. Curton (1983)
Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.

d.

Scrumum
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
reaksi fisik, fisiologi, dan emosional.

2.1.2

Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses

penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor
atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini
mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan

ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan
memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor
yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat
kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p,
dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan
menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan
serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada
otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks
serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang

Universitas Sumatera Utara


menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini
disebut “gerbang” (Gating Mechanism). Mekanisme pintu gerbang ini dapat
memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum sampai di korteks
serebri dan menimbulkan persepsi nyeri. Kecendrungan alamiah gerbang adalah
membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan nyeri.
Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem
yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden
menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer
& Bare, 2002).

2.1.3

Klasifikasi Nyeri

Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai macam
gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah
detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini
berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau
intermitten.
1. Berdasarkan lokasinya

a. Cutaneus/ superficial
Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai
sensasi yang tajam seperti nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Contoh: terkena ujung pisau, jarum suntik atau gunting.
b. Nyeri alih/ referred
Nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat
terasa dengan berbagai karakteristik. Merupakan fenomena umum dalam
nyeri karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk
neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla spinalis
sebagai neuron dari tempat asal nyeridirasakan.
Contoh: Infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan
kiri dan bahu kiri.
c. Visceral ( pada organ dalam )

Universitas Sumatera Utara

Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Nyeri
berlangsung lebih lama dan nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik
tergantung organ yang terlibat.
Contoh: Sensasi pukul mis. Angina pektoris, dan sensasi terbakar mis.

Ulkus lambung(Potter & Perry, 2005).
2. Berdasarkan penyebab:
a. Fisik
Nyeri yang bisa terjadi karena stimulus fisik.
Contoh : fraktur femur.
b. Psycogenetic
Nyeri yang terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diindentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari
Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
Biasanya nyeri terjadi perpaduan dua sebab tersebut.
3. Berdasarkan lama/ durasinya
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis:
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera
spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik,
nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut
didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan (Brunner & Suddarth, 1996).
Nyeri akut secara serius mengancam proses serius mengancam proses
penyembuhan klien, harus menjadi prioritas perawatan. Misalnya, nyeri

pasca operasi yang akut menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif
dan meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilisasi. Kemajuan fisik atau
psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena
klien memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri
(Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak

Universitas Sumatera Utara

memberikan

respon

terhadap

pengobatan


yang

diarahkan

pada

penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996
dikutip dari Smeltzer 2001).
Nyeri kronik disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol atau
pengobatan kanker tersebut, atau gangguan progresif lain, yang disebut
nyeri yang membandel atau nyeri maligna. Nyeri ini dapat terus
berlangsung terus sampai kematian (Potter & Perry, 2005).
2.1.4

Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja sel saraf besar dan kesil
yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada saraf
besar akan meningkatkan aktivitas subtansi gelatinosa yang mengakibatkan
tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan

menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan seraf besar
dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan
dikembalikan ke dalam medula spinalis melalui eferen dan reaksinya
memengaruhi aktivitas substansi dan membuka pintu mekanisme, sehingga
merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan
rangsangan nyeri (Potter & Perry, 2005).

2.1.5

Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri
Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi
pengalaman

seseorang

terhadap

nyeri.

Seorang


perawat

harus

mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang
mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat
dan memilih terapi nyeri yang baik.
a. Usia
Menurut Potter &Perry (1993) usia adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.
Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa
yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri.

Universitas Sumatera Utara

Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai
kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada
orang tua atau perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga
perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi
(Tamsuri, 2007).
Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang sederhana
dan tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam memahami
dan mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada anak, “
Beritahu saya dimana sakitnya?” atau “apa yang dapat saya lakukan untuk
menghilangkan sakit kamu?”. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri
dengan tepat.
Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan
deskripsi wajah yang berbeda, seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau
menangis. Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk
menggambarkan perasaan mereka.
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih
diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam
ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama.
Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry,
1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih
banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri
(Calvillo & Flaskerud, 1991).
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya
pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat
mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti menangis

Universitas Sumatera Utara

atau meringis yang berlebihan. Pasien dengan latar belakang budaya yang
lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti diam seribu bahasa ketimbang
mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku nyeri karena perilaku
berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan
harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan
budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien
dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku
terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer&
Bare, 2003).

d. Perhatian
Gill (1990) mengungkapkan bahwa tingkat seorang klien memfokuskan
perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
pengalihan(distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun.
e. Ansietas
Gill (1990) mengungkapkan hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat
kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansientas. Pola bangkitan otonom adalah
sama dalam nyeri dan ansietas.
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum,
cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).

Universitas Sumatera Utara

f. Keletihan
Keletihan

dapat

meningkatkan

persepsi

nyeri.

Rasa

kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan
koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri
bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah
individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada akhir
yang melelahkan.
g. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan
yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi
nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut
menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut
mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak
adekuat.
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak
kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri
masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti padda nyeri
berkepanjangan atau kronis dan persisten.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman
sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri
dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer &
Bare, 2002).
h. Dukungan Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah
kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan
nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau
melindungi. Ketidak hadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan
membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal
khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter &
Perry, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Dasar Aman Nyaman (Nyeri)
2.2.1

Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan data dasar untuk

menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang
cocok, dan mengevaluasi respon pasien terhadap terapi. Walaupun pengkajian
nyeri aktifitas yang paling umum dilakukan perawat, pengkajian nyeri
merupakan salah satu yang paling sulit dilakukan. Perawat harus menggali
pengalaman nyeri dari sudut pandang pasien. Penting untuk mengimprestasi
secara cermat tanda-tanda nyeri dan untuk mengingat bahwa komponen fisik
dan psikologis dari suatu nyeri mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri.
Keuntungan pengkajian nyeri bagi pasien adalah bahwa nyeri diindentifikasi,
dikenal sebagai suatu yang nyata dapat di ukur, dan dapat di jelaskan, serta
digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Mc Guire, 1992).
Pengkajian nyeri yang benar memungkinkan petugas kesehatan untuk
menetapkan status nyeri pasien, lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat
terhadap perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi kepada sifat
kemitraan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri.
Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa komponen yang
harus diperhatikan :
1. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, harus mempercayai ketika
pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi tidak
ditemukan adanya cedera atau luka.
2. Karakteristik nyeri ( Metode P, Q, R, S, T)
a. Faktor pencetus ( P : Provocate)
Mengakaji tentang penyebab atau stimulus- stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini juga dapat melakukan observai bagian- bagian tubuh yang
mengalami cedera. Menanyakan pada klien perasaan-perasaan apa yang dapat
mencetuskan nyeri.

Universitas Sumatera Utara

b. Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh
klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam,
tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih tertusuk dimana
tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan.
c. Lokasi (R: Region )
Untuk mengakji lokasi nyeri maka meminta klien untuk menunjukkan
semua bagian / daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi
nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah
nyeri dan titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri
yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
d. Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.
e. Durasi (T: Time)
Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaiian
nyeri. Menanyakan “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri
dirasakan?”.
Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala numerik merupakan alat yang
paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 tidak ada nyeri,
angka 1-3 adalah nyeri ringan,angka 4-5 adalah nyeri sedang, angka 6-8 adalah
nyeri hebat, angka 9 adalah nyeri sangat hebat dan angka 10 adalah nyeri paling
hebat (Potter & Perry, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2

Analisis Data
Diagnosa keperawatan mengidentifikasi nyeri berdasarkan pengumpulan

data yang selama pengkajian. Analisa menampilkan

kelompok data yang

mengidentifikasikan ada atau risiko terjadi masalah.
Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA untuk Nyeri
Ansietas yang berhubungan dengan:
-

Nyeri yang tidak hilang

Nyeri yang berhubungan dengan:
-

Cedera fisik atau trauma

-

Penurunansuplai darah ke jaringan

-

Proses melahirkan normal

Universitas Sumatera Utara

Nyeri kronik yang berhubungan dengan:
-

Jaringan parut

-

Kontrol nyeri yang tidak adekuat

Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan:
-

Nyeri maligna kronik

Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan :
-

Nyeri punggung bagian bawah

Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan:
-

Nyeri kronik ‘

Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan :
-

Nyeri muskuloskeletal

-

Nyeri insisi

Risiko cedera yang berhubungan dengan:
-

Penurunan resepsi nyeri

Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan:
-

Nyeri muskulokeletal

Disfungsi seksual yang berhubungan dengan:
Nyeri artritis panggul

2.2.3

Rumusan Masalah
Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah nyeri bisa pula

dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, label
diagnosis untuk masalah nyeri meliputi Gangguan mobilisasi fisik. Sedangkan label
diagnosis dengan masalah nyeri sebagai etiologi bergantung pada erea fungsi atau
sistem yang dipengaruhi (Wahid, 2008).
2.2.4

Perencanaan
Secara umum tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami

gangguan nyeri, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristik masingmasing individu. Menurut sigit (2010), beberapa tujuan pada pasien yang
mengalami masalah nyeri:
1. Mampu dalam teknik relaksasi secara individual dan mengontrol nyeri setelah
dilakukan tindakan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

2. Mampu mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor penyebab nyeri.
3. Mampu memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
4. Mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
5. Mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
6. Dapat menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat
dirumah.
Perencanaan intervensi terapeutik terhadap klien yang bermasalah dalam
nyeri. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan skala nyeri klien, dan
perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan klien, tingkat kesehatan,
dan gaya hidup.
Rencana keperawatan di dasari oleh satu atau lebih tujuan berikut:
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Ekspresi wajah tampak tenang dan rileks
3. Nyeri berkurang
4. Skala nyeri 3
5. Perasaan senang secara fisik dan psikologis meningkat
6. Klien bisa tidur nyenyak (NANDA, 2012).

2.3 Asuhan Keperawatan Kasus
Dalam sub bab ini akan dijelaskan asuhan keperawatan yang dilakukan
kepada Tn. E dengan post operasi colostomy atas indikasi cancer recti yang
dilaksanakan pada tanggal 29 april 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
2.3.1

Pengkajian

1. Biodata
Berdasarkan pengkajian tanggal 3 juni 2014 menggunakan metode pengumpulan
data. Berdasarkan catatan keperawatan sebelumnya bahwa pasien yang bernama
Tn. E, umur 36 tahun, agama islam, alamat jln. Kapral Galung, Sibolga dengan
diagnosa medis Ca. colon, pekerjaan wiraswasta, pendidikan tamat SMA. Dan
dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara

2.

Keluhan utama

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 3 juni 2014 Tn. E mengeluh nyeri
dibagian perutnya terasa seperti ditusuk-tusuk, saat klien bergerak atau ingin
duduk terasa nyeri yang luar biasa sehingga klien sulit bergerak dan duduk. Dan
klien berharap bisa melakukan aktivitasnya.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri yang dirasakan oleh klien karena akibat dari penyakitnya post operasi
colostomy. Klien sering merasakan nyeri di sekitar abdomen sebelah kiri jika
terlalu banyak bergerak. Nyeri hilang jika klien istirahat atau mendapatkan
terapi farmakologi. Nyeri dirasakan menyebar di bagian abdomen. Jika klien
merasakan nyeri, wajah pasien terlihat pucat, gelisah, dan meringis kesakitan
saat dikaji nyeri pada skala 8. Keadaan ini sangat mengganggu aktivitas klien,
karena nyeri dapat timbul secara tiba-tiba. Hal ini sudah dirasakan klien sejak
seminggu yang lalu sebelum dibawah ke RSUD. dr. Pirngadi Medan.
4.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien tidak mempunyai riwayat penyakit masa lalu, sehingga klien tidak pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien tidak memiliki riwayat alergi, dan
klien mengatakan tidak mengingat apakah pernah imunisasi atau tidak.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat dilakukan pengkajian tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
serius dalam tahun terakhir ini, tidak ada penyakit keturunan, dan tidak ada
anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama seperti yang diderita klien.
Ayah dari orang tua klien sudah meninggal dunia akibat proses penuaan.
6. Pemeriksaan Fisik
Secara umum klien sadar tetapi lemah, meringis ketika nyeri dan dapat diajak
komunikasi dengan baik, dengan suhu tubuh 370 C, tekanan darah 130/70
mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, skala nyeri 8. Dalam melakukan
pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data
pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dalam pemeriksaan kepala dan rambut didapati
bentuk kepala bulat simetris, tidak ada benjolan pada ubun-ubun, kebersihan
kepala terjaga dan rambut tumbuh merata. Pada pemeriksaan wajah warna kulit
tampak sawo matang dengan struktur wajah oval dan simetris. Mata lengkap
dan simetris, palpebra tidak ada kelainan, lembab, konjungtiva anemis, respon

Universitas Sumatera Utara

terhadap cahaya baik, kornea bulat merata, iris simetris berbatas jelas, ketajaman
penglihatan baik, tekanan bola mata baik.
Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung tepat di tengah, posisi septum nasi
simetris, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada
pernafasan cuping hidung. Bentuk daun telinga normal, dan simetris, ukuran
telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih, ketajaman
pendengaran baik.
Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir agak kering, keadaan
gusi baik, gigi sehat dan tidak berlubang, keadaan lidah sedikit kotor. Posisi
trakea normal dan medial, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suara normal
dan jelas. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena
jugularis, denyut nadi karotis teraba.
Pada pemeriksaan integumen terlihat sedikit kotor. Akral hangat, warna kulit
normal, tidak ada cianosis, turgor kulit baik, CRT< 2 detik, kelembaban kulit
baik, tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan thoraks/dada normal,
simetris, pernafasan (frekuensi,irama) 22kali/ menit dan tidak ada tanda
kesulitan saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak
normal,suara perkusi resonan dan saat auskultasi suara nafas vesikuler.
Pada pemeriksaan abdomen bentuk abdomen cembung, terdapat kantong
colostomi pada bagian kiri abdomen klien, tidak ada benjolan dan massa yang
terlihat. Pemeriksaan aulkultasi, palpasi dan perkusi tidak dilakukan tindakan
pengkajian karena klien masih merasa nyeri.
7.

Pola Kebiasaan sehari-hari

Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), kurang selera makan, tidak
mengalami mual dan muntah. Jumlah makanan setengah piring setiap makan,
jenis makanan lembek. Biasanya klien minum setiap haus saja, Tidak ada
kesulitan menelan saat makan dan minum.
8. Perawatan Diri/Personal Hygine
Tubuh klien tampak bersih, kebersihan gigi dan mulut juga terjaga, kuku kaki dan
tangan takan dipotong ketika panjang.

Universitas Sumatera Utara

9. Pola Kegiatan/Aktivitas
Klien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dan terkadang klien
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas. Walaupun keluhan nyeri
dirasakan klien tapi klien selalu berusaha untuk bergerak.
10. Pola Eliminasi
Klien menggunakan kantong colostomi pada bagian kiri abdomen bawah.
Karakter feses encer, tidak ada pendarahan, terakhir BAB pada saat setelah
pemasangan kantong colostomi, tidak pernah menggunakan laksatif. Klien BAK
2-4 kali per hari dengan karakteristik urine kurning, adanya nyeri pada saat BAK
karena adanya luka bekas operasi, dan klien tidak mempunyai riwayat penyakit
batu ginjal.

2.3.2

Analisa Data

No
1.

Data

Penyebab

Masalah
Keperawatan

DS:
-

-

-

-

-

Tn. E mengatakan

Terjadinya insisi

nyeri pada insisi post

pembedahan setelah

colostomi

Post operasi colostomy,

Tn. E mengatakan

menimbulkan

tubuhny masih lemas

kerusakan jaringan

P: Tn. E mengatakan

kulit sehingga

nyeri bertambah jika

menimbulkan zat neuro

merubah posisinya

transmitter yang

Q: nyeri seperti

mentransfer kemedula

ditusuk-tusuk

spinalis dimana akan

R: nyeri di area

menimbulkan

abdomen kiri bawah

rangsangan nyeri.

-

S: skla nyeri 8

-

T: Nyeri muncul

Nyeri pasca
operasi
colostomy

apabila sedang
melakukan
pergerakan

Universitas Sumatera Utara

DO:
-

Ekspresi wajah klien
Tampak meringis
GCS : 8

-

Klien tampak
menahan nyeri dan
lemah
TD: 130/70 mmHg
HR: 80x/menit
RR: 22x/menit
T : 37 °

-

Tampak kemerahan
pada daerah post
operasi

-

Klien terlihat
menahan nyeri dan
menyebabkan klien
kesulitan dalam
melakukan
aktifitas/mobilisasi

2.3.3

Perumusan Masalah
Masalah Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri

DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)
1. Gangguan rasa aman dan nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka insisi
post operasi colostomi pada abdomen di tandai dengan pasien mengeluh
nyeri pada luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk, tampak cemas, pucat, gelisah,
meringis kesakitan, dan nyeri bertambah saat merubah posisi skala nyeri: 8
(skala 1-10).

Universitas Sumatera Utara

2.3.4

Perencanaan Keperawatan

Hari/

No.

tanggal

DX

PerencanaanKeperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil:
-

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri yang
dirasakan oleh klien hilang atau tidak dirasakan lagi.

Rabu
04 juni
2014

1

Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan.

-

Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi. Pasien mengatakan
bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

RencanaTindakan

Rasional

Mandiri
a. Lakukan pengkajian

a. Mengevaluasi derajat

nyeri, catat lokasi,

ketidaknyamanan yang

dan karakteristik

terjadi pada pasien.

nyeri (skala 0-10)
b. Mengukur tanda -

b. Mengetahui terjadinya

tanda vital setia 3 jam

perubahan penyakit secara

sekali/ bila perlu

dini

c. Mengobservasi

c. Rasa cemas dapat

adanya rasa cemas/

mengakibatkan tegangan

takut sehubungan

otot meningkat.

dengan keadaan fisik
dan lingkungan.
d. Melakukan
sesuai

reposisi

jadwal

dan

dengan teknik yang

d. Reposisi dapat mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan
sirkulasi

Universitas Sumatera Utara

benar.
e. Mengajarkan teknik

e. Melancarkan sirkulasi

relaksasi dengan

darah.

benar.

Hari/

No.

tanggal

DX

PerencanaanKeperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil:
1. Untuk mencegah terjadinya resiko infeksi yang
berkelanjutan. Meminimalkan proses penyebaran infeksi
dan metastase ke organ lain.

Kamis
05 juni

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

2

tidak akan mengalami infeksi akibat mikroorganis

2014

melalui luka pembedahan.
3. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
4. Memperlihatkan personal higiene yang adekuat
RencanaTindakan

Rasional

Mandiri
a. Tekankan pentingnya

a. Mengurangi

cuci tangan yang baik

terjadinya

untuk semua individu

kontaminasi silang

yang dating kontak

dan menurunkan

dengan pasien.

risiko infeksi.

b. Gunakan tekhnik
steril dalam perawatan

b. Mencegah agar luka
tidak terinfeksi.

luka.
c. Observasi dan

c. Mengetahui tanda –

Inspeksi luka terhadap

tanda terjadinya

tanda-tanda infeksi

inflamasi secara dini.

d. Gunakan teknik steril
pada waktu

d. Mencegah masuknya
bakteri sehingga

Universitas Sumatera Utara

penggantian kantong

terhindar dari resiko

colostomi, berikan

infeksi.

lokasi perawatan
seperti jalur invasif.
e. Pantau peningkatan

e. Peningkatan suhu

suhu tubuh/ hipertemi.

tubuh merupakan
indikator penyebaran
endotoksin pada
hipotalamus

2.3.5

Impementasi Keperawatan

No.Dx

Hari/tanggal

Pukul

1

Rabu

08.30

4 Juni 2014

Implementasi

Evaluasi

- Mengkaji nyeri, catat lokasi S:Klien
dan karateristik nyeri (skala 0- mengatakan nyeri
10)

pada daerah luka

11.36

- Mengukur tanda-tanda vital

insisi post operasi

11.40

- Mengidentifikasi adanya rasa colostomi
cemas/

takut

sehubungan O: klien tampak

dengan keadaan fisik danl meringis kesakitan
dengan skala 8

ingkungan.
12.00

- Melakukan reposisi sesuai -mengukur vital
jadwal dan dengan teknik yang sign
TD : 130/70

benar.
12.20

- Mengajarkan teknik relaksasi mmHg
HR : 86 kali/

dengan benar.
13.00

- Kolaborasi dengan dokter menit
dan bagian farmasi
pemberianan

algetik

dalam RR : 24 kali/ menit
jika T : 37.60C

diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

A: Masalah belum
teratasi sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan

Kamis
4 Juni2014

2

10.09

- Melakukan tindakan cuci S: klien
tangan

sebelum

sesudah

dan mengatakan kebas

melakukan pada daerah

aktivitas/ keperawatan.
10.30

abdomen

- Melakukan observasi dan O:tidak ada tanda
inspeksi luka terhadap tanda- akan
tanda infeksi

10.40

infeksi

- Menggunakan teknik steril A:masalah
pada
balutan,

waktu

penggantian sebagian teratasi

berikan

lokasi P:intervensi

perawatan seperti jalur invasif.
11.00

terjadinya

dilanjutkan

- Memantau peningkatan suhu
tubuh/hipertermi

2.3.6

Evaluasi

Setelah penulis membahas Asuhan Keperawatan pada pasien Post Operasi
Colostomidengan prioritas masalah gangguan rasa aman dan nyaman; Nyeri,
penulis akan membandingkan dengan konsep keperawatan Nyeri dan masalahmasalah yang penulis temukan pada pasien saat pengkajian maupun intervensi yang
perawat berikan, serta evaluasi akhirnya.
Pada saat melakukan pengkajian keluarga pasien dapat diajak kerjasama
dalam pengumpulan data yang diperlukan. Pada pengkajian penulis menemukan

Universitas Sumatera Utara

kesamaan dari data yang ada pada konsep dan data yang diperoleh langsung dari
pasien.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada pada konsep dasar Nyeri, penulis
menemukan diagnosa yang sama yaitu gangguan rasa nyaman nyeri, selain itu
penulis menemukan masalah baru yang diperoleh dari pengkajian langsung kepada
pasien yaitu penulis menemukan adanya resiko terjadinya infeksi pada luka pasien
disebabkan luka insisi post operasi yang baru dialami oleh pasien.
Pada diagnosa yang pertama

perawat mengkaji skala nyeri, durasi dan

intensitas nyeri pasien, ditemukan skala nyeri 8, durasi 10-15 menit dan nyeri terasa
di bagian abdomen sebelah kiri, perawat mengajarkan teknik relaksasi nyeri seperti
tarik napas dalam, hiburan dengan mengajak pasien bercerita tentang hobinya, dan
memantau tanda-tanda vital pasien untuk mengetahui

keadaan umum pasien,

setelah diberi intervensi selama empat hari nyeri yang dirasakan pasien berkurang
secara bertahap setiap harinya namun, pemberian analgesic (injeksi ketorolac) masih
dibutuhkan pasien untuk mengurangi rasa nyerinya tersebut. Hal ini membuktikan
bahwa pasien belum dapat mengontrol nyerinya dengan teknik relaksasi
sepenuhnya.
Pada diagnosa kedua perawat menemukan adanya resiko infeksi karena adanya
trauma pada jaringan atau kerusakan jaringan pada bagian post operasi Ca. colon,
dimana perawat harus menjaga dan memberikan personal hygien pada pasien agar
mencegah masuknya mikroorganisme kedalam luka post operasi. Dari intervensi
yang dilakukan, pasien mengatakan tidak adanya nyeri dan kebas pada bagian
abdomen. Dan pasien dapat melakukan aktifitas.
Sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan penulis pada kasus, maka
dilakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan dasar pasien, dan juga dilakukan
implementasi keeperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Lalu ditemukan
evaluasi yang menghasilkan analisa sebagai masalah belum teratasi. Dari tiga
masalah yang ditemukan masih belum dapat teratasi berhubungan dengan selesainya
masa dinas yang dilakukan di RSU Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara