Perbandingan Metode Turunan Kedua Vertik

PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA
GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius1, 2
1
Program Studi Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
2
Stasiun Geofisika Jakarta
ABSTRAK
Merebaknya isu tsunami pasca gempabumi Soroako (2.50LS - 121.480BT) Selasa, 15 Februari
2011 pukul 21.33 WITA berkekuatan 6.1 SR kedalaman 16 km berjarak 18 km di timur kota Soroako
membuat panik sebagian besar warga Soroako, khususnya di sekitar danau Matano. Sebagian besar
masyarakat wilayah danau Matano menerima isu bahwa telah terjadi gempabumi di dasar Matano
yang berpotensi tsunami. Akibatnya, ratusan warga meninggalkan tempat tinggalnya lalu mengungsi ke
Bandara Soroako bahkan ada juga yang meninggalkan kota. Website detik.com 25 Januari 2011
menyatakan gempa tersebut merusak ratusan rumah, 1 unit dermaga, 1 unit sekolah dan memutus kabel
listrik. Berdasarkan kasus di atas, penentuan posisi dan jenis sesar Matano penting dilakukan untuk
memberi pemahaman relevan kepada masyarakat di sekitar danau Matano.
Untuk mengetahui posisi patahan Matano dari permukaan dilakukan pengolahan data gaya
berat dan gempabumi di sekitar sesar dengan koordinat batas penelitian dari lintang 2°LS – 2.75°LS
dan bujur dari 121°BT – 122°BT. Data anomali gaya berat bersumber dari hasil pengukuran Geodetic

Satellite (GeoSat) terkoreksi hingga koreksi udara bebas yang diolah dengan bantuan metode SVD.
Metode ini dipakai karena belum pernah dilakukan pengukuran gravitasi langsung di sesar Matano
mengingat medan morfologi penelitian yang relatif sulit di permukaan danau. Kolaborasi metode SVD,
distribusi episenter dan catatan mekanisme fokal di wilayah danau Matano memperlihatkan daerah
Sulawesi tengah dan selatan teridentifikasi adanya sesar berjenis strike-slip yang satu garis dengan
danau Matano.
Kata Kunci : Bouguer Anomaly, Topografi, Episenter, Mekanisme fokal.

1
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG
POSISI DAN STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

1. PENDAHULUAN
Rekonstruksi tatanan tektonik pulau Sulawesi sejak zaman Eiosen (65 juta tahun lalu) hingga kini telah
melahirkan patahan-patahan aktif sepanjang daratan Sulawesi. Salah satu patahan yang sangat terkenal adalah
patahan Palukoro yang telah melahirkan banyak gempa dan empat catatan tsunami. Sesar Palukoro merupakan
salah satu dari tiga sesar yang membelah kota besar di dunia yakni Sesar San Andreas (membelah kota Los
Angeles), Sesar Wellington (membelah kota Wellington) dan Sesar Palukoro (membelah kota Palu). Berikut ini
peta sebaran sesar di pulau Sulawesi.


Gambar 1.1. Peta Sebaran Sesar di Sulawesi

Sesar Palukoro memanjang dari utara perairan Sulawesi hingga pantai teluk Bone di selatan. Sesar
Matano merupakan perpanjangan dari sesar Palukoro yang dimulai dari daratan bagian utara teluk bone
menyusuri perbatasan provinsi Sulawesi tengah dan Sulawesi Selatan, membelah kabupaten poso hingga teluk
Lasolo di perairan Timur Sulawesi Tenggara. Matano merupakan sebuah danau tektonik purba yang terbentuk
dari aktifitas pergerakan lempeng kerak bumi pada akhir masa Pliosin sekitar 1-4 juta tahun yang lalu (Haffner
et al. 2001). Karena kedalaman serta panjang danau yang cukup signifikan, diduga kuat pembentukan danau
Matano dipicu murni dari mekanisme tektonik patahan mendatar dari sesar Matano itu sendiri. Patahan ini
sedikit berbeda dengan danau Singkarak yang diduga terbentuk akibat aktivitas tektovulkanis. Gambar
mekanisme terjadinya danau akibat aktivitas patahan mendatar ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

2
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Gambar 1.2. Ilustrasi terbentuknya cekungan hasil mekanisme strike-slip


Gempabumi Soroako (2.50LS - 121.480BT) pada Selasa, 15 Februari 2011 pukul 21.33 WITA
berkekuatan 6.1 SR kedalaman 16 km merupakan salah satu gempa terkuat yang pernah terjadi akibat patahan
Matano. Pasca gempabumi tersebut merebak isu akan datangnya tsunami dari danau matano pasca gempabumi.
Isu tersebut membuat panik sebagian besar warga Soroako, khususnya di sekitar danau Matano, mengakibatkan
ratusan warga mengungsi ke Bandara Soroako bahkan ada juga yang meninggalkan kota. Dampak dari
gempabumi tersebut yakni telah merusak ratusan rumah, 1 unit dermaga, 1 unit sekolah dan memutus kabel
listrik yang berujung pada pemadaman total serta menimbulkan subsidence di beberapa tempat. Kerugian yang
ditaksir oleh pemerintah setempat mencapai ratusan juta, beruntung tidak ada korban jiwa dalam bencana
tersebut. Berikut ini peta kenampakan danau Matano dengan sebaran mekanisme fokal dari gempa signifikan

empat belas tahun terakhir.
Gambar 1.3. Sebaran Bola Fokus Gempabumi Signifikan wilayah Danau Matano

Danau Matano terkenal sebagai danau terdalam di Indonesia dan berada di peringkat 11 danau terdalam
di dunia. Danau ini berada 382 m dpl, berukuran panjang 25 km, lebar 6 km, kedalaman 600 m dan menjadi
penopang hidup warga Soroako sebagai sumber air bersih dan energi listrik untuk menggerakkan pabrik
pertambangan. Dari penelitiannya, Ahmad (1977) mengungkapkan bahwa posisi danau Matano tepat berada di
atas zona patahan/sesar aktif Matano. Namun pendapat berbeda diungkapkan Drs.Abdullah MT, Dekan FMIPA
Universitas Tadulako yang mengungkapkan bahwa dinamakan sesar Matano karena melintas dekat dengan
3

PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

danau Matano. Berdasarkan fakta tersebut, perlu dilakukan penelitian yang komprehensif untuk mendapatkan
posisi sesar Matano terhadap danau Matano serta strukturnya demi mitigasi masyarakat Soroako, terutama di
wilayah danau Matano.
Untuk penelitian ini dilakukan pengolahan data gaya berat dan gempabumi di wilayah danau Matano
dengan koordinat batas penelitian dari lintang 2°LS – 2.75°LS dan bujur dari 121°BT – 122°BT. Data gaya
berat diolah hingga memperoleh kontur Simple Bouguer Anomaly (SBA), kontur residual, dan grafik SVD.
Sedangkan data gempabumi diolah hingga memperoleh peta distribusi episenter, garis regresi linier, dan
mekanisme fokus. Tinjauan penelitian akan difokuskan dalam pencarian posisi dan jenis sesar yang dekat
dengan danau Matano. Analisa posisi dilakukan dengan identifikasi langsung citra sesar terbaik antara SBA atau
residual, lalu dibandingkan dengan garis regresi linier distribusi episenter sebagai gambaran posisi sesar.
Analisa jenis sesar dilakukan dengan penentuan grafik SVD, dibandingkan dengan data parameter sudut
rake/slip mekanisme fokal gempabumi signifikan di wilayah penelitian.
2. LANDASAN TEORI
Second Vertikal Derivative (SVD)
SVD bersifat sebagai high pass filter, sehingga dapat menggambarkan anomali residual yang berasosiasi
dengan struktur dangkal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi patahan turun atau patahan naik.

Outputnya adalah efek dangkal (shallow) atau anomali residual, sedangkan dalam moving average dan
polynomial trend surface, anomali residual diturunkan melalui anomali regionalnya. Sehingga, kita hanya
mendapatkan infomasi anomali residual dalam metode SVD. Persamaan dasar yang digunakan dalam
perhitungan SVD didasarkan pada persamaan laplaces untuk medan gaya berat.
Persamaan laplaces :
Atau

selanjutnya SVD anomaly Bouger

SVD diturunkan dari minus Second Horizontal Derivative, dapat dihitung melalui konvolusi.

Example of SVD filter (Elkins)  (5x5)
0
0
0
0.083
0.083
3
3
0.083 0.066 0.033 0.066 0.0833

3
7
4
7
0
1.066
0
0.033
8
0.033
4
4
4
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

0.083
3
0


0.066
7
0.083
3

0.033
4
0

0.066
7
0.083
3

0.0833
0

Metode SVD dapat digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur terhadap data anomali yang
diakibatkan oleh adanya struktur sesar turun atau sesar naik.

Formula

Atau
++

Untuk suatu penampang (1-D), anomaly SVD diberikan oleh

Berdasarkan persamaan diatas, tampak bahwa untuk suatu penampang (1-D), anomaly SVD dapat
dihitung dari turunan satu kali terhadap data first horizontal derivative atau FHD- . Sedangkan kriteria untuk
menentukan jenis struktur sesar adalah :
Untuk patahan turun :

Untuk patahan naik :

Regresi Linier
Untuk melakukan prediksi pola linier digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan berbagai
cara/metode. Salah satu cara yang sering digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil (least square). Secara matematis persamaan garis adalah sebagai berikut:
Y = a + bx + e
Y = variabel dependen ; X = variabel independen

a = Intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0
b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran
e = nilai kesalahan (error) yaitu selisih antara nilai Y individual yang teramati dengan nilai Y yang
sesungguhnya pada titik X tertentu.
Parameter dan Jenis Sesar
5
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

1. Orientasi bidang sesar ditentukan oleh parameter bidang sesar yang terdiri atas:
a. strike (Φ), adalah sudut yang dibentuk oleh jurus sesar dengan arah utara. Strike diukur dari arah utara ke
timur / searah jarum jam hingga jurus patahan (0°≤ Φ≤360°).

b. dip (δ), adalah sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang horizontal, dan diukur pada bidang
vertikal yang arahnya tegak lurus jurus patahan (0°≤ δ ≤90°).

c. Rake atau Slip (λ), adalah sudut pergerakan hanging-wall terhadap strike (-180°≤ λ ≤180°). Rake berharga
positif untuk sesar naik dan negatif untuk sesar turun.


2. Berdasarkan gaya penyebabnya, sesar dapat dibagi menjadi:
a. Sesar Mendatar (Strike slip fault), yaitu sesar dengan blok bergerak relatif mendatar / horizontal satu sama
lainnya. Tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Sesar mendatar menganan (right lateral-strike slip fault), arah gerakan sesar mendatar searah jarum jam.
2. Sesar mendatar mengiri (left lateral-strike slip fault), arah gerakan sesar mendatar berlawanan arah jarum
jam.

b. Sesar tidak mendatar, yaitu sesar dengan blok bergerak relatif vertikal atau miring. Tipe ini dibagi menjadi
dua, yaitu:

1. Sesar Naik (Trust fault atau Reverse fault), yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall bergerak relatif
naik terhadap footwall.

2. Sesar Turun (Normal fault), yaitu sesar dengan pergerakan hanging wall bergerak relatif turun terhadap
footwall.

3. Sesar Miring (Oblique Fault), yaitu sesar dengan pergerakan blok vertikal yang diiringi dengan gerakan
horizontal.


3. DATA DAN METODE PENELITIAN

6
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Data yang digunakan dalam penelitian adalah anomali gaya berat dan topografi, bersumber dari hasil
pengukuran Geodetic Satellite (GeoSat) terkoreksi hingga koreksi udara bebas yang diunduh di situs
topex.ucsd.edu/cgi bin/get_data.cgi. Situs ini disediakan oleh Scripps Institution of Oceanography, University of
California San Diego USA. Data anomali gaya berat maupun data elevasi yang diperoleh telah ter-grid secara
teratur dalam format ASCII – XYZ sesuai batas-batas posisi geografis yang di-input-kan. Resolusi spasial titik
lintang dan bujur sebesar 1 menit tiap grid. Ketelitian data anomali gravitasi sebesar 0,1 mGal, sedangkan data
elevasi sebesar 1 meter. Data yang diambil yaitu pada wilayah 20LS-2.750LS dan 1210-1220 BT.
Gambar 3.1. Peta Wilayah Penelitian

Setelah itu diambil data penunjang yakni rincian rekaman parameter gempabumi (latitude, longitude,

depth, magnitude) di area sesar Matano April 1983 sampai April 2013 dari katalog gempabumi situs usgs.gov
atau NEIC serta katalog mekanisme fokal dari situs globalcmt.org atau http://www.iris.edu/spud/momenttensor.
Data anomali gaya berat dan topografi diolah dengan program Ms. Excel untuk mendapatkan nilai
anomali bouguer dan residual sebagai acuan pembuatan peta Kontur serta nilai turunan kedua vertikal sebagai
acuan penentuan jenis sesar. Peta topografi 2D, kontur anomali bouguer dan residual dibuat dalam program
Surfer 9, sedangkan grafik turunan kedua vertikal dapat dibuat melalui Ms.Excel. Data episenter dan
mekanisme fokal juga diolah dengan Ms.Excel untuk mencari garis regresi linier sebagai acuan pembuatan
kecenderungan sesar pada peta distribusi dan kecenderungan struktur sesar. UTM Convertion digunakan untuk
konversi data lintang dan bujur ke UTM X dan UTM Y. Program GIS digunakan untuk pembuatan peta
distribusi episenter. Program Matlab 7.04 digunakan untuk pembuatan peta topografi 3D. Berikut ini Flowchart
pengolahan dan analisa data.

Gambar 3.2. Diagram Alir Pengolahan dan Analisa Data

4. HASIL DAN ANALISA

7
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Dari data elevasi dapat dibuat peta topografi 2D dan 3D. Tampilan peta topografi dapat menjadi
prakiraan awal posisi sesar.
Gambar 4.1 Peta 2D wilayah Matano

Gambar 4.2 Peta 3D wilayah Matano dari Tenggara

Gambar 4.2 Peta 3D wilayah Matano

Gambar 4.2 Peta 3D wilayah Matano dari Barat Daya

Dengan identifikasi langsung terhadap citra permukaan wilayah Matano dalam peta topografi,
ditemukan bahwa medan penelitian terdiri dari bukit-bukit yang terbagi dua secara rapi oleh suatu daerah
dataran rendah memanjang. Dataran rendah ini bisa menjadi perkiraan awal lokasi sesar karena sifat sesar itu
sendiri yang memanjang, dinamis, membelah batuan, dan senantiasa berkembang. Bukit di wilayah Matano
merupakan perbukitan Verbeek yang membentang dari utara Sulawesi hingga ke timur Sulawesi.
Kontur topografi ini dapat digunakan untuk membantu deskripsi data dan validasi terhadap koreksikoreksi yang berhubungan dengan elevasi (ketinggian).Dalam tahap berikutnya, peta topografi dapat dijadikan
basemap pada kontur anomali bouguer dan residual.

8
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Dari pengolahan data anomali gaya berat, didapat nilai anomali bouguer yang ditampilkan dalam peta
kontur. Untuk mempermudah analisa, disertakan basemap dari peta topografi dan google earth sebagai berikut:
Gambar 4.5 Peta kontur BA

Gambar 4.6 Kontur BA dengan Basemap GoogleEarth

Gambar 4.7 Peta Kontur BA dengan Basemap Topografi

Peta ini menunjukkan densitas rata-rata bawah permukaan sebesar 1.73 gr/cc . Pola anomali bouguer
menunjukkan adanya perbedaan nilai anomali yang dipisahkan oleh struktur kelurusan rapat berarah tenggara-barat laut.
Struktur anomali ini sangat jelas memisahkan anomali tinggi dengan nilai sekitar 1200 hingga 2000 miligal yang
ditunjukkan oleh warna oranye, merah hingga merah muda dan anomali rendah yang ditunjukkan warna kuning ke hijau
dengan nilai sekitar 800 hingga 400 miligal. Struktur kelurusan rapat yang membatasi anomali tinggi dan anomali rendah
diinterpretasikan sebagai sesar Matano. Dugaan posisi sesar ditandai dengan garis hitam, terlihat melewati danau Matano
pada gambar 4.2.
Setelah nilai BA didapat, selanjutnya mencari anomali residual menggunakan metode Second Vertikal Derivative
(Matriks Elkins) dengan peta kontur sebagai berikut.

9
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Gambar 4.8 Peta kontur residual

Gambar 4.9 Peta dasar residual dengan GoogleEarth

Gambar 4.10 Peta dasar residual dengan Topografi

Kontur anomali residual dengan pemisahan SVD operator elkins menyerupai/mirip dengan kontur
anomali residual dengan pemisahan menggunakan moving average lebar window 5x5. Sementara kontur
regionalnya tidak jauh berbeda dengan kontur anomali bouguernya. Hal ini disebabkan penyebab efek
residualnya sangat dangkal. Efek paling dominan pada anomali bouguer yaitu efek regional. Pada gambar
kontur anomali residual ini dapat kita perhatikan dengan kasat mata bahwa variasi anomali cenderung
berkurang. Berkurang disini berarti sedikitnya perbedaan anomali dikarenakan lokasinya yang telah diketahui
berupa dasar danau ditambah dengan kecenderungan topografi yang memperjelas bidang sesar. Warna hijau
masih mendominasi dengan nilai anomali 20 – 40 mGal. Dugaan posisi sesar ditandai dengan garis hitam. Peta
kontur residual ini dapat dijadikan peta kontur terbaik untuk penentuan posisi sesar.
Setelah mendapatkan posisi terbaik, peta kontur dapat dibandingkan dengan hasil regresi linier yang
dipindahkan ke peta distribusi episenter sebagai prediksi sesar. Peta distribusi episenter dibuat menggunakan
software GIS.

10
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Gambar 4.11 Regresi Linier Data Sebaran Episenter
Gambar 4.12 Prediksi Posisi Sesar Dengan Regresi Linier
Gambar 4.13 Prediksi Posisi Sesar Dengan Anomali Residual

Analisa Posisi
Sebaran episenter wilayah Matano cukup memberi perkiraan awal sesar. Perkiraan posisi patahan yang
ditunjukkan oleh regresi linier (kiri) menunjukkan pola dan arah yang hampir sama dengan identifikasi
langsung (kanan). Namun regresi linier berdasarkan distribusi episenter tersebut tidak dapat diinterpretasi
sebagai posisi sesar karena keseluruhan gempa yang belum direlokasi. Model bumi lokal merupakan salah satu
model yang harus digunakan dalam relokasi gempa-gempa lokal. Identifikasi langsung pada peta kontur
residual dapat dilihat secara jelas posisi sesar Matano. Berdasarkan peta tersebut dapat disimpulkan bahwa sesar
Matano satu garis dengan danau Matano, memanjang membelah kota Poso dan Morowali sampai teluk Lasolo.
Bentuk danau Matano yang panjang dan pipih merupakan salah satu tanda pembentukannya yang diakibatkan
patahan mendatar.
Untuk menentukan jenis patahan dilakukan analisa grafik second vertical derivative. Setelah membuat
slice dalam peta kontur BA, kita dapat melanjutkan langkah selanjutnya untuk menentukan grafik SVD. Dalam
data slice yang kita pergunakan hanya nilai BA dan X (sampling data) yang kita ambil sebagai modal awal
dalam perhitungan selanjutnya dalam metode SVD ini. Nilai SVD didapatkan dari perkalian antara turunan BA
ketiga dengan nilai komponen vertikal yang dipindahruaskan menjadi -1. Berikut ini grafik SVD hasil
pengolahan data.
Gambar 4.7 Grafik Second Vertical Derivative

Anomali yang disebabkan oleh struktur cekungan mempunyai nilai harga mutlak minimal SVD selalu
lebih kecil daripada harga maksimalnya. Sedangkan anomali yang disebabkan struktur intrusi berlaku
sebaliknya, harga mutlak minimalnya lebih besar dari harga maksimalnya. Dari pembahasan diatas, dengan
menggunakan metode SVD dapat diidentifikasi bahwa sesar tersebut adalah sesar turun. Namun kecilnya selisih
minimum dan maksimum belum dapat menjadi jawaban akhir. Grafik seperti ini memungkinkan patahan
sebenarnya adalah strike slip atau oblique.
Selain melalui grafik SVD, kita bisa memprediksi struktur sesar dari mekanisme fokus gempabumi
historis di wilayah danau Matano. Berikut ini ditampilkan mekanisme fokus gempabumi historis di wilayah
danau Matano dalam tabel.
Tabel Parameter Gempabumi Signifikan Wilayah Danau Matano 1983-2013
11
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

H
D

M

Y

12

6

1995

7

5

2000

5

11

2003

15

2

2011

16

4

2012

16

4

2012

27

4

2012

1

5

2012

17

5

2012

16

24

Sumber : globalcmt.org
Lat
Plane 1
Plane 2
Long
Di
Strike
Rake Strike Dip Rake
p
-2.36 121.21
24
81 178
114
88
9

33

27

-2.66 121.91

213

70

-158

115

70

-22

2

46

-2.73 121.29

281

23

-84

95

67

-93

33

53

-2.5

121.48

110

71

3

19

87

161

strike-slip

17

50

-2.64 121.86

118

44

1

27

89

134

normal oblique

1

15

-2.58 121.94

121

59

4

29

86

149

strike-slip

29

43

-2.64 121.92

129

54

8

34

83

144

strike-slip

59

40

-2.61 121.91

111

54

-3

203

88

-144

strike slip

50

8.8 -2.65 121.99

132

68

-2

223

88

-158

strike-slip

M

S

UTC
0
2
0
2
2
1
3
2
1
8
1
0
1
3
2
3

Mechanism
strike-slip
normal oblique
normal

Gambar 4.8 Tabel Parameter Gempabumi Signifikan Wilayah Danau Matano 1983-2013

Berdasarkan parameter historis gempabumi dignifikan yang diambil dari globalcmt.org, didapat bahwa
terjadi 6 kali gempabumi berjenis strike-slip, 2 normal oblique, dan 1 kali normal. Diartikan bahwa 2/3 dari
keseluruhan gempa berjenis strike-slip, dan 1/3 berjenis non strike-slip. Kedalaman rata-rata gempabumi dalam
tabel tersebut adalah 36 km dan magnitude rata-rata sebesar 4.6 SR.
Analisa Struktur
Dari perbandingan grafik SVD dan data mekanisme fokal, disimpulkan bahwa sesar Matano secara
umum merupakan sesar mendatar (strike-slip) namun di tempat tertentu dapat berubah menjadi sesar normal
oblique. Tidak ada satupun mekanisme mendatar yang sempurna. Analisa tabel ini memberi jawaban terhadap
dua pilihan (strike slip atau oblique) pasca analisa grafik SVD. Meskipun dominasi mekanisme gempabumi
wilayah danau Matano adalah strike-slip, sesar tidak boleh sepenuhnya dinyatakan berstruktur strike-slip. Kita
tidak dapat mengesampingkan mekanisme oblique karena sudut rake yang dinyatakan juga ideal untuk
mekanisme oblique, terdapat data mekanisme normal, dan nilai Y minimum maksimum grafik SVD tidak
sepenuhnya sama.
Hasil ini juga diperkuat dengan ringkasan hasil studi tim revisi peta gempa Indonesia 2010 yang
menyatakan bahwa struktur sesar matano adalah strike-slip. Mengingat sesar Palukoro sebagai induk sesar
Matano berstruktur strike-slip dan berubah menjadi sesar vertikal di perairan utara, ada dugaan bahwa di
penghujung tenggara sesar Matano terdapat perubahan struktur menjadi normal oblique. Perubahan struktur
Palukoro di utara dibuktikan dengan adanya empat kali tsunami di perairan utara Palukoro, sedangkan
perubahan struktur Matano di perairan tenggara dibuktikan dengan adanya tiga gempa yang bermekanisme
oblique. Ketiga gempa tersebut terjadi wilayah tenggara yang masih jauh dari danau Matano. Zona perbatasan
laut dan darat sering menjadi lokasi transisi struktur sesar karena merupakan tempat akumulasi sedimen
dinamis. Meskipun jenis sesar Matano tidak seluruhnya strike-slip, sesar yang membelah danau Matano masih
berjenis strike-slip. Hal itu merupakan kabar baik bagi warga sekitar danau Matano karena tidak akan terjadi
tsunami akibat episenter di danau Matano.
12
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

Analisa Keseluruhan
Sesar Matano memanjang melewati danau Matano karena memang sesar mendatar itu sendiri yang
melahirkan danau. Citra danau Matano yang pipih memanjang merupakan jejak geologi yang dapat
diinterpretasikan sebagai proses tektonik patahan mendatar dari mekanisme pull apart (tarik pisah). Danaudanau di Sumatra berbeda dengan Matano karena pembentukannya yang merupakan kombinasi dari proses
tektonis dan vulkanis. Kombinasi tektovulkanik dapat diamati dari bentuk danau yang berbentuk ellips. Bentuk
ellips dapat diinterpretasi bahwa pada mulanya danau berupa lingkaran kaldera hasil letusan gunung api, lalu
proses patahan mendatar memicu perpanjangan danau. Danau demikian sangat mungkin terjadi karena bagian
tengah pulau Sumatra dilingkupi oleh pegunungan Bukit Barisan aktif dari provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam hingga Lampung serta proses tektonik dipicu oleh Sumatra Fault System (SFS) berjenis strike-slip.
5. KESIMPULAN
Dari hasil dan analisa dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Posisi sesar Matano tepat melewati danau Matano, memanjang dari utara teluk bone menyusuri
perbatasan provinsi Sulawesi tengah dan Sulawesi Selatan, membelah kabupaten poso hingga teluk
Lasolo di perairan Timur Sulawesi Tenggara.
2. Secara umum struktur sesar Matano adalah strike-slip, namun diduga kuat di penghujung tenggara
ditemukan mekanisme normal oblique. Mekanisme normal oblique tidak signifikan karena sudut dip dan
rake gempa historis menunjukkan kecenderungan mekanisme strike-slip.
3. Danau Matano tidak akan melahirkan tsunami akibat gempabumi tektonik karena:
a. Sesar Matano berjenis sesar mendatar sehingga tidak ditemukan tsunami-genic yang diakibatkan
aktivitas tektonik vertikal.
b. Dalam statistik sederhana, kedalaman rata-rata gempabumi 36 km dan magnitude rata-rata 4.6 SR.
Gempabumi demikian tidak memenuhi syarat terjadinya tsunami.
c. Luas danau Matano kurang mendukung terjadinya tsunami. Danau Matano berukuran panjang 25 km
dan lebar 6 km. Salah satu ciri tsunami adalah timbulnya gelombang panjang dari puluhan km,
periode 10-60 menit dan amplitudo 0.5-3 m di episenter.
Penghargaan
Ucapan terima kasih ditujukan kepada bapak Mahmud Yusuf MT yang telah memberi ilmu perancangan dan
pelaksanaan kegiatan penelitian dan bapak Drs. Agus Marsono M.Si yang telah memberikan skript beberapa
pemrograman untuk menunjang penelitian.
Daftar Pustaka
Crowe, Sean A. (2008), "The biogeochemistry of tropical lakes: A case study from Lake Matano,
Indonesia", Limnology and Oceanography 53 (1): 319–331
Ibrahim, Gunawan, 2010. Tektonik Dan Mineral di Indonesia. Jakarta: Puslitbang BMKG
Octonovrilna, Litanya & I Putu Pudja, 2012, Analisa Perbandingan Anomaly Gravitasi dengan Persebaran
Intrusi Air Asin (Studi Kasus Jakarta 2006-2007), Jakarta : Badan Meteorologi dan Geofisika.
Budiman, Teguh. 2012, Perbandingan Filtering Data Gravitasi dengan Metode Trend Surface Analysis dan
Moving Average, Studi Kasus : Sesar Lembang, Jakarta : AMG.
Diposaptono, S., dan Budiman.(2008).Hidup Akrab Dengan Gempa dan Tsunami, Bogor: Buku Ilmiah Populer
http://topex.ucsd.edu/cgibin/getdata.cgi
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/galeri/video/20/4303
http://neic.usgs.gov
http://www.iris.edu/spud/momenttensor.

13
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius

14
PERBANDINGAN METODE TURUNAN KEDUA VERTIKAL DENGAN DATA GEMPABUMI HISTORIS UNTUK IDENTIFIKASI LANGSUNG POSISI DAN
STRUKTUR SESAR MATANO
Admiral Musa Julius