BAB II Askep Osteoporosis

3

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS
A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masssa
tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal,
kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif
menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur
dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner and Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan tulang.
Osteoporosis bukan hanya berkurangnya kepadatan tulang tetapi juga
penurunan kekuatan tulang.Pada osteoporosis kerusakan tulang lebih cepat
daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh (WHO).
Osteoporosis merupakan penyakit metabolism tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikro arsitektur tulang dan
fagilitas tulang yang meningkat, sehingga risiko fraktur menjadi lebih
besar. Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya

populasi usia lanjut (Adam, 2002; Kaniawati, 2003; Sennang, 2006).
B. Jenis – jenis osteoporosis
1.
Osteoporosis postmenopause (tipe I): Bentuk yang paling sering
ditemukan pada wanita kulit putih dan Asia. Bentuk osteoporosis ini
disebabkan oleh percepatan resorpsi tulang yang berlebihan dan lama
setelah penurunan sekresi estrogen di masa menopause (Dambro,
2006).Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita.Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia

di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun
lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk
menderita
2.

osteoporosis postmenopause (www.medicastore.com,

2009).
Osteoporosis involutional (tipe II) / senilis: Terjadi pada kedua jenis

kelamin yang berusia di atas 75 tahun. Tipe ini diakibatkan oleh
ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi
tulang dengan kecepatan pembentukan tulang (Dambro, 2006).
Kemungkinan juga diakibatkan dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas
70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali
menderita

3.

osteoporosis

senilis

dan postmenopause

(www.medicastore.com, 2009).
Osteoporosis idiopatik: Tipe osteoporosis primer jarang yang terjadi
pada wanita premenopause dan pada laki-laki yang berusia di bawah

75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau
faktor risiko yang mempermudah timbulnya penurunan densitas

4.

tulang.Penyebabnya tidak diketahui (Dambro, 2006).
Osteoporosis juvenil: Bentuk osteoporosis yang terjadi pada anakanak prepubertas yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang. Bentuk ini jarang dijumpai

5.

(Dambro, 2006).
Osteoporosis sekunder: Penurunan densitas tulang yang cukup berat
untuk menyebabkan fraktur atraumatik akibat faktor ekstrinsik
seperti kelebihan obat-obatan (kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang
dan hormon tiroid yang berlebihan), artritis reumatoid, kelainan
hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonadisme,
dan lain-lain (Dambro, 2006). Dialami kurang dari 5% penderita

osteoporosis.Penyakit ini bisa disebabkan pemakaian alkohol yang

4

berlebihan

dan

merokok

bisa

memperburuk

keadaan

ini

(www.medicastore.com, 2009).
C. Etiologi Osteoporosis

1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang
cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit
hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih
kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif
imun

terhadap

fraktur

karena

osteoporosis

(www.medicastore.com).
b. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di
samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah
massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat
disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara
massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun
tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya
atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada
pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar
beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk
5

meningkatkan


massa

tulang

di

sampihg

faktor

genetik(WWW.medicastore.com).
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan
nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang
akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya
kalsium)

di


atas

kebutuhan

maksimal

selama

masa

pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang
yang

melebihi

bersangkutan

kemampuan
sesuai


dengan

pertumbuhan

tulang

kemampuan

yang

genetiknya

(www.medicastore.com).
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya
fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih
mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan
tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal
yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap

individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila
individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses
penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai
tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama (www.medicastore.com).
b. Faktor mekanis

6

Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor
yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut
pasti


akan

menurun

dengan

bertambahnya

usia

(www.medicastore.com).
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam
proses

penurunan

massa

tulang

sehubungan

dengan

bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanitawanita

pada

kalsiumnya

masa
rendah

peri
dan

menopause,

dengan

absorbsinya

tidak

masukan

bak,

akan

mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan

yang

erat

antara

masukan

kalsium

dengan

keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam
masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui
urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen

pada

masa

menopause

adalah

pergeseran

keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari (www.medicastore.com).

7

d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya
protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan
ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri,
tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi
ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan
mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan

yang

mengandung

protein

berlebihan

akan

mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan
kalsium yang negative (www.medicastore.com)
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium.
Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi
kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi
kalsium di ginjal(www.medicastore.com).
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,
akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja (www.medicastore.com).
g. Alkohol
8

Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang
sering ditemukan.Individu

dengan alkoholisme mempunyai

kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan
ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas
belum diketahui dengan pasti (www.medicastore.com)
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat
2.
3.
4.
5.

fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 );
Nyeri timbul mendadak di tulang pinggul atau tulang punggung;
Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang;
Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur ;
Nyeri ringan di bagian punggung pada saat bangun tidur dan dan akan

bertambah oleh karena melakukan aktivitas;
6. Deformitas vertebra thorakalis  Penurunan tinggi badan.
E. Patofisiologi Terjadinya Osteoporosis
Tulang normal terdiri dari komposisi yang kompak dan padat,
berbentuk bulat dan batang padat serta terdapat jaringan berongga yang
diisi oleh sumsum tulang.Tulang ini merupakan jaringan yang terus
berubah secara konstan, dan terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan
digantikan dengan jaringan tulang yang baru. Proses ini terjadi pada
permukaan tulang dan disebut sebagai remodelling.Dalamremodeling ini
melibatkan osteoclast sebagai

perusak

jaringan

tulang

dan osteoblast sebagai pembentuk sel sel tulang baru.
Menjelang

usia

tua

proses remodeling ini

Aktivitas osteoclast menjadi

lebih

dominan

aktifitas osteoblast sehingga

menyebabkan

dibandingkan
osteoporosis.

berubah.
dengan
Separuh

perjalanan hidup manusia, tulang yang tua akan diresorpsi dan terbentuk
serta bertambahnya pembentukan tulang baru (formasi). Pada saat kanakkanak dan menjelang dewasa, pembentukan tulang terjadi percepatan
dibandingkan dengan proses resorpsi tulang, yang mengakibatkan tulang
menjadi lebih besar, berat dan padat. Proses pembentukan tulang ini terus

9

berlanjut dan lebih besar dibandingkan dengan resorpsi tulang sampai
mencapai titik puncak massa tulang (peak bone mass), yaitu keadaan
tulang sudah mencapai densitas dan kekuatan yang maksimum. Peak
bone mass ini tercapai pada umumnya pada usia menjelang 30 tahun.
Setelah usia 30 tahun secara perlahan proses resorpsi tulang mulai
meningkat dan melebihi proses formasi tulang. Kehilangan massa tulang
terjadi sangat cepat pada tahun-tahun pertama masa menopause,
osteoporosis-pun berkembang akibat proses resorpsi yang sangat cepat
atau proses penggantian terjadi sangat lambat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami
perubahan selama kehidupan melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan,
fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90%
dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifise tertutup. Sedangkan
pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa
tulang bertambah dan mencapai puncak pada umur tiga puluhan. Serta
terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkurang ( bone
loss ) sebanyak 35-50 tahun.
Aktifitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan
faktor lokal. Faktor sistemik adalah hormonal yang berkainan dengan
metabolisme Kalsium, seperti hormon paratiroid, Vitamin D, kalsitonin,
estrogen, androgen, hormon pertumbuhan, dan hormon tiroid. Sedangkan
faktor lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain (IGF). (Permana,
2008)
Di samping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan
oleh pemberian steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan
tulang (bone formation) dan peningkatan resorpsi tulang (bone
resorption).Steroid

menghambat

sintesis

kolagen

tulang

oleh osteoblast yang telah ada, dan mencegah transformasi sel-sel
prekursor menjadi osteoblast yang dapat berfungsi dengan baik.Di

10

samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis protein.Gambaran
histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi mineral, dan
penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast yang
semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan
atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin,
faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihidroksi vitamin D. Sintesis dan aktivitas
faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. Dibandingkan proses
penuaan, penipisan tulang dalam osteoporosis akibat steroid lebih luas,
karena permukaan-permukaan yang mengalami resorpsi dan hambatan
formasi tulang juga lebih luas.
Berbeda dengan efek steroid atas pembentukan tulang, penelitian
mengenai gangguan resorpsi tulang masih terbatas.Diduga, pengaruh
steroid

terhadap

resorpsi

tulang

berlangsung

melalui

hormon

paratiroid.Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa setelah
pengangkatan kelenjar paratiroid, respons osteoklastik terhadap steroid
sepenuhnya hilang, sehingga disimpulkan bahwa resorpsi tulang terutama
dikendalikan oleh hormon paratiroid. Namun, kebanyakan penelitian pada
manusia tidak menemukan peningkatan kadar hormon paratiroid setelah
pemberian terapi steroid. Penelitian lain menemukan peningkatan
fragmen-fragmen hormon paratiroid, tetapi kadar hormon yang utuh tidak
terpengaruh.
Efek steroid terhadap absorpsi kalsium dalam usus tidak sama di
setiap segmen-segmen usus tidak sama. Absorpsi di duodenum lebih kecil,
tetapi absorpsi di kolon meningkat.Di samping penurunan absorpsi
kalsium, steroid dapat meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin.Pada
pasien

dengan

pemberian

steroid

jangka

panjang,

hiperkalsiuria

kemungkinan besar akibat mobilisasi kalsium di tulang-tulang dan
penurunan

reabsorpsi

kalsium

di

tubuli

renal.Steroid

mungkin

mengganggu metabolisme vitamin D, walaupun dugaan ini belum didasari
bukti kuat. Kadar 1,25 dihidroksi vitamin D dalam serum menurun akibat

11

pemberian steroid, tetapi perubahan dari 25-hidroksi vitamin D menjadi
1,25 dihidroksi vitamin D tidak mengalami perubahan.
Steroid eksogen akan menghambat sekresi gonadotropin dari
hipofisis, sehingga fungsi gonad terganggu. Akibatnya, produksi estrogen
dan testosteron menurun.Steroid menghambat sekresi LH dan menurunkan
produksi estrogen yang difasilitasi oleh FSH. Efek steroid yang lain adalah
menurunkan sekresi hormon seks adrenal. Defisiensi estrogen dan
pemakaian steroid saling memperkuat efek terhadap laju penipisan tulang.
Ketika bone thinning terjadi, bagian trabekular lebih dulu terpengaruh
dibandingkan bagian kortikal. Dengan demikian fraktur lebih sering terjadi
di tulang-tulang pipih.
Hiperkalsiuria dan bone thinning terjaadi dalam 6 bulan sampai 12
bulan setelah pemakaian steroid eksogen.Setelah itu, laju penipisan tulang
melambat hingga 2 sampai 3 kali dibandingkan keadaan normal.Resiko
osteoporosis akibat steroid juga meningkat ketika dosis yang diberikan
lebih tinggi. Belum jelas, apakah risiko timbul akibat pemberian dosis
steroid yang lebih tinggi (prednison > 7,5 mg/dl atau yang setara dan dosis
yang dihirup lebih besar dari 800-1200 μg beclomethasone, 800-1000 μg
budesonide, 750 μg fluticasone, dan 1000 μg flunisolide) dalam jangka
waktu pendek (≤ 6 bulan), atau dosis yang rendah (prednison ≤ 7,5 mg/dl)
tetapi dalam waktu lebih lama (> 6 bulan). Yang jelas, risiko osteoporosis
meningkat dengan dosis kumulatif steroid lebih tinggi dengan ditandai
kehilangan massa tulang yang signifikan. Secara umum, dosis yang rendah
lebih aman dibandingkan dosis tinggi, namun tidak jelas berapa dosis yang
benar-benar aman.Laju penipisan tulang bisa meningkat hanya dengan
pemberian 5-10 mg prednison setiap hari dan juga dengan steroid melalui
inhalasi.Pemberian steroid dalam dosis berapapun perlu disertai dengan
penilaian risiko osteoporosis dan pemantauan secara terus-menerus untuk
mencegah fraktur.

12

Secara skematis, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian
steroid dapat digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama
adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang.
Terapi

steroid

secara

kronik

menurunkan

umur

osteoblast

dan

meningkatkan apoptosis.Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi
dan

kegiatan osteoclast dan

langsung.Dengan

menurunkan

mengakibatkan
absorpsi

antiapoptotik

kalsium

dari

usus

secara
dan

meningkatkan ekskresi kalsium urine, steroid mengakibatkan resoprsi
tulang dan hiperparatiroidisme sekunder.Steroid menghambat produksi
hormon steroid seksual dan sekresi dari adrenal, ovarium dan testis yang
juga mengakibatkan resorpsi tulang (Wachjudi, 2008).

F. Path Way

13

G. Risiko Terjadinya Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan
pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh
sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang
dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun.
Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat
dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular
karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi
hormon paratiroid meningkat.

14

3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan
asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum
konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah
sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan.
Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang
signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhatihatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang
tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu
artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang
sama.

5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena
keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan
horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam
darah.
b. Minuman

berkafein

dan

beralkohol.

Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat
menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini
dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari
creighton University Osteoporosis. Research Centre di
Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman
berkafein

dengan

keroposnya

tulang.

Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak

15

mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses
pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat
toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang
(osteoblas).
c. Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat
proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain
itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk
membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata

rokok

dapat

meningkatkan

risiko

penyakit

osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis,
karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar
dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga
susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi
proses

pelapukan.

Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa
mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya
aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat,
maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin
jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak
langsung.
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang
tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus
terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang
akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur
tersebut sudah berhenti.

16

e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan
hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain,
termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan
pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit
osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan
mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses
osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan
penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum
mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan
tulang.
7. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan
misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal
ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot
maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area
tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh
ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.

H. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi
panas, rapuh dan mudah patah.Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur.Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis,

17

fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan.Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medula spinalis
tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
I. Asuhan Keperawatan Osteoporosis
1. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh

melalui

anamnese,

pemeriksaan

fisik

dan

riwayat

psikososial.
1. Anamnese
a) Identitas
a.Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai
identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b.Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
Dalam

pengkajian

riwayat

kesehatan,

perawat

perlu

mengidentifikasi adanya :

18

a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah),
leher,dan pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas
c) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian,
makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi
yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu,
olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi.
Lansia

memerlukan

aktifitas

yang

adekuat

untuk

mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan
interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan
menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak
cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi

: Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan
tulang belakang

Palpasi

: Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi

: Cuaca resonan pada seluruh lapang paru

19

Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara
ronki
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat
dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan
efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a) Kepala dan wajah

:

b) Mata

:

ada sianosis
Sklera

biasanya

tidak

ikterik,

konjungtiva tidak anemis
c) Leher

: Biasanya JVP dalam normal

Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu
fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi
namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone)

20

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa
tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis.
Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal

merupakan

kelainan

yang

sering

ditemukan.

Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung

dari

nucleus

pulposus

kedalam

ruang

intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3biasanya tidak menimbulkan
fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan spasme otot
dan fraktur

21

2. Risiko terhadap cidera: fraktur berhubungan dengan massa tulang
yang berkurang.
3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi

3. Rencana keperawatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO

DIAGNOSA

TUJUAN

RENCANA TINDAKAN
22

KEP-AN
1

Nyeri

Setelah

berhubungan

tindakan

Dilakukan  Pertahankan tirah baring
keperawatan  Minimalkan

dengan spasme selama 3 x 24 jam

lingkungan

otot

rangsangan

diharapkan

nyeri

berkurang

gangguan
dan

dengan  Batasi aktivitas

criteria hasil :

 Berikan alternatif posisi
yang nyaman saat duduk,

 Pasien

tidur, berdiri

mengungkapkan

tindakan
merasa nyaman pada  Beri
menyenangkan
pinggang dan lutut
 Klien
beraktifitas

indikasi

tanpa

nyaman, tehnik relaksasi,

seperti

posisi

bimbingan imajinasi
 Hindari konstipasi


Resiko

sesuai

dapat

terasa nyeri

2

yang

terjadi Setelah

dilakukan  Orientasikan

fraktur

tindakan

keperawatan

berhubungan

selama 3 x 24 jam  Observasi

dengan

diharapkan tidak terjadi

osteoporosis

fraktur dengan criteria  Bantu
hasil :

terhadap lingkungan
tanda-tanda

dan gejala disorientasi
pemenuhan

kebutuhan

sehari-hari

dengan bantuan partial

 Mengenal
kemampuan
dalam

kelayan

gerak

memenuhi

kebutuhan

sehari-

 Pastikan ada alat Bantu
untuk

mencegah

injuri

seperti

keset

kamar

mandi, pegangan tangan

hari
 Mengidentifikasi

/

didinding

memperbaiki
potensial

bahaya
23

dalam lingkungan

3

Kurangnya

Setelah

pengetahuan

tindakan

berhubungan

selama 3 x 24 jam

dengan

diharapkan pengetahuan  Jelaskan

kurangnya

kelayan

informasi

dengan criteria hasil :

tentang
penyakit

proses
dan

dilakukan  Jelaskan
keperawatan

meningkat

ketrampilan
penatalaksanaan
perawatan dini

dan

dari

pengobatan dan prosedur
pentingnya

lingkungan yang tenang,
tidak penuh dengan stress
menghindari

mengungkapkan
pengetahuan

tujuan

 Diskusikan

 Pasien

perawatan diri

dan

sifat penyakit

pentingnya
kelelahan

dan mengangkat berat
 Diskusikan perlunya diet
tinggi

kalsium

sesuai

pesanan
 Jelaskan
menghindari

perlunya
konstipasi

dan penahanan

J. Discharge planning
1. Anjurkan klien dan keluarga melakukan latihan fisik secara teratur, hal
ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif.
2. Ajarkan klien dan keluarga latihan isometric, untuk memperkuat batang
tubuh

24

3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet tinggi kalsium
dan banyak minum air putih 1.5-2 liter / hari
4. Anjurkan klien untuk berjemur dibawah sinar matahari pada pagi hari
dan vitamin D yang adekuat
5. Hindari gerakan mendadak dan mengangkat beban berat.
6. Beri alat bantu jalan (tongkat, pagar / pegangan pada dinding rumah)
pada klien lansia untuk mencegah jatu
7. Ciptakan lingkungan rumah yang nyaman dan aman, lantai rumah tidak
licin.
8. Gunakan keset kamar mandi dari bahan yang tidak lincin.
9. Berikan penerangan dalam rumah yang baik
10. Kamar mandi/WC tidak licin, kloset duduk yang nyaman bagi klien
lansia
OSTEOPOROSIS : EXERCISE PROGRAMMING
JENIS
AEROBIK
Berjalan
Bersepeda
Berenang
Senam
aerobik

TUJUAN
Meningkatkan/mempertahankan
kapasitas fungsional

KEKUATAN
Dumbbells
Calisthenics
Alat beban

Meningkatkan kekuatan lengan,
bahu, kaki dan panggul
Memberi pembebanan pada otot
panggul dan punggung

FLEKSIBILITAS
Stretching
Latihan
peregangan

Meningkatkan/mempertahankan
fleksibilitas

FUNGSIONAL
Latihan
koordinasi

INTENSITAS/FREKUENSI/DURASI
Intensitas sedang
3 – 5 hari/minggu
20 – 30 menit/sesi

50% kemampuan (tingkat
kesulitan 3-4 dari skala 1-10)
2 – 3 sets, 8 repetitions
2 – 3 hari/minggu (tak berurutan)
5 – 7 hari/minggu

Meningkatkan/mempertahankan
aktivitas sehari-hari
25

dan
keseimbangan

26

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MEDIA KOPER-X (KOTAK PERKALIAN) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI PERKALIAN SISWA KELAS II DI SD NEGERI MOJOLANGU 2

8 90 18

DISKRESI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN SISWA MISKIN SEKOLAH DASAR (BSM-SD) (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Sebanen II Kalisat Kabupaten Jember)

1 35 17

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI (PTKLN) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NO.2 TAHUN 2004 BAB II PASAL 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO (Studi Kasus pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupa

3 68 17

Hubungan pH dan Viskositas Saliva terhadap Indeks DMF-T pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Baletbaru I dan Baletbaru II Sukowono Jember (Relationship between Salivary pH and Viscosity to DMF-T Index of Pupils in Baletbaru I and Baletbaru II Elementary School)

0 46 5

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN MENGENAL UNSUR BANGUN DATAR KELAS II SDN LANGKAP 01 BANGSALSARI

1 60 18

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

LATIHAN UJIAN NASIONAL SMA 2013 UNTUK KELAS IPA BAB 1. Pangkat, Akar, dan Logaritma

0 47 1

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

TINJAUAN TENTANG ALASAN PERUBAHAN KEBIASAAN NYIRIH MENJADI MEROKOK DI KALANGAN IBU-IBU DI DUSUN TRIMO HARJO II KELURAHAN BUMI HARJO KECAMATAN BUAY BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

3 73 70

TEKNIK REAKSI KIMIA II

0 26 55