Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  

Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  2

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016 Diterbitkan oleh : Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan Redaktur : Haritedjo Soekirno, Walidi, Jati Wi- bowo, Ari Untung Subardianta, Mus- likhudin, Hendra Kurniawan K.H, Wahyu Indrawan, Asrukhil Imro, Dede Solihin, Aries Setiadi, Melissa Candra Puspi- tasari, Ade Permadi, Agus Slamet Ri- yadi, Sri Moedji Sampurnanto, Nurokhim Penyunting/editor : Achmad Zunaidi, Cahya Setiawan, Shinta Putri Permata Dewi, Hafiz Yossi Aprilian Desain Grafis/Photografer : Fr. Edy Santoso, Kandha Aditya San- djoyo, Agus Priyono Sekretariat : Faisal Khabibi, Reza Ibnu Prakoso, Yudanto D. Nugroho Alamat Redaksi : Gedung Sutikno Slamet Jl. Wahidin Raya No. 1, Jakarta 10710 Telepon (021)3866117 pst. 8009 email : ortala_dja@yahoo.com

  Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi.

  Salam Redaksi Pembaca yang budiman, Sebagaimana kita ketahui bahwa rencana kerja dan anggaran yang disusun oleh menteri/pimpinan lembaga disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Hal ini diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Artinya dalam penyusunan RAPBN dan RKA-K/L, Pemerintah wajib menerapkan anggaran berbasis kinerja. Pengalokasian anggaran dengan pendekatan fungsi (money follow function), sebagai salah satu prinsip anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan yang strategis dalam menjaga efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran yakni anggaran hanya dialokasi- kan kepada kementerian/lembaga atau satuan kerja yang tugas fung- sinya relevan dengan target kinerja yang akan dicapai secara nasional. Dalam beberapa kesempatan, Presiden menyampaikan pemikiran- nya mengenai anggaran yakni anggaran mesti menggunakan konsep money follow program. Lantas, bagaimanakah sebenarnya penerapan konsep ini dalam peng- anggaran di Indonesia? Pembahasan ini akan dikupas dalam Warta Anggaran edisi 30 ini. Pada edisi ini akan dibahas mengenai bagaimana sebenarnya konsep anggaran berbasis kinerja itu. Dan bagaimana pula hubungannya de- ngan konsep money follow program ataupun money follow function. Dalam rubrik suplemen akan disajikan pembahasan berkaitan dengan anggaran berbasis kinerja dalam kinerja DJA serta target-target pem- bangunan dalam APBN. Informasi yang tak kalah menarik adalah mengenal ekonomi syariah dalam rubrik khazanah. Rubrik komunitas kali ini akan membahas mengenai kegiatan bermusik di DJA dalam komunitas yang menye- but kelompoknya DJAKustik. Dalam rubrik Catatan Perjalanan, akan disajikan perjalanan untuk menyaksikan sisi keindahan negeri ini. Bagi pecinta sinema, resensi film juga disajikan sebagaimana edisi- edisi sebelumnya untuk menjadi acuan pemilihan film yang ditonton. Selamat membaca.

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  4

  Daftar Isi Laporan Utama Suplemen

  54 Resensi Film : Now You See Me 2

  52 Catatan Perjalanan : “Prau” Di Atas Awan

  38 Menuju Sistem Perlin- dungan Purna Tugas PNS Yang Baru

  23 Reviu ADIK Ditjen Pem-

belajaran dan Kemaha-

siswaan, Kemenristekdikti

  35 Transparansi Anggaran Dan Partisipasi Publik Dalam Penganggaran

  49 Komunitas : DJAKustik

  19 Wawancara : Made Arya Wijaya Konsepsi Dan Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

  41 Konsep Evaluasi Kinerja Penganggaran Kemente- rian/Lembaga

  27 Gotong Royong Pemerin-

tah Dan Swasta Dalam

Pembangunan Infrastruktur

  

32 Survei Transparansi Ang-

garan Indonesia

  43 SIMPONI Quick Response

  

29 Baku Cakap Penelaahan

Online

  46 Khazanah : Cara Seder- hana Mengenal Riba

  48 Renungan : Seberapa Pantas

7 Penerapan Anggaran Ber-

  15 Optimalisasi Peran DJA Dalam Kerangka Let The Manager Manages

  an Berbasis Kinerja

  Money Follow Program

  basis Kinerja Melalui Money Follow Program

9 Money Follow Function dan

13 Lonceng Kematian Anggar-

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016 L I N T A S P E R I S T I W A

  Sosialisasi Pokok-Pokok Kebijakan Anggaran, 12 Februari 2016

Direktorat Jenderal Anggaran melaksanakan Sosialisasi Pokok-pokok Kebijakan Anggaran kepada

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), pada

hari Jum’at (12/2), bertempat di Auditorium Gedung Dhanapala. Seluruh pihak yang terlibat dalam

proses penganggaran di berbagai Kementerian dan Lembaga perlu memiliki kesamaan persepsi sehingga proses penganggaran ke depan dapat berjalan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

  Sosialisasi Nasional : Penyeleng- garaan JKK dan JKM Bagi Pega- wai ASN, 25 Februari 2016 Untuk meningkatkan pemahaman me- ngenai program JKK dan JKM bagi pegawaiASN, pada hari Kamis (25/2) diselenggarakan Sosialisasi Nasional Pe- nyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai ASN. Sosialisasi yang diselenggarakan di Ballroom Dhanapala ini disampaikan kepada sekretariat daerah seluruh provinsi dan sekretariat jenderal seluruh Kemen- terian Negara/Lembaga.

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  Forum Group Discussion : Sistem Jaminan Pensiun dan Hari Tua Aparatur Sipil negara, 8 Maret 2016 Untuk menyempurnakan RPP terkait jaminan pensiun dan jaminan hari tua, Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refor- masi Birokrasi, serta PT Taspen (Persero) melaksanakan Forum Grup Discussion : Sistem Jaminan Pensiun dan Hari Tua Apara- tur Sipil Negara Pengukuhan Eselon III dan Eselon

  IV di Lingkungan DJA Pada hari Kamis (24/3), dilaksanakan pe- ngukuhan terhadap para pejabat Eselon III dan Eselon IV di lingkungan Direktorat Jen- deral Anggaran (DJA). Pengukuhan ditetap- kan berdasarkan Keputusan Menteri Keuang- an RI Nomor 118/KM.1/UP.11/2016.

  Rapat Kerja DJA Tahun 2016 DJA menyelenggarakan Rapat Kerja pada Selasa (5/4). Acara yang diselenggarakan di Ballroom Dhanapala ini mengangkat tema ‘Peningkatan Profesionalisme dan Kualitas Pelayanan DJA Melalui Perbaikan Berkelan- jutan dan Semangat Kebersamaan’.

  Review Proyeksi PNBP TA 2016, Pe- nyusunan Rencana PNBP TA 2017 Dan Pemberian Apresiasi Pengguna Simponi Direktorat Jenderal Anggaran pada Rabu (6/4), mengundang wakil Kementerian/ Lembaga dalam acara pembukaan ( kick off) review proyeksi PNBP TA 2016 dan penyu- sunan rencana PNBP pada RAPBN TA 2017 dan MTBF TA 2018 – 2020 dan pemberian apresiasi/penghargaan penggunaan SIMPONI TA 2015 kepada Kementerian/Lembaga.

6 L I N T A S P E R I S T I W A

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016 L A P O R A N U T A M A

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA MELALUI MONEY FOLLOW PROGRAM

  Teks : Achmad Zunaidi

Rumusan program dan kegiatan beserta hasil yang akan dicapai harus jelas, teru-

tama dari sudut pandang rakyat yang akan menerima hasil-hasil pembangunan.

  

Tidak boleh ada kata-kata bersayap. Demikian juga dari sisi kelembagaannya,

kelembagaan harus mengikuti apa yang menjadi tujuan/prioritas yang akan dicapai.

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  aru kali ini pucuk pimpinan peme- rintahan Indonesia secara jelas dan tegas membahas konsep penerapan anggaran (berbasis kinerja). Inti pemikir- an Presiden Jokowi tentang anggaran tersebut disampaikan pada saat mem- buka pertemuan kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, 10 Februari 2016 lalu. “Tidak lagi money follow function, jadi yang betul mestinya money follow program, ya program kita apa, kita fokus ke situ”.

  Apa yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan arahan sebagai pimpinan pemerintahan dalam hal pene- rapan penganggaran berbasis kinerja. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa anggaran berbasis kinerja se- bagai pendekatan penganggaran akan mengubah fokus pengukuran penca- paian program dan kegiatan yang semula didasarkan atas besarnya jumlah alokasi sumber daya bergeser kepada hasil yang dicapai dari penggunaan sumber daya tersebut.

  Apa yang ada dalam undang-undang tersebut sejalan dengan maksud Presi- den, “Anggaran kedepan harusnya tidak dibagi-bagi mengikuti organisasi, karena selama ini cara tersebut membuat ang- garan kita hilang tidak berbekas. Ke depan, kita punya prioritas dan punya fokus sehingga kalau ada direktur di satu K/L tidak masuk program prioritas maka tidak perlu dianggarkan”. Inilah gambaran akhir yang akan dicapai dari penerapan money follow program.

  Presiden sepertinya telah memperha- tikan bahwa selama ini program-program dan kegiatan yang dilakukan kementerian negara/lembaga tidak fokus pada hasil. Hal ini ditandai dengan nama program dan kegiatan serta hasil yang diharapkan kurang jelas keterkaitannya, kurang jelas dari sisi hasil yang akan dicapai.

  Padahal, maksud UU Nomor 17 terse- but adalah agar penghitungan alokasi anggaran yang semula dilakukan se- cara incremental (tambah-kurang) dari alokasi anggaran periode sebelumnya (dikenal dengan anggaran tradisional atau line item budget) diubah menjadi anggaran berbasis kinerja. Kinerjanya terlebih dahulu yang dibahas dan didiskusikan untuk ditetapkan, menyu- sul kemudian diskusi mengenai besaran anggarannya. Bukan lagi anggaran dibagi dan dikelompokkan menurut organisasi semata. Dengan bahasa orang awam, rumus- an program dan kegiatan beserta hasil yang akan dicapai harus jelas, terutama dari sudut pandang rakyat yang akan menerima hasil-hasil pembangunan. Tidak boleh ada kata-kata bersayap. Demikian juga dari sisi kelembagaanya, kelembagaan harus mengikuti apa yang menjadi tujuan/prioritas yang akan dicapai.

  Meskipun demikian, istilah money follow program sebagai suatu perintah atau arahan pimpinan memang telah jelas. Namun, sebagai suatu konsep perlu diketahui duduk perkaranya apabila dihadapkan dengan konsep money follow function, yaitu konsep yang dipahami para birokrat perencana penganggaran selama ini. Banyak pertanyaan muncul dengan jargon baru ini: Apakah sebenar- nya kedua konsep ini berseberangan; Apakah hanya sudut pandang yang ber- beda; Barangkali, permasalahan tersebut hanya persoalan optimalisasi peran dan koordinasi antar unit yang terlibat dalam perencanaan dan penganggaran (baca Money Follow Program dan Money Fol- low Function).

  Di samping mengenai penggunaan konsep, masih ada permasalahan lain dalam penerapan penganggaran berbasis keinerja di Indonesia. Pertama, upaya berbagai pihak untuk meng-kavling anggaran sesuai sektor-sektor yang menandakan bahwa perencanaan ang- garan tidak diperlukan lagi karena alokasi anggaran terbagi berdasarkan amanat undang-undang sektoral. Secara tidak langsung juga menyiratkan, rumusan kinerja yang jelas atau mempunyai keterkaitan yang kuat antara program dan kegiatan beserta keluarannya tidak diperlukan lagi. Semua itu memang tidak perlu karena masing-masing sektor de- ngan jaminan anggaran yang dinyatakan dalam undang-undang, tidak membu- tuhkan perencanaan yang amat cang- gih (baca Lonceng Kematian Anggaran Berbasis Kinerja). Kedua, penerapan aspek let the ma- nagers manage sebagai langkah selan- jutnya dari penerapan anggaran berbasis kinerja perlu dielaborasi dan dioptimal- kan. Konsep tersebut memang memberi- kan kebebasan bagi manajer (pimpinan K/L) untuk berkreasi tetapi dengan tu- juan kinerjanya berhasil. Di samping itu, bagi central agency bidang penganggar- an seperti Ditjen Anggaran, penerapan let the managers manage harus diartikan sebagai peralihan tugas-pekerjaan yang semula bersifat administratif semata (pe- nyusunan dan penetapan dokumen ang- garan) menjadi tugas-pekerjaan bersifat strategis, yaitu review baseline atau mengkaitkan tambahan anggaran dengan isu-isu prioritas pembangunan dalam pertemuan forum trilateral meeting (baca Optimalisasi Peran DJA dalam Kerangka Let The Managers Manage). n

  L A P O R A N U T A M A

8 B

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016 L A P O R A N U T A M A

MONEY FOLLOW FUNCTION

  dan MONEY FOLLOW PROGRAM Teks : Hendra Kurniawan K.H.

  Pilihan itu muncul seiring dengan isu yang ramai dibicarakan dalam proses perencanaan dan peng- Money Follow Function dan anggaran di tahun 2016 ini. Isu yang memunculkan dikotomi antara Money Follow Program sehingga menimbulkan perbedaan persepsi, padahal jika kita memban- dingkan dengan seksama maka keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsip. Kedua-duanya

mengedepankan pemilihan untuk mendanai program/kegiatan prioritas, menekankan pada efisiensi

alokasi anggaran, serta transparansi dan akuntabilitas yang ditunjukkan dengan kejelasan sasaran kinerja.

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  da dua alasan yang dikemukakan mengapa Money Follow Function dianggap tidak tepat yaitu, pertama, dianggap menjadi penyebab terjadinya inefisiensi dalam penganggaran, karena melalui pendekatan ini maka semua fungsi-fungsi pemerintahan harus didanai walaupun tidak semuanya termasuk dalam program-program prioritas, metode yang digunakan adalah tambah/kurang sebesar persentase perubahan pagu berdasarkan data tahun sebelumnya; kedua, melemah- kan koordinasi antar sektor-sektor pem- bangunan, karena banyaknya program/ kegiatan yang jalan sendiri-sendiri (tidak terkoordinasi satu sama lainnya).

  Sebaliknya di sisi lain justru ber- pendapat bahwa Money Follow Function sangat tepat untuk dilaksanakan saat ini dengan alasan : pertama, memperkuat koordinasi karena dengan program/ke- giatan berada dalam fungsi yang sama maka akan memudahkan koordinasinya; kedua, dengan meletakkan anggaran pada fungsi yang tepat dan hanya unit-unit yang secara profesional mempunyai tugas dan fungsi atas suatu kegiatan yang dapat melaksanakan kegiatan tersebut maka akan dapat mendorong terciptanya efisien- si dalam alokasi (menghindari duplikasi kegiatan/program). Lantas sebenarnya apa dan bagaimana paradigma Money Follow Function dan Money Follow Program?

  ”Konsep money follow function pada prinsipnya menegaskan bahwa peng- alokasian anggaran harus berdasarkan fungsi tiap- tiap unit dalam organisasi pemerintah. Secara filoso- fi, konsep penganggaran yang efektif - efisien dan menjaga kesinambungan fiskal dimulai dari pelaksa- na program/kegiatan oleh fungsi organisasi yang tepat.”

  Konsep Money Follow Function pada prinsipnya menegaskan bahwa pengalo- kasian anggaran harus berdasarkan fungsi masing-masing unit dalam organisasi pemerintah. Secara filosofi maksud dari konsep ini adalah ingin membangun konsep penganggaran yang efektif, efisien, dan menjaga kesinambungan fiskal melalui upaya peningkatan kualitas belanja ( quali- ty spending), yang dimulai dari pelaksa- naan program/kegiatan oleh fungsi organ- isasi yang tepat. Jika anggaran atas suatu kegiatan itu dikelola dan dilaksanakan oleh unit organisasi yang tepat maka : (1) akan menghindari terjadinya duplikasi dalam penganggaran, karena sebuah ke- giatan hanya akan dilaksanakan oleh unit yang memang melaksanakan tugas dan fungsi tersebut; (2) mendorong terciptanya efisiensi, karena dapat dihindari terjadinya kegiatan yang overlapping, sebuah kegi- atan tidak dapat dialokasikan anggarannya jika tidak sesuai dengan tugas dan fungsi unit organisasi; (3) mendorong pencapai- an sasaran secara lebih optimal, karena diselenggarakan oleh unit organisasi yang sesuai maka akan lebih profesional dalam pengelolaannya yang pada akhirnya dapat mengarah pada pencapaian sasaran se- cara lebih optmal.

  Dalam konsep Money Follow Function tidak serta merta membagi anggaran pada semua unit/organisasi secara merata, tetapi tetap ada proses penilaian ( assessment) terhadap usul sebuah pro- gram/kegiatan yang akan diusulkan oleh setiap unit/organisasi. Penilaian tersebut utamanya menyangkut apakah program/ kegiatan yang diusulkan termasuk dalam proses prioritas yang harus didanai atau tidak serta bagaimana kontribusi dan dampaknya terhadap pelaksanaan pem- bangunan. Sementara pada konsep Money Follow Program sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Menteri Peren- canaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, maupun Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasu- tion dalam beberapa kesempatan, yang menegaskan perlunya pendekatan peng- anggaran yang berdasarkan pada bobot program/kegiatan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana program/kegiatan dikatakan memiliki bo- bot yang tinggi jika memberi manfaat yang besar kepada rakyat. Melalui pendekatan ini diharapkan : (1) adanya skala prioritas alokasi yang tinggi pada program-program yang memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat; (2) program dan kegiatan yang akan didanai lebih tegas dan jelas, sehingga jelas sasaran yang akan dicapai lebih optimal dan teratur; (3) mendorong terciptanya efisiensi melalui koordinasi yang jelas antarprogram dan kegiatan.

  ”Konsep money follow program menegaskan per- lunya pendekatan peng- anggaran yang berdasar- kan pada bobot program/ kegiatan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah.”

  Pada konsep M oney Follow Prog- ram juga menegaskan adanya fase penilaian atas program-program yang akan diajukan. Program-program yang memberi manfaat yang besar pada rakyat akan mendapatkan prioritas utama dalam pengalokasian anggaran, baru berikutnya diikuti pengalokasian anggaran pada pro- gram-program dengan bobot dibawahnya (lebih rendah). Sebaliknya jika terjadi efisiensi (penghematan) anggaran maka program-program yang memiliki bobot yang memberikan manfaat lebih rendah kepada rakyat yang harus dihemat (di- potong) terlebih dahulu. Prinsipnya tidak semua fungsi pemerintahan yang didanai, jika memang tidak memberikan manfaat yang lebih besar kepada rakyat, maka tidak perlu didanai.

  Melihat perbandingan dari kerangka berfikir di atas baik Money Follow Func- tion maupun Money Follow Program se- benarnya tidak memiliki perbedaan dalam kerangka konsepnya, yaitu : (1) kedua- duanya tetap mengedepankan proses penilaian atas program/kegiatan yang diu- sulkan, sehingga alokasi anggaran dapat diarahkan untuk mendanai program/ kegiatan yang benar-benar prioritas yaitu program/kegiatan yang memberi man- faat yang besar kepada masyarakat; (2) kedua-duanya menekankan pada upaya pencapaian efisiensi dalam pengalokasian anggaran dengan menciptakan koordi-

  L A P O R A N U T A M A

10 A

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  nasi antarprogram/kegiatan; dan (3) kedua-duanya menekankan akuntabilitas, transparansi dan kejelasan atas sasaran kinerja yang ingin dicapai.

  Alur proses yang berlaku adalah bahwa setiap unit organisasi harus mengusulkan program/kegiatan terlebih dahulu baru memperoleh pendanaan, itupun harus ter- lebih dahulu “lolos” dalam penilaian yaitu, harus memenuhi kriteria sebagai program/ kegiatan prioritas. Jadi jangan dibalik. Bukan ada anggaran dulu baru mem- buat program/kegiatan ( Function Follow Money/Program Follow Money). Peng- gunaan data tahun lalu hanya sebagai ba- han dalam penyusunan dan penilaian usul alokasi anggaran, jika sebuah kegiatan pada tahun X merupakan kegiatan prioritas yang telah dialokasikan anggarannya pada tahun X, maka tahun X+1 akan dinilai lagi apakah masih temasuk program/kegiatan prioritas atau tidak. Jika masih masuk sebagai program/kegiatan prioritas yang harus dilanjutkan maka akan disediakan kembali alokasi anggarannya sesuai target kinerja pada tahun yang direncanakan, se- baliknya jika sudah selesai dan tidak lagi menjadi kegiatan prioritas lagi pada unit tersebut, maka tidak akan dialokasikan lagi anggaran untuk mendanai kegiatan tersebut. Berkenaan dengan hal itu sangat terbuka ruang sebuah unit organisasi tidak mendapatkan alokasi anggaran program/kegiatan (kecuali untuk gaji dan operasional perkantoran) jika memang program/kegiatan yang diusulkan oleh sebuah unit tidak menjadi prioritas (tidak memberi manfaat yang besar untuk rakyat). Bahkan konsep Money Fol- low Function memiliki kelebihan dengan adanya unit-unit yang secara profesional melakukan pekerjaan itu sehingga meng- hindari terjadinya duplikasi dan mendorong efisiensi anggaran. Sementara itu dari sisi kerangka hu- kum istilah

  Money Follow Function lebih dikenal daripada Money Follow Program, hal itu bisa dilihat dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya pada pasal 11 ayat (5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja; Pasal 12 ayat

  (2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja peme- rintah dalam rangka mewu- judkan tercapainya tujuan bernegara; pasal 14 ayat (2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasar- kan prestasi kerja yang akan dicapai, dan Pasal 15 ayat (1) APBN yang disetujui oleh DPR terrinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.

  Selanjutnya dalam penjelasan umum atas UU No 17 Tahun 2003 dimaksud juga ditegas- kan kelemahan pengelompok- an anggaran berdasarkan kelompok anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang pernah dilaksanakan sebelum tahun 2005, yang dikatakan mem- berikan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan dan penyimpangan anggaran.

  Dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pem- bangunan Nasional juga ditegaskan pada

  Pasal 15 ayat (1) Pimpinan Kementerian/ Lembaga menyiapkan rancangan Ren- stra-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional seba- gaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); Pasal 21 ayat (1) Pimpinan Kemen- terian/Lembaga menyiapkan rancangan Renja-K/L sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awak RKP sebagaimana di- maksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ber- pedoman pada Renstra-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). Hal di atas dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 Tentang Penyusunan RKA-K/L Pasal 5 ayat (1) Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Peng- anggaran terpadu dan Penganggaran Berbasis Kinerja, dan ayat (2) RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran yang meliputi : Klasifikasi Organisasi, Klasifikasi Fungsi

  L A P O R A N U T A M A

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  dan Klasifikasi Jenis Belanja; Pasal 6 ayat (1) RKA-K/L disusun berdasarkan Renja K/L, RKP, dan Pagu Anggaran K/L.

  Selanjutnya pada pasal 7,8,9,10,11,12, dan 13 sangat jelas digambarkan proses penyusunan anggaran yang diawali de- ngan pidato presiden yang menyampaikan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk tahun yang direncanakan, berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan, yang menjadi pedoman awal pe-rencanaan dan penganggaran tahun yang direncanakan. Dijelaskan pula tugas Bappenas untuk mengoordinasikan evalu- asi perencanaan program dan kegiatan untuk disinergikan prioritas pembangunan nasional, serta Kementerian Keuangan yang bertugas menyusun kapasitas fiskal menyusun pagu, mengkoordinasikan penelaahan dan menetapkan dokumen pelaksanaan anggaran. Selanjutnya dalam Penjelasan Umum PP Nomor 90 Tahun 2010 ditegaskan Penerapan pengang- garan berbasis kinerja paling sedikit me- ngandung tiga prinsip yang salah satunya adalah Prinsip alokasi anggaran program dan kegiatan didasarkan pada tugas fungsi unit kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi (

  Money Follow Funtion). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja

  Pemerintah juga ditegaskan pada Pasal 3 ayat (1) Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat; ayat (2) Program dan kegi- atan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disusun dengan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu. Selanjutnya dalam Penjelasan Umum PP Nomor 20 tahun 2010 juga menegaskan bahwa sebagai pedoman penyusunan RAPBN, RKP juga disusun dengan mengikuti pendekatan baru dalam penganggaran sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara tersebut. Pendekatan baru tersebut mencakup tiga hal : penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah, penera- pan penganggaran terpadu, dan penera- pan penganggaran berbasis kinerja.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan tidak ada perbedaan prinsip atas kedua paradigma tersebut baik M oney Follow Function maupun Money Follow Program, kedua-duanya mengan- dung prinsip-prinsip yang sama dalam penganggaran. Perbedaan persepsi atau sudut pandang dimungkinkan disebab- kan oleh tidak optimalnya peran dari masing-masing pihak yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran central agency maupun K/L. Bisa juga permasalahan tersebut disebabkan oleh lemahnya koordinasi sehingga antara setting pendanaan dan program yang didanai masih kurang optimal (kurang pas). Selanjutnya yang dibutuhkan saat ini adalah optimalisasi peran dari masing- masing pihak yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran, meningkatkan koordinasi, serta mem- berikan penjelasan yang lebih detail dan informatif terhadap kebijakan yang dilaksanakan, agar dapat memberikan pengetahuan yang sama pada pihak- pihak yang berkepentingan, juga dalam rangka memperoleh kesepahaman yang tidak membingungkan khususnya buat Kementerian/Lembaga selaku eksekutor dari alokasi anggaran. n

12 L A P O R A N U T A M A

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

L O N C E N G K E M A T I A N

  LONCENG KEMATIAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA Teks : Achmad Zunaidi

Melalui penetapan suatu undang-undang, anggaran pendidikan mematok 20% dari belanja negara;

anggaran kesehatan mematok 5% dari APBN; anggaran desa mematok 10% dari dan di luar (dana)

Transfer ke Daerah. Ini merupakan fakta bahwa politik anggaran sekadar membagi-bagikan ang- garan, tanpa tahu apakah programnya dibutuhkan masyarakat atau tidak. Saat-saat seperti ini merupakan lonceng kematian bagi penerapan anggaran berbasis kinerja di Indonesia.

  saha dan taktik para pihak yang Berlawanan dengan itu, pihak yang negara (defisitnya mau berapa besar, berkepentingan untuk memperoleh berkepentingan tidak melakukan seperti masa bodoh). Yang paling utama, alokasi anggaran tanpa usaha ‘memadai’ tersebut di atas tetapi lebih berorientasi anggaran pada satu sektor sebagaimana

  U

  kerap dilakukan. Seharusnya, para pihak pada bagaimana mendapat alokasi ang- amanat undang-undang terjaga sebesar yang bermaksud memperoleh anggaran garan sebesar-besarnya. Caranya adalah persentase tertentu dari APBN. Mengenai negara berinistif merancang program/ melalui peraturan perundangan setingkat program/kegiatan yang menjadi substan- kegiatan beserta keluaran yang hendak undang-undang yang mengamanatkan sinya, dipikirkan belakangan. Kalaupun dicapai sebagai isu yang nantinya menjadi adanya keharusan untuk mematok ang- program/kegiatan beserta keluaran kegi- keputusan dalam forum para pengambil garan negara sebesar persentase tertentu atannya tidak bermanfaat bagi masyara- kebijakan, baik pada tingkat menteri atau dari belanja negara. kat, yang penting adalah kepastian alokasi kabinet. Memang upaya ini memerlukan anggarannya pada sektor tersebut. usaha sungguh-sungguh agar program/ Upaya dimaksud merupakan upaya kegiatan terlihat menarik dari sisi kebijakan sekali ‘pukul’ tetapi berdampak selamanya, dan dibutuhkan oleh masyarakat. tanpa mengacuhkan kondisi keuangan n

L O N C E N G K E M A T I A N

  karena adanya ’tembok’ pembatas ini. Ketiga, tidak ada unsur kompetisi bagi kementerian/lembaga sebagai pemangku kepentingan dalam memperoleh anggaran. Hal ini menyebabkan kurangnya rasa me- miliki terhadap suatu program/kegiatan, utamanya mengenai tujuan yang ingin dicapai. Peruntukan program/kegiatan dapat dipikirkan belakangan yang pen- ting ketersediaan alokasi anggarannya. Kementerian/lembaga yang bertanggung jawab terhadap program/kegiatan tidak perlu berpikir sungguh-sungguh, apakah program/kegiatan yang akan dilaksanakan itu efektif untuk kesejahteraan masyarakat atau efisien dalam penghitungan biaya kegiatannya. Di samping itu, apabila pematokan anggaran sampai sebesar 100% (arti- nya anggaran dibagi habis berdasarkan persentase tertentu) melalui amanat undang-undang, ada ketidakjelasan politik anggaran. Program dan kegiatan prioritas apa yang didukung oleh anggaran? Juga, tidak ada kegunaanya bagi pengambil kebijakan berupa masukan atau umpan balik atas permasalahan yang ada sebagai mekanisme evaluasi perencanaan-peng- anggaran di masa yang akan datang. Inilah lonceng kematian anggaran yang digembar-gemborkan berbasis kinerja.

  Besaran Persentase Keterangan

  Amanat UU nomor 33 tahun 2004, Pasal 27

  5. Anggaran Transfer Daerah DAU sekurang-kurangnya sebesar 26 % dari Pendapa- tan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam.

  6 tahun 2014, Pasal 72, Ayat (2)

  4. Anggaran Desa 10% dari dan di luar dana transfer (on top) secara bertahap Amanat Penjelasan UU nomor

  Anggaran Kesehatan Minimal 5 % dari APBN diluar gaji

  2. Anggaran pendidikan 20% dari APBN

  1. Defisit Maksimal sebesar 3% dari GDP (gross domestic bruto) Amanat UU nomor 17 tahun 2003, penjelasan Pasal 12

  TABEL BATASAN DALAM PENYUSUNAN POSTUR APBN No Komponen dalam Postur APBN

  • Amanat UUD 1945 Amandemen-IV, Pasal 31
  • Daerah juga mengalokasi- kan 20% dari APBD 3.

  Kedua, fleksibilitas Pemerintah dalam membuat prioritas anggaran semakin berkurang karena adanya pembatasan anggaran berdasarkan peraturan per- undang ini. Pemerintah tidak bisa lagi menggeser peruntukan belanja yang lebih penting/mendesak pada suatu tahun

  Pertama, Pemerintah secara teknis sulit (kalaupun bisa, akan berupaya keras) melakukan harmonisasi dalam proses penyusunan postur APBN. Kesulitannya terletak memadu-padankan antara tujuan dari sisi ekonomi makro (pertumbuhan ekonomi) pada satu sisi dan keharusan memenuhi anggaran belanja pada sektor tertentu berdasarkan undang-undang yang ada. Apalagi mandat tersebut tidak bisa ditawar oleh situasi dan kondisi, misal kondisi perekonomian yang lesu.

  Dengan landasan anggaran berbasis kinerja seperti tersebut di atas, upaya berbagai pihak untuk mematok anggaran melalui penerbitan undang-undang yang mengamanatkan hal tersebut, tentu berto- lak belakang. Tanpa ada diskusi, alokasi anggaran dialokasikan dengan bersandar pada amanat undang-undang. Tidak ada lagi upaya adu program beserta capaian kinerja untuk rakyat yang dipertontonkan tetapi hanya sekadar membagikan ang- garan belanja sesuai amanat atau norma peraturan perundangan. Kelemahan lain atas modus mematok anggaran sektoral dapat dirinci berikut ini.

  Apalagi saat ini Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Anggaran sedang melakukan reformasi penganggaran ber- basis kinerja jilid II melalui arsitektur dan informasi kinerja (ADIK). Pada intinya, ADIK berupaya untuk memperjelas kelu- aran kegiatan yang berdampak kepada masyarakat secara langsung dan mem- perkuat kejelasan hubungan antara ukuran kinerja pada berbagai tingkatan organisasi.

  Jadi, anggaran berbasis kinerja menurut pengertian di atas merupakan alat untuk mencapai kinerja tertentu yang diharapkan dari suatu perencanaan penganggaran.

  Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan tujuan reformasi penganggaran yaitu ang- garan berbasis kinerja mengubah fokus pengukuran pencapaian program dan kegiatan yang semula didasarkan atas besarnya jumlah alokasi sumber daya bergeser kepada hasil yang dicapai dari penggunaan sumber daya tersebut. Dalam kalimat yang lebih lugas, John Mercer seorang konsultan pengang- garan, menggambarkan mengenai anggaran berbasis kinerja dalam beberapa kalimat di bawah ini:

  14 Anggaran Berbasis Kinerja Versus Pematokan Anggaran

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  • Anggaran berbasis kinerja adalah proses penganggaran yang dapat menjelaskan hubungan antara proyeksi biaya yang dibutuhkan dengan ekspektasi hasil yang akan dicapai oleh pengeluaran pemerintah;
  • Kegiatan yang dibiayai ang- garan akan menghasilkan keluaran( output), dan pada akhirnya kombinasi dari berbagai keluaran kegiatan tersebut dalam suatu program diharapkan meng- hasilkan dampak positif program ( outcome);
  • Anggaran berbasis kinerja yang efektif memiliki prinsip utama yaitu kejelasan hubungan ( link- ages) antara ukuran kinerja pada tingkatan bawah dengan hierarki tujuan/sasaran yang lebih tinggi, baik dari sisi organisasional maupun dari sisi dampak positif ( outcome).
  • Amanat UU nomor 36 tahun 2009, Pasal 171
  • Daerah mengalokasikan Minimal 10% dari APBD diluar gaji

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016 Optimalisasi Peran DJA Dalam Kerangka

  Teks : Hendra Kurniawan. KH D

  ua belas tahun sudah perjalanan reformasi sistem penganggaran di Indonesia sebagai wujud implemen- tasi UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

  Keuangan Negara dan PP Nomor 21 Tahun 2004 (terakhir diubah dengan PP Nomor 90 Tahun 2010) Tentang Pe- nyusunan RKA-K/L. Berbagai hal sudah dilakukan dalam rangka menerapkan refor- masi sistem penganggaran. Penyiapan perangkat aturan, petunjuk dan pedoman teknis, sampai pada pengembangan Sum- ber Daya Manusia dilakukan agar proses reformasi sistem penganggaran berjalan dengan baik.

  Dimulai pada 2005, diwujudkan peng- gabungan dokumen panganggaran dalam satu dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Semula kita menge- nal Daftar Isian Kegiatan (DIK) untuk mengalokasikan anggaran yang bersifat rutin/operasional, Daftar Isian Proyek (DIP) untuk menampung alokasi anggaran yang bersifat investasi/pembangunan, atau dokumen-dokumen lain seperti Surat Keputusan Otorisasi (SKO) dan Daftar Isian Kegiatan Suplemen (DIKS). Doku- men ini digunakan untuk menampung alokasi anggaran untuk tujuan tertentu. Dokumen SKO menampung alokasi dari Belanja BUN khususnya belanja lain-lain, sedangkan DIKS menampung alokasi yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

  Langkah selanjutnya adalah menjadikan Satuan Kerja sebagai satu-satunya entitas dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan dan pertanggungjawaban ang- garan. Beberapa hal dilaksanakan untuk langkah ini antara lain memperkenalkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (meminta K/L untuk mengisi formulir KPJM dalam RKA-KL), serta menerapkan penganggaran berbasis kinerja secara sederhana (mengalokasikan anggaran dalam RKA-K/L dan DIPA berdasarkan kegiatan/sub kegiatan yang memiliki out- put dan indikator kinerja tertentu).

  Sejalan dengan semakin baiknya pemahaman tentang penganggaran berba- sis kinerja, konsep dan implementasi ten- tang penganggaran berbasis kinerja (PBK) telah diperbaiki. Ciri utama PBK adalah anggaran disusun dengan memperhati- kan keterkaitan antara pendanaan ( input ) dan hasil yang diharapkan ( outcome ) sehingga dapat memberikan informasi

  L E T T H E M A N A G E R S M A N A G E

LET THE MANAGERS MANAGE

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016 16 tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan.

  Let The Managers Manage Sebagai Sebuah Tuntutan

  Belum lagi jika dilihat dari kualitas pengelola anggaran K/L yang masih belum pada kualifikasi yang diharapkan dan belum siap menerima tongkat estafet “kewenangan”. Bahkan sebagian masih berharap DJA tetap menjadi “pengawas” atas alokasi anggaran yang diusulkan, masih berharap peran DJA untuk meli- hat kesesuaian usul RKA-K/L dengan peraturan dan prinsip-prinsip efisiensi penganggaran. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang bertugas melak- sanakan kewenangan untuk melakukan

  secara penuh, namun di sisi lain ada ke- wajiban untuk menjaga efisiensi dan efek- tifitas pengalokasian anggaran sebagai komitmen dan tanggung jawab DJA.

  Performance Based Budgeting

  Apabila tidak segera dicarikan solusi, kondisi seperti ini akan berpotensi terjadi inefisiensi dalam pengalokasian anggaran. Tentunya ini menjadi sebuah dilema. Di satu sisi DJA sudah harus menerapkan konsep

  /hasil. Alokasi anggaran atas suatu output masih “fleksibel”, dapat naik/turun sesuai ketersediaan anggar- an. Komponen yang membentuk output juga belum memiliki relevansi yang kuat sehingga tahapan/komponen dapat berkurang atau bertambah sesuai dengan kebutuhan perencana. Hal ini menunjuk- kan bahwa alokasi atas sebuah output dimaksud belum efisien dan efektif.

  output

  (SOP) penganggaran yang baik, serta dukung- an seperangkat sistem (teknologi) yang baik. Sinergi keseluruhan unsur ini dalam perencanaan dan penganggaran akan mendorong upaya peningkatan kualitas belanja. Mencermati hasil evaluasi data yang ada, sejujurnya bisa dikatakan bahwa kualitas RKA-KL sebagai salah satu indi- kator dari perencanaan dan penganggaran masih belum sampai pada taraf kuali- tas yang baik. Masih banyak ditemukan RKA-K/L yang belum menggambarkan keterkaitan yang tegas antara pendanaan dengan

  Standard Operating Procedure

  pengelola (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, aturan/regulasi yang jelas,

  

managers manage berjalan efektif adalah

  Syarat agar implementasi prinsip let the

  Konsekuensi dari penerapan prinsip ini adalah munculnya pandangan bahwa K/L bebas menentukan (merencanakan dan menganggarkan), sedangkan DJA sudah tidak lagi meneliti alokasi anggaran dalam dokumen penganggaran secara detail. Dengan demikian kewenangan DJA untuk menjaga kualitas belanja dalam APBN menjadi berkurang. Pertanyaan yang mun- cul adalah apakah kualitas alokasi belanja dalam APBN sudah lebih baik, apakah K/L sudah dapat melaksanakan tugas perencanaan dan pengalokasian anggaran dengan baik pula, dan bagaimana DJA memposisikan dirinya untuk tetap dapat berperan dalam menjaga kualitas belanja yang dialokasikan dalam APBN.

  Perbaikan konsep dan implementasi PBK dilakukan dengan Restrukturisasi Pro- gram dan Kegiatan dan melalui Penataan Arsitektur dan Informasi Kinerja pengang- garan. Berdasarkan penjelasan umum atas PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, ditegas- kan bahwa penerapan PBK paling sedikit mengandung 3 (tiga) prinsip, yaitu :

  Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan hanya menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Cara dan tahapan tetap mem- perhatikan akuntabilitas pengelolaannya dengan mempertanggungjawabkan peng- gunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan.

  menunjukkan pemberian kewenangan/ keleluasaan kepada pimpinan unit pada Kementerian Negara/Lembaga untuk melaksanakan kegiatan dan mencapai ke- luaran sesuai dengan rencana. Kewenang- an yang diberikan menyangkut fleksibilitas dalam menentukan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran.

  let the managers manage

  Prinsip

  nage );

  c. Prinsip fleksibilitas pengelolaan ang- garan dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas ( let the managers ma-

  );

  oriented

  b. Prinsip alokasi anggaran berorientasi pada kinerja ( output and outcome

  function );

  a. Prinsip alokasi anggaran program dan kegiatan didasarkan pada tugas fungsi unit kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi ( money follow

  L E T T H E M A N A G E R S M A N A G E

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  reviu atas RKA-K/L masih belum berada pada tingkat kualifikasi yang handal untuk melaksanakan tugas tersebut, sehingga proses assesment RKA-K/L belum berja- lan sebagaimana mestinya. Parameter sederhana yang dapat dija- dikan ukuran adalah hasil evaluasi K/L. Alokasi anggaran bisa saja tidak terserap seluruhnya tapi sasaran kinerja tercapai. Bukan karena efisiensi tapi justru kemung- kinan terjadinya over alokasi atas sebuah

  output /kegiatan. Disamping itu masih

  tingginya revisi anggaran untuk mengu- rangi alokasi output tanpa mengurangi sasaran kinerja juga menunjukkan hal yang sama ( over alokasi). Kondisi objektif ini haruslah disikapi secara wajar, dengan melakukan perbaikan-perbaikan ke arah kemajuan. Hal yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah “komitmen” K/L untuk sungguh-sungguh dalam menyusun dan melakukan penelaahan RKA-K/L. Sudah menjadi hal yang umum terjadi jika pada saat penelaahan RKA-K/L, penelaah dari K/L hanya diwakili sekedarnya saja, staf atau bahkan honorer. Ini menunjuk- kan bahwa K/L tidak lagi menganggap forum penelaahan itu sebagai forum yang strategis. Mereka lebih memilih hadir di tempat lain daripada harus hadir di forum penelaahan. K/L merasa yakin sekali bahwa DJA tidak lagi sampai membatal- kan (mencoret) usul mereka, sehingga tidak ada kewajiban moral dari mereka untuk mempresentasikan usul secara baik dan mempertanggungjawabkan usulan itu dalam forum penelaahan. Mereka yakin bahwa usul mereka akan disetujui dan ditampung dalam DIPA. Hal yang sangat berbeda jika diban- dingkan dengan penelaahan “tempo dulu”. Dalam penelaahan, pejabat yang hadir adalah pejabat yang dapat menyampaikan dan mempertanggungjawabkan usul ke- giatan yang dialokasikan dalam dokumen penganggaran. Bahkan terkadang usulan didukung dengan dokumen-dokumen yang berlebihan, sebagai wujud kesiapan dan upaya meyakinkan penelaah DJA atas pentingnya alokasi kegiatan tersebut. Apalagi dengan pelaksanaan penelaahan

  online ke depan, akan sulit mewujudkan

  forum penelaahan sebagai forum untuk mengklarifikasi dan menilai bahwa output telah disusun dengan komponen yang tepat dan biaya yang efisien.

  Dalam situasi ini, sulit untuk menga- takan bahwa output dari proses penelaah- an itu adalah RKA-K/L yang menampung usul belanja, program, kegiatan dan

  output yang berkualitas.

  Reorientasi Peran DJA

  Situasi seperti di atas haruslah dires- pon dengan bijak. Tidak harus melihat atau berjalan ke belakang lagi, kebijakan harus tetap berlanjut. Upaya perbaikan kualitas melalui edukasi harus semakin dioptimalkan. Pembuatan regulasi yang jelas, mudah diimplementasikan dan tidak multitafsir, serta penyederhanaan proses bisnis tetap dilanjutkan. Semua itu di- harapkan akan semakin mendorong upaya peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran pada semua lini.

  Di samping itu, DJA harus dapat mem- perkuat perannya pada sisi-sisi lain dari proses perencanaan dan penganggaran.

  Mengingat proses perencanaan dan peng- anggaran merupakan sebuah rangkaian proses dalam sebuah siklus perencanaan dan penganggaran, maka opsi untuk mengoptimalkan alur proses lainnya harus dilakukan yaitu penguatan fungsi-fungsi lainnya yang berkorelasi dalam upaya meningkatkan kualitas belanja dimaksud. Penguatan fungsi dan peran DJA seba- gai ikhtiar meningkatkan kualitas belanja dalam APBN tidak harus dilakukan dengan hal yang baru. Fungsi dan peran yang sudah dilakukan sejak dahulu, seperti misalnya reviu

  baseline

  , penilaian inisiatif baru, trilateral meeting , serta penerapan standar biaya perlu diperkuat. Upaya ini juga perlu didukung dengan komitmen bersama serta dukungan aturan pelaksanan yang lebih detail, sehingga fungsi dan peran tersebut di atas tidak hanya menjadi rutinitas yang dilakukan

  L E T T H E M A N A G E R M A N A G E

  Warta Anggaran Edisi 30, Tahun 2016

  the Managers Manage

  Standar Biaya, khususnya standar biaya keluaran, sampai saat ini juga meru- pakan hal yang sulit dilaksanakan karena ternyata kebijakan standar biaya belum memiliki “nilai jual” yang tinggi. Faktor yang menjadi penyebabnya antara lain, standar biaya keluaran belum menjajikan kemudahan dalam proses penyusunan RKA-K/L, dan menyebabkan kaku/tidak fleksibel bagi K/L dalam menyusun RKA- K/L. Untuk itu harus dibuatkan terobosan bagaimana standar biaya khususnya standar biaya keluaran menjadi “menarik” dan merangsang setiap K/L untuk menyu- sunnya. Misalnya dengan adanya standar biaya keluaran maka penuangan kom- ponen/rincian belanja dalam RKA-K/L tidak perlu detail, kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam standar biaya keluaran tidak terikat dalam beberapa kode akun akan tetapi cukup ditetapkan dalam akun tertentu.

  Demikian pula halnya saat dilakukan audit agar sejalan dengan prinsip perfor-

  mance based budgetting cukup dilakukan

  dengan melihat capaian dan penyerapan anggaran atas output saja. Hal seperti ini sudah pernah dilakukan dalam kegiatan perencanaan dan penganggaran di masa lalu. Dengan dapat disusunnya standar biaya keluaran atas suatu output tertentu maka diharapkan ada standardisasi atas output baik dari segi pentahapannya mau- pun dari sisi besaran alokasinya.

  Penerapan Prinsip Let The Managers Manage

  Sesungguhnya penerapan prinsip Let

  , sebagai wujud penerapan penganggaran berbasis kinerja secara penuh, tidaklah serta merta mere- duksi kewenangan DJA dalam menjaga kualitas belanja dalam APBN. Optimalisasi fungsi dari pelaksanaan tugas-tugas lain dapat menjawab kekhawatiran itu. Banyak sisi dari upaya menjaga kualitas belanja dalam APBN yang dapat dilakukan oleh DJA yang mungkin selama ini belum opti- mal penyelenggaraannya.

  ing

  Sebagaimana disampaikan di atas, yang paling penting dari semua itu adalah komitmen untuk melaksanakan hal tersebut secara sungguh-sungguh dan komitmen untuk menggunakan rekomen- dasi yang dihasilkan dalam implementasi kebijakan-kebijakan penganggaran, khu- susnya kebijakan tentang pagu.

  Penting juga dilakukan adalah penjelas- an konsep sesungguhnya dari

  let the managers manage , bukan hanya kelelu-

  asaannya saja yang dikedepankan tetapi juga akuntabilitasnya baik proses maupun hasilnya. Dengan konsep l et the mana-

  gers manage

  bukan berarti K/L dapat untuk tidak bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses perencanaan dan penganggaran. n

  harus benar-benar bisa merancang skala prioritas belanja K/L. Di samping itu, harus ada komitmen untuk menggu- nakan rekomendasi yang disepakati dalam kebijakan alokasi dan pagu selanjutnya. Misalnya jika terdapat optimalisasi setelah proses pembahasan di DPR maka pri- oritasnya sesuai dengan yang disepakati dalam forum trilateral meeting . Demikian pula sebaliknya apabila terjadi pengu- rangan pagu/alokasi maka yang harus ”dieksekusi” terlebih dahulu adalah yang skala prioritasnya rendah.

  Untuk itu diperlukan keterbukaan dari Bappenas mengenai desain program-pro- gram prioritas baik internal maupun lintas K/L (antar sektor). Forum trilateral meet-