Materi Bahasa Indonesia Manfaat penelitian

BAB I
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Oleh:
Dra. Dally Indah Kabul

A.

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu
sudah dipakai sebagai bahasa perantara (Lingua Franca), bukan saja di Kepulauan
Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Sebenarnya perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia berlangsung
secara perlahan-lahan, tetapi secara terus-menerus. Kalau diperhatikan, bahasa yang
dipergunakan dewasa ini tidak sama dengan bahasa Melayu yang dipakai pada zaman Tun
Muhammad Sri Lanang, atau pada zaman Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Juga tidak
sama dengan bahasa Melayu pada zaman Balai Pustaka.
Pertanyaannya adalah, sejak kapan bahasa Melayu mulai dipergunakan sebagai alat
komunikasi? Berbagai batu bersurat (Prasasti) kuno yang ditemukan membuktikan bahwa
Bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya,
seperti:
1.

Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, berangka tahun 683 M.
2.
Prasasti Talang Tuo di Palembang, berangka tahun 684 M.
3.
Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, berangka tahun 686 M.
4.
Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, berangka tahun 688 M.
Keempat prasasti tersebut berisi piagam yang bertuliskan huruf-huruf Sriwijaya yang
diturunkan dari huruf Hindu. Bahasa Sriwijaya pada batu bersurat tersebut merupakan
bahasa Melayu tertua, berabad-abad lebih tua daripada sisa-sisa bahasa Melayu Kuno,
sebagai sisa yang tertua yang pernah ditemukan orang tentang bahasa-bahasa Austronesia.
(Mulyana, 1985: 17).
Bahasa Melayu Kuno pada waktu itu tidak dipakai di Pulau Sumatera saja,
melainkan juga di Jawa Tengah ditemukan prasasti Gandasuli, yang berangka tahun 832
M, dan di Bogor ditemukan prasasti yang berangka tahun 942 M, yang juga menggunakan
Bahasa Melayu Kuno.
Kalau diperhatikan dengan seksama, ternyata dalam prasasti-prasasti tersebut,
terdapat kata-kata yang dicetak dengan huruf miring yang masih dipakai sampai sekarang
walaupun waktu telah berlalu lebih dari 1.300 tahun.
Pada masa Malaka mengalami masa jaya, abad ke-15, yaitu ketika Malaka menjadi

pusat perdagangan, bahasa dan kesusasteraan Melayu pun berkembang pesat.
Perkembangannya sangat dipengaruhi oleh agama Islam yang dibawa oleh saudagarsaudagar dari Persia, Gujarat, dan Pasai, lalu diteruskan oleh orang-orang Malaka ke
sebelah timur. Untuk pengembangan agama Islam ini, bahasa Melayulah yang dipakai
sebagai bahasa pengantar, kesusasteraan Melayu kemudian banyak dipengaruhi oleh Persia
dan Arab. Tahun 1511 Malaka ditaklukan oleh Portugis, kesusasteraan Melayu yang
tersimpan di perpustakaan istana musnah terbakar saat penyerbuan Portugis. Tahun 1616
Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bendahara Paduka Raja menulis buku Sejarah Melayu,
Kesusasteraan dari Johor inilah yang disebut kesusasteraan Melayu dan bahasa yang
dipakai ialah bahasa Melayu Johor.
Permulaan abad ke-19 masa pujangga Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Ia seorang
keturunan Arab peranakan Keling. Dari buku-buku peninggalannya seperti Hikayat
Abdullah dan Syair Perihal Singapura Dimakan Api, terlihat sifat karangannya yang tidak
lagi istanasentris, sehingga Abdullah dianggap sebagai pembaharu kesusasteraan Melayu.
1

Buku-bukunya menambah kesusasteraan Melayu dan menghidupkan kembali
kesusasteraan Melayu.
Awal abad ke-20 ini, dapat dikatakan awal perkembangan bahasa Melayu menuju ke
bahasa Indonesia. Perkembangan ini pada mulanya berjalan agak lambat, tetapi pasti.
Banyak hal yang mendorong pesatnya perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa

Indonesia. Dari sekian banyak faktor yang membantu perkembangan bahasa Melayu itu
ialah pergerakan politik.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut dapat dikemukakan bahwa pada zaman
Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai:
1.
Bahasa Kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan
sastra.
2.
Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antarsuku di Indonesia
3.
Bahasa Perdagangan, terutama di tepi-tepi pantai, baik antarsuku yang ada di
Indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia.
4.
Bahasa Resmi kerajaan.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda
Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa
Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan Nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan

pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar
pengaruhnya dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa Negara.
Bahasa Indonesia perlahan-lahan tetapi pasti berkembang dan tumbuh terus. Pada
waktu akhir-akhir ini bahasa Indonesia berkembang pesat sehingga bahasa ini telah
menjelma menjadi bahasa modern yang kaya kosa kata dan mantap dalam struktur.
B.

PERESMIAN NAMA BAHASA INDONESIA
Kata Indonesia pertama kali dilontarkan oleh George Samuel Earl, kebangsaan
Inggris, dengan menyebut “Indunesia” untuk menamai gugusan pulau di Lautan Hindia.
Namun, para ilmuwan Eropa lebih sering menyebut dengan “Melayunesia”. J.R. Logan,
kebangsaan Inggris, dalam majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia
(Volume IV, P. 254, 1850) menyebutkan gugusan pulau di Lautan Hindia dengan
“Indonesian”. Kemudian, Adolf Bastian, kebangsaan Jerman, menggunakan kata
“Indonesia” dalam bukunya Indonesia Order die Inseln des Malaysche Archipel, untuk
menamai pulau yang bertebaran di Lautan Hindia. Sekarang, kata Indonesia dipakai nama
sebuah Negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yang berpenduduk lebih dari 220
juta jiwa.

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928, pada saat itu para pemuda dari
berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda mengikrarkan Sumpah
Pemuda. Naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia 1928 itu berisi tiga butir kebulatan
tekad:
1. Pernyataan pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan
yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah RI sekarang adalah satu
kesatuan tumpah darah yang disebut Tanah Air Indonesia.
2. Pernyataan kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati bumi

Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan yang disebut Bangsa Indonesia.
2

3. Pernyataan ketiga merupakan pernyataan kebulatan tekad yang menyatakan bahwa kita
bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Dengan diikrarkannya
Sumpah Pemuda, maka resmilah bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak pertengahan
abad VII itu menjadi Bahasa Indonesia.
Ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa
Indonesia, yaitu:
1.

Bahasa Melayu sudah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan
dan bahasa perdagangan.
2.
Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa Melayu
tidak dikenal tingkatan bahasa kasar dan halus seperti bahasa Jawa (ngoko, krama),
atau perbedaan bahasa kasar dan lemes seperti bahasa Sunda.
3.
Suku Jawa, Sunda, dan suku-suku lain dengan suka rela menerima bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
4.
Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti luas.
Bahasa Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat
subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang merupakan cabang dari bahasa
Austronesia. Menurut situs Etnologi, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu
dialek Riau yang dituturkan di Timur Laut Sumatera.
C.

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Seminar Politik bahasa Nasional 1975 telah merumuskan kedudukan dan fungsi

bahasa Indonesia, bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Yang dimaksud dengan kedudukan
bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya yang dirumuskan
atas dasar nilai sosial yang dihubungkan dengan bahasa yang bersangkutan. Sedangkan
fungsi bahasa ialah peran bahasa yang bersangkutan di dalam masyarakat pemakainya.
Seminar Politik Bahasa Nasional 1999 di Bogor, Jawa Barat, diantaranya
menegaskan kembali hasil-hasil seminar Politik Bahasa Nasional 1975 dengan beberapa
pengembangan yang dipandang lebih sesuai dengan dinamika dan cara pandang terhadap
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia,
bahasa daerah, dan bahasa asing. Hasil seminar Politik Bahasa Nasional 1999 di Bogor itu
dinamai dengan Kebijakan Bahasa Nasional (KBN).
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain bersumber
pada ikrar ke-tiga Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri
Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasabahasa daerah.
Selain itu, di dalam UUD 1945 tercantum pasal khusus (BAB XV pasal 36 ayat 1)
mengenai kedudukan bahasa Indonesia, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia”. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia,
pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, sesuai dengan Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, dan kedua, sebagai bahasa Negara, sesuai dengan UUD 1945. Artinya
bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena

pada saat itu UUD 1945 disahkan sebagai UUD Republik Indonesia.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia memiliki fungsi
sebagai berikut:
1.
Sebagai lambang kebanggaan nasional;
2.
Sebagai lambang identitas nasional;
3

3.
4.

Sebagai alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial,
budaya, dan bahasa; dan
Sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah

Dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi
sebagai berikut:
1.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan;

2.
Sebagai bahasa pengantar resmi dalam dunia pendidikan mulai tingkat SD sampai
dengan Perguruan Tinggi, termasuk Program Pascasarjana.
3.
Sebagai bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan;
4.
Sebagai bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional;
5.
Sebagai sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern;
6.
Sebagai bahasa media massa;
7.
Sebagai pendukung sastra Indonesia; dan
8.
Sebagai pemerkaya bahasa daerah.
Selain bahasa Indonesia, di Indonesia terdapat bahasa-bahasa yang berkedudukan
sebagai bahasa daerah. Bahasa-bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa daerah memiliki
fungsi sebagai berikut:

1.
Sebagai lambang kebanggaan daerah;
2.
Sebagai lambang identitas daerah;
3.
Sebagai alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat daerah;
4.
Sebagai sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia; dan
5.
Sebagai pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia.
Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah memiliki fungsi
sebagai berikut:
1.
Sebagai pendukung bahasa Indonesia;
2.
Sebagai bahasa pengantar pada tingkat SD di daerah tertentu untuk memperlancar
pengajaran bahasa Indonesia dan/atau pelajaran lain.
3.
Sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia; dan
4.

Sebagai pelengkap bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan pada
tingkat daerah.
Selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah, di Indonesia juga terdapat bahasa yang
berkedudukan sebagai bahasa asing. Bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa asing
memiliki fungsi sebagai berikut:
1.
Sebagai alat perhubungan antarbangsa;
2.
Sebagai sarana pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk
pembangunan nasional;
3.
Sebagai sumber pengembangan bahasa Indonesia, terutama dalam pengembangan
tata istilah keilmuan (dalam hal ini terutama bahasa Inggris);
4.
Sebagai bahasa keagamaan dan budaya (dalam hal ini terutama bahasa Arab untuk
budaya dan agama Islam); dan
5.
Jika diperlukan, bahasa-bahasa asing selain Inggris dan Arab juga merupakan sumber
pemerkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia.
Melihat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing di
atas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan bahasa Indonesia tidak dapat lepas dari
kehidupan bahasa daerah dan bahasa asing. Ketiganya hidup berdampingan dalam
4

kedudukan masing-masing, tetapi dalam fungsinya terdapat saling keterkaitan. Bahasa
Indonesia memiliki hubungan timbal balik dengan bahasa daerah, yaitu: bahasa Indonesia
berfungsi sebagai pemerkaya bahasa dan sastra daerah, sebaliknya bahasa daerah juga
berfungsi sebagai pemerkaya dan pelengkap bahasa Indonesia.
Sedangkan hubungan antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa asing, lebih
merupakan hubungan searah. Bahasa-bahasa Asing, terutama bahasa Inggris, berfungsi
sebagai pemerkaya tata istilah keilmuan dalam bahasa Indonesia.
D.

PERAN BAHASA
1.

Sebagai unsur dan Pengembang Budaya
Koentjaraningrat (1980: 186-188) dalam bukunya Pengantar Antropologi
mengemukakan bahwa wujud kebudayaan ada tiga, yaitu kebudayaan yang berwujud ide,
sistem sosial, dan fisik.
Wujud pertama ialah kebudayaan ide yang meliputi gagasan, nilai-nilai, norma,
peraturan-peraturan, dan sebagainya. Tempat kebudayaan ini ada di dalam benak manusia
atau dalam alam pikiran masyarakat. Kalau warga masyarakat mengekspresikannya secara
tertulis, kebudayaan ini akan menjadi buku-buku. Seiring kemajuan zaman, kebudayaan ini
sekarang juga tertuang dalam disket, microfilm, CD, hardisk, flash disk, dll.
Wujud kedua kebudayaan ialah sistem sosial, yakni tindakan-tindakan berpola dari
manusia, seperti aktivitas-aktivitas manusia dalam berinteraksi, berhubungan, serta bergaul
satu dengan yang lain menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat dan tata kelakuan.
Wujud ketiga ialah kebudayaan fisik. Ini merupakan wujud kebudayaan yang paling
konkret karena berwujud benda-benda yang dapat diraba, dilihat atau difoto. Yang
termasuk kebudayaan ini misalnya: komputer, pabrik, sepeda motor, mobil, gedunggedung, dll, disamping wujud fisiknya, di sana secara inheren menempel nama atau istilah
dari bentuk fisik tersebut. Bentuk-bentuk fisik tersebut juga tersusun oleh bagian-bagian
atau komponen dengan sistem tertentu yang kesemuanya juga memiliki atau diberi nama.
Nama komponen-komponen itu merupakan kata atau istilah yang tidak lain adalah unsur
utama bahasa.
Bahasa dan budaya memiliki hubungan timbal balik dalam bentuk saling
mempengaruhi. Ketika suatu budaya berkembang, bahasa sebagai wahananya juga ikut
berkembang. Sebaliknya, perkembangan suatu budaya juga memerlukan peranan bahasa
sebagai alat berpikir dalam merumuskan ide atau konsep baru. Penemuan-penemuan di
bidang iptek selalu didahului, didasari, atau diilhami oleh penelitian atau penemuan
terdahulu yang pengungkapannya tidak dapat lepas dari pemakaian bahasa. Penemuan baru
itu dikaji orang berikutnya lagi untuk landasan atau ilham bagi penemuan yang lebih baru
lagi, demikian seterusnya. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau
teknologi sebagai bagian dari budaya tidak lepas dari peran bahasa.
Dilihat dari kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia tersebut dapat dikatakan bahwa
bahasa Indonesia menduduki tempat yang amat penting diantara beratus-ratus bahasa
nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu.
Pentingnya bahasa Indonesia dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas
daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa tersebut untuk sarana ilmu, susastra, dan
budaya.
Dipandang dari jumlah penutur, ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga
bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah
sebagai “bahasa ibu”. Bahasa Indonesia dikenal anak-anak setelah mereka sampai pada
usia sekolah (Taman Kanak-Kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak
besar jumlahnya. Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang tua yang
5

mempunyai latar belakang bahasa yang berbeda, sebagian orang yang lahir di kota-kota
besar, dan orang-orang yang mempunyai latar belakang bahasa Melayu.
Jika dilihat sebagai “bahasa ibu”, tidak banyak orang yang menggunakan bahasa
Indonesia. Tetapi jika dilihat dari jumlah penutur yang menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa kedua, akan kelihatan bahwa bahasa Indonesia itu amat penting
kedudukannya. Data ini akan membuktikan bahwa penutur bahasa Indonesia adalah lebih
dari 220 juta jiwa, ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan
masyarakat.
Dipandang dari luas daerah penyebarannya, kedudukan suatu bahasa tertentu ada
hubungannya dengan penutur bahasa tersebut. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa
tidak dapat dipisahkan dari segi penuturnya.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah lebih dari 220 juta jiwa itu tersebar di
daerah yang luas dari sabang sampai Merauke. Daerah penyebaran ini masih ditambah
dengan daerah-daerah lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang, ditambah dengan
negara Malaysia, Brunai Darussalam, bahkan Jerman. Luas daerah penyebaran ini dapat
dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka jurusan bahasa
Indonesia sebagai salah satu jurusan. Ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat
penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.
Sejalan dengan jumlah penutur dan luas daerah penyebarannya, pemakaian suatu
bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra, dapat pula dijadikan ukuran penting atau
tidaknya bahasa tersebut. Kalau kita mencoba memandang bahasa daerah, seperti bahasa
Using di Banyuwangi, misalnya, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dipakai
sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra.
Tentang susastra, bahasa Using kaya dengan macam-macam jenis susastranya,
walaupun hanya terbatas dalam susastra lisan. Susastra Using telah memasyarakat ke
segenap pelosok daerah Banyuwangi. Dengan demikian, bahasa Using dapat dikatakan
sangat penting di bidang susastra Using.
Tentang budaya, bahasa Using telah dipakai pula walaupun hanya dalam
berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, menari, berpantun (wangsalan).
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Using belum mampu memecahkannya. Jika
hendak menulis surat, orang-orang Banyuwangi memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa
Using. Hal ini membuktikan bahwa, bahasa Using, bahkan bahasa-bahasa daerah lainnya
belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu pengetahuan.
Ketiga hal di atas, dapat dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan baik dan
sempurna. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat
penting kedudukannya di masyarakat dan semua kehidupan manusia Indonesia.
2.

Sebagai Sarana Berkomunikasi dan Alat Berpikir
Para ahli bahasa sepakat bahwa alat komunikasi yang paling utama dalam kehidupan
manusia adalah bahasa. Dengan bahasa manusia bergaul, bertegur sapa, berbicara, bahkan
berdebat dengan sesamanya. Dengan bahasa manusia mewarisi dan mewariskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya pada umumnya. Dengan bahasa manusia
mengekspresikan perasaannya. Dengan bahasa pula manusia menyampaikan ide, gagasan,
dan pikiran-pikirannya.
Tanpa bahasa manusia akan mengalami hambatan besar untuk berpikir, karena pada
dasarnya proses berpikir itu sendiri tidak lain adalah proses berbahasa yang berlangsung
secara internal dalam alam pikiran manusia. Manusia yang tidak mengenal bahasa pada
gilirannya tidak akan mampu berpikir seperti layaknya manusia.

6

3.

Sebagai Bahasa dan Logika dalam Komunikasi
Sebagai makhluk yang berakal budi manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berpikir.
Dalam keadaan sendiri manusia berpikir tentang apa yang akan dibicarakan atau
dikerjakan kelak ketika bertemu dengan seseorang, atau kelak ketika datang situasi kondisi
tertentu. Ketika bertemu sesama manusia, ia terus berpikir dan mengkomunikasikan hasil
pikirannya. Bahkan bisa jadi kedua belah pihak saling diam, tetapi dalam benaknya tetap
saja berpikir atau berkata-kata.
Sebagai alat berpikir, bahasa tidak lepas dari logika atau penalaran. Logika atau
penalaran merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan evidensi-evidensi
menuju suatu rangkaian, inferensi, atau simpulan yang mengandung nilai kebenaran. Baik
tidaknya atau benar tidaknya suatu ekspresi bahasa (kalimat, paragraf, wacana) salah
satunya terletak pada kesesuainnya dengan nilai-nilai kebenaran berdasarkan akal sehat,
hukum sebab-akibat, fakta-fakta, atau hukum-hukum alam.
4.

Sebagai Bahasa dalam Matematika
Matematika sebagai ilmu yang mempelajari sifat atau perilaku dan hubungan
antarbilangan memiliki peran penting dalam penyusunan kalimat-kalimat bernalar.
Pemahaman yang baik terhadap matematika akan sangat membantu dalam menyusun
evidensi-evidensi kuantitatif menjadi suatu rangkaian, inferensi, atau simpulan yang masuk
akal.
Contoh:
1.
Kuliah bahasa Indonesia dimulai pukul 13.40 – 14.40.
=> Kuliah berlangsung 1 jam.
=> Kuliah berlangsung mulai pukul satu lebih empat puluh menit sampai pukul
dua lebih empat puluh menit.

***$$$***

7

Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat!
1.
Dalam Kebijakan Bahasa Nasional dikukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Ada berapakah kedudukan bahasa Indonesia itu? Jelaskan secara rinci!
2.
Bahasa Indonesia disebut juga sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara. Jelaskan
perbedaan penfsiran kedua istilah tersebut.
3.
Bagaimanakah tafsiran Anda tentang bahasa Indonesia merupakan alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai kelompok etnik di Indonesia?
4.
Apakah yang dimaksud dengan “bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar resmi
di dunia pendidikan pada tingkat permulaan SD di beberapa daerah tertentu”?
5.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Beri contoh pernyataan tersebut.
6.
Menurut pemahaman Anda, apakah yang dimaksud dengan “bahasa ibu”?
7.
Jelaskan hubungan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia!
8.
Apa sajakah fungsi bahasa-bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa asing bagi bahasa
Indonesia?
9.
Apa yang dimaksud dengan bahasa Melayu sebagai akar dari bahasa Indonesia.
10. Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan manusia menjadi tiga. Mengapa dan apa
sajakah wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat tersebut?

***$$$***

8

BAB II
EJAAN DAN PUNGTUASI
A.

EJAAN
Gagasan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka lebih mudah atau lebih cepat
dipahami daripada secara tertulis. Hal ini disebabkan dalam bahasa lisan faktor gerak
gerik, mimik, intonasi, irama, jeda, serta unsur-unsur nonbahasa lainnya ikut
memperlancar. Unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak terdapat di dalam bahasa tulis.
Ketiadaan itu menyulitkan komunikasi dan memberikan peluang untuk kesalahpahaman.
Disinilah ejaan dan pungtuasi (tanda-tanda baca) berperan sampai batas-batas tertentu,
menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang diperlukan untuk memperjelas gagasan atau
pesan.
Perhatikan contoh berikut!
1.
gejala hepatitis c kronis biasanya ringan atau bahkan tidak ada gejalanya
sehingga banyak penderita selama bertahun-tahun tidak menyadari kalau dirinya
mengidap hepatitis c berbagai gejala dan keluhan muncul justru ketika sudah masuk
ke tahap sirosis atau kanker hati gejala yang acap terjadi diantaranya lemah perasaan
kurang enak pada ulu hati kadang bengkak pada perut atau tungkai dan berat badan
menurun cepat tidak jarang pula penderita muntah darah setelah mengonsumsi obat
penghilang nyeri atau demam setelah makan makanan yang merangsang atau
mengonsumsi minuman beralkohol
2.

Gejala hepatitis C kronis biasanya ringan atau bahkan tidak ada gejalanya
sehingga banyak penderita selama bertahun-tahun tidak menyadari kalau dirinya
mengidap hepatitis C. Berbagai gejala dan keluhan muncul justru ketika sudah
masuk ke tahap sirosis atau kanker hati. Gejala yang acap terjadi diantaranya lemah,
perasaan kurang enak pada ulu hati, kadang bengkak pada perut atau tungkai, dan
berat badan menurun cepat. Tidak jarang pula penderita muntah darah setelah
mengonsumsi obat penghilang nyeri atau demam, setelah makan makanan yang
merangsang, atau mengonsumsi minuman beralkohol.

Dapat dilihat bahwa tulisan yang sudah diberi pungtuasi dan diperbaiki ejaannya,
lebih cepat dipahami. Itulah sebabnya, unsur ejaan dan pungtuasi merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi dalam tulis menulis.
B.

MACAM-MACAM EJAAN DI INDONESIA

1.

Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan
nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Hal-hal
yang menonjol dalam ejaan Van Ophuijsen adalah sbb.:
a. Huruf (j) untuk menuliskan kata jang, pajah, sajang (yang, payah, sayang).
b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer (guru, itu, umur).
c. Tanda diakritik, seperti koma ain/bunyi hamzah dan tanda trema/bunyi sentak untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’ (makmur, akal, tak, pak).

9

2.

Ejaan Republik/Soewandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan van
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Rupublik. Ejaan ini juga
dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan
pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata dasar yang
mengikutinya.

3.

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Mulyana
dan Syech Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian
dikenal dengan Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Karena pergolakan politik selama
bertahun-tahun berikutnya diurungkanlah peresmian ejaan ini.

4.

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian
Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57,
tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan
pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober
1972, No. 156/P1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih
luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya No.
0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah sebagai berikut.
1)
Perubahan huruf:
dj --- j
j --- y
nj --- ny
sj --- sy
tj --- c
ch --- kh
2)

Huruf-huruf di bawah ini yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi
sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya:
f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat

3)

Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai,
misalnya:
a:b=p:q
sinar x
Penulisan di- sebagai awalan dan di sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- sebagai
awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan di sebagai kata
depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

4)

10

5)

Kata ulang ditulis lengkap dengan huruf, tidak boleh menggunakan angka 2.
Ejaan ini berbicara tentang (1) pemakaian huruf, (2) pemakaian huruf kapital
dan huruf miring, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan, (5) pemakaian
tanda baca.

C.

PEMAKAIAN HURUF
Pemakaian huruf sangat penting dalam penulisan. Supaya kita dapat memahami
pemakaian dan penulisan huruf dalam bahasa Indonesia sesuai dengan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, maka bacalah dengan cermat Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan bagian I, halaman 15-19.

D.

PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
Dalam bahasa Indonesia dikenal huruf kapital dan huruf miring yang penggunaannya
sangat penting dalam tulis-menulis. Untuk memahami pemakaian huruf kapital dan huruf
miring ini pelajari dengan cermat Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan bagian II, halaman 20-26.

E.

PENULISAN KATA
Kalau sudah memahami benar cara pamakaian dan penulisan huruf, selanjutnya kita
akan mempelajari penulisan kata. Penulisan kata ini sangat penting dalam bahasa
Indonesia, karena kita berbahasa tentu menggunakan kata. Dalam berbahasa seringkali kata
dasar itu mengalami perubahan karena mungkin mendapat imbuhan, mungkin diulang dan
mungkin digabung dengan kata lain. Untuk memahami seluk-beluk penulisan kata ini
dengan tepat, pelajari dengan cermat Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan bagian III, halaman 27-39.

F.

PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak menyerap unsur pelbagai bahasa
lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur
serapan ini ada yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapan
maupun penulisannya, dan ada yang belum sepenuhnya disesuaikan.
Bagaimana kaidah yang berlaku bagi unsur serapan ini? Pelajari Pedoman Umum
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, bagian IV, halaman 40-52.

G.

PEMAKAIAN TANDA BACA
Suatu hal yang sering diabaiakan dalam penulisan adalah tanda baca. Banyak sekali
pemakai bahasa yang kurang mengindahkan tanda baca ini. Padahal, tanda baca ini sangat
berperan dalam penulisan. Adanya tanda baca, dapat membantu pembaca memahami suatu
tulisan dengan tepat. Sebaliknya tidak adanya tanda baca akan menyulitkan pembaca
memahami suatu tulisan, bahkan mungkin dapat mengubah pengertian dari suatu kalimat.
Mengingat pentingnya tanda baca ini, dan agar kita dapat menggunakannya secara
tepat, maka pelajari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, bagian
V, halaman 53-68.
***$$$***

11

Latihan
I.

Pilihlah jawaban yang paling benar!
1.
a.
Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma, dikarang oleh Idrus’
b.
Dari Ave Maria ke jalan lain ke Roma, dikarang oleh Idrus.
c.
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, dikarang oleh Idrus.
d.
Dari ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma, dikarang oleh Idrus.
2.

a.
b.
c.
d.

Salah satu bahasa di Banyuwangi adalah bahasa Using.
Salah satu Bahasa di Banyuwangi adalah bahasa Using.
Salah satu bahasa di Banyuwangi adalah Bahasa Using.
Salah satu bahasa di Banyuwangi adalah bahasa-Using.

3.

a.
b.
c.
d.

Kita merayakan hari proklamasi kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus.
Kita merayakan hari Proklamasi Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus.
Kita merayakan hari proklamasi Kemerdekaan setiap tanggal 17 agustus.
Kita merayakan hari Proklamasi kemerdekaan setiap tanggal 17 agustus.

4.

a.
b.
c.
d.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia adalah UUD 1945.
Undang-Undang dasar Republik Indonesia adalah UUD 1945.
Undang-undang dasar Republik Indonesia adalah UUD 1945.
Undang-undang dasar republik Indonesia adalah UUD 1945.

5.

a.
b.
c.
d.

Saya sangat mengagumi haji Agus Salim.
Saya sangat mengagumi Haji Agus Salim.
Saya sangat mengagumi haji Agus salim.
Saya sangat mengagumi haji agus salim.

6.

a.
b.
c.
d.

Tahun ini ia akan naik Haji ke kota Mekkah.
Tahun ini ia akan naik Haji ke Kota Mekkah.
Tahun ini ia akan naik haji ke Kota Mekkah.
Tahun ini ia akan naik haji ke kota Mekkah.

7.

a.
b.
c.
d.

Balasan surat Bapak sudah saya terima.
Balasan surat bapak sudah saya terima.
Balasan surat Bapak sudah Saya terima.
Balasan surat bapak sudah Saya terima.

8.

a.
b.
c.
d.

Prof. Dr. H. Hs. Tanamas.
Prof. DR. H. Hs. Tanamas.
Prof. Dr. H. Hs Tanamas.
Prof. Dr. H. Hs, Tanamas.

9.

a.
b.
c.
d.

Kapal itu menuju Eropa melalui terusan Suez.
Kapal itu menuju Eropa melalui terusan suez.
Kapal itu menuju eropa melalui terusan Suez.
Kapal itu menuju Eropa melalui Terusan Suez.

10.

a.
b.
c.

Hal ini sudah tercantum dalam Undang-Undang Dasar.
Hal ini sudah tercantum dalam Undang-undang dasar.
Hal ini sudah tercantum dalam undang-undang dasar.
12

d.
II.

Hal ini sudah tercantum dalam Undang-undang Dasar.

Pilihlah jawaban yang paling benar!
1.
a.
Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pesta pora itu.
b.
Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pesta-pora itu.
c.
Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pestapora itu.
d.
Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pesta dan pora itu.
2.

a.
b.
c.
d.

Jangankan emas, besi pun ia tak punya.
Jangankan emas, besipun ia tak punya.
Jangankan emas, besi-pun ia tak punya.
Jangan-kan emas, besi pun ia tak punya.

3.

a.
b.
c.
d.

Walaupun sakit, ia tetap kuliah.
Walau pun sakit, ia tetap kuliah.
Walau-pun sakit, ia tetap kuliah.
Walaupunsakit, ia tetap kuliah.

4.

a.
b.
c.
d.

Mereka masuk ruangan satu per satu.
Mereka masuk ruangan satu persatu.
Mereka masuk ruangan satu-persatu.
Mereka masuk ruangansatu per-satu.

5.

a.
b.
c.
d.

Pertandingan antar fakultas akan diadakan semester depan.
Pertandingan antar fakultas akan di adakan semester depan.
Pertandingan antarfakultas akan diadakan semester depan.
Pertandingan antar-fakultas akan diadakan semester depan.

6.

a.
b.
c.
d.

Abad ke 10.
Abad ke-10.
Abad ke-X.
Abad ke X.

7.

a.
b.
c.
d.

Rumah sakit-umum itu terletak di simpang empat.
Rumah sakit umum itu terletak di simpang empat.
Rumah-sakit-umum itu terletak di simpang empat.
Rumah sakit-umum itu terletak di simpang empat.

8.

a.
b.
c.
d.

Rapat itu diikuti oleh bupati se Indonesia.
Rapat itu diikuti oleh bupati se-Indonesia.
Rapat itu diikuti oleh bupati Se Indonesia.
Rapat itu diikuti oleh bupati Seindonesia.

9.

a.
b.
c.
d.

Semua pembayaran di pabrik itu dengan kwitansi.
Semua pembayaran di pabrik itu dengan kwitantie.
Semua pembayaran di pabrik itu dengan kuitansi.
Semua pembayaran di pabrik itu dengan quitansi.

10.

a.
b.
c.
d.

System yang digunakan cocok dengan situasinya.
Sistem yang digunakan cocok dengan situasinya.
Systim yang digunakan cocok dengan situasinya.
Sistim yang digunakan cocok dengan situasinya.
13

III.

Berilah tanda baca pada penggalan wacana di bawah ini!
1.

Terdapat beberapa macam ikan buntal, diantaranya Balistapus undulates, Ostracion
lentiginosus, dan Sphearoides cephalus. Sebagian anggota keluarga ikan buntal
memiliki kulit berwarna gelap, dengan corak bentol-bentol, seolah menegaskan
bahwa dirinya beracun dan bukan mangsa yang lezat. Sebagian yang lain punya
kemampuan menyesuaikan warna kulitnya dengan lingkungan tempat ia tinggal,
seperti yang dimiliki bunglon. Ukuran tubuhnya bervariasi mulai dari 2,5 cm sampai
60-an cm. Racun ikan ini terutama tersimpan di bagian jerohannya, yaitu di hati,
indung telur ,dan ginjal. Sebagian racun tersimpan di bagian luar, misalnya, kulit dan
mata.

2.

Kita tahu jantung merupakan pompa berotot yang berfungsi mengalirkan darah ke
seluruh tubuh. Dulu, Aristoteles mengira jantung memiliki tiga ruangan, karena ia
memeriksa jantung katak, dan kadal. Namun, seperti sudah pernah kita pelajari di
bangku sekolah, di dalam jantung ada empat ruang, di sebelah atas ada serambi
kanan dan kiri. Di bagian bawah, ada bilik kanan dan kiri juga, serambi berdinding
tipis dan sempit. Sedangkan bilik sebaliknya antara serambi dan bilik, ada katup
searah yang menjaga agar darah yang sudah berpindah tidak berbalik arah.

14

BAB III
RAGAM BAHASA INDONESIA
RAGAM BAHASA INDONESIA
Bahasa termanifestasi dalam bentuk kalimat-kalimat. Kalimat terdiri atas unsur
segmental dan unsur suprasegmental. Unsur segmental berupa rentetan bunyi yang
membentuk satuan-satuan bunyi. Unsur segmental bahasa yang terkecil adalah fonem,
yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan huruf. Fonem-fonem itu membentuk suku
kata, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
masyarakat bahasa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa disebut lafal.
Unsur suprasegmental merupakan unsur kalimat yang berupa intonasi yang terdiri
atas tekanan, nada, dan jeda. Tekanan berupa panjang pendek, keras lemahnya bagianbagian ujaran tertentu. Tekanan dalam bahasa-bahasa tertentu bersifat fonemis, artinya
dapat membedakan makna kata. Misalnya, dalam bahasa Arab, /la/ artinya ‘sungguh’,
sedangkan /la/ artinya ‘tidak’. Dalam bahasa Indonesia tekanan tidak bersifat fonemis,
artinya tidak berfungsi sebagai pembeda makna kata. Meskipun demikian, tidak berarti
bahwa tekanan tidak penting. Pemberian tekanan harus mengikuti pola-pola yang lazim.
Di samping itu, tekanan juga berfungsi untuk menandai bagian-bagian yang
dipentingkan, yang dalam bahasa tulis ditandai dengan huruf bergaris bawah, huruf miring,
atau huruf tebal.
Nada ialah naik turun atau tinggi rendahnya suara dalam pelafalan kalimat. Nada
tinggi biasanya dipakai oleh orang yang sedang marah, nada rendah dipakai oleh orang
yang sedang bersedih. Nada juga memiliki peranan penting dalam pemberian isi/jenis
kalimat. Kalimat berita menggunakan nada akhir menurun, yang dalam bahasa tulis
dilambangkan dengan titik ( . ); kalimat perintah pada umumnya menggunakan nada
mendatar, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru ( ! ); dan kalimat tanya
pada umumnya menggunakan nada akhir naik, yang dalam bahasa tulis dilambangkan
dengan tanda tanya ( ? ).
Jeda merupakan kesenyapan-kesenyapan antarbagian ujaran yang mengisyaratkan
batas-batas satuan ujaran itu. Kesenyapan-kesenyapan itu dapat membatasi kata, frasa,
klausa, atau kalimat. Dalam bahasa tulis kesenyapan dilambangkan dengan spasi yang
kadang-kadang diperjelas dengan garis miring ( / ), tanda koma ( ,), titik koma ( ; ), tanda
hubung ( - ), ataupun tanda pisah ( -- ).
Secara fungsional unsur-unsur segmental kalimat mengemban suatu fungsi, apakah
sebagai subjek ( S ), predikat ( P ), objek ( O ), ataupun keterangan ( K ). Sebuah kalimat
lengkap minimal harus ada S dan P, dan intonasinya menunjukkan adanya intonasi selesai.
Kalimat yang secara segmental tidak lengkap, maka secara suprasegmental terasa juga
ketidaklengkapan itu. Kalimat yang lengkap intonasinya terasa selesai, sedangkan kalimat
yang tidak lengkap intonasinya terasa tidak selesai.
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam-macam latar
belakang penuturnya mau tidak mau melahirkan sejumlah ragam bahasa. Adanya
bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan serta lingkungan
yang berbeda-beda. Adapun ragam bahasa Indonesia (menurut sarananya) adalah sebagai
berikut:
1.
Ragam lisan dan ragam tulis;
2.
Ragam baku dan ragam tidak baku;
3.
Ragam baku tulis dan ragam baku lisan;
4.
Ragam sosial dan ragam profesional/fungsional; dan
5.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
15

1.

Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan ragam tulis. Ragam tulis bukan
merupakan pengalihan ragam lisan ke dalam bentuk tulisan (huruf). Tidak semua ragam
lisan dapat dituliskan, dan tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku
bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis, demikian juga sebaliknya. Kaidahkaidah tersebut adalah:
1.
Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, lawan berbicara berada di depan
pembicara, sedangkan ragam tulis lawan bicara tidak harus ada di depan pembicara.
Dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti SPO tidak selalu
dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan
bahasa yang digunakan didukung oleh gerak, mimik, intonasi, dan jeda. Sedangkan
ragam tulis harus lebih jelas dan lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi
gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di
depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki orang yang diajak
berbicara mengerti isi tulisannya. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam
buku, majalah, dan surat kabar.
2.
Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Apa yang
dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan
berlaku waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi belum
tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang tersebut. Ragam tulis
tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku
yang ditulis oleh seorang penulis di Indonesia dapat dipahami oleh orang yang
berada di luar negeri. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 2000, misalnya, akan
dapat dipahami dan dibaca oleh orang-orang yang hidup di tahun 2015, dan
seterusnya. Hal ini dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
3.
Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendah dan panjang pendeknya suara,
sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf atau unsur-unsur
suprasegmental. Jika dalam ragam tulis unsur segmental kalimat itu lengkap, maka
unsur suprsegmentalnya pun akan terasa lengkap pula.

2.

Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa
dalam penggunaannya. Sedangkan ragam tidak baku adalah ragam yang tidak
dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.

Kemantapan Dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata riang, misalnya,
dibubuhi awalan pe- akan terbentuk kata periang. Kata rasa dibubuhi awalan peakan terbentuk kata perasa. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin
dibubuhi awala pe- akan terbentuk kata perajin, bukan pengrajin. Kalau kita
berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Demikian juga,
bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh
kemantapan kaidah bahasa Indonesia.
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki
adanya bentuk mati. Kata langganan, misalnya, mempunyai makna ganda, yaitu
orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya
disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
16

2.

Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat
resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini
dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa lebih banyak melalui jalur
pendidikan formal (sekolah). Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat
memberikan gambaran apa yang ada dalam benak pembicara atau penulis.

3.

Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa
ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah
pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang, misalnya, dianjurkan untuk
memakai istilah pramugari dan pramugara, bukan steward atau stewardess.

Bahasa baku merupakan salah satu variasi bahasa yang pada umumnya mengacu
pada bahasa orang terdidik/terpelajar dalam situasi resmi/formal baik lisan maupun tulis
dengan tidak menampakkan ciri kedaerahan atau asing. Bahasa baku merupakan variasi
bahasa yang layak digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
*
komunikasi resmi, misalnya surat resmi atau surat dinas, pengumuman resmi,
perundang-undangan;
*
wacana teknis, misalnya, laporan penelitian, makalah (kertas kerja), buku keilmuan,
tesis, disertasi;
*
pembicaraan di muka umum, misalnya, memberi pelajaran, memberi perkuliahan,
rapat dinas, konferensi, kongres, pidato kenegaraan;
*
pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya, dengan atasan, pejabat,
guru/dosen, dan dengan orang yang baru dikenal.
Fungsi Ragam Baku
1.
Fungsi Pemersatu
Bahasa baku berhubungan dengan semua penutur berbagai dialek bahasa.
Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat
bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur dengan seluruh masyarakat.
2.

Fungsi Pemberi Kekhasan
Fungsi yang diemban bahasa baku membedakan bahasa itu dengan bahasa lain.
Fungsi ini memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang
bersangkutan. Bahkan bahasa Indonesia dianggap sudah jauh berbeda dengan bahasa
Melayu Riau-Johor yang menjadi induknya.

3.

Fungsi sebagai Kerangka Acuan
Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan
adanya norma dan kaidah yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolok ukur bagi
benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang/golongan dan penyimpangan dari norma
dan kaidah dapat dinilai. Bahasa baku juga menjadi kerangka acuan bagi fungsi
estetika bahasa yang tidak saja terbatas pada bidang susastra, tetapi juga mencakup
segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena bentuknya yang khas,
seperti di dalam pemilihan kata-kata iklan dan bahasa berita.

17

3.

Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis,
ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh karena itu, muncul ragam baku tulis dan ragam
baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku
pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku
tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah
ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan. Demikian pula pengadaan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah dan pengadaan kamus.
Sedangkan ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau
kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapannya. Seseorang dikatakan berbahasa
lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau
dialek daerahnya.
Bahasa baku lisan dapat diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Bahasa Indonesia baku lisan menggunakan lafal, tekanan, dan intonasi yang sesuai
dengan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan tidak menampakkan sifat asing atau
kedaerahan. Bahasa yang lafal, tekanan, atau intonasinya menampakkan ciri asing
atau kedaerahan dapat dikategorikan sebagai bahasa lisan yang tidak baku.
2.
Bahasa baku lisan menggunakan penempatan jeda-jeda yang sesuai dengan satuansatuan makna/sintaksisnya. Penempatan jeda yang tidak sesuai dengan satuan
makna/sintaksisnya menjadikan kalimat terasa janggal.
3.
Dalam tata tulis sebagai representasi dari pelafalan, bahasa lisan baku berpedoman
pada EYD dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
4.
Bahasa baku lisan menggunakan kata-kata yang dibakukan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan menghindari pemakaian kata-kata pergaulan, kata-kata yang
bersifat kedaerahan dan kata-kata asing yang tidak semestinya baik dari segi
penggunaan maupun pelafalannya.
5.
Bahasa baku lisan menghindari pemakaian bentuk-bentuk kebahasaan yang
menyimpang dari kaidah baik morfologi maupun sintaksisnya.

4.

Ragam Sosial dan Ragam Fungsional/Profesional
Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya
ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas
kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam
bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat
merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubunghubungkan dengan tinggi rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang
bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam
sosial yang tinggi, sedangkan ragam daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam
sosial dengan nilai kemasyarakan yang rendah.
Ragam fungsional/profesional adalah ragam bahasa yang dikaitkan denga profesi,
lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga
dikaitkan denga keresmian keadaan penggunaannya. Dalam kenyataan, ragam fungsional
menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam
lingkungan keilmuan/teknologi, kedokteran, keagamaan, dan profesi lainnya.

18

Perhatikan contoh berikut:

5.

1.

Ragam Keilmuan/Teknologi
Jika Anda menggunakan produk-produk Microsoft lainnya seperti Microsoft
Word, Microsoft Exel, atau Microsoft Access, terdapat tindakan mengoptimalkan
kegiatan harian yang dapat dilakukan dengan program-program ini melalui fasilitas
makro. Jika Anda perhatikan dengan seksama, micro ini merupakan pemrograman
yang dikhususkan untuk program aplikasi tersebut. Sintaksis bahasa Basic digunakan
dalam pemrograman ini atau juga disebut dengan Visual Basic for Application
(VBA). Dengan demikian, jika Anda telah mengenal Visual Basic, Anda akan dengan
mudah untuk melakukannya pemrograman menggunakan aplikasi-aplikasi ini.

2.

Ragam Kedokteran
Hepatitis C sudah ada sejak dulu, hanya belum diketahui genome virus
penyebabnya. Para peneliti pun memasukkannya sebagai hepatitis non-A, non-B,
karena pada waktu itu orang baru mengenal adanya virus hepatitis A dan B saja.Virus
hepatitis C merupakan virus yang berkembang biak di sel hati dan dikeluarkan ke
dalam darah. Jadi, virus ini menyebar dan menular melalui kontak darah dan produkproduk darah.

3.

Ragam Hukum
1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau hasil pelanggaran Hak Cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan / atau denda paling banya

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Kualitas hasil penelitian dosen universitas islam negeri (uin) syarif hidayatullah jakarta

4 70 107