Pertanyaan Apa yang kamu ketahui tentang

Pertanyaan

: Apa yang kamu ketahui tentang ?
a. Kedokteran Gigi Forensik
b. DNA Forensik

Jawaban

:

a. Kedokteran gigi forensik atau dikenal dengan istilah Odontologi
Forensik atau Forensic Dentistry tersusun dari paduan bahasa Romawi
dan Yunani, yaitu : Forensic berasal dari bahasa Romawi yang berarti
termasuk peradilan dan Odontology berasal dari bahasa Yunani, yaitu
odons berarti gigi dan logis berarti ilmu pengetahuan. Sehingga
Odontologi Forensik berarti ilmu pengetahuan tentang gigi geligi untuk
peradilan. Dalam arti luas Odontologi Forensik, meliputi semua upaya
pemanfaatan pemeriksaan gigi, komponen mulut dan wajah untuk
kepentingan peradilan dan identifikasi.
Pengertian ilmu kedokteran gigi forensik menurut beberapa ahli adalah
:



Arthur D. Golman, mengatakan bahwa ilmu kedokteran gigi forensik
adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan hukum alam penyelidikan
melalui gigi geligi.



Dr.Robert Bj. Dorion, mengatakan bahwa ilmu kedokteran gigi
forensik adalah suatu aplikasi semua ilmu pengantar tentang gigi
yang terkait dalam memecahkan hukum pidana dan perdata.



Djohansyah Lukman, mengatakan bahwa ilmu kedokteran gigi
forensik adalah suatu terapan dari semua disiplin ilmu kedokteran
gigi yang berkaitan erat dalam penyelidikan demi terapan hukum
dan proses peradilan.
Sehingga pengertian Odontologi Forensik adalah penggunaan ilmu


kedoteran gigi terhadap hokum, termasuk beberapa studi ilmiah,
dimana sistem hukum dan ilmu kedokteran gigi bertemu. Bidang
kedokteran gigi ini melibatkan pengumpulan dan interpretasi bukti
dental dan bukti lain yang berhubungan dalam semua bidang
kriminalitas.
Untuk kepentingan penyidikan, maka Odontologi Forensik sangat
penting terutama apabila sarana identifikasi umum lain sudah tidak
memungkinkan

lagi,

sehingga

melalui

pemeriksaan

Odontologi

Forensik terhadap jenazah diharapkan dapat diperoleh data yang

membantu

proses

penyidikan.

Melakukan

identifikasi

terhadap

manusia merupakan salah satu tugas Polri di dalam peranannya
sebagai penegak hokum dan pengayom masyarakat. Penentuan
identifikasi terhadap manusia merupakan bagian upaya mengenal
seseorang baik hidup maupun mati dengan menggunakan berbagai
sarana ilmu untuk mengetahui siapa sebenarnya orang tersebut.

Dalam perkara pidana mengenali siapa korban merupakan hal yang
mutlak harus dilakukan. Dengan mengetahui siapa korban akan

terbuka jalan untuk mengenali siapa keluarga, teman lawan atau
saingan dalam usaha. Dari informasiinformasi tersebut, sering ditemukan siapa pelaku tindak pidana
yang dicari. Oleh karenanya identifikasi korban seringkali merupakan
suatu titik tolak penyidikan.
Kemudian timbul pertanyaan, kenapa harus gigi yang menjadi
objek pemeriksaan ? Alasannya adalah sebagai berikut :


Gigi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis,
antropologis

dan

morfologis

mempunyai

letak

yang


terlindung dari otot-otot bibir dan pipi sehingga apabila
trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.


Gigi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah
mengalami

nekrotik

atau

gangren,

biarpun

dikubur,

umumnya organ-organ tubuh lain bahkan tulang telah hancur
tetapi gigi tidak (masih utuh).



Gigi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS
dan Furnes bahwa gigi manusia kemungkinan sama adalah
1:1000000000.



Gigi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi
tersebut rusak atau berubah maka sesuai dengan pekerjaan
dan

kebiasaan

menggunakan

gigi

bahkan


setiap

ras

mempunyai ciri yang berbeda.


Gigi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang
dibunuh dan direndam di dalam drum berisi asam pekat,
jaringan ikatnya hancur sedangkan giginya masih utuh.



Gigi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 400
C gigi tidak akan hancur, kecuali dikremasi karena suhunya
diatas 1000 C. Gigi menjadi abu sekitar suhu lebih dari 649 C.
Apabila gigi tersebut ditambal menggunakan amalgam maka
bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu lebih dari 871 C,
sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam atau
inlay alloy emas maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar

suhu 871-1093 C.



Gigi dan tulang rahang secara roentgenografis, biarpun
terdapat pecahan-pecahan rahang pada roentgenogramnya
dapat diinterpretasi kadang-kadang terdapat anomali dari gigi
dan komposisi tulang rahang yang khas.



Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia
memakai gigi palsu dengan berbagai macam model gigi palsu

dan gigi palsu tersebut dapat ditelusuri atau diidentifikasi.
Gigi palsu akrilik akan terbakar menjadi abu pada suhu 538
C-649 C. Bridge dari porselen akan menjadi abu pada suhu
1093 C.



Gigi merupakan sarana terakhir dalam identifikasi apabila
sarana-sarana lain atau organ lain tidak ditemukan.

Dalam penelitian korban dengan menggunakan Odontologi
Forensik, dapat ditemukan informasi berupa :


Golongan darah korban.



Umur korban.



Ras korban.



Jenis kelamin korban.




Kebiasaan-kebiasaan tertentu.

b. DNA forensik merupakan salah satu cabang yang memang bertugas
secara khusus hanya untuk menganalisis sampel, bukan sembarangan
sampel melainkan antara satu dengan yang lainnya kemudian
digunakan untuk menguji kecocokan mereka. Dalam dunia medis DNA
menjadi alat untuk mencocokkan hubungan kekerabatan, biasanya
adalah antara orang tua dengan anaknya, selain itu juga masih ada
manfaat yang tak kalah penting, yaitu dalam bidang forensik itu
sendiri. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai sampel, bagi
manusia sendiri ada darah, cairan mani, cairan vagina, sel-sel jaringan
yang lainnya juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan uji coba.
Setidaknya

sampel

yang


dikumpulkan

juga

bukan

hanya

satu

melainkan ada 2 yaitu dari TKP dan dari tersangka, pemrosesan
menggunakan biologi molekuler hingga nantinya dari identifikasi
tersebut dapat dilihat kecocokan antara tersangka dan korban, jika
terbukti

benar

maka

tersangka

akan

langsung

mendapatkan

pemrosesan hukum lebih lanjut. Waktu yang dibutuhkan selama
analisis forensik tersebut juga tak bisa dikatakan sebentar, paling
sedikit adalah 3 minggu bahkan bisa mencapai 3 bulan lebih.
Dalam menganalisis DNA forensik tersebut ada 3 teknik yang
biasanya digunakan, yaitu RFLP dan PCR yang dikenal juga dengan
sidik jari DNA, se benarnya juga ada beberapa teknik lainnya seperti
dengan analisis menggunakan mitokondria kemudian juga SCR,
analisis kromosom dan yang lainnya, menyesuaikan dari apa yang
memang ditemukan di TKP. Dalam bidang ilmu forensik tersebut juga
dikenal juga sebuah istilah profil DNA, yaitu metode yang digunakan
untuk

menganalisis

kejahatan

seseorang.

Profiling

tersebut

berdasarkan kenyataan jika sebenarnya tiap orang memiliki sidik jari
yang berbeda.
Selain itu, kita tahu bahwa selain sidik jari antara satu manusia
dengan yang lainnya sangatlah berbeda berdasarkan dengan DNA
yang dimiliki. Jadi ini dinyatakan sebagai alat yang penting dalam
identifikasi tidak kriminal. Melakukan sebuah tes DNA menunjukkan
bahwa kita ingin mengetahui atau ada tujuan di dalamnya, sampel
tentunya berasal dari satu orang sama, jika sampel adalah orang yang
sama maka kemungkinan ada pemalsuan laporan juga sangatlah kecil.
Secara garis besarnya dapat dikatakan bahwa DNA adalah
komponen utama dan paling penting bagi manusia, pembuktian secara
ilmiah bisa saja dilakukan, bahkan untuk bidang kejahatan sekalipun.
Untuk itu tak jarang setiap tindakan kriminal baik yang dilakukan
secara terang-terangan atau secara sembunyi-sembunyi pada suatu
saat nanti pasti akan ditemui siapa pelaku sebenarnya, kebenaran bisa
diuangkan dari bagian terkecil dari makhluk hidup sekalipun.
Pertanyaan

: Berikan contoh kasus yang berhubungan dengan ?
a. Kedokteran Gigi Forensik
b. DNA Forensik
Jelaskan / uraikan menurut pendapat saudara mengenai kasus
tersebut.

Jawaban

:

a. Sejarah forensik odontologi sudah ada sejak sebelum masehi (SM)
yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Roma Claudius pada tahun 49
SM, Agrippina ( yang kelak akan menjadi ibu Kaisar Nero) membuat
rencana untuk mengamankan posisinya. Janda kaya Lollia Paulina
merupakan saingannya dalam menarik perhatian Kaisar, maka ia
membujuk Kaisar untuk mengusir wanita tersebut dari Roma. Akan
tetapi hal itu rupanya masih dianggapnya kurang dan ia menginginkan
kematian wanita tersebut. Tanpa setahu Kaisar, ia mengirim seorang
serdadu untuk membunuh wanita tersebut. Sebagai bukti telah
melaksanakan perintahnya, kepala Lollia dibawa dan ditunjukkan
kepada Agrippina. Karena kepala tersebut telah rusak parah mukanya,
maka Agrippina tidak dapat mengenalinya lagi dari bentuk mukanya.
Untuk mengenalinya Agrippina menyingkap bibir mayat tersebut dan
memeriksa giginya yang mempunyai ciri khas, yaitu gigi depan yang
berwarna kehitaman. Adanya ciri tersebut pada gigi mayat membuat
Agrippina yakin bahwa kepala tersebut adalah benar kepala Lollia.
Pada tahun 1776, dalam suatu perang Bukker Hill terdapat
korban Jenderal Yoseph Warren, oleh drg. Paul Revere dapat dibuktikan

bahwa melalui gigi palsu yang dibuatnya yaitu berupa Bridge Work gigi
depan dari taring kiri ke taring kanan yang ia buat sehingga drg. Paul
Revere dapat dikatakan dokter gigi pertama yang menggunakan ilmu
kedokteran gigi forensik dalam pembuktian.
Pada

tahun

1887

Godon

dari

Paris

merekomendasikan

penggunaan gigi untuk identifikasi orang yang hilang. Untuk itu ia
menganjurkan agar para dokter gigi menyimpan data gigi para
pasiennya,

untuk

berjaga-jaga

kalau-kalau

kelak

data

tersebut

diperlukan sebagai data pembanding.
Kasus

identifikasi

personal

yang

terkenal

adalah

kasus

pembunuhan Dr. George Parkman, seorang dokter dari Aberdeen, oleh
Professor JW Webster. Pada kasus ini korban dibunuh, lalu tubuhnya
dipotong-potong lalu dibakar di perapian.
Polisi mendapatkan satu blok gigi palsu dari porselin yang melekat
pada potongan tulang. Dr. Nathan Cooley Keep, seorang dokter bedah
mulut memberikan kesaksian bahwa gigi palsu itu adalah bagian dari
gigi palsu buatannya pada tahun 1846 untuk Dr. Parkman yang rahang
bawahnya amat protrusi.
Pada tanggal 4 Mei 1897, sejumlah 126 orang Farisi dibakar
sampai meninggal di Bazaar de la Charite. Para korban sulit
diidentifikasi secara visual karena umumnya dalam keadaan terbakar
luas dan termutilasi. Berdasarkan pemeriksaan Dr. Oscar Amoedo
(dokter gigi Kuba yang berpraktek di Paris) dan dua orang dokter gigi
Perancis, Dr. Davenport dan Dr. Braul untuk melakukan pemeriksaan
gigi para korban kemudian ternyata mereka berhasil mengidentifikasi
korban-korban ini.
Pada tahun 1917 di dermaga Brooklyn ditemukan mayat yang
kemudian dipastikan sebagai seorang wanita yang telah menghilang 8
bulan sebelumnya. Identifikasi pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
temuan bridge pada gigi geliginya.
Sekitar

tahun

1960

ketika

program

instruksional

formal

kedokteran gigi forensik pertama dibuat oleh Armed Force Institute of
Pathology, sejak saat itu banyak kasus penerapan forensik odontologi
dilaporkan dalam literatur sehingga forensik odontologi mulai banyak
dikenal bukan saja di kalangan dokter gigi, tetapi juga di kalangan
penegak hukum dan ahli-ahli forensik.
Pada saat sekarang ini, kasus-kasus korban sulit dikenali peran
kedokteran gigi forensik sangat nyata. Misalnya pada kasus bom Bali,
sampai minggu ketiga sudah teridentifikasi 120 jenazah dari 184
korban yang mayoritas (80%) teridentifikasi melalui data gigi yang

lengkap. Mereka diantaranya dari Swedia lima korban, Denmark tiga
korban, Australia empat puluh korban, Jerman empat korban, Amerika
empat korban, Inggris sepuluh korban, Belanda satu korban, Perancis
dua korban, dan Jepang dua korban. Kemudian kasus berikutnya
adalah kecelakaan bis di Paiton Probolinggo yang menewaskan 54
orang, dimana dapat dilakukan identifikasi melalui gigi sebanyak 33
orang yaitu sekitar 33%.
Bertitik tolak pada pengalaman kasus yang mana tersebut di
atas, maka bisa dijadikan sebuah acuan bagaimana pelaksanaan
identifikasi

korban

selama

ini,

sehingga

dari

kekurangan

dan

kelemahan-kelemahan dalam penanganan bencana tersebut dapat
diantisipasi

perbaikan-perbaikan

yang

perlu

dimasa

mendatang.

Identifikasi korban bencana massal merupakan NO MAN ISLAND
(daerah tak bertuan) yang perlu tatanan serta memerlukan dana,
sarana, dan prasarana yang cukup mahal, sehingga sampai saat ini
belum ada satu instansi yang mau menangani dengan serius dan
benar. Dari pengalaman berupa bencana-

bencana massal ini ternyata odontologi forensik memiliki peranan yang
cukup penting dalam proses identifikasi ini.
Meskipun sebagai sarana identifikasi yang penting, ternyata gigi
juga memiliki kelemahan. Misalnya mayoritas masyarakat Indonesia
jarang berobat ke dokter gigi. Selain itu, dokter gigi pun belum tentu
melakukan pencatatan data gigi bahkan penyimpanan yang tertata
baik. Akibatnya, ketika diperlukan sebagai data pembanding jika terjadi
sesuatu musibah, tidak dapat diperoleh data gigi yang tepat.
b. Pertama, kasus yang terjadi di Purwokerto. Yakni, seorang anak
berusia 13 tahun yang hamil dan melahirkan. Si anak yang mengalami
kelainan mental ini tak bisa dimintai keterangannya di persidangan
karena di bawah umur. “Dia hanya mengatakan main kuda-kudaan
dengan kakeknya,” si kakek yang disebut juga sudah pikun. Sehingga,
tak bisa dimintai keterangan. “Akhirnya, pengadilan meminta dilakukan
tes DNA. Lalu, terbukti bahwa anak itu adalah anak si kakek. Ini
sebagai kasus incest antara kakek dan cucunya.”
Kedua, seorang gadis berusia 12 tahun ditemukan hamil
delapan bulan. Pengakuan si gadis, dia diperkosa oleh tetangganya
yang berusia 20 tahun. Karena si gadis masih anak-anak maka sesuai
hukum

yang

berlaku

di

Indonesia,

keterangannya

tak

bisa

dipertimbangkan di pengadilan. Parahnya, tidak ada saksi yang melihat
perbuatan tersebut dan tersangka tidak mengakui perbuatannya.

Berdasarkan pemeriksaan DNA dari tersangka, anak dan darah tali
pusat maka janin itu adalah benar anak tersangka. DNA ini awalnya
satu-satunya bukti. Hukum Indonesia membutuhkan minimal dua alat
bukti. Akhirnya, tersangka mengaku setelah tes DNA ini sehingga
didapat dua alat bukti, hasil tes DNA dan pengakuan tersangka.
Ketiga adalah kasus perselingkuhan. Seorang wanita yang hamil
tiba-tiba menggugurkan kandungannya. Suami wanita ini curiga
dengan sikap istrinya yang mengaborsi janin tanpa persetujuannya.
Tes DNA pun dilakukan dan hasilnya, janin bayi itu bukan anak dari
suami resminya.
Keempat, kasus yang terjadi di Malang, Jawa Timur. Mantan
Wanita Tuna Susila (WTS) asal Indonesia menikah dengan pria asal
Inggris. Wanita ini sedang dalam keadaan hamil ketika suaminya
bertugas ke Thailand selama satu tahun. Setelah masa kerjanya
berakhir di Thailand, si pria Inggris ini kembali ke Indonesia. Setelah
berjalan beberapa tahun, si pria ingin membawa anaknya ke London,
kampung

halaman

orangtuanya.

Berdasarkan

aturan

imigrasi

Indonesia, setiap laki-laki asing yang ingin membawa anaknya (meski
anak yang resmi dari perkawinan) harus melakukan tes DNA untuk
membuktikan

bahwa

itu

anaknya.

Setelah dilakukan tes DNA didapat hasil yang mengejutkan. Anak itu
bukan anak
kandung

dari

wanita

mantan

WTS

dan

pria

asal

Inggris

itu.

Usut punya usut, ternyata wanita itu mengalami keguguran ketika
ditinggal suaminya ke Thailand. Ia pun kembali ke tempat kerjanya,
lokalisasi WTS. Dia bertemu dengan rekannya yang mengalami
‘kecelakaan kerja’ sehingga rekannya itu hamil. Dia meminta anak itu
dia yang pelihara dan diakui sebagai anaknya.
Kelima, kasus selingkuh anggota DPRD di Medan, Sumatera
Utara. Seorang anggota DPRD mencurigai istrinya selingkuh hanya
karena wajah anaknya mirip dengan wajah teman baiknya, seorang
pengusaha. Perselisihan ini dibawa ke Pengadilan Negeri Medan. Hakim
memerintahkan

dilakukan

pemeriksaan

DNA.

Hasilnya,

si

anak

memang bukan anak anggota DPRD itu, tetapi anak temannya.
Dari contoh kasus mengenai DNA Forensik dapat disimpulkan
bahwa, kemampuan ahli forensik dalam mengendus jejak kejahatan
melalui DNA Forensik merupakan suatu langkah maju dalam proses
pengungkapan kejahatan di Indonesia. Keakuratan hasil yang hampir
mencapai 100% menjadikan DNA Forensik selangkah lebih maju
dibandingkan proses biometri (identifikasi menggunakan sidik jari,

retina mata, susunan gigi, bentuk tengkorak kepala serta bagian tubuh
lainnya) yang telah lama digunakan kepolisian untuk identifikasi.
Terlepas dari keuntungannya itu, penerapan DNA Forensik masih
terbatas di Indonesia dikarenakan dana yang dibutuhkan sangat mahal
dan SDM forensik yang kurang, sehingga kepolisian RI biasanya
menerapkan standar prioritas untuk analisis ini, prioritas utama
analisis biasanya menyangkut kasus-kasus nasional seperti peristiwa
peledakan bom atau untuk potongan tubuh korban yang telah hancur,
yang tidak dapat diidentifikasi lagi dengan proses biometri.
Pertanyaaan

: Apa yang saudara ketahui tentang hal-hal berikut, uraikan

dengan
jelas dan sistematis?
a. Peran kedokteran forensik dalam penegakan hukum
beserta contoh kasusnya.
b. Pasal-pasal dalam KUHAP yang berhubungan dengan
keterangan ahli.
Jawaban

:

a. Dalam contoh kasus tindak pidana, seperti pencurian, penggelapan,
penipuan

dan

sejenisnya,

tentunya

pihak

penyidik

tidak

akan

mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi barang bukti yang salah
satu atau beberapa diantaranya dapat dijadikan sebagai alat bukti,
yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang pengadilan. Akan tetapi,
apabila kasus tindak pidana tersebut berkaitan dengan timbulnya luka,
terganggunya kesehatan maupun kematian, maka persoalannya tidak
sesederhana seperti pada contoh kasus diatas.
Oleh karena luka, terganggunya kesehatan pada suatu saat akan
sembuh atau bahkan kemungkinan menjadi lebih parah. Demikian
halnya dengan korban yang meninggal, juga harus selekasnya dikubur.
Untuk mengungkap secara hukum, tentang benarkah telah terjadi
tindak pidana serta apa sesungguhnya penyebabnya dan dengan alat
apa perbuatan pidana itu dilakukan, diperlukan alat bukti yang konkrit
pada saat terjadinya tindak pidana yang bisa dipertanggung jawabkan
secara yuridis. Contohnya adalah dalam tindak pidana abortus
provokatus kriminalis.
Dalam tindak pidana abortus provokatus kriminalis, jelas Hukum
Pidana maupun Hukum Acara Pidana sebagai disipilin ilmu tentang
hukum, akan mengalami kesulitan dalam memecahkan kasus tersebut.
Hal ini dikarenakan, perbuatan abortus provokatus kriminalis tidak

hanya terkandung aspek yuridis semata, melainkan juga aspek teknis
dan aspek manusia.
Abortus provokatus kriminalis sebagai suatu persoalan teknis,
tentunya

membutuhkan

peran

disiplin

ilmu

lain,

yang

mampu

membuktikan secara teknis hubungan kausalitas antara perbuatan
dengan akibat yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan bukti-bukti
yang lain. Adapun disiplin ilmu yang dimaksud adalah Ilmu Kedokteran
Forensik. Ilmu Kedokteran Forensik merupakan cabang ilmu kedokteran
yang memanfaatkan Ilmu Kedokteran dan ilmu lain yang terkait untuk
kepentingan penegakan hukum.
Contoh kasusnya adalah dengan menggunakan metode DNA
Forensik yang merupakan cabang dari Kedokteran Forensik, yang mana
kasus yang terjadi di Malang, Jawa Timur. Mantan Wanita Tuna Susila
(WTS) asal Indonesia menikah dengan pria asal Inggris. Wanita ini
sedang dalam keadaan hamil ketika suaminya bertugas ke Thailand
selama satu tahun. Setelah masa kerjanya berakhir di Thailand, si pria
Inggris ini kembali ke Indonesia. Setelah berjalan beberapa tahun, si
pria

ingin

membawa

anaknya

ke

London,

kampung

halaman

orangtuanya. Berdasarkan aturan imigrasi Indonesia, setiap laki-laki
asing yang ingin membawa anaknya (meski anak yang resmi dari
perkawinan) harus melakukan tes DNA untuk membuktikan bahwa itu
anaknya. Setelah dilakukan tes DNA didapat hasil yang mengejutkan.
Anak itu bukan anak kandung dari wanita mantan WTS dan pria asal
Inggris itu. Usut punya usut, ternyata wanita itu mengalami keguguran
ketika ditinggal suaminya ke Thailand. Ia pun kembali ke tempat
kerjanya,

lokalisasi

WTS.

Dia

bertemu

dengan

rekannya

yang

mengalami ‘kecelakaan kerja’ sehingga rekannya itu hamil. Dia
meminta anak itu dia yang pelihara dan diakui sebagai anaknya.
b. Ilmu Kedokteran Forensik mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Keberadaan
dokter forensik atau
dokter yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak pidana,
atau tersangka pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang
mutlak dan tidak dapat diabaikan karena suatu proses penyidikan
haruslah dilakukan dan didukung oleh ilmu pengetahuan (scientific
investigation). Agar pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan
dengan baik, dokter sebagai ahli dibutuhkan berkaitan dengan fungsi
bantuan hukum, dimana segala upaya bermuara pada mencari
kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia. Dalam hal ini bantuan
yang diberikan dokter dalam bentuk keterangan ahli sebagai alat bukti

yang sah (pasal 185 KUHAP butir 1). Keterangan ahli dapat diberikan
secara tertulis (Visum et Repertum) maupun secara lisan di depan
sidang pengadilan.
Berikut ini adalah pasal-pasal dalam KUHAP yang mengatur
tentang keberadaan ahli dalam hal ini adalah untuk dokter forensik
sebagai dasar hukum beracara di persidangan :
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat
orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka
penyidik bahwa ia akan memberi keterangn menurut pengetahuannya
yang sebaik-baiknya kecuali bila
martabat,

pekerjaan,

atau

disebabkan
jabatannya

karena

harkat

serta

yang mewajibkan ia

menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan
yang diminta.
Pasal 133 KUHAP
(1) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus dilakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 179 KUHAP ayat (1)
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokteratau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.

Dokter terlibat dalam kasus persidangan karena keahlian,
pengetahuan dan area khusus yang dimilikinya untuk memberikan
bukti medis. Dokter memainkan peranan penting dan tidak terpisahkan

dalam gugatan hukum tersebut. Untuk itu dokter berhak untuk
mendapatkan

informasi

lengkap

tentang

kasus,

peran

dokter

didalamnya, dan hal lain yang mungkin diminta dalam memberikan
bukti medis berupa dokumen yang relevan dan informasi klinis
mengenai kasus kepada penyidik atau pengacara yang meminta untuk
hadir di persidangan.

Dokumen yang terkait

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Rancangan media informasi tentang makanan tradisional Peyeum Bandung

5 77 1