177309854 metode dakwah id. docx
PENDAHULUAN
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT sesuai dengan garis-garis aqida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan dakwah
ini, selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam penyampaiannya, yang mana Al-Quran
telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
Dalam menerangkan cara-cara berdakwah tersdebut, Allah SWT berfirman:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah mereka
dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang juru dakwah harus memperhatikan metode-metode
tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah dapat tercapai, yang mana susunan metode
tersebut disajikan sebagai acuan dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi.
Bab 1 Metode Hikmah
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-‘adl, al-ilm, al-Hilm,
alNubuwah, al-Qur’an, al-injil, al-Sunnah dan lain sebagainya. Hikmah juga diartikan al-‘llah,
atau alasan suatu hukum, diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat isinya.
Seseorang disebut hakim jika dia didewasakan oleh pengalaman, dan sesuatu disebut hikmah jika
sempurna.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap
terhadap pihak komunikan (obyek dakwah).[1]
Dengak kata
lain bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar
persuasife. Karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang
utama adalah bersifat informatif.
Para ulama telah mendenifisikan kata hikmah secara istilahi yang diambil dari pengertian
bahasa tersebut, antara lain:
1. Al-Hikmah; “mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal.” Al-Hikmah dari Allah adalah
mengetahui sesuatu dan menciptakannya secara sempurna. Dan hikmah bagi manusia
adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan berbuat baik.
2. Pengertian laain, hikmah adalah mengetahui suatu yang terbaik dengan pengetahuan yang
paling baik.
3. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
4. Ketepatan ucapan dan perbuatan secara bersamaan.
Ibnu Katsir menafsirkan kata hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan,
hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud metode hikmah adalah metode
meletakan sesuatu pada tempatnya, dengan demikian berarti mencakup semua teknik dakwah.
Dasar-dasar Metode Hikmah
Kelebihan metode hikmah ini nampak pada beberapa hal berikut:
1. Dari makna hikmah yang mengakomodir kedua ikmah teoritis dan praktis, dan seorang
tidak dikatakan hakim (bijak) jika tidak bisa berbuat bijak secara teoritis dan praktis.
2. Allah sendiri memilih kata hakim sebagai salah satu nama-Nya yang diulang dalam AlQur’an lebih dari 80 kali.
3. Hikmah merupakan salah satu isi hati Nabi saw. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Dibukalah atap rumahku dan akku di Makkah, lalu turunlah Jibril, lalu di belah dadaku,
kemudian dicuci dengan air zamzam, lalu ia membawa bokor emas yang berisikan
hikmah dan iman, kemudian dituangkan dalam dadaku, lalu dikukuhkannya.”(Muttafaq
Alai).
4. Diantara pekerjaan Rosululla saw. adalah mengajaarkan hikmah, “Dan dia mengajarkan
kamu hikmah dan kitab.”
5. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan metode ini: “Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan mau’idzoh hasanah” (QS. An-Nahl: 125).
6. Pemberian yang paling berharga yang di berikan kepada manusia: “Ia memberi hikmah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, barang siapa yang diberi hikmah berarti telah diberi
kebaikan yang banyak” (QS. Al-baqarah: 269)
7. Seseorang boleh iri karena hikmah yang didapat orang lain di dunia ini. Hadits Rasul
saw.: “Tidak ada iri kecuali dalam dua hal; kepada seseorang yang diberi harta oleh Allah
lalu dia bisa menguasainya dengan hak hingga tidak mengahncurkan dirinya, dan
seseorang yang diberi hikmah lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.[2]
Al-ilm yang merupakan salah satu arti bahasa dari kata hikmah, merupakan isyarat bagi manusia
untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Sebagai satu-satunya din Allah (QS. Ali
Imran: 19,85), islam adalah manhaj al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Memahami islam sebagai way of life harus terkait satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai satu tata nilai, islam tidaklah sekedar baik sebagai landasan etis dan moral, tetapi
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam segala segi kehidupan manusia.[3]
Ajaran islam bukan saja mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan , tetapi juga mendorongnya untuk mengamalkan ilmu itu di tengah
kehidupan.
“Ilmu itu ruhnya islam dan tiangnya iman; barangsiapa yang mengajarkan ilmu, maka Allah
akan menyempurnakan pahalanya. Barangsiapa belajar satu ilmu lalu mengamalkannya, maka
Allah mengajarinya ilmu pengetahuan yang belum ia ketahui sebelumnya.” (HR Abu Syaikh)
Ciri-ciri ikmah dari segi tekhnis
1. Memilih metode yang sesuai untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang tepat, karena
sering kali suatu metode hanya sesuai untuk situasi tertentu dan untuk menghadapi
kondisi tertentu saja, namun tidak sesuai pada kondisi yang lainnya. Untuk menghadapi
kondisi emosional harus menggunakan metode emosional, sebagaimana metode rasional
dipakai untuk kondisi yang rasional, demikian juga metode empirik anya bisa dipakai
pada kondisi empirik.
2. Memilih format yang cocok dari tekhnis yang dipakai. Banyak format dari satu tekhnis
dakwah, dan “hikmah” menuntut adanya pemilihan format yang sesuai untuk berbagai
situasi. Apa yang dikatakan dalam kondisi “bahagia” berbeda dengan apa yang
disampaikan pada kondisi “sedih.” Apa yang disampaikan saat kondisi “sulit dan pailit”
berbeda dengan saat “serba mudah dan makmur.” Ada tempat saat menyeru (persuasif),
ada tempat saat melarang (preventif). Bagi orang penakut misalkan, maka baik dipakai
tekhnis persuasif dan pengharapan; sedangkan bagi orang yang dikuasai ambisi dan
pengharapan, sebaiknya dengan tekhnis preventif, dst.
3. Berpedoman terhadap skala prioritas; yaitu mulai dari memberi peringatan, kemudian
nasihat, kemudian ketegasan lalu dengan tindakan keras (bil yad), ancaman dan terakhir
dengan pukulan.
Firman Allah:
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka , tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an
untuk menyusakannya. Sungguh, allah Mahatinggi, Mahabesar.
1. Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah yang dapat diamati dalam
rangka memilih tekhnis yang dipakai dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang
bodoh sangatlah berbeda dengan metode menghadapi musuh, sebagaimana metode
menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi seorang penantang yang juga
fanatic.
Bab 2 Metode Mauidzah Hasanah (nasihat)
Secara etimologis, mauidzoh merupakan bentukan dari kata wa’adza-ya’idzu-iwa’dzan dan
‘idzata; yang berarti “menasihati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan,” berarti juga
“menyuruh untuk mentaati dan memberi wasiat agar taat.”
Alhasanah merupakan lawan dari sayyiat ;maka dapat dipaami bawa mauidza dapat berupa
kebaikan, dapat juga kejahatan; hal itu tergantung pada isi yang disampaikan seseorang dalam
memberikan nasihat dan anjuran , juga tergantung pada merode yang dipakai pemberi nasihat.
Atas dasar itu, maka pengertian untuk mauidzah disertai dengan sifat kebaikan, “Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidzah hasanah…..” Karena kalau kata mauidzah dipakai
tanpa embel-embel dibelakangnya, pengertiannya harus dipaami sebagai mauidzah hasanah;
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Maka berilah ia nasihat yang baik, lalu biarkan dia tidur sendirian, lalu
dia…….”
pukullah
Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehatnasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau
argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang
disampaikan oleh subyek.[4]
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al
Hasanah adalah Mauidzah Ilahiyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru /mengajak manusia
kepada jalan kebaikan (ma yad’u ila al shale) dengan cara rangsangan ,enimbulkan cinta
(raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada (rahbah).[5]
Cukup sederhana, teetapi mengandung ke dalam uraian yang cukup luas, karena raghbah dan
rahbah yang dimaksudkan ole Syaikh al Islam itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan
manfaat ganda di dalam kehidupan yang wajar dan sehat (to satisty emosional needs and gain
stability of life) sehingga di dalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa
seruan agama (islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya. Mereka tidak
merasa tersinggung atau merasa dirinya dipaksa menerima suatu gagasan atau ide tertentu.
Upaya untuk menghindari rasa tersinggung atau paksaan ini tercermin dalam ayat Al-Quran:
..………فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لنفضوا من حولك
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu…….
Dan bawha aktifitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoism
adala warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan idea-ideanya untuk
mempengaruhi orang lain secara persuasive dan bahkan coersive (memaksa).
Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional.
Maksudnya sebagai subyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari
obyek dakwah berupa frame of reference (kerangka berpikir) dan field experience (lingkup
pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya). Dalam hal ini Nabi memberikan
petunjuk melalui sabdanya:
.خا طبوا الناس علي قدر عقولهم
“Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya”.
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da’I diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang factual berupa mauidzah hasanah agar
pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran teradap rangsangan, psikologis yang
mempengaruhi dirinya.
Dan kemudian Metode Mauidzah Hasanah ini memiliki beberapa dasar yang menjadi acuan
supaya melaksanakan metode ini diantaranya:
1. Ada perintah yang jelas untuk menggunakan metode tersebut:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah…………………………..”
{63:وعظهم وقل لهم في انفسهم قول بلبغا }النساء
“Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada jiwa mereka, perkataan
yang mengena.”
1. Rasululah saw. Menjadikan nasihat sebagaidasar agama, dengan sabdanya: “Agama
adalah nasihat” dan nasihat adalah sini\onim dari mauidzah hasanah sebagaimana telah
diungkap dahulu.
2. Rasululas saw. membai’at sahabat agar member nasihat kepada setiap muslim, dalam
hadits diungkapkan, “Aku dibai’at pleh Rasululah saw. untuk mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat dan member nasihat kepada seluruh muslim.”
3. Para Nabi menggunakannya , sebagaimana diceriatakan dari Nuh as.
وانصح لكم
“….Dan aku menasihati kamu sekalian.”
{68:وانا لكم ناصح امين }العراف
“Aku adalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya.”
Bab 3 Metode Berdebat
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen. Di sini, berarti berusaha untuk
menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang sangat kuat terhadap lawan
bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen dengan gigih.
Secara epistemologis, berdebat sebagaimana didefinisikan para ulama adalah:
1. Usaha yang dilakukan seseorang dalam mempertahankan argumen untuk menghadapi
lawan bicaranya.
2. Cara yang berhubungan dengan pengukuhan pendapat atau madzhab.
3. Membandingkan berbagai dalil atau landasan untuk mencari yang paling tepat.
Perdebatan memiliki dua sifat; dengan cara baik dan dengan cara yang tidak baik. Sebagaimana
firman Allah:
{125:وجادلهم باالتي هي أحسن }النحل
“Debatlah mereka dengan cara yang lebi baik.”
{56:ويجادل الذين كفروا باالباطل ليدحضوا به الحق }الكهف
“Dan orang kafir mendebat dengan alas an yang bathil untuk melenyapkan kebenaran…”
Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik
sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai
salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode
dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau
dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan
mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2. Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap
dihargai dan dihormati.[6]
Dasar-dasar Metode Perdebatan
1. Debat merupakan fitrah manusia. Dari sini manusia bisa dilihat menjadi dua kategori;
baik dan tidak baik. Jika dilihat dari sifatnya, apakah dia membantah teradap kebenaran
atau sebaliknya.
{54:وكان النسان أكثر شيئ دجددل }الكهف
“Adalah tabiat manusia dalam banyak hal selalu membanta”
{6:يجادلونك في الحق بعد ما تبين }النفال
“Mereka membantahmu setelah mendengar kebenaran yang nyata.”
1. Allah memerintahkan untuk menggunakan metode berdebat. Firman Allah:
{46:ول نجادلوا أهل الكتاب إل با التي هي أحسن }العنكبوت
“Dan janganlah kamu mendebat ahlul- kitab kecuali dengan cara dan alas an yang terbaik…”
1. Metode ini digunakan oleh para Nabi dalam dakwah mereka:
Ini dapat dilihat dari kisah yang diceritakan Allah dalam al-Quran tentang Nabi Nuh as. Ayatnya
sebagai berikut:
{32:قالوا يا نوح قد جادلتنا فأكثرت ججدالنا }هود
“Hai nuh, kamu telah mendebat kami, mendebat kami dalam banyak hal….”
1. 4.
Dipakai dalam dakwah; sejak masa Rasul hingga sekarang.
Metode ini dipakai sejak masa sahabat hingga sekarang, para ulama salaf menggunakannya
dengan baik, dan mereka menghindari perbuatan debat yang tercela.
Dalam hal ini selayaknya orang yang melaksanakan kegiatan dakwah harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan metode ini meliputi:
1. Kemampuan Berkomunikasi
2. Kemampuan Menguasai Diri
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
4. Kemampuan Kengetahuan Kependidikan
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
6. Pengetahuan di Bidang Ilmu al-Quran
7. Kemampuan Membaca Al-Quran dengan fasih
8. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits
9. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Umum[7]
Dari beberapa keterangan diatas, setidaknya juru dakwah dapat membekali dirinya dengan
mantap, sehingga dapat menggunakan metode ini dengan baik.
Metode keteladanan (Qudwah Hasanah)
Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik. Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).
Dalam islam, qudwah hasanah dapat dibedakan pada dua bagian;
1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma’shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:
{21:لقد كان لكم في رسول لله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الخر وذكر الله كثيرا }الحزاب
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.
Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar. Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.
KESIMPULAN
Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Alquran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orangorang yang shalih.
Metode Dakwah
23 Desember 2012 by azizululazmi
Makalah, Metode Dakwah.
PENDAHULUAN
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT sesuai dengan garis-garis aqida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan dakwah
ini, selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam penyampaiannya, yang mana Al-Quran
telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
Dalam menerangkan cara-cara berdakwah tersdebut, Allah SWT berfirman:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah mereka
dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang juru dakwah harus memperhatikan metode-metode
tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah dapat tercapai, yang mana susunan metode
tersebut disajikan sebagai acuan dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi.
Bab 1 Metode Hikmah
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-‘adl, al-ilm, al-Hilm,
alNubuwah, al-Qur’an, al-injil, al-Sunnah dan lain sebagainya. Hikmah juga diartikan al-‘llah,
atau alasan suatu hukum, diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat
isinya.Seseorang disebut hakim jika dia didewasakan oleh pengalaman, dan sesuatu disebut
hikmah jika sempurna.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap
terhadap pihak komunikan (obyek dakwah).[1]
Dengak kata
lain bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar
persuasife. Karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang
utama adalah bersifat informatif.
Para ulama telah mendenifisikan kata hikmah secara istilahi yang diambil dari pengertian
bahasa tersebut, antara lain:
1. Al-Hikmah; “mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal.” Al-Hikmah dari Allah adalah
mengetahui sesuatu dan menciptakannya secara sempurna. Dan hikmah bagi manusia
adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan berbuat baik.
2. Pengertian laain, hikmah adalah mengetahui suatu yang terbaik dengan pengetahuan yang
paling baik.
3. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
4. Ketepatan ucapan dan perbuatan secara bersamaan.
Ibnu Katsir menafsirkan kata hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan,
hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud metode hikmah adalah metode
meletakan sesuatu pada tempatnya, dengan demikian berarti mencakup semua teknik dakwah.
Dasar-dasar Metode Hikmah
Kelebihan metode hikmah ini nampak pada beberapa hal berikut:
1. Dari makna hikmah yang mengakomodir kedua ikmah teoritis dan praktis, dan seorang
tidak dikatakan hakim (bijak) jika tidak bisa berbuat bijak secara teoritis dan praktis.
2. Allah sendiri memilih kata hakim sebagai salah satu nama-Nya yang diulang dalam AlQur’an lebih dari 80 kali.
3. Hikmah merupakan salah satu isi hati Nabi saw. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Dibukalah atap rumahku dan akku di Makkah, lalu turunlah Jibril, lalu di belah dadaku,
kemudian dicuci dengan air zamzam, lalu ia membawa bokor emas yang berisikan
hikmah dan iman, kemudian dituangkan dalam dadaku, lalu dikukuhkannya.”(Muttafaq
Alai).
4. Diantara pekerjaan Rosululla saw. adalah mengajaarkan hikmah, “Dan dia mengajarkan
kamu hikmah dan kitab.”
5. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan metode ini: “Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan mau’idzoh hasanah” (QS. An-Nahl: 125).
6. Pemberian yang paling berharga yang di berikan kepada manusia: “Ia memberi hikmah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, barang siapa yang diberi hikmah berarti telah diberi
kebaikan yang banyak” (QS. Al-baqarah: 269)
7. Seseorang boleh iri karena hikmah yang didapat orang lain di dunia ini. Hadits Rasul
saw.: “Tidak ada iri kecuali dalam dua hal; kepada seseorang yang diberi harta oleh Allah
lalu dia bisa menguasainya dengan hak hingga tidak mengahncurkan dirinya, dan
seseorang yang diberi hikmah lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.[2]
Al-ilm yang merupakan salah satu arti bahasa dari kata hikmah, merupakan isyarat bagi manusia
untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Sebagai satu-satunya din Allah (QS. Ali
Imran: 19,85), islam adalah manhaj al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Memahami islam sebagai way of life harus terkait satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai satu tata nilai, islam tidaklah sekedar baik sebagai landasan etis dan moral, tetapi
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam segala segi kehidupan manusia.[3]
Ajaran islam bukan saja mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan , tetapi juga mendorongnya untuk mengamalkan ilmu itu di tengah
kehidupan.
“Ilmu itu ruhnya islam dan tiangnya iman; barangsiapa yang mengajarkan ilmu, maka Allah
akan menyempurnakan pahalanya. Barangsiapa belajar satu ilmu lalu mengamalkannya, maka
Allah mengajarinya ilmu pengetahuan yang belum ia ketahui sebelumnya.”(HR Abu Syaikh)
Ciri-ciri ikmah dari segi tekhnis
1. Memilih metode yang sesuai untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang tepat, karena
sering kali suatu metode hanya sesuai untuk situasi tertentu dan untuk menghadapi
kondisi tertentu saja, namun tidak sesuai pada kondisi yang lainnya. Untuk menghadapi
kondisi emosional harus menggunakan metode emosional, sebagaimana metode rasional
dipakai untuk kondisi yang rasional, demikian juga metode empirik anya bisa dipakai
pada kondisi empirik.
2. Memilih format yang cocok dari tekhnis yang dipakai. Banyak format dari satu tekhnis
dakwah, dan “hikmah” menuntut adanya pemilihan format yang sesuai untuk berbagai
situasi. Apa yang dikatakan dalam kondisi “bahagia” berbeda dengan apa yang
disampaikan pada kondisi “sedih.” Apa yang disampaikan saat kondisi “sulit dan pailit”
berbeda dengan saat “serba mudah dan makmur.” Ada tempat saat menyeru (persuasif),
ada tempat saat melarang (preventif). Bagi orang penakut misalkan, maka baik dipakai
tekhnis persuasif dan pengharapan; sedangkan bagi orang yang dikuasai ambisi dan
pengharapan, sebaiknya dengan tekhnis preventif, dst.
3. Berpedoman terhadap skala prioritas; yaitu mulai dari memberi peringatan, kemudian
nasihat, kemudian ketegasan lalu dengan tindakan keras (bil yad), ancaman dan terakhir
dengan pukulan.
Firman Allah:
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka , tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an
untuk menyusakannya. Sungguh, allah Mahatinggi, Mahabesar.
1. Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah yang dapat diamati dalam
rangka memilih tekhnis yang dipakai dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang
bodoh sangatlah berbeda dengan metode menghadapi musuh, sebagaimana metode
menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi seorang penantang yang juga
fanatic.
Bab 2 Metode Mauidzah Hasanah (nasihat)
Secara etimologis, mauidzoh merupakan bentukan dari kata wa’adza-ya’idzu-iwa’dzan dan
‘idzata; yang berarti “menasihati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan,” berarti juga
“menyuruh untuk mentaati dan memberi wasiat agar taat.”
Alhasanah merupakan lawan dari sayyiat ;maka dapat dipaami bawa mauidza dapat berupa
kebaikan, dapat juga kejahatan; hal itu tergantung pada isi yang disampaikan seseorang dalam
memberikan nasihat dan anjuran , juga tergantung pada merode yang dipakai pemberi nasihat.
Atas dasar itu, maka pengertian untuk mauidzah disertai dengan sifat kebaikan, “Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidzah hasanah…..” Karena kalau kata mauidzah dipakai
tanpa embel-embel dibelakangnya, pengertiannya harus dipaami sebagai mauidzah hasanah;
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Maka berilah ia nasihat yang baik, lalu biarkan dia tidur sendirian, lalu
dia…….”
pukullah
Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehatnasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau
argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang
disampaikan oleh subyek.[4]
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al
Hasanah adalah Mauidzah Ilahiyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru /mengajak manusia
kepada jalan kebaikan (ma yad’u ila al shale) dengan cara rangsangan ,enimbulkan cinta
(raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada (rahbah).[5]
Cukup sederhana, teetapi mengandung ke dalam uraian yang cukup luas, karena raghbah dan
rahbah yang dimaksudkan ole Syaikh al Islam itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan
manfaat ganda di dalam kehidupan yang wajar dan sehat (to satisty emosional needs and gain
stability of life) sehingga di dalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa
seruan agama (islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya. Mereka tidak
merasa tersinggung atau merasa dirinya dipaksa menerima suatu gagasan atau ide tertentu.
Upaya untuk menghindari rasa tersinggung atau paksaan ini tercermin dalam ayat Al-Quran:
..………فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لنفضوا من حولك
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu…….
Dan bawha aktifitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoism
adala warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan idea-ideanya untuk
mempengaruhi orang lain secara persuasive dan bahkan coersive (memaksa).
Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional.
Maksudnya sebagai subyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari
obyek dakwah berupa frame of reference (kerangka berpikir) dan field experience (lingkup
pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya). Dalam hal ini Nabi memberikan
petunjuk melalui sabdanya:
.خا طبوا الناس علي قدر عقولهم
“Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya”.
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da’I diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang factual berupa mauidzah hasanah agar
pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran teradap rangsangan, psikologis yang
mempengaruhi dirinya.
Dan kemudian Metode Mauidzah Hasanah ini memiliki beberapa dasar yang menjadi acuan
supaya melaksanakan metode ini diantaranya:
1. Ada perintah yang jelas untuk menggunakan metode tersebut:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah…………………………..”
{63:وعظهم وقل لهم في انفسهم قول بلبغا }النساء
“Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada jiwa mereka, perkataan
yang mengena.”
1. Rasululah saw. Menjadikan nasihat sebagaidasar agama, dengan sabdanya: “Agama
adalah nasihat” dan nasihat adalah sini\onim dari mauidzah hasanah sebagaimana telah
diungkap dahulu.
2. Rasululas saw. membai’at sahabat agar member nasihat kepada setiap muslim, dalam
hadits diungkapkan, “Aku dibai’at pleh Rasululah saw. untuk mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat dan member nasihat kepada seluruh muslim.”
3. Para Nabi menggunakannya , sebagaimana diceriatakan dari Nuh as.
وانصح لكم
“….Dan aku menasihati kamu sekalian.”
{68:وانا لكم ناصح امين }العراف
“Aku adalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya.”
Bab 3 Metode Berdebat
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen.Di sini, berarti berusaha untuk
menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang sangat kuat terhadap lawan
bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen dengan gigih.
Secara epistemologis, berdebat sebagaimana didefinisikan para ulama adalah:
1. Usaha yang dilakukan seseorang dalam mempertahankan argumen untuk menghadapi
lawan bicaranya.
2. Cara yang berhubungan dengan pengukuhan pendapat atau madzhab.
3. Membandingkan berbagai dalil atau landasan untuk mencari yang paling tepat.
Perdebatan memiliki dua sifat; dengan cara baik dan dengan cara yang tidak baik. Sebagaimana
firman Allah:
{125:وجادلهم باالتي هي أحسن }النحل
“Debatlah mereka dengan cara yang lebi baik.”
{56:ويجادل الذين كفروا باالباطل ليدحضوا به الحق }الكهف
“Dan orang kafir mendebat dengan alas an yang bathil untuk melenyapkan kebenaran…”
Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik
sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai
salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode
dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau
dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan
mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2. Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap
dihargai dan dihormati.[6]
Dasar-dasar Metode Perdebatan
1. Debat merupakan fitrah manusia. Dari sini manusia bisa dilihat menjadi dua kategori;
baik dan tidak baik. Jika dilihat dari sifatnya, apakah dia membantah teradap kebenaran
atau sebaliknya.
{54:وكان النسان أكثر شيئ دجددل }الكهف
“Adalah tabiat manusia dalam banyak hal selalu membanta”
{6:يجادلونك في الحق بعد ما تبين }النفال
“Mereka membantahmu setelah mendengar kebenaran yang nyata.”
1. Allah memerintahkan untuk menggunakan metode berdebat. Firman Allah:
{46:ول نجادلوا أهل الكتاب إل با التي هي أحسن }العنكبوت
“Dan janganlah kamu mendebat ahlul- kitab kecuali dengan cara dan alas an yang terbaik…”
1. Metode ini digunakan oleh para Nabi dalam dakwah mereka:
Ini dapat dilihat dari kisah yang diceritakan Allah dalam al-Quran tentang Nabi Nuh as. Ayatnya
sebagai berikut:
{32:قالوا يا نوح قد جادلتنا فأكثرت ججدالنا }هود
“Hai nuh, kamu telah mendebat kami, mendebat kami dalam banyak hal….”
1. 4.
Dipakai dalam dakwah; sejak masa Rasul hingga sekarang.
Metode ini dipakai sejak masa sahabat hingga sekarang, para ulama salaf menggunakannya
dengan baik, dan mereka menghindari perbuatan debat yang tercela.
Dalam hal ini selayaknya orang yang melaksanakan kegiatan dakwah harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan metode ini meliputi:
1. Kemampuan Berkomunikasi
2. Kemampuan Menguasai Diri
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
4. Kemampuan Kengetahuan Kependidikan
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
6. Pengetahuan di Bidang Ilmu al-Quran
7. Kemampuan Membaca Al-Quran dengan fasih
8. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits
9. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Umum[7]
Dari beberapa keterangan diatas, setidaknya juru dakwah dapat membekali dirinya dengan
mantap, sehingga dapat menggunakan metode ini dengan baik.
Metode keteladanan (Qudwah Hasanah)
Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik.Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).
Dalam islam, qudwah hasanah dapat dibedakan pada dua bagian;
1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma’shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:
{21:لقد كان لكم في رسول لله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الخر وذكر الله كثيرا }الحزاب
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.
Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar.Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.
KESIMPULAN
Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Alquran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orangorang yang shalih.
Metode Dakwah Islam yang
Benar
A. Definisi Dakwah
Dakwah artinya: Penyiaran, propaganda, seruan untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran
agama. Dakwah juga berarti suatu proses upaya mengubah suatu situasi kepada situasi lain yang
lebih baik sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia kejalan Allah Subhanahu wa
Ta’ala, yaitu agama Islam.
Menurut Al-Qur’an, dakwah adalah : Menyampaikan kebenaran di jalan Allah Subhanahu wa
Ta’ala سبيل ربكdengan metode بالحكمة والمو عظة الحسنة
Propaganda, mengajak atau menyampaikan sesuatu dapat disebut dakwah jika metode yang
digunakan sesuai dengan ayat di atas, yaitu; Bilhikmah dan Mau’idzah Hasanah. Sedangkan
yang menetukan hasil dari dakwah adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sedangkan kata dakwah menurut pendapat para ahli ulama adalah :
1.
Menurut Syeh Al-babiy al-khuli, dakwah adalah upaya memindahkan situasi manusia
kepada situasi yang lebih baik.
2.
Pendapat Syekh Ali Mahfudz,
“dakwahadalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,
menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka
mendapatkebahagiaan di dunia dan akhirat”
Maka, dari pernyataan diatas, dapat saya disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu ajakan untuk
mengajak umatnya untuk melakukan hal yang baik atau mendekatkan diri kepada allah.
B. Pengertian Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan, cara).
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, dalam bahasa Arab
disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam Kamus
Bahasa Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik baik untuk maksud (dalam
ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkanpelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang disebut dengan metode adalah suatu cara yang sudah diatur dangan
petimbangan yang matang untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode dakwahberarti : Suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan Sunnah
dengan sistematis sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Berhubung dengan pengertian diatas, maka metode yang digunakan dalam mengajak
haruslah sesuai dengan konsidisi maupun tujuan yang akan dicapai. Pemakaian metode atau cara
yang tidak benar merupakan keberhasilan dari dakwah itu sendirii. Namun bila metode yang
digunakn dalam menyampaikannya tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak
diharapkan.
C. Bentuk Bentuk Metode Dakwah
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah
dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang
orang yang mendapat petunjuk”
Ayat ini mennjelaskan, sekurang kurangnya ada tiga cara atu metode dalam dakwah,
yakni Metode Dakwah Al-Hikmah, Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah dan Metode
Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan. Ketiga metode dakwah dapat dipergunakan sesuai
dengan objek yang dihadapi oleh seorang da’I atau da’iyah di medan dakwahnya.
a)
Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan
kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta’ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur’an dan Injil
memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
pengetahuan atau ma’rifat.
Menurut istilah Syar’i:
valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya,
wara’ dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas
dan tepat.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
1.
Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu;
Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan
dapat menghilangkan keragu-raguan.
2.
Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di
dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak
makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang
memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama
dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga
mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
3.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
Artinya: Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
4.
Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti
benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran.
Selanjutnya Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni
ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
5.
Sedangkan menurut Moh. Natsir mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata
ilmu.Ia adalah ilmu yang sehat dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa,
sehingga menjadi daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna
kalau dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan efektif.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da’I
dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.di samping itu
juga, al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta
realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, alhikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah.Dalam
menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar belakang budaya,
para da’I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan mampu masuk ke
ruang hati para mad’u dengan tepat.Oleh karena itu para da’I dituntut untuk mampu mengerti
dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da’I juga
akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen.
Kemampuan da’I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama
dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya
adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da’i yang sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata.Pemilihan kata adalah
hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.Da’I tidak boleh hanya sekedar menyampaikan
ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah orang yang pertama yang
mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk mrnjadi contoh nyata umatnya
dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan oleh seorang
da’i.dengan amalan nyata yang bisa langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da’I tidak terlalu
sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari
sekedar berbicara.
Hikmah merupakan suatu term karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub dalam
QS.An- Nahl ayat 125.Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat
dari metode dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti langkah-langkah yang
mengandung hikmah.Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada
para da’I yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak
manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat tersebut
juga mengisyaratkan bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak
mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan
kerja yang sedang dihadapi.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka ia merupakan peringatan
kepada para da’I untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus
menggunkan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat
terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode dakwahnya monoton.
Ada sekelompok orang yang hanya memerlukan iklim dakwah yang penuh gairah dan berapi-api,
sementara kelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’I dalam berdakwah. Karena
dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah
dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Kesimpulannya hikmah bukan hanya sebuah
pendekatan satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa pendekatan dalam sebuah metode.
Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata mad’u” akan tetapi juga
“Bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu” tetapi juga
“toleran yang tanpa kehilangan sibghah”.Hikmah bukan hanya dalam kontek “memilih kata
yang tepat” tetapi juga “cara berpisah”.Dan akhirnya hikmah adalah uswatun hasanah serta
lisanul hal.
b)
Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Term mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara
seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah mau’idzah hasanah mendapat
porsi khusus dengan arti “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya
menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah
paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.
Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah.Kata
mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang berarti nasihat,
bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah
sebagai berikut: Al-Mau’idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembu
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT sesuai dengan garis-garis aqida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan dakwah
ini, selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam penyampaiannya, yang mana Al-Quran
telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
Dalam menerangkan cara-cara berdakwah tersdebut, Allah SWT berfirman:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah mereka
dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang juru dakwah harus memperhatikan metode-metode
tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah dapat tercapai, yang mana susunan metode
tersebut disajikan sebagai acuan dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi.
Bab 1 Metode Hikmah
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-‘adl, al-ilm, al-Hilm,
alNubuwah, al-Qur’an, al-injil, al-Sunnah dan lain sebagainya. Hikmah juga diartikan al-‘llah,
atau alasan suatu hukum, diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat isinya.
Seseorang disebut hakim jika dia didewasakan oleh pengalaman, dan sesuatu disebut hikmah jika
sempurna.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap
terhadap pihak komunikan (obyek dakwah).[1]
Dengak kata
lain bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar
persuasife. Karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang
utama adalah bersifat informatif.
Para ulama telah mendenifisikan kata hikmah secara istilahi yang diambil dari pengertian
bahasa tersebut, antara lain:
1. Al-Hikmah; “mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal.” Al-Hikmah dari Allah adalah
mengetahui sesuatu dan menciptakannya secara sempurna. Dan hikmah bagi manusia
adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan berbuat baik.
2. Pengertian laain, hikmah adalah mengetahui suatu yang terbaik dengan pengetahuan yang
paling baik.
3. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
4. Ketepatan ucapan dan perbuatan secara bersamaan.
Ibnu Katsir menafsirkan kata hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan,
hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud metode hikmah adalah metode
meletakan sesuatu pada tempatnya, dengan demikian berarti mencakup semua teknik dakwah.
Dasar-dasar Metode Hikmah
Kelebihan metode hikmah ini nampak pada beberapa hal berikut:
1. Dari makna hikmah yang mengakomodir kedua ikmah teoritis dan praktis, dan seorang
tidak dikatakan hakim (bijak) jika tidak bisa berbuat bijak secara teoritis dan praktis.
2. Allah sendiri memilih kata hakim sebagai salah satu nama-Nya yang diulang dalam AlQur’an lebih dari 80 kali.
3. Hikmah merupakan salah satu isi hati Nabi saw. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Dibukalah atap rumahku dan akku di Makkah, lalu turunlah Jibril, lalu di belah dadaku,
kemudian dicuci dengan air zamzam, lalu ia membawa bokor emas yang berisikan
hikmah dan iman, kemudian dituangkan dalam dadaku, lalu dikukuhkannya.”(Muttafaq
Alai).
4. Diantara pekerjaan Rosululla saw. adalah mengajaarkan hikmah, “Dan dia mengajarkan
kamu hikmah dan kitab.”
5. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan metode ini: “Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan mau’idzoh hasanah” (QS. An-Nahl: 125).
6. Pemberian yang paling berharga yang di berikan kepada manusia: “Ia memberi hikmah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, barang siapa yang diberi hikmah berarti telah diberi
kebaikan yang banyak” (QS. Al-baqarah: 269)
7. Seseorang boleh iri karena hikmah yang didapat orang lain di dunia ini. Hadits Rasul
saw.: “Tidak ada iri kecuali dalam dua hal; kepada seseorang yang diberi harta oleh Allah
lalu dia bisa menguasainya dengan hak hingga tidak mengahncurkan dirinya, dan
seseorang yang diberi hikmah lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.[2]
Al-ilm yang merupakan salah satu arti bahasa dari kata hikmah, merupakan isyarat bagi manusia
untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Sebagai satu-satunya din Allah (QS. Ali
Imran: 19,85), islam adalah manhaj al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Memahami islam sebagai way of life harus terkait satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai satu tata nilai, islam tidaklah sekedar baik sebagai landasan etis dan moral, tetapi
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam segala segi kehidupan manusia.[3]
Ajaran islam bukan saja mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan , tetapi juga mendorongnya untuk mengamalkan ilmu itu di tengah
kehidupan.
“Ilmu itu ruhnya islam dan tiangnya iman; barangsiapa yang mengajarkan ilmu, maka Allah
akan menyempurnakan pahalanya. Barangsiapa belajar satu ilmu lalu mengamalkannya, maka
Allah mengajarinya ilmu pengetahuan yang belum ia ketahui sebelumnya.” (HR Abu Syaikh)
Ciri-ciri ikmah dari segi tekhnis
1. Memilih metode yang sesuai untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang tepat, karena
sering kali suatu metode hanya sesuai untuk situasi tertentu dan untuk menghadapi
kondisi tertentu saja, namun tidak sesuai pada kondisi yang lainnya. Untuk menghadapi
kondisi emosional harus menggunakan metode emosional, sebagaimana metode rasional
dipakai untuk kondisi yang rasional, demikian juga metode empirik anya bisa dipakai
pada kondisi empirik.
2. Memilih format yang cocok dari tekhnis yang dipakai. Banyak format dari satu tekhnis
dakwah, dan “hikmah” menuntut adanya pemilihan format yang sesuai untuk berbagai
situasi. Apa yang dikatakan dalam kondisi “bahagia” berbeda dengan apa yang
disampaikan pada kondisi “sedih.” Apa yang disampaikan saat kondisi “sulit dan pailit”
berbeda dengan saat “serba mudah dan makmur.” Ada tempat saat menyeru (persuasif),
ada tempat saat melarang (preventif). Bagi orang penakut misalkan, maka baik dipakai
tekhnis persuasif dan pengharapan; sedangkan bagi orang yang dikuasai ambisi dan
pengharapan, sebaiknya dengan tekhnis preventif, dst.
3. Berpedoman terhadap skala prioritas; yaitu mulai dari memberi peringatan, kemudian
nasihat, kemudian ketegasan lalu dengan tindakan keras (bil yad), ancaman dan terakhir
dengan pukulan.
Firman Allah:
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka , tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an
untuk menyusakannya. Sungguh, allah Mahatinggi, Mahabesar.
1. Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah yang dapat diamati dalam
rangka memilih tekhnis yang dipakai dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang
bodoh sangatlah berbeda dengan metode menghadapi musuh, sebagaimana metode
menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi seorang penantang yang juga
fanatic.
Bab 2 Metode Mauidzah Hasanah (nasihat)
Secara etimologis, mauidzoh merupakan bentukan dari kata wa’adza-ya’idzu-iwa’dzan dan
‘idzata; yang berarti “menasihati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan,” berarti juga
“menyuruh untuk mentaati dan memberi wasiat agar taat.”
Alhasanah merupakan lawan dari sayyiat ;maka dapat dipaami bawa mauidza dapat berupa
kebaikan, dapat juga kejahatan; hal itu tergantung pada isi yang disampaikan seseorang dalam
memberikan nasihat dan anjuran , juga tergantung pada merode yang dipakai pemberi nasihat.
Atas dasar itu, maka pengertian untuk mauidzah disertai dengan sifat kebaikan, “Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidzah hasanah…..” Karena kalau kata mauidzah dipakai
tanpa embel-embel dibelakangnya, pengertiannya harus dipaami sebagai mauidzah hasanah;
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Maka berilah ia nasihat yang baik, lalu biarkan dia tidur sendirian, lalu
dia…….”
pukullah
Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehatnasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau
argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang
disampaikan oleh subyek.[4]
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al
Hasanah adalah Mauidzah Ilahiyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru /mengajak manusia
kepada jalan kebaikan (ma yad’u ila al shale) dengan cara rangsangan ,enimbulkan cinta
(raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada (rahbah).[5]
Cukup sederhana, teetapi mengandung ke dalam uraian yang cukup luas, karena raghbah dan
rahbah yang dimaksudkan ole Syaikh al Islam itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan
manfaat ganda di dalam kehidupan yang wajar dan sehat (to satisty emosional needs and gain
stability of life) sehingga di dalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa
seruan agama (islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya. Mereka tidak
merasa tersinggung atau merasa dirinya dipaksa menerima suatu gagasan atau ide tertentu.
Upaya untuk menghindari rasa tersinggung atau paksaan ini tercermin dalam ayat Al-Quran:
..………فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لنفضوا من حولك
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu…….
Dan bawha aktifitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoism
adala warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan idea-ideanya untuk
mempengaruhi orang lain secara persuasive dan bahkan coersive (memaksa).
Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional.
Maksudnya sebagai subyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari
obyek dakwah berupa frame of reference (kerangka berpikir) dan field experience (lingkup
pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya). Dalam hal ini Nabi memberikan
petunjuk melalui sabdanya:
.خا طبوا الناس علي قدر عقولهم
“Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya”.
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da’I diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang factual berupa mauidzah hasanah agar
pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran teradap rangsangan, psikologis yang
mempengaruhi dirinya.
Dan kemudian Metode Mauidzah Hasanah ini memiliki beberapa dasar yang menjadi acuan
supaya melaksanakan metode ini diantaranya:
1. Ada perintah yang jelas untuk menggunakan metode tersebut:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah…………………………..”
{63:وعظهم وقل لهم في انفسهم قول بلبغا }النساء
“Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada jiwa mereka, perkataan
yang mengena.”
1. Rasululah saw. Menjadikan nasihat sebagaidasar agama, dengan sabdanya: “Agama
adalah nasihat” dan nasihat adalah sini\onim dari mauidzah hasanah sebagaimana telah
diungkap dahulu.
2. Rasululas saw. membai’at sahabat agar member nasihat kepada setiap muslim, dalam
hadits diungkapkan, “Aku dibai’at pleh Rasululah saw. untuk mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat dan member nasihat kepada seluruh muslim.”
3. Para Nabi menggunakannya , sebagaimana diceriatakan dari Nuh as.
وانصح لكم
“….Dan aku menasihati kamu sekalian.”
{68:وانا لكم ناصح امين }العراف
“Aku adalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya.”
Bab 3 Metode Berdebat
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen. Di sini, berarti berusaha untuk
menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang sangat kuat terhadap lawan
bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen dengan gigih.
Secara epistemologis, berdebat sebagaimana didefinisikan para ulama adalah:
1. Usaha yang dilakukan seseorang dalam mempertahankan argumen untuk menghadapi
lawan bicaranya.
2. Cara yang berhubungan dengan pengukuhan pendapat atau madzhab.
3. Membandingkan berbagai dalil atau landasan untuk mencari yang paling tepat.
Perdebatan memiliki dua sifat; dengan cara baik dan dengan cara yang tidak baik. Sebagaimana
firman Allah:
{125:وجادلهم باالتي هي أحسن }النحل
“Debatlah mereka dengan cara yang lebi baik.”
{56:ويجادل الذين كفروا باالباطل ليدحضوا به الحق }الكهف
“Dan orang kafir mendebat dengan alas an yang bathil untuk melenyapkan kebenaran…”
Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik
sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai
salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode
dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau
dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan
mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2. Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap
dihargai dan dihormati.[6]
Dasar-dasar Metode Perdebatan
1. Debat merupakan fitrah manusia. Dari sini manusia bisa dilihat menjadi dua kategori;
baik dan tidak baik. Jika dilihat dari sifatnya, apakah dia membantah teradap kebenaran
atau sebaliknya.
{54:وكان النسان أكثر شيئ دجددل }الكهف
“Adalah tabiat manusia dalam banyak hal selalu membanta”
{6:يجادلونك في الحق بعد ما تبين }النفال
“Mereka membantahmu setelah mendengar kebenaran yang nyata.”
1. Allah memerintahkan untuk menggunakan metode berdebat. Firman Allah:
{46:ول نجادلوا أهل الكتاب إل با التي هي أحسن }العنكبوت
“Dan janganlah kamu mendebat ahlul- kitab kecuali dengan cara dan alas an yang terbaik…”
1. Metode ini digunakan oleh para Nabi dalam dakwah mereka:
Ini dapat dilihat dari kisah yang diceritakan Allah dalam al-Quran tentang Nabi Nuh as. Ayatnya
sebagai berikut:
{32:قالوا يا نوح قد جادلتنا فأكثرت ججدالنا }هود
“Hai nuh, kamu telah mendebat kami, mendebat kami dalam banyak hal….”
1. 4.
Dipakai dalam dakwah; sejak masa Rasul hingga sekarang.
Metode ini dipakai sejak masa sahabat hingga sekarang, para ulama salaf menggunakannya
dengan baik, dan mereka menghindari perbuatan debat yang tercela.
Dalam hal ini selayaknya orang yang melaksanakan kegiatan dakwah harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan metode ini meliputi:
1. Kemampuan Berkomunikasi
2. Kemampuan Menguasai Diri
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
4. Kemampuan Kengetahuan Kependidikan
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
6. Pengetahuan di Bidang Ilmu al-Quran
7. Kemampuan Membaca Al-Quran dengan fasih
8. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits
9. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Umum[7]
Dari beberapa keterangan diatas, setidaknya juru dakwah dapat membekali dirinya dengan
mantap, sehingga dapat menggunakan metode ini dengan baik.
Metode keteladanan (Qudwah Hasanah)
Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik. Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).
Dalam islam, qudwah hasanah dapat dibedakan pada dua bagian;
1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma’shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:
{21:لقد كان لكم في رسول لله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الخر وذكر الله كثيرا }الحزاب
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.
Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar. Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.
KESIMPULAN
Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Alquran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orangorang yang shalih.
Metode Dakwah
23 Desember 2012 by azizululazmi
Makalah, Metode Dakwah.
PENDAHULUAN
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT sesuai dengan garis-garis aqida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan dakwah
ini, selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam penyampaiannya, yang mana Al-Quran
telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
Dalam menerangkan cara-cara berdakwah tersdebut, Allah SWT berfirman:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah mereka
dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa seorang juru dakwah harus memperhatikan metode-metode
tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah dapat tercapai, yang mana susunan metode
tersebut disajikan sebagai acuan dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi.
Bab 1 Metode Hikmah
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-‘adl, al-ilm, al-Hilm,
alNubuwah, al-Qur’an, al-injil, al-Sunnah dan lain sebagainya. Hikmah juga diartikan al-‘llah,
atau alasan suatu hukum, diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat
isinya.Seseorang disebut hakim jika dia didewasakan oleh pengalaman, dan sesuatu disebut
hikmah jika sempurna.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap
terhadap pihak komunikan (obyek dakwah).[1]
Dengak kata
lain bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar
persuasife. Karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang
utama adalah bersifat informatif.
Para ulama telah mendenifisikan kata hikmah secara istilahi yang diambil dari pengertian
bahasa tersebut, antara lain:
1. Al-Hikmah; “mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal.” Al-Hikmah dari Allah adalah
mengetahui sesuatu dan menciptakannya secara sempurna. Dan hikmah bagi manusia
adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan berbuat baik.
2. Pengertian laain, hikmah adalah mengetahui suatu yang terbaik dengan pengetahuan yang
paling baik.
3. Meletakan sesuatu pada tempatnya.
4. Ketepatan ucapan dan perbuatan secara bersamaan.
Ibnu Katsir menafsirkan kata hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan,
hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud metode hikmah adalah metode
meletakan sesuatu pada tempatnya, dengan demikian berarti mencakup semua teknik dakwah.
Dasar-dasar Metode Hikmah
Kelebihan metode hikmah ini nampak pada beberapa hal berikut:
1. Dari makna hikmah yang mengakomodir kedua ikmah teoritis dan praktis, dan seorang
tidak dikatakan hakim (bijak) jika tidak bisa berbuat bijak secara teoritis dan praktis.
2. Allah sendiri memilih kata hakim sebagai salah satu nama-Nya yang diulang dalam AlQur’an lebih dari 80 kali.
3. Hikmah merupakan salah satu isi hati Nabi saw. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Dibukalah atap rumahku dan akku di Makkah, lalu turunlah Jibril, lalu di belah dadaku,
kemudian dicuci dengan air zamzam, lalu ia membawa bokor emas yang berisikan
hikmah dan iman, kemudian dituangkan dalam dadaku, lalu dikukuhkannya.”(Muttafaq
Alai).
4. Diantara pekerjaan Rosululla saw. adalah mengajaarkan hikmah, “Dan dia mengajarkan
kamu hikmah dan kitab.”
5. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan metode ini: “Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan mau’idzoh hasanah” (QS. An-Nahl: 125).
6. Pemberian yang paling berharga yang di berikan kepada manusia: “Ia memberi hikmah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, barang siapa yang diberi hikmah berarti telah diberi
kebaikan yang banyak” (QS. Al-baqarah: 269)
7. Seseorang boleh iri karena hikmah yang didapat orang lain di dunia ini. Hadits Rasul
saw.: “Tidak ada iri kecuali dalam dua hal; kepada seseorang yang diberi harta oleh Allah
lalu dia bisa menguasainya dengan hak hingga tidak mengahncurkan dirinya, dan
seseorang yang diberi hikmah lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.[2]
Al-ilm yang merupakan salah satu arti bahasa dari kata hikmah, merupakan isyarat bagi manusia
untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Sebagai satu-satunya din Allah (QS. Ali
Imran: 19,85), islam adalah manhaj al-hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Memahami islam sebagai way of life harus terkait satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai satu tata nilai, islam tidaklah sekedar baik sebagai landasan etis dan moral, tetapi
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam segala segi kehidupan manusia.[3]
Ajaran islam bukan saja mendorong umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan , tetapi juga mendorongnya untuk mengamalkan ilmu itu di tengah
kehidupan.
“Ilmu itu ruhnya islam dan tiangnya iman; barangsiapa yang mengajarkan ilmu, maka Allah
akan menyempurnakan pahalanya. Barangsiapa belajar satu ilmu lalu mengamalkannya, maka
Allah mengajarinya ilmu pengetahuan yang belum ia ketahui sebelumnya.”(HR Abu Syaikh)
Ciri-ciri ikmah dari segi tekhnis
1. Memilih metode yang sesuai untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang tepat, karena
sering kali suatu metode hanya sesuai untuk situasi tertentu dan untuk menghadapi
kondisi tertentu saja, namun tidak sesuai pada kondisi yang lainnya. Untuk menghadapi
kondisi emosional harus menggunakan metode emosional, sebagaimana metode rasional
dipakai untuk kondisi yang rasional, demikian juga metode empirik anya bisa dipakai
pada kondisi empirik.
2. Memilih format yang cocok dari tekhnis yang dipakai. Banyak format dari satu tekhnis
dakwah, dan “hikmah” menuntut adanya pemilihan format yang sesuai untuk berbagai
situasi. Apa yang dikatakan dalam kondisi “bahagia” berbeda dengan apa yang
disampaikan pada kondisi “sedih.” Apa yang disampaikan saat kondisi “sulit dan pailit”
berbeda dengan saat “serba mudah dan makmur.” Ada tempat saat menyeru (persuasif),
ada tempat saat melarang (preventif). Bagi orang penakut misalkan, maka baik dipakai
tekhnis persuasif dan pengharapan; sedangkan bagi orang yang dikuasai ambisi dan
pengharapan, sebaiknya dengan tekhnis preventif, dst.
3. Berpedoman terhadap skala prioritas; yaitu mulai dari memberi peringatan, kemudian
nasihat, kemudian ketegasan lalu dengan tindakan keras (bil yad), ancaman dan terakhir
dengan pukulan.
Firman Allah:
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka , tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an
untuk menyusakannya. Sungguh, allah Mahatinggi, Mahabesar.
1. Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah yang dapat diamati dalam
rangka memilih tekhnis yang dipakai dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang
bodoh sangatlah berbeda dengan metode menghadapi musuh, sebagaimana metode
menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi seorang penantang yang juga
fanatic.
Bab 2 Metode Mauidzah Hasanah (nasihat)
Secara etimologis, mauidzoh merupakan bentukan dari kata wa’adza-ya’idzu-iwa’dzan dan
‘idzata; yang berarti “menasihati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan,” berarti juga
“menyuruh untuk mentaati dan memberi wasiat agar taat.”
Alhasanah merupakan lawan dari sayyiat ;maka dapat dipaami bawa mauidza dapat berupa
kebaikan, dapat juga kejahatan; hal itu tergantung pada isi yang disampaikan seseorang dalam
memberikan nasihat dan anjuran , juga tergantung pada merode yang dipakai pemberi nasihat.
Atas dasar itu, maka pengertian untuk mauidzah disertai dengan sifat kebaikan, “Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidzah hasanah…..” Karena kalau kata mauidzah dipakai
tanpa embel-embel dibelakangnya, pengertiannya harus dipaami sebagai mauidzah hasanah;
واللتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن في ا لمضاجع واضربوهن
{34 :فإن اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل إن الله كان عليا كبيرا }النساء
“Maka berilah ia nasihat yang baik, lalu biarkan dia tidur sendirian, lalu
dia…….”
pukullah
Ali Mustafa Yaqub mengatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasehatnasehat yang baik di mana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau
argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang
disampaikan oleh subyek.[4]
Menurut filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan bahwa Mauidzah al
Hasanah adalah Mauidzah Ilahiyah yaitu upaya apa saja dalam menyeru /mengajak manusia
kepada jalan kebaikan (ma yad’u ila al shale) dengan cara rangsangan ,enimbulkan cinta
(raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada (rahbah).[5]
Cukup sederhana, teetapi mengandung ke dalam uraian yang cukup luas, karena raghbah dan
rahbah yang dimaksudkan ole Syaikh al Islam itu adalah merupakan kebutuhan emosional dan
manfaat ganda di dalam kehidupan yang wajar dan sehat (to satisty emosional needs and gain
stability of life) sehingga di dalam konteks sosiologis, suatu kelompok akan merasakan bahwa
seruan agama (islam) memberi semangat dan kehidupan yang cerah baginya. Mereka tidak
merasa tersinggung atau merasa dirinya dipaksa menerima suatu gagasan atau ide tertentu.
Upaya untuk menghindari rasa tersinggung atau paksaan ini tercermin dalam ayat Al-Quran:
..………فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لنفضوا من حولك
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati (bersikap) kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu…….
Dan bawha aktifitas dakwah adalah dengan mauidzah yang mengarah kepada pentingnya
manusiawi dalam segala aspeknya. Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoism
adala warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan idea-ideanya untuk
mempengaruhi orang lain secara persuasive dan bahkan coersive (memaksa).
Caranya dengan mempengaruhi obyek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional.
Maksudnya sebagai subyek dakwah harus memperhatikan semua determinan psikologis dari
obyek dakwah berupa frame of reference (kerangka berpikir) dan field experience (lingkup
pengalaman hidup dari obyek dakwah dan sebagainya). Dalam hal ini Nabi memberikan
petunjuk melalui sabdanya:
.خا طبوا الناس علي قدر عقولهم
“Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya”.
Jadi setelah mengalami frame of experience dari obyek dakwah, seorang da’I diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang factual berupa mauidzah hasanah agar
pihak obyek dakwah dapat menentukan pikiran teradap rangsangan, psikologis yang
mempengaruhi dirinya.
Dan kemudian Metode Mauidzah Hasanah ini memiliki beberapa dasar yang menjadi acuan
supaya melaksanakan metode ini diantaranya:
1. Ada perintah yang jelas untuk menggunakan metode tersebut:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو
{125:اعلم باالمهندين }النحل
“Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah…………………………..”
{63:وعظهم وقل لهم في انفسهم قول بلبغا }النساء
“Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada jiwa mereka, perkataan
yang mengena.”
1. Rasululah saw. Menjadikan nasihat sebagaidasar agama, dengan sabdanya: “Agama
adalah nasihat” dan nasihat adalah sini\onim dari mauidzah hasanah sebagaimana telah
diungkap dahulu.
2. Rasululas saw. membai’at sahabat agar member nasihat kepada setiap muslim, dalam
hadits diungkapkan, “Aku dibai’at pleh Rasululah saw. untuk mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat dan member nasihat kepada seluruh muslim.”
3. Para Nabi menggunakannya , sebagaimana diceriatakan dari Nuh as.
وانصح لكم
“….Dan aku menasihati kamu sekalian.”
{68:وانا لكم ناصح امين }العراف
“Aku adalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya.”
Bab 3 Metode Berdebat
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen.Di sini, berarti berusaha untuk
menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang sangat kuat terhadap lawan
bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen dengan gigih.
Secara epistemologis, berdebat sebagaimana didefinisikan para ulama adalah:
1. Usaha yang dilakukan seseorang dalam mempertahankan argumen untuk menghadapi
lawan bicaranya.
2. Cara yang berhubungan dengan pengukuhan pendapat atau madzhab.
3. Membandingkan berbagai dalil atau landasan untuk mencari yang paling tepat.
Perdebatan memiliki dua sifat; dengan cara baik dan dengan cara yang tidak baik. Sebagaimana
firman Allah:
{125:وجادلهم باالتي هي أحسن }النحل
“Debatlah mereka dengan cara yang lebi baik.”
{56:ويجادل الذين كفروا باالباطل ليدحضوا به الحق }الكهف
“Dan orang kafir mendebat dengan alas an yang bathil untuk melenyapkan kebenaran…”
Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik
sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai
salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode
dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau
dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan
mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2. Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap
dihargai dan dihormati.[6]
Dasar-dasar Metode Perdebatan
1. Debat merupakan fitrah manusia. Dari sini manusia bisa dilihat menjadi dua kategori;
baik dan tidak baik. Jika dilihat dari sifatnya, apakah dia membantah teradap kebenaran
atau sebaliknya.
{54:وكان النسان أكثر شيئ دجددل }الكهف
“Adalah tabiat manusia dalam banyak hal selalu membanta”
{6:يجادلونك في الحق بعد ما تبين }النفال
“Mereka membantahmu setelah mendengar kebenaran yang nyata.”
1. Allah memerintahkan untuk menggunakan metode berdebat. Firman Allah:
{46:ول نجادلوا أهل الكتاب إل با التي هي أحسن }العنكبوت
“Dan janganlah kamu mendebat ahlul- kitab kecuali dengan cara dan alas an yang terbaik…”
1. Metode ini digunakan oleh para Nabi dalam dakwah mereka:
Ini dapat dilihat dari kisah yang diceritakan Allah dalam al-Quran tentang Nabi Nuh as. Ayatnya
sebagai berikut:
{32:قالوا يا نوح قد جادلتنا فأكثرت ججدالنا }هود
“Hai nuh, kamu telah mendebat kami, mendebat kami dalam banyak hal….”
1. 4.
Dipakai dalam dakwah; sejak masa Rasul hingga sekarang.
Metode ini dipakai sejak masa sahabat hingga sekarang, para ulama salaf menggunakannya
dengan baik, dan mereka menghindari perbuatan debat yang tercela.
Dalam hal ini selayaknya orang yang melaksanakan kegiatan dakwah harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan metode ini meliputi:
1. Kemampuan Berkomunikasi
2. Kemampuan Menguasai Diri
3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi
4. Kemampuan Kengetahuan Kependidikan
5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum
6. Pengetahuan di Bidang Ilmu al-Quran
7. Kemampuan Membaca Al-Quran dengan fasih
8. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits
9. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Umum[7]
Dari beberapa keterangan diatas, setidaknya juru dakwah dapat membekali dirinya dengan
mantap, sehingga dapat menggunakan metode ini dengan baik.
Metode keteladanan (Qudwah Hasanah)
Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik.Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).
Dalam islam, qudwah hasanah dapat dibedakan pada dua bagian;
1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma’shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:
{21:لقد كان لكم في رسول لله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الخر وذكر الله كثيرا }الحزاب
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.
Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar.Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.
KESIMPULAN
Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Alquran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orangorang yang shalih.
Metode Dakwah Islam yang
Benar
A. Definisi Dakwah
Dakwah artinya: Penyiaran, propaganda, seruan untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran
agama. Dakwah juga berarti suatu proses upaya mengubah suatu situasi kepada situasi lain yang
lebih baik sesuai ajaran Islam atau proses mengajak manusia kejalan Allah Subhanahu wa
Ta’ala, yaitu agama Islam.
Menurut Al-Qur’an, dakwah adalah : Menyampaikan kebenaran di jalan Allah Subhanahu wa
Ta’ala سبيل ربكdengan metode بالحكمة والمو عظة الحسنة
Propaganda, mengajak atau menyampaikan sesuatu dapat disebut dakwah jika metode yang
digunakan sesuai dengan ayat di atas, yaitu; Bilhikmah dan Mau’idzah Hasanah. Sedangkan
yang menetukan hasil dari dakwah adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sedangkan kata dakwah menurut pendapat para ahli ulama adalah :
1.
Menurut Syeh Al-babiy al-khuli, dakwah adalah upaya memindahkan situasi manusia
kepada situasi yang lebih baik.
2.
Pendapat Syekh Ali Mahfudz,
“dakwahadalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,
menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka
mendapatkebahagiaan di dunia dan akhirat”
Maka, dari pernyataan diatas, dapat saya disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu ajakan untuk
mengajak umatnya untuk melakukan hal yang baik atau mendekatkan diri kepada allah.
B. Pengertian Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan, cara).
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, dalam bahasa Arab
disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam Kamus
Bahasa Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik baik untuk maksud (dalam
ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkanpelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang disebut dengan metode adalah suatu cara yang sudah diatur dangan
petimbangan yang matang untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode dakwahberarti : Suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan Sunnah
dengan sistematis sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Berhubung dengan pengertian diatas, maka metode yang digunakan dalam mengajak
haruslah sesuai dengan konsidisi maupun tujuan yang akan dicapai. Pemakaian metode atau cara
yang tidak benar merupakan keberhasilan dari dakwah itu sendirii. Namun bila metode yang
digunakn dalam menyampaikannya tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak
diharapkan.
C. Bentuk Bentuk Metode Dakwah
Artinya :
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah
dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang
orang yang mendapat petunjuk”
Ayat ini mennjelaskan, sekurang kurangnya ada tiga cara atu metode dalam dakwah,
yakni Metode Dakwah Al-Hikmah, Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah dan Metode
Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan. Ketiga metode dakwah dapat dipergunakan sesuai
dengan objek yang dihadapi oleh seorang da’I atau da’iyah di medan dakwahnya.
a)
Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan
kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang
dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta’ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur’an dan Injil
memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
pengetahuan atau ma’rifat.
Menurut istilah Syar’i:
valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya,
wara’ dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas
dan tepat.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
1.
Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu;
Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan
dapat menghilangkan keragu-raguan.
2.
Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di
dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak
makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang
memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama
dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga
mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
3.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:
Artinya: Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
4.
Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti
benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran.
Selanjutnya Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni
ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
5.
Sedangkan menurut Moh. Natsir mengatakan, bahwa hikmah lebih dari semata-mata
ilmu.Ia adalah ilmu yang sehat dan mudah dicernakan; ilmu yang berpadu dengan rasa perisa,
sehingga menjadi daya tarik penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna
kalau dibawa kebidang dakwah: untuk melakukan tindakan sesuatu yang berguna dan efektif.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da’I
dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.di samping itu
juga, al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta
realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, alhikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah.Dalam
menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar belakang budaya,
para da’I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan mampu masuk ke
ruang hati para mad’u dengan tepat.Oleh karena itu para da’I dituntut untuk mampu mengerti
dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da’I juga
akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen.
Kemampuan da’I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama
dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya
adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da’i yang sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata.Pemilihan kata adalah
hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.Da’I tidak boleh hanya sekedar menyampaikan
ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah orang yang pertama yang
mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk mrnjadi contoh nyata umatnya
dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan oleh seorang
da’i.dengan amalan nyata yang bisa langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da’I tidak terlalu
sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari
sekedar berbicara.
Hikmah merupakan suatu term karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub dalam
QS.An- Nahl ayat 125.Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat
dari metode dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti langkah-langkah yang
mengandung hikmah.Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada
para da’I yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak
manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat tersebut
juga mengisyaratkan bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak
mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan
kerja yang sedang dihadapi.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka ia merupakan peringatan
kepada para da’I untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus
menggunkan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat
terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode dakwahnya monoton.
Ada sekelompok orang yang hanya memerlukan iklim dakwah yang penuh gairah dan berapi-api,
sementara kelompok yang lain memerlukan iklim dakwah yang sejuk.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’I dalam berdakwah. Karena
dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah
dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Kesimpulannya hikmah bukan hanya sebuah
pendekatan satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa pendekatan dalam sebuah metode.
Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya berarti “mengenal strata mad’u” akan tetapi juga
“Bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu” tetapi juga
“toleran yang tanpa kehilangan sibghah”.Hikmah bukan hanya dalam kontek “memilih kata
yang tepat” tetapi juga “cara berpisah”.Dan akhirnya hikmah adalah uswatun hasanah serta
lisanul hal.
b)
Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Term mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara
seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah mau’idzah hasanah mendapat
porsi khusus dengan arti “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya
menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah
paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.
Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah.Kata
mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang berarti nasihat,
bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah
sebagai berikut: Al-Mau’idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembu