LEMBAR AKTIVITAS SISWA DALAMMATERI BILAN (1)

LEMBAR AKTIVITAS SISWA DALAMMATERI BILANGAN PECAHAN
BERBASIS MULTI REPRESENTASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Muji Susianto*)
*) Guru SMA Negeri 3 Simpang Hilir
*) Studi pada Program S2 Pendidikan Matematika FKIP Untan
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan sehubungan dengan rendahnya kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa sekolah menengah pertama.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah usaha untuk meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa. Penggunaan lembar aktivitas
siswa berbasis multi representasi merupakan salah satu bahan ajar
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menumbuhkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis, serta memacu mereka terlibat aktif
dalam kegiatan belajar di kelas. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif analitisdengan menggunakan pendekatan equvalent time samples
design. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 5 Teluk
Batang yang berjumlah 18 siswa. Objek dalam penelitian ini adalah
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa, angket untuk siswa, dan lembar observasi.
Berdasarkan kesesuaian antara teori dan aplikasi yang terjadi selama proses
penelitian disimpulkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan tersebut
ditunjukkan oleh data ketuntasan individual yang dicapai oleh sebagian
besar siswa. Mengacu pada nilai pre-test dan pos-test, disimpulkan bahwa
penerapan perlakuan LKS berbasis multirepresentasi berhasil meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
Kata Kunci: Multi representasi, Penalaran, Komunikasi Matematis
Abstract: This study is conducted because low abilitiy mathematical
reasoning and communication of junior high school students. Therefore, it
takes an effort to improve students' mathematical reasoning and
communication. The use of student activity sheets based multi representation
is one of the learning teaching materials that allow students to foster
communication and mathematical reasoning abilities that to spur them
actively involves in learning activities in the classroom. This research is a
descriptive analytical approach by applying equvalent time samples design. In
this research there researches class VII studens at SMP Negeri 5 Teluk
Batang amounting to 18 students. The object of this research is the ability of

students' mathematical reasoning and communication. The instruments used

in this research to ability test to design students' mathematical reasoning and
communication, questionnaire, and the observation sheet. In conclusion the
results of the fit between theory and application during the process of
research, shows that the ability of mathematical reasoning and
communication has increased. The increase is shown by mostly students are
completeness in test based on pre-test and post-test, it appears that the
treatment is successfully to improve students' mathematical reasoning and
communication. Therefore the student activity sheets based multirepresentation can be used in learning.
Keywords: Multi representation, Reasoning, Mathematical Communications
PENDAHULUAN
National Council of Teachers of Mathematic (NCTM) memasukkan belajar ke
dalam satu di antara prinsip pembelajaran matematika. Belajar, harus ditekankan pada
peserta didik dalam mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun
pengetahuannya sendiri (NCTM, 2000).Namun kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa peserta didik mengalami hambatan di dalam membangun pengetahuan
matematikanya sendiri secara aktif. Hal ini terindikasi dari pengalaman peneliti sebagai
guru matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan didukung oleh hasil beberapa
penelitian.

Hambatan terungkap dari penelitian Maonde (2004) yang menemukanbahwa
proses pembelajaran di Indonesia pada umumnya menggunakan metode ceramah atau
ekspositori. Hasil penelitianArmanto (2002) menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika oleh guru dilakukan dengan ceramah(chalk-and-talk). Melalui ceramah,
guru menjelaskan materi pelajarannya, siswa diminta memperhatikan penjelasan guru
dengan serius, dan setelah penjelasan guru dianggap selesai, guru mempersilahkan
mereka untuk mencatat semua yang telah dijelaskan di papan tulis. Pembelajaran
dengan metode ceramah juga terjadi pada sekolah peneliti.
Pembelajaran dilanjutkan dengan siswa mencatat materi yang dicatat guru di
papan tulis, kadang guru memberikan kesempatan tanya jawab bagi siswa mengenai
materi yang dianggap kurang jelas. Namun kenyataannya siswa cenderung tidak
memanfaatkan kesempatan itu. Dengan kondisi tersebut biasanya guru berinisiatif
memberikan Lembar Kerja Siswa(LKS) untuk menunjang ceramahnya. Walaupun
demikian, hasil belajar matematika siswa masih belum mencapai ketuntasan minimal
seperti yang dikehendaki kurikulum.
Penelitian Ula dan Sa’dijah(2013) terhadap penggunaan LKS dikatakan belum
efektif, karena dari enam siswa yang mendapat perlakuan hanya dapat memenuhi nilai
standar ketuntasan minimum. Hasil ini diduga karena LKS belum sepenuhnya menarik,
dan saran penelitianya adalah diharapkan tampilan LKS lebih menarik minat siswa
melalui variasi sajian (multi representasi).

Penelitian Mariani dkk, (2011) menunjukkan bahwa penggunaan LKS hanya
meningkatkan 9 % aktivitas siswa. Peningkatan hanya terbatas pada aktivitas
menyelesaikan atau menjawab soal-soal yang disajikan dalam LKS. Penelitian tersebut
menunjukan bahwa LKS yang disusun hanya meningkatkan kemampuan penyelesaian
matematika prosedural dan belum mampu meningkatkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa.

Ketidakmampuan LKS meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis diduga karena LKS hanya kumpulan contoh dan latihan yang disajikan
melalui simbolik. Wahyuni (2012) menyatakan bahwa LKS yang beredar dan
digunakan guru belum memberikan variasi aktivitas siswa, dan belum memberikan
kesempatan siswa untuk mengkontruksi pemahaman matematisnya. Materi dalam LKS
disusun secara ringkas tanpa penjelasan yang memadai dan disajikan hanya dengan satu
representasi yaitu simbol-simbol matematis yang bagi sebagian siswa sangat abstrak.
Contoh soal disajikan sekedarnya, selanjutnya soal-soal diberikan dalam jumlah
banyak sehingga menyibukan dan menyita waktu siswa. Siswa tidak sempat
memahami, menalar, mengkontruksi pemahamanya dan mengkomunikasikan
pemahamanya.
Padahal tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP:2006) menyebutkan bahwa kemampuan dasar siswa SD

(sekolah dasar) sampai dengan SMA (sekolah menengah atas), yang harus
dikembangkan adalah peningkatan kemampuan komunikasi matematis, peningkatan
kemampuan bernalar, peningkatan kemampuan pemahaman matematis, peningkatan
kemampuan pemecahan masalah, peningkatan kemampuan koneksi, dan peningkatan
kemampuan representasi matematis. Tujuan yang dirumuskan BSNP tersebut tidak
dapat terwujud jika tidak ada perubahan pada cara guru mengajar.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa capaian hasil belajar secara kuantitatif
rendah, walaupaun belum dilihat secara khusus pada pencapaian kemampuan penalaran
matematis siswa. Pada tingkat Internasional laporan TIMMS (Trends International
Mathematics Science Study) tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48
negara. Laporan TIMMS tersebut jugamenyebutkan bahwa kemampuan siswa
Indonesia dalam menjawab dengan benar permasalahan yang menyangkut komunikasi
matematis hanya 5%. Hasil tersebut masih jauh di bawah negara lain yang mencapai
lebih dari 50%. Penelitian Rohaeti (2003) dan Purniati (2003) menunjukkan bahwa ratarata kemampuan komunikasi matematis dan respon siswa terhadap soal-soal
komunikasi matematis berada dalam kualifikasi kurang.
Pengalaman peneliti menunjukkan pembelajaran yang mekanistik tidak mampu
melibatkan interaksi dan aktivitas siswa secara menyeluruh. Hanya sebagian kecil siswa
yang pintar terlihat aktif mengerjakan latihan soal maupun soal ulangan. Sebagian besar
siswa cenderung menunggu jawaban dan menyalin jawaban tanpa berusaha mencari
tahu. Untuk siswa yang pintar juga hanya mengikuti alur contoh soal tanpa memahami

sehingga ketika diberi soal yang berbeda dengan contoh mereka tidak bisa
mengerjakan.
Penelitian Sugiatno, dan Yani (2014) menyimpulkan bahwa pengembangan
kemampuan penalaran matematis siswa mengalami peningkatan setelah diajarkan
melalui pembelajaran berbasis multi representasi melalui sajian enaktif, ikonik, dan
simbolik. Dengan demikian pembelajaran yang lebih banyak melibatkan interaksi siswa
dan memberikan sajian yang beragam (multi reprentasi) lebih baik dalam meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
Pembelajaran menggunakan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah lembar aktivitas siswa yang disusun berbasis multi
representasi melalui sajian enaktif, ikonik, dan simbolik. Pembelajaran menggunakan
LAS berpusat pada siswa, sajianya multi representasi dan mendorong siswa untuk aktif
mengkonstruksi pemahamannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa.

Berdasarkan paparan yang telah peneliti kemukakan,peneliti mengajukan sebuah
studi yang berjudul : “Lembar Aktivitas Siswa Dalam Materi Bilangan Pecahan
Berbasis Multi Representasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Penalaran Dan
Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama”.
METODE

Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis yang berorientasi
pada pemecahan masalah (Sulipan, 2010). Masalah yang dipecahkan mengenai
pengembangan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dalam materi
bilangan pecahan. Penelitian dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 5 Teluk Batang
Kabupaten Kayong Utara tahun pelajaran 2015/2016 semester genap.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah equvalent time samples
design. Pendekatan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang diperoleh
tidak berasal dari sampel acak, tidak menggunakan kelompok kontrol (hanya
menggunakan satu kelas), dan tidak memungkinkannya semua variabel yang berkaitan
dengan peserta didik diukur (Sanjaya, 2013).

Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1 berikut:
Pengembangan & Validasi: Perangkat
Pembelajaran, Instrumen Penelitian, & Uji Coba

Studi Pendahuluan: Identifikasi
Masalah, Rumusan Masalah, dll

pretest


Pembelajaran dg LAS 1 berbasis
multi representasi (pertemuan1)

Post-test 3

Pemilihan Subjek Penelitian

Post-test 1

Pembelajaran dg LAS 2 berbasis
multi representasi (pertemuan 2)

Pembelajaran dg LAS 3 berbasis
multi representasi (pertemuan 3)

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kesimpulan


Post-test 2

Bagan 1. Prosedur penelitian

HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian terdapat dua kelompok data yang diperoleh, yaitu data pretes
dan data postes. Data pretes dengan 5 butir soal penalaran dan 5 butir soal komunikasi
matematis. Skor perbutir soal 4 sehingga total skor adalah 40.
Berdasarkan dokumen 1 SMP Negeri 5 Teluk Batang, kriteria siswa yang
dinyatakan mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada kelas VII adalah 70.
Secara umum dapat dideskripsikan skor pretes dan postes ditinjau dari ketercapaian
kriteria ketuntasan minimal (KKM) disajikan melalui Tabel 1.berikut.

Aspek
Kemampuan Penalaran
Matematis
Kemampuan Komunikasi
Matematis
Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis

Tuntas
1

Pretes
Tidak
Persentase
Tuntas
17
5.56

Tuntas
8

Postes
Tidak
Persentase
Tuntas
10

44.44

3

15

16.67

13

5

72.22

1

17

5.56

10

8

55.56

PEMBAHASAN
Pada beberapa siswa yang belum mencapai KKM diduga siswa kurang mampu
menghubungkan atau mengkoneksikan dari representasi symbol ke representasi lain.
Temuan tersebut diperkuat dengan penelitian terdahulu oleh Sriraman dan English
(2010); Kurniadi (2013); dan Isnurani, Sugiatno, Yani (2015).
Kenaikan hasil belajar terkait kemampuan penalaran matematis siswa melalui
skor pretes dan skor postes yang diperoleh dan berdasarkan hasil observasi selama
proses pembelajaran, dikarenakan beberapa hal antara lain: (1) proses pembelajaran
menggunakan las berbasis multi representasi berbeda dari proses pembelajaran
biasanya; (2) kegiatan proses pembelajaran secara kooperatif (diskusi) melibatkan siswa
secara aktif dalam melakukan aktifitas matematis; (3) sumber belajar dan media
pembelajaran yang digunakan sangat dekat dengan kehidupan siswa; (4) siswa
melakukan proses belajar tidak hanya dengan guru, tetapi dengan teman sebaya, dan
lingkungan; dan (5) siswa terlibat langsung dalam melakukan diskusi dengan rekannya
maupun dengan guru, sehingga siswa dapat mengkontruksi dan mengevaluasi argumenargumen rekannya.
Hal tersebut sejalan dengan teori Vygotsky (dalam Kozulin, 2003) yang
menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Dua implikasi utama dari
teori Vygotsky dalam pembelajaran. Pertama, dikehendakinya susunan kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugastugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di
dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Pembelajaran kooperatif
ini terwujud melalui kegiatan pembelajaran secara berkelompok yang telah
dilaksanakan yang terdiri dari 3 - 5 siswa. Kedua, dalam pengajaran menekankan

pemberian scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajarannya sendiri. Misalnya, dalam kegiatan pembelajaran terjadi
interaktif antara guru, siswa dan didukung dengan las berbasis multi representasi, guru
membimbing kelompok-kelompok kecil siswa dan secara bertahap mengalihkan
tanggungjawab kepada siswa.
Menurut Vygotsky dalam Kozulin (2003) menyatakan bahwa pentingnya
interaksi sosial dalam perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif bergantung pada
seberapa jauh siswa aktif memanipulasi dan berinteraksi aktif dengan lingkungannya.
Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan di mana siswa belajar sangat menentukan
proses perkembangan kognitifnya. Perkembangan kognitif yang dimaksud adalah
kemampuan penalaran matematis siswa. Vygotsky dalam Kozulin (2003)
mengemukakan bahwa interaksi-interaksi seseorang dengan lingkungan dapat
membantu pembelajaran. Pengalaman-pengalaman yang dibawa seseorang (siswa) ke
sebuah situasi pembelajaran dapat sangat mempengaruhi hasil belajar.
Ketika siswa bersama teman-teman sebayanya bekerja sama mengerjakan tugas,
interaksi sosial yang sama-sama mereka jalani dapat berperan sebagai fungsi
pengajaran. Melalui komunikasi dan tindakan, orang-orang yang berada dalam
lingkungan anak mengajarkan alat-alat kepada anak (misalnya, bahasa simbol, tanda)
yang mereka butuhkan untuk memperoleh kompetensi (Schunk, 2012: 581). Interaksi
sosial dengan guru, dan teman sebaya yang lebih menguasai memberikan kontribusi
yang signifikan bagi perkembangan kemampuan penalaran maupun komunikasi
matematis siswa.
Beberapa siswa yang tidak berkembang kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis diduga siswa tersebut cenderung tidak aktif mengikuti aktivitas yang ada
pada LAS dan masih terlalu asik dengan representasi simbolik sehingga cenderung
malas kalau harus menggambar atau menjelaskan. Selain itu tidak mau berusaha
meningkatkan kemampuaannya saat berkomunikasi dalam diskusi kelompok, dalam
presentasi dan tugas-tugas yang terkait dengan materi pembelajaran. Intensitas
komunikasi cenderung rendah baik sesama siswa maupun dengan guru.
Vygostky (Sugiatno dan Rif’at, 2009: 19), menyatakan bahwa proses konstruksi
pengetahuan terjadi karena: (1) fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial;
dan (2) zona of proximal development (ZPD). Guru sebagai mediator memiliki peran
(scaffolding) mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun
pengetahuan, pengertian, dan kompetensi.
Teori Piaget tentang perkembangan kognitif seseorang (Sugiatno dan Rif’at,
2009: 16) yang menyatakan bahwa manusia (siswa) tidak dapat “diberi informasi”
yang kemudian secara tiba-tiba dapat memahami dan menggunakannya, tetapi manusia
(siswa) harus “mengkontruksi” pengetahuan mereka sendiri. Teori Piaget tersebut dapat
menjawab kesukaran-kesukaran yang dialami siswa, hal ini disebabkan oleh
pembelajaran yang selama ini hanya menekankan pada pemindahan pengetahuan
melalui hafalan, mengandalkan daya ingat, cenderung tanpa melalui proses kontruksi
pengetahuan oleh siswa sehingga membelenggu siswa untuk menghasilkan pengetahuan
baru.
Dari uraian-uraian sebelumnya, dapat dipahami bahwa keterkaitan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis sangat krusial. Sebab dalam proses belajar
bermatematika selalu memerlukan kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi.
Dengan kemampuan penalaran siswa dapat memahami permasalahan dan mampu

berpikir untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan kemampuan komunikasi
siswa dapat menjelaskan ide-ide dan konsep-konsep matematika melalui tulisan
maupun lisan.
Kesimpulan
Berdasarkan kesesuaian antara teori dan aplikasi yang terjadi selama proses
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan ketuntasan
individual sebagian besar siswa. Mengacu pada nilai pre-test dan pos-test, terlihat
bahwa perlakuan berhasil meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa. Oleh karena itu lembar aktivitas siswa berbasis multi representasi
dapat digunakan dalam pembelajaran.
Saran
1. Pembelajaran menggunakan lembar aktivitas siswa berbasis multi representasi dapat
diperkaya representasinya dan dirancang secara interaktif untuk meningkatkan
kemampuan matematis lainnya.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan memfokuskan pada lembar aktivitas siswa
yang khusus untuk satu aspek kemampuan namun indikatornya lebih lengkap dan
variatif dengan didukung wawancara mendalam.

DAFTAR PUSTAKA
Armanto, Dian (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Matemaika Berbasis
Kompetensi dan Berkonteks Lokal Bagi Guru dan Siswa SD/MI Sumatera Utara .
Medan: Universitas Negeri Medan
Depdiknas.Kurikulum
SMP/MTs(2006).Tersedia
http://www.puskur.net/produkpuskur/kurikulum/matematika.pdf.[20
2016].

online:
Januari

Isnurani, (2014)Pengembangan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis Multi Representasi Di SMP. Pontianak: Universitas
Tanjungpura
Kozulin. A. et al. (2003). Vygotsky Education Theory in Cultural Context. New York:
Cambridge University Press.
Kurniadi. A. (2013). Koherensi Sajian Antar Komponen Kecakapan Matematis Materi
Trigonometri Dalam Buku Teks Matematika SMA (skripsi). Pontianak:
Universitas Tanjungpura.

Maonde, F. (2004). Evaluasi Kualitas Soal Matematika SLTP pada EBTANAS di Kota
Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Mariani, Sri Buwono dan Endang Uliyanti. (2013)Meningkatkan Aktivitas Belajar
Siswa Melalui Metode Kerja Kelompok Berbantuan Lembar Kerja Siswa . Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran.Vol.2 N0.1
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Puniarti, T. (2003). Matematik Pembelajaran Geometri Berdasarkan Tahap-tahapAwal
Van Hiele dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
siswa SLTP. Tesis pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Rohaeti, E. E. (2003). Pembelajaran dengan Metode Improve untuk
Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
SLTP. Tesis Pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: Tidak
Diterbitkan
Sanjaya, Wina, Prof (2013). Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur.
Jakarta:Kencana Pranada Media Group
Schunk, Daleh H., (2012). Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiatno, Rif’at, M. (2009). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Mahasiswa Calon Guru Melalui Perkuliahan Matematika Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Transactional Reading Strategy. Pontianak: Universitas
Tanjungpura. Makalah.
Sugiatno dan Yani.(2014) Pengembangan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Melalui Pembelajaran Berbasis Multi Representasi Di SMP. TersediaOnline:
http://download.portalgaruda.org
Sulipan. 2010. “Penelitian Deskriptif Analitis: Berorientasi Pemecahan Masalah”.
Dalam http://jombangan.com/info/contoh-proposal-deskriptif-analitis. Diunduh
pada tanggal 21 Maret 2016.
Sriraman dan English (2010). Theories of Mathematics Education. New York: Springer
TIMSS, (2003). International Students Achievement In Mathematics. [Online].
Tersedia: http://timss:bc.edu/timss2003i/pdf/T03imath01.pdf. [27 Desember
2015]

Ula dan Sa’dijah(2013) Pengembangan Lks Matematika Menggunakan Strategi
Pemecahan Masalah Polya Materi Keliling Dan Luas Lingkaran Kelas VIII
Semester II SMP. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wahyuni Erna. (2012) Pengembangan Lembar Kerja (LKS) Matematika SMP Berbasis
Kontekstual untuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga