Alasan Indonesia Abstain dalam Resolusi
Alasan Indonesia Abstain dalam Resolusi Dewan HAM PBB
Terkait Pelanggaran HAM di Suriah Pada Juli 2016
Oleh: Labib Syarief, S.Sos
Dewan HAM PBB didirikan dalam sidang umum PBB pada 15 Maret 2006 melalui
Resolusi 60/251 untuk menggantikan Komisi HAM PBB. Dewan HAM PBB yang berpusat
di Geneva ini merupakan salah satu organisasi PBB yang memiliki tanggung jawab untuk
menguatkan dan mempromosikan HAM di seluruh dunia, untuk memperhatikan situasi
kekerasan HAM serta untuk membuat rekomendasi terkait HAM. Sehingga Dewan HAM
PBB yang beranggotakan 47 negara dan dipilih dalam sidang umum PBB tersebut, memiliki
peran untuk membahas isu dan situasi HAM di dunia setiap tahun (OHCHR, 2016a).
Salah satu anggota pertama (founding member) sejak berdirinya Dewan HAM PBB
pada tahun 2006 adalah Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2014, Indonesia terpilih kembali
menjadi anggota Dewan HAM PBB untuk yang ketiga kalinya untuk periode tahun 20152017. Desra Percaya, selaku Duta Besar Indonesia untuk PBB pada saat itu, menyatakan
bahwa terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB sebagai bukti nyata
kepercayaan masyarakat internasional terhadap upaya Indonesia dalam pemajuan dan
perlindungan HAM (Maulana, 2014). Selain itu, sebagai anggota Dewan HAM PBB,
Indonesia memiliki hak untuk memvoting dalam tiap rancangan resolusi Dewan HAM PBB.
Salah satu voting rancangan Resolusi Dewan HAM PBB tahunan adalah terkait isu
HAM di Suriah yang bertajuk „The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic'
dalam pertemuan Dewan HAM PBB ke-32 pada tanggal 1 Juli 2016 di Geneva, Swiss. Isi
rancangan resolusi ini tercantum dalam A/HRC/RES/32/25. Hasilnya adalah 27 negara
memvoting „yes‟, 6 negara memvoting „no‟, dan 14 negara memvoting „abstain‟. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memvoting abstain terkait resoulusi ini (OHCHR, 2016b;
Fitriyanti, 2016).
Abstainnya Indonesia dalam voting Dewan HAM PBB terkait isu HAM Suriah
menimbulkan pertanyaan, yaitu apa alasan Indonesia memvoting abstain dalam rancangan
resolusi Dewan HAM PBB terakit isu HAM Suriah pada pertemuan Dewan HAM ke-32 pada
tanggal Juli 2016? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat menggunakan satu perspektif
atau hanya dua konsep tertentu. Berikut ini analisis penulis untuk menjawab pertanyaan
tersebut.
Pertama menggunakan perspektif konstruktivis, di mana Jeffrey T. Checkel
berpendapat bahwa argumen utama perspektif konstruktivisme di antaranya adalah norma
1
dan identitas (Checkel, 2008, dalam Bahravesh, 2011). Berdasarkan perspektif ini, kebijakan
luar negeri abstain Indonesia dalam resolusi Dewan HAM terkait isu HAM di Suriah
dipengaruhi oleh norma dan identitas yang dimiliki oleh Indonesia. Menteri Luar Negeri
Retno Lestari Priansari Marsudi menyatakan bahwa (Darmajati, 2016):
“Delegasi RI mengambil sikap abstain atas rancangan resolusi karena rancangan
resolusi itu tidak seimbang yang hanya menyangkut pelanggaran HAM oleh
Pemerintahan Bashar Al Assad, dan tidak memuat rujukan pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh kelompok oposisi dan non-state actors lainnya"
Kemudian, Menteri Retno juga menambahkan bahwa rancangan resolusi Dewan HAM
tersebut, diprakarsai antara lain oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. “Keduanya
mengkritisi HAM tapi dari satu sisi saja. pelanggaran memanglah pelanggaran, tapi kalau
sudah memihak, maka itu kita tidak inginkan" ujar Menteri Retno. Sehingga ia menegaskan
bahwa Indonesia mengambil posisi yang tidak dikendalikan oleh negara lain (Darmajati,
2016).
Berdasarkan pernyataan Menteri Luar Negeri RI tersebut, alasan Indonesia abstain
adalah karena Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif yang tertera dalam UUD 45.
Di mana UUD 45 dan politik luar negeri bebas aktif bagi konstruktivis adalah identitas dan
norma yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan hal tersebut Indonesia memilih untuk netral,
atau Indonesia memilih untuk tidak memblok ke negara lain, atau tidak dikendalikan oleh
negara lain. Hal ini disebabkan rancangan resolusi hanya ditujukan untuk pelanggaran HAM
oleh Bashar al-Assad, tidak untuk keduanya, baik pelanggaran HAM oleh oposisi dan non
state actors lainnya, maupun untuk Assad. Apalagi telah diketahui bahwa Bashar al-Assad
didukung oleh negara lain, salah satunya Rusia. Sedangkan pihak oposisi Suriah didukung
juga oleh negara lain, di antaranya Amerika Serikat.
Bahkan menurut Direktur Jenderal Multilateral Kemlu Hasan Kleib yang diwawancarai
oleh Antara News mengatakan bahwa forum tersebut bersifat politisasi, tidak seimbang, dan
tidak mencakup isu-isu yang mempromosikan HAM (Fitriyani, 2016). Dengan demikian,
politik luar negeri bebas aktif dalam UUD 45 yang merupakan norma dan identitas yang
dimiliki oleh Indonesia berpengaruh dalam kebijakan abstain Indonesia. Di mana Indonesia
memilih untuk netral dan tidak memblok terhadap negara tertentu.
Kedua, untuk menjawab alasan Indonesia asbtain dalam resolusi Dewan HAM PBB
dapat menggunakan konsep Rational Actor Model (RAM) yang didefinisikan oleh Alex
2
Mintz. Di mana konsep ini menjelaskan bahwa negara membuat pilihan-pilihan rasional
untuk menghitung tingkatan kepuasan demi tercapainya sasaran dan objek (kepentingan
nasional). RAM juga mengidentifikasi alternatif-alternatif beserta konsekuensinya dan
memilih salah satu alternatif yang dapat memaksimalisasi kepuasan (Mintz & Derouen,
2010). Berikut ini adalah langkah-langkah kebijakan luar negeri berdasarkan konsep RAM
(Mintz & Derouen, 2010):
1. Mengidentifikasi masalah;
2. Identifikasi tujuan yang dicapai kepentingan nasional;
3. Identifikasi alternatif untuk mencapai kepentingan nasional;
4. Menganalisa konsekuensi dari tiap alternative;
5. Memilih satu alternatif yang paling baik yang dapat memaksimalkan kepuasan;
6. Penerapan keputusan;
7. monitoring dan evaluasi.
Tujuan akhir dari RAM adalah untuk mendapatkan pilihan yang terbaik dari
kepentingan nasional berdasarkan alternatif yang ada. Di mana kepentingan nasional adalah
tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mendorong para pembuat keputusan dalam
merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu negara sendiri memiliki
unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang vital, seperti pertahanan, keamanan,
militer dan kesejahteraan ekonomi (Yani, 2006).
Selain itu, kepentingan nasional juga dijelaskan oleh Donald E Nuechterlin yang
membagi kepentingan nasional menjadi empat. Salah satunya adalah kepentingan pertahanan
yang di antaranya adalah berupa perlindungan warga negara (Nuechterlin, 1976). Di mana
terkait perlindungan warga negara di luar negeri dilakukan oleh perwakilan Diplomatik yang
salah satu bentuk tugasnya adalah melindungi warga negara sendiri di negara lain
(Wiraatmaja, 1976)
Berikut ini langkah-langkah menganalisis kebijakan luar negeri abstain Indonesia
terhadap Resolusi Dewan HAM PBB tentang pelanggaran HAM di Suriah
1. Identifikasi Masalah
Rancangan Resolusi Pelanggaran HAM di Suriah oleh Dewan HAM PBB Juli 2016
(The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic)
Diketahui bahwa pelanggaran HAM hanya ditujukan untuk Bashar al-Assad, tidak
ditujukan keduanya, baik Assad maupun pihak oposisi dan non state actor lainnya.
Resolusi ini bahkan diinisiasi antara lain oleh AS dan Arab Saudi
3
Pilihan Tindakan Indonesia dalam merespon „The Human Rights Situation in the
Syrian Arab Republic' dalam Pertemuan Dewan HAM PBB ke-32 pada Juli 2016
2.
Tujuan
(Kepentingan 3. Tindakan
4. Konsekuensi
Nasional)
Menjaga
Kedutaan
Besar Yes
Republik
Indonesia
untuk
negara yang anti Assad
Melindungi
seperti AS, dan tampak
Suriah
untuk
1. Memblok
Warga Negara Indonesia di
berpihak
Suriah
oposisi
2. KBRI
terhadap
mendukung
akan
kesulitan
melindungi
Warga
Negara Indonesia, karena
keberpihakan
blok
tersebut, dan juga akan
teancam
oleh
Pemerintahan Assad
3. Netralitas
Indonesia
hilang
Menjaga
Kedutaan
Besar No
Republik
Indonesia
untuk
Suriah
untuk
1. Memblok
terhadap
negara yang pro dengan
Melindungi
Assad seperti Rusia
2. Warga Negara Indonesia
Warga Negara Indonesia di
dapat
Suriah
terancam
oleh
oposisi
3. Netralitas
Indonesia
hilang
Menjaga
Kedutaan
Besar Do Nothing
1. Tidak memblok kedua
Indonesia untuk Suriah untuk (Abstain)
pihak yang berkonflik,
Melindungi Warga Negara
termasuk tidak memblok
Indonesia di Suriah
terhadap
negara-negara
tertentu yang mendukung
kedua blok tersebut.
2. KBRI dapat melakukan
4
tugas melindungi Warga
Negara
Suriah
Indonesia
dengan
tanpa
di
lancar
konsekuensi
diplomatik, serta Warga
Negara Indonesia aman
3. Netralitas
Indonesia
terjaga
5. Pemilihan Opsi Terbaik
Menjaga
Kedutaan
Besar Do Nothing
1. Tidak memblok kedua
Indonesia untuk Suriah untuk (Abstain)
pihak yang berkonflik,
Melindungi Warga Negara
termasuk tidak memblok
Indonesia di Suriah
terhadap
negara-negara
tertentu yang mendukung
kedua blok tersebut.
2. KBRI dapat melakukan
tugas melindungi Warga
Negara
Suriah
Indonesia
dengan
tanpa
di
lancar
konsekuensi
diplomatik, serta Warga
Negara Indonesia aman
3. Netralitas
terjaga
5
Indonesia
6. Penerapan
Indonesia “Abstain” Atas Rancangan Resolusi Pelanggaran HAM Suriah oleh Dewan HAM
PBB Juli 2016 (The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic)
Sumber: (Detik.com)
Berdasarkan kalkulasi RAM, maka kepentingan nasional yang paling menguntungkan
Indonesia dalam Resolusi HAM Dewan PBB terkait Suriah adalah do nothing atau abstain.
Karena dengan abstain, kepentingan nasional yang berupa perlindungan warga negara yang
dilakukan oleh KBRI Indonesia untuk Suriah lebih dapat dilakukan, dengan konskuensi
diplomatik yang tidak ada atau nol. Hal ini terbukti dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri
Retno Marsudi pada Desember 2016 bahwa “Kita (Indonesia) menghitung berdasar
kepentingan nasional kita. (Karena) masih ada ribuan warga negara kita di Suriah”
Pernyataan Menlu tersebut telah dijelaskan sebelumnya oleh Direktur Jenderal
Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal
pada Maret 2016, bahwa pemerintah Indonesia telah memulangkan sekitar 12.217 dari total
12.500 orang yang tercatat oleh Pemerintah RI. Di mana Pemerintah RI memulangkan TKI
tersebut melalui 273 gelombang sejak tahun 2011 (tahun dimulainya konflik Suriah) hingga
tahun Maret 2016 (Arungbodoyo, 2016: Kemala, 2016).
Meskipun Pemerintah RI telah melarang mengirim TKI ke Suriah sejak Tahun 2011,
tetapi jumlah TKI di Suriah bukanlah tersisa sekitar 200-300 orang. Justru bertambah, di
mana Lalu Muhammad Iqbal juga menyatakan bahwa jumlah TKI di Suriah diperkirakan
menjadi 1.100 orang. Jumlah tersebut naik turun karena banyak TKI ilegal yang dibawa oleh
sindikat perdagangan manusia (Arungbodoyo, 2016: Kemala, 2016).
6
Selain itu, menurut Pejabat Konsuler II merangkap Fungsi Penerangan Sosial dan
Budaya KBRI Damaskus, AM. Sidqi, menjelaskan bahwa penyebab maraknya pengiriman
TKI ilegal ke Suriah adalah karena pemerintahan Damaksus masih tetap mengakui Indonesia
sebagai salah satu negara pengirim tenaga kerja. “Kami di Damaskus terus mendorong
Pemerintah Suriah agar mengeluarkan (keputusan, untuk) dikeluarkan dari daftar nama
pengirim TKI ke Suriah. Namun demikian, semangat dan upaya yang sama juga perlu
dilakukan oleh Pemerintah Pusat di Jakarta” ujarnya (Samosir, 2016). Berdasarkan
pentingnya upaya KBRI untuk Suriah dalam melindungi WNI tersebut, sehingga keberadaaan
KBRI untuk Suriah masih sangat diperlukan. Di mana Menurut Jubir Kemenlu, Amanta Nasir
pada Desember 2016 menyatakan bahwa tidak banyak negara yang membuka kedutaan
besarnya, salah satunya Indonesia, hal ini sebagai bentuk perwujudan perindungan
pemerintah Indonesia kepada warga negaranya (Sindonews, 2016).
Berdasarkan konsep RAM dan kepentingan nasional yang berupa perlindungan warga
negara di luar negeri. Maka, alasan Indonesia asbtain adalah karena untuk melindungi warga
negara Indonesia di Suriah. Hal ini dibuktikkan dengan pernyataan pejabat Kementerian Luar
Negeri Indonesia yang telah dijelaskan di atas.
Penulis:
Labib Syarief, S.Sos
Sarjana Hubungan Internasional UIN Jakarta
7
Sumber:
Arungbudoyo, Wikanto. 2016. “Banyak Dipulangkan Jumlah WNI di Suriah Malah
Bertambah”
Okezone.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://news.okezone.com/read/2016/04/11/18/1360126/banyak-dipulangkan-jumlahwni-di-suriah-malah-bertambah)
Damarjati, Danu. “Ramai Dibahas, Ini Penjelasan Menlu Tentang Abstainnya RI soal HAM
di Suriah” Detik News. Diakses pada 26 Desember 2016 dari
(https://news.detik.com/berita/3374686/ramai-dibahas-ini-penjelasan-menlu-tentangabstainnya-ri-soal-ham-di-suriah)
Kemala, Dewi. “33 WNI Berhasil Keluar Dari Wilayah ISIS, 1000 WNI di Suriah”
Tribunnews.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://jateng.tribunnews.com/2016/03/29/33-wni-berhasil-keluar-dari-wilayah-isismasih-1000-wni-di-suriah)
Maulana, Victor. 2014. “Indonesia Kembali Terpilih Jadi Anggota HAM PBB”. Sindonews.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://international.sindonews.com/read/913952/40/indonesia-kembali-terpilih-jadianggota-ham-pbb-1413951596)
Mintz, Alex. dan Karl Derouen. 2010. Understanding Foreign Policy Making: Decision
Making/ New York: Cambridge University Press.
Nuechterlein, Donald E. 1976. “National Interests and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysis and Decision-Making” British Journal of International
Studies. 2(3):246-266.
OHCHR. 2016a. “About Council” OHCHR, Diakses pada 26 Desember 2016 dari
(http://www.ohchr.org/en/hrbodies/hrc/pages/aboutcouncil.aspx)
OHCHR, 2016b, “Session meeting of OHCHR on 32ed”
OHCHR. Diakses pada 26
Desember
2016
dari
(http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/RegularSessions/Session32/Pages/ResDecS
tat.aspx)
Samosir. Hanna Azarya. 2016. “KBRI Damaskus Repatriasi 27 WNI dari Suriah” CNN.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160915140345-106-158511/kbridamaskus-repatriasi-27-wni-dari-suriah/)
Sindonews. 2016. “Pemerintah Tak Tahu Pasti Jumlah WNI di Suriah” Sindonews. Diakses
pada 26 Desember 2016 dari (http://video.sindonews.com/play/28996/pemerintah-taktahu-pasti-jumlah-wni-di-suriah)
Wiraatmaja, Suwardi. 1970. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung.
Yani, Yanyan Mochamad. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
8
Terkait Pelanggaran HAM di Suriah Pada Juli 2016
Oleh: Labib Syarief, S.Sos
Dewan HAM PBB didirikan dalam sidang umum PBB pada 15 Maret 2006 melalui
Resolusi 60/251 untuk menggantikan Komisi HAM PBB. Dewan HAM PBB yang berpusat
di Geneva ini merupakan salah satu organisasi PBB yang memiliki tanggung jawab untuk
menguatkan dan mempromosikan HAM di seluruh dunia, untuk memperhatikan situasi
kekerasan HAM serta untuk membuat rekomendasi terkait HAM. Sehingga Dewan HAM
PBB yang beranggotakan 47 negara dan dipilih dalam sidang umum PBB tersebut, memiliki
peran untuk membahas isu dan situasi HAM di dunia setiap tahun (OHCHR, 2016a).
Salah satu anggota pertama (founding member) sejak berdirinya Dewan HAM PBB
pada tahun 2006 adalah Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2014, Indonesia terpilih kembali
menjadi anggota Dewan HAM PBB untuk yang ketiga kalinya untuk periode tahun 20152017. Desra Percaya, selaku Duta Besar Indonesia untuk PBB pada saat itu, menyatakan
bahwa terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB sebagai bukti nyata
kepercayaan masyarakat internasional terhadap upaya Indonesia dalam pemajuan dan
perlindungan HAM (Maulana, 2014). Selain itu, sebagai anggota Dewan HAM PBB,
Indonesia memiliki hak untuk memvoting dalam tiap rancangan resolusi Dewan HAM PBB.
Salah satu voting rancangan Resolusi Dewan HAM PBB tahunan adalah terkait isu
HAM di Suriah yang bertajuk „The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic'
dalam pertemuan Dewan HAM PBB ke-32 pada tanggal 1 Juli 2016 di Geneva, Swiss. Isi
rancangan resolusi ini tercantum dalam A/HRC/RES/32/25. Hasilnya adalah 27 negara
memvoting „yes‟, 6 negara memvoting „no‟, dan 14 negara memvoting „abstain‟. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memvoting abstain terkait resoulusi ini (OHCHR, 2016b;
Fitriyanti, 2016).
Abstainnya Indonesia dalam voting Dewan HAM PBB terkait isu HAM Suriah
menimbulkan pertanyaan, yaitu apa alasan Indonesia memvoting abstain dalam rancangan
resolusi Dewan HAM PBB terakit isu HAM Suriah pada pertemuan Dewan HAM ke-32 pada
tanggal Juli 2016? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat menggunakan satu perspektif
atau hanya dua konsep tertentu. Berikut ini analisis penulis untuk menjawab pertanyaan
tersebut.
Pertama menggunakan perspektif konstruktivis, di mana Jeffrey T. Checkel
berpendapat bahwa argumen utama perspektif konstruktivisme di antaranya adalah norma
1
dan identitas (Checkel, 2008, dalam Bahravesh, 2011). Berdasarkan perspektif ini, kebijakan
luar negeri abstain Indonesia dalam resolusi Dewan HAM terkait isu HAM di Suriah
dipengaruhi oleh norma dan identitas yang dimiliki oleh Indonesia. Menteri Luar Negeri
Retno Lestari Priansari Marsudi menyatakan bahwa (Darmajati, 2016):
“Delegasi RI mengambil sikap abstain atas rancangan resolusi karena rancangan
resolusi itu tidak seimbang yang hanya menyangkut pelanggaran HAM oleh
Pemerintahan Bashar Al Assad, dan tidak memuat rujukan pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh kelompok oposisi dan non-state actors lainnya"
Kemudian, Menteri Retno juga menambahkan bahwa rancangan resolusi Dewan HAM
tersebut, diprakarsai antara lain oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. “Keduanya
mengkritisi HAM tapi dari satu sisi saja. pelanggaran memanglah pelanggaran, tapi kalau
sudah memihak, maka itu kita tidak inginkan" ujar Menteri Retno. Sehingga ia menegaskan
bahwa Indonesia mengambil posisi yang tidak dikendalikan oleh negara lain (Darmajati,
2016).
Berdasarkan pernyataan Menteri Luar Negeri RI tersebut, alasan Indonesia abstain
adalah karena Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif yang tertera dalam UUD 45.
Di mana UUD 45 dan politik luar negeri bebas aktif bagi konstruktivis adalah identitas dan
norma yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan hal tersebut Indonesia memilih untuk netral,
atau Indonesia memilih untuk tidak memblok ke negara lain, atau tidak dikendalikan oleh
negara lain. Hal ini disebabkan rancangan resolusi hanya ditujukan untuk pelanggaran HAM
oleh Bashar al-Assad, tidak untuk keduanya, baik pelanggaran HAM oleh oposisi dan non
state actors lainnya, maupun untuk Assad. Apalagi telah diketahui bahwa Bashar al-Assad
didukung oleh negara lain, salah satunya Rusia. Sedangkan pihak oposisi Suriah didukung
juga oleh negara lain, di antaranya Amerika Serikat.
Bahkan menurut Direktur Jenderal Multilateral Kemlu Hasan Kleib yang diwawancarai
oleh Antara News mengatakan bahwa forum tersebut bersifat politisasi, tidak seimbang, dan
tidak mencakup isu-isu yang mempromosikan HAM (Fitriyani, 2016). Dengan demikian,
politik luar negeri bebas aktif dalam UUD 45 yang merupakan norma dan identitas yang
dimiliki oleh Indonesia berpengaruh dalam kebijakan abstain Indonesia. Di mana Indonesia
memilih untuk netral dan tidak memblok terhadap negara tertentu.
Kedua, untuk menjawab alasan Indonesia asbtain dalam resolusi Dewan HAM PBB
dapat menggunakan konsep Rational Actor Model (RAM) yang didefinisikan oleh Alex
2
Mintz. Di mana konsep ini menjelaskan bahwa negara membuat pilihan-pilihan rasional
untuk menghitung tingkatan kepuasan demi tercapainya sasaran dan objek (kepentingan
nasional). RAM juga mengidentifikasi alternatif-alternatif beserta konsekuensinya dan
memilih salah satu alternatif yang dapat memaksimalisasi kepuasan (Mintz & Derouen,
2010). Berikut ini adalah langkah-langkah kebijakan luar negeri berdasarkan konsep RAM
(Mintz & Derouen, 2010):
1. Mengidentifikasi masalah;
2. Identifikasi tujuan yang dicapai kepentingan nasional;
3. Identifikasi alternatif untuk mencapai kepentingan nasional;
4. Menganalisa konsekuensi dari tiap alternative;
5. Memilih satu alternatif yang paling baik yang dapat memaksimalkan kepuasan;
6. Penerapan keputusan;
7. monitoring dan evaluasi.
Tujuan akhir dari RAM adalah untuk mendapatkan pilihan yang terbaik dari
kepentingan nasional berdasarkan alternatif yang ada. Di mana kepentingan nasional adalah
tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mendorong para pembuat keputusan dalam
merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional suatu negara sendiri memiliki
unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang vital, seperti pertahanan, keamanan,
militer dan kesejahteraan ekonomi (Yani, 2006).
Selain itu, kepentingan nasional juga dijelaskan oleh Donald E Nuechterlin yang
membagi kepentingan nasional menjadi empat. Salah satunya adalah kepentingan pertahanan
yang di antaranya adalah berupa perlindungan warga negara (Nuechterlin, 1976). Di mana
terkait perlindungan warga negara di luar negeri dilakukan oleh perwakilan Diplomatik yang
salah satu bentuk tugasnya adalah melindungi warga negara sendiri di negara lain
(Wiraatmaja, 1976)
Berikut ini langkah-langkah menganalisis kebijakan luar negeri abstain Indonesia
terhadap Resolusi Dewan HAM PBB tentang pelanggaran HAM di Suriah
1. Identifikasi Masalah
Rancangan Resolusi Pelanggaran HAM di Suriah oleh Dewan HAM PBB Juli 2016
(The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic)
Diketahui bahwa pelanggaran HAM hanya ditujukan untuk Bashar al-Assad, tidak
ditujukan keduanya, baik Assad maupun pihak oposisi dan non state actor lainnya.
Resolusi ini bahkan diinisiasi antara lain oleh AS dan Arab Saudi
3
Pilihan Tindakan Indonesia dalam merespon „The Human Rights Situation in the
Syrian Arab Republic' dalam Pertemuan Dewan HAM PBB ke-32 pada Juli 2016
2.
Tujuan
(Kepentingan 3. Tindakan
4. Konsekuensi
Nasional)
Menjaga
Kedutaan
Besar Yes
Republik
Indonesia
untuk
negara yang anti Assad
Melindungi
seperti AS, dan tampak
Suriah
untuk
1. Memblok
Warga Negara Indonesia di
berpihak
Suriah
oposisi
2. KBRI
terhadap
mendukung
akan
kesulitan
melindungi
Warga
Negara Indonesia, karena
keberpihakan
blok
tersebut, dan juga akan
teancam
oleh
Pemerintahan Assad
3. Netralitas
Indonesia
hilang
Menjaga
Kedutaan
Besar No
Republik
Indonesia
untuk
Suriah
untuk
1. Memblok
terhadap
negara yang pro dengan
Melindungi
Assad seperti Rusia
2. Warga Negara Indonesia
Warga Negara Indonesia di
dapat
Suriah
terancam
oleh
oposisi
3. Netralitas
Indonesia
hilang
Menjaga
Kedutaan
Besar Do Nothing
1. Tidak memblok kedua
Indonesia untuk Suriah untuk (Abstain)
pihak yang berkonflik,
Melindungi Warga Negara
termasuk tidak memblok
Indonesia di Suriah
terhadap
negara-negara
tertentu yang mendukung
kedua blok tersebut.
2. KBRI dapat melakukan
4
tugas melindungi Warga
Negara
Suriah
Indonesia
dengan
tanpa
di
lancar
konsekuensi
diplomatik, serta Warga
Negara Indonesia aman
3. Netralitas
Indonesia
terjaga
5. Pemilihan Opsi Terbaik
Menjaga
Kedutaan
Besar Do Nothing
1. Tidak memblok kedua
Indonesia untuk Suriah untuk (Abstain)
pihak yang berkonflik,
Melindungi Warga Negara
termasuk tidak memblok
Indonesia di Suriah
terhadap
negara-negara
tertentu yang mendukung
kedua blok tersebut.
2. KBRI dapat melakukan
tugas melindungi Warga
Negara
Suriah
Indonesia
dengan
tanpa
di
lancar
konsekuensi
diplomatik, serta Warga
Negara Indonesia aman
3. Netralitas
terjaga
5
Indonesia
6. Penerapan
Indonesia “Abstain” Atas Rancangan Resolusi Pelanggaran HAM Suriah oleh Dewan HAM
PBB Juli 2016 (The Human Rights Situation in the Syrian Arab Republic)
Sumber: (Detik.com)
Berdasarkan kalkulasi RAM, maka kepentingan nasional yang paling menguntungkan
Indonesia dalam Resolusi HAM Dewan PBB terkait Suriah adalah do nothing atau abstain.
Karena dengan abstain, kepentingan nasional yang berupa perlindungan warga negara yang
dilakukan oleh KBRI Indonesia untuk Suriah lebih dapat dilakukan, dengan konskuensi
diplomatik yang tidak ada atau nol. Hal ini terbukti dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri
Retno Marsudi pada Desember 2016 bahwa “Kita (Indonesia) menghitung berdasar
kepentingan nasional kita. (Karena) masih ada ribuan warga negara kita di Suriah”
Pernyataan Menlu tersebut telah dijelaskan sebelumnya oleh Direktur Jenderal
Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal
pada Maret 2016, bahwa pemerintah Indonesia telah memulangkan sekitar 12.217 dari total
12.500 orang yang tercatat oleh Pemerintah RI. Di mana Pemerintah RI memulangkan TKI
tersebut melalui 273 gelombang sejak tahun 2011 (tahun dimulainya konflik Suriah) hingga
tahun Maret 2016 (Arungbodoyo, 2016: Kemala, 2016).
Meskipun Pemerintah RI telah melarang mengirim TKI ke Suriah sejak Tahun 2011,
tetapi jumlah TKI di Suriah bukanlah tersisa sekitar 200-300 orang. Justru bertambah, di
mana Lalu Muhammad Iqbal juga menyatakan bahwa jumlah TKI di Suriah diperkirakan
menjadi 1.100 orang. Jumlah tersebut naik turun karena banyak TKI ilegal yang dibawa oleh
sindikat perdagangan manusia (Arungbodoyo, 2016: Kemala, 2016).
6
Selain itu, menurut Pejabat Konsuler II merangkap Fungsi Penerangan Sosial dan
Budaya KBRI Damaskus, AM. Sidqi, menjelaskan bahwa penyebab maraknya pengiriman
TKI ilegal ke Suriah adalah karena pemerintahan Damaksus masih tetap mengakui Indonesia
sebagai salah satu negara pengirim tenaga kerja. “Kami di Damaskus terus mendorong
Pemerintah Suriah agar mengeluarkan (keputusan, untuk) dikeluarkan dari daftar nama
pengirim TKI ke Suriah. Namun demikian, semangat dan upaya yang sama juga perlu
dilakukan oleh Pemerintah Pusat di Jakarta” ujarnya (Samosir, 2016). Berdasarkan
pentingnya upaya KBRI untuk Suriah dalam melindungi WNI tersebut, sehingga keberadaaan
KBRI untuk Suriah masih sangat diperlukan. Di mana Menurut Jubir Kemenlu, Amanta Nasir
pada Desember 2016 menyatakan bahwa tidak banyak negara yang membuka kedutaan
besarnya, salah satunya Indonesia, hal ini sebagai bentuk perwujudan perindungan
pemerintah Indonesia kepada warga negaranya (Sindonews, 2016).
Berdasarkan konsep RAM dan kepentingan nasional yang berupa perlindungan warga
negara di luar negeri. Maka, alasan Indonesia asbtain adalah karena untuk melindungi warga
negara Indonesia di Suriah. Hal ini dibuktikkan dengan pernyataan pejabat Kementerian Luar
Negeri Indonesia yang telah dijelaskan di atas.
Penulis:
Labib Syarief, S.Sos
Sarjana Hubungan Internasional UIN Jakarta
7
Sumber:
Arungbudoyo, Wikanto. 2016. “Banyak Dipulangkan Jumlah WNI di Suriah Malah
Bertambah”
Okezone.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://news.okezone.com/read/2016/04/11/18/1360126/banyak-dipulangkan-jumlahwni-di-suriah-malah-bertambah)
Damarjati, Danu. “Ramai Dibahas, Ini Penjelasan Menlu Tentang Abstainnya RI soal HAM
di Suriah” Detik News. Diakses pada 26 Desember 2016 dari
(https://news.detik.com/berita/3374686/ramai-dibahas-ini-penjelasan-menlu-tentangabstainnya-ri-soal-ham-di-suriah)
Kemala, Dewi. “33 WNI Berhasil Keluar Dari Wilayah ISIS, 1000 WNI di Suriah”
Tribunnews.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://jateng.tribunnews.com/2016/03/29/33-wni-berhasil-keluar-dari-wilayah-isismasih-1000-wni-di-suriah)
Maulana, Victor. 2014. “Indonesia Kembali Terpilih Jadi Anggota HAM PBB”. Sindonews.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://international.sindonews.com/read/913952/40/indonesia-kembali-terpilih-jadianggota-ham-pbb-1413951596)
Mintz, Alex. dan Karl Derouen. 2010. Understanding Foreign Policy Making: Decision
Making/ New York: Cambridge University Press.
Nuechterlein, Donald E. 1976. “National Interests and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysis and Decision-Making” British Journal of International
Studies. 2(3):246-266.
OHCHR. 2016a. “About Council” OHCHR, Diakses pada 26 Desember 2016 dari
(http://www.ohchr.org/en/hrbodies/hrc/pages/aboutcouncil.aspx)
OHCHR, 2016b, “Session meeting of OHCHR on 32ed”
OHCHR. Diakses pada 26
Desember
2016
dari
(http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/RegularSessions/Session32/Pages/ResDecS
tat.aspx)
Samosir. Hanna Azarya. 2016. “KBRI Damaskus Repatriasi 27 WNI dari Suriah” CNN.
Diakses
pada
26
Desember
2016
dari
(http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160915140345-106-158511/kbridamaskus-repatriasi-27-wni-dari-suriah/)
Sindonews. 2016. “Pemerintah Tak Tahu Pasti Jumlah WNI di Suriah” Sindonews. Diakses
pada 26 Desember 2016 dari (http://video.sindonews.com/play/28996/pemerintah-taktahu-pasti-jumlah-wni-di-suriah)
Wiraatmaja, Suwardi. 1970. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung.
Yani, Yanyan Mochamad. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
8