SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEHARTO (1)

SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEHARTO
(1966-1998)
1. PENATAAN KEHIDUPAN POLITIK
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas
dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru merupakan tatanan seluruh
kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru
merupakan koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Melalui Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh
MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan
nasional. Berdasarkan Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah
Kabinet Ampera.
Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sebagai presiden dan sekaligus menjabat
sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11
Oktober 1966, jabatan Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkat
sebagai perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang
disempurnakan.
Sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan
pemerintahan di tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari

1967Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden
yang disebut PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS berdasarkan Keputusan Pimpinan
MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan tentang penyerahan
kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Sebagai tindak
lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967
tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan
Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden
Republik Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan
terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968
Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS
No. XLIV/MPRS/1968.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1.1. Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan
tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitasekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Program


Kabinet

Ampera

terkenal

dengan

nama Catur

Karya

Kabinet

Ampera yakni :


Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan




Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal
5 Juli 1968



Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional



Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk
dan manifestasinya



Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden
RI untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah Kabinet Pembangunan
dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:
1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
2. Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum

3. Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
4. Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.

1.2. Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan,
Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:


Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan
Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966



Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia



Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang
dianggap terlibatGerakan 30 September 1965.


1.3.

Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama
pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan
penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan social politik.
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan

ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu
adalah:
 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU,

Parmusi, PSII, dan PERTI
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai

Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
 Golongan Karya

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru
dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan
pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya
perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi serta pemahaman
Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.
1.4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali
pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam
setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar
selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997
yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar
memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh
5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan
suara hanya mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh
partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru
telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan
baik. Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas,
dan rahasia). Namun dalam kenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan
salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu

mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan
pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar.
Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota
MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan

usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa
catatan.

1.5. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan
peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini
kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian
peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara
pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan
adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara
pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota
MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan
dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI sejak zaman
Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan

meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda.
Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa dari
perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh dikatakan
peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam
percaturan politik bangsa selama ini.
1.6. Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada

tanggal 12

April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan

gagasan

mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal
dengan namaEkaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan
Pengamalan

Pancasila


(P4).

pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang

Untuk
Dasar

1945 secara

mendukung
murni

dan

konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4
secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Penataran

P4


ini

bertujuan

membentuk

pemahaman

yang

sama

mengenai demokrasiPancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama
terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut
opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde
Baru. Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas
tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh

menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas

tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan
Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem
sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru,
dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama
Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri
Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki
kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

2. PENATAAN POLITIK LUAR NEGERI
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali
dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan
politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus
didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran
rakyat, kebenaran, serta keadilan.
2.1. Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota
PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh
Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia
menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh
PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua
Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga
memulihkanhubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia,
dan negara-negara lainnya yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde
Lama.
2.2. Normalisasi Hubungan dengan Negara lain
2.2.1. Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman,
hubungan Indonesia dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali. Pada
tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan
atas Republik Singapura kepada Perdana MenteriLee Kuan Yew. Dan
pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.

2.2.2. Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan
diadakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang
menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian tersebut adalah:


Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang
telah merekaambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi
Malaysia.



Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.



Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan

hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam
Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak(Malaysia).
2.2.3. Pembekuan Hubungan dengan RRC
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia
membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC).
Keputusan tersebut dilakukan karena RRC telah mencampuri urusan dalam
negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G 30 S PKI baik
untuk

persiapan,

pelaksanaan,

maupun

sesudah

terjadinyapemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa
kecewa dengan tindakan teror yang dilakukan orang-orang Cina terhadap
gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di
Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada
tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan
menyokong bangkitnya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah
melakukan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967
Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Besar di Peking.

3. PENATAAN KEHIDUPAN EKONOMI
3.1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

Untuk

mengatasi

keadaan ekonomi yang

kacau

sebagai

peninggalan

pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
1) Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan.
Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
2) MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional,
terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi
ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak
terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Langkah-langkah yang
diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah
Mendobrak

kemacetan

ekonomi

dan

memperbaiki

sektor-sektor

yang

menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan
ekonomi tersebut adalah:
1.

Rendahnya penerimaan negara.

2.

Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.

3.

Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.

4.

Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.

5.

Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada
kebutuhan prasarana.
Untuk

melaksanakan

langkah-langkah

penyelamatan

tersebut,

maka

pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara :


Mengadakan operasi pajak



Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan
perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan
menghitung pajak orang.



Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.



Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membentung laju inflasi.

Dan pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir

tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah
dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan
kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang
khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi
nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing
sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan
berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama,
Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan
ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan
disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok
kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan
fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.
3.1.1. Kerjasama Luar Negeri
 Pertemuan Tokyo

Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah,
pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat
besar yakni mencapai 2,2 - 2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru
meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran
kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah
Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor
di Tokyo.Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa
ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang
yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal
ini mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun
dilanjutkan di Paris,Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut :
1. Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari
tahun 1970 sampai dengan 1999.
2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan
yang sama besarnya.
3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif,
baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
 Pertemuan Amsterdam

Pada

tanggal

23-24

di Amsterdam, Belanda yang

Februari 1967 diadakan
bertujuan

perundingan

membicarakan

kebutuhan

Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan
dengan

syarat

lunas,

(Intergovernmental

yang

Group

for

selanjutnya

dikenal

dengan IGGI

Indonesia).

Pemerintah

Indonesia

mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya guna
pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta
persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan bantuan
luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah berhasil
mengadakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran
kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalanOrde Lama. Melalui
pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan
luar negeri.
3.1.2. Pembangunan Nasional
 Trilogi Pembangunan

Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka
langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah
melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang
diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan
Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka
Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap
Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka
Panjang mencakup periode 25-30 tahun.
Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat,
bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya
mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945
yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
2. Meningkatkan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde
Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan.

Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi
Pembangunan adalah :

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde
Baru adalah :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan,
sandang dan perumahan.
2. Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan
kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan

kesempatan

berpartisipasi

dalam

pembangunan,

khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
 Pelaksanaan Pembangunan Nasional

Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional
direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan
Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui
program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru,
pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
a. Pelita I
Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan
menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi

pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang,
perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian
sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia
masih hidup dari hasil pertanian.
b. Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979.
Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan
Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil
ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi
9,5%.
c. Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984.
Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan
titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan
Jalur Pemerataan.
d. Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik
berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan,
dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal
tahun 1980 terjadi resesi.

Untuk

mempertahankan

kelangsungan

pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan
fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus.
e. Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini
pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu
kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan
pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih
baik dibanding sebelumnya.
f.

Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program

pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang

berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian
telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan
runtuhnya pemerintahan Orde Baru.

4. KELEBIHAN SISTEM PEMERINTAHAN ORDE BARU
1. Sukses transmigrasi
2. Sukses KB
3. Sukses memerangi buta huruf
4. Sukses swasembada pangan
5. Pengangguran minimum
6. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
7. Sukses Gerakan Wajib Belajar
8. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
9. Sukses keamanan dalam negeri
10. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
11. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

5. KEKURANGAN SISTEM PEMERINTAHAN ORDE BARU
1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi
si kaya dan si miskin)
6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat
Tionghoa)
7. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel
9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden
selanjutnya)
11. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak
Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang
efektif negara pasti hancur.
12. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga
kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
13. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara
dipegang oleh swasta

6. KRISIS FINANSIAL ASIA
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi
Asia, disertaikemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan
komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan
perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa,
meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas,
Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya
untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J.
Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai sistem pemerintahan soeharto diatas, maka kami dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
2. Latar belakang lahirnya orde baru adalah karena adanya gerakan 30 S/PKI, kekosongan
pimpinan Angkatan Darat, Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa, pemuda
dan pelajar di depan gedung DPR-GR yang mengajukan tuntutan yang disebut Tritura
yaitu Pembubaran PKI, Pembersihan Kabinet Dwikora dan Turunkan harga barang),
Perubahan Kabinet (Dwikora-Seratus menteri, Tertembaknya Mahasiswa Arif Rahman
Hakim.
3. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

4. Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde
Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah: (1) Memperbaharui kebijakan
ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No.
XXIII/MPRS/1966. (2) MPRS mengeluarkan

garis

program

pembangunan,

yakni

program penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
5. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas akibat dari krisis finansial Asia yang
menyebabkan krisis keuangan dan ekonomi yang dialami indonesia, Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa
bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk
menjadi presiden ketiga Indonesia.

SISTEM PEMERINTAHAN
SOEHARTO
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan

KELOMPOK 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Agung Firmansyah
Apriani Nur Hikmah
Dani Arif Pangestu N.
Irvandi Raja Monang N.
Lailatul Mukaromah
Muhammad Tsaqib M.
Tuty Andriyani

SEKOLAH TINGGI TRANSPORTASI DARAT