hubungan partisipasi masyarakat terhadap indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Teori demokrasi mengajarkan bahwa demokratisasi membutuhkan hadirnya masyarakat
sipil yang terorganisir secara kuat, mandiri, semarak, pluralis, beradab, dan partisipatif.
Partisipasi merupakan kata kunci utama dalam masyarakat sipil yang menghubungkan antara
rakyat biasa (ardinary people) dengan pemerintah. Partisipasi bukan sekedar keterlibatan
masyarakat dalam pemilihan kepala desa dan BPD, tetapi juga partisipasi dalam kehidupan
sehari-hari yang berurusan dengan pembangunan dan pemerintah desa. Secara teoretis,
partisipasi adalah keterlibatan secara terbuka (Inclusion) dan keikutsertaan (involvement).
Keduanya mengandung kesamaan tetapi berbeda titik tekannya. Inclusion (termasuk)
menyangkut siapa saja yang terlibat, sedangkan involvement berbicara tentang bagaimana
masyarakat terlibat. Keterlibatan berarti memberi ruang bagi siapa saja untuk terlibat dalam
proses politik, terutama kelompok-kelompok masyarakat miskin, minoritas, rakyat kecil,
perempuan, dan kelompok-kelompok marginal lainnya.
Dalam konteks pembangunan dan pemerintahan desa, partisipasi masyarakat terbentang
dari proses pembuatan keputusan sehingga evaluasi. Proses ini tidak semata didominasi oleh
elite-elite desa (Pamong Desa, BPD, Pengurus RT maupun Pemuka Masyarakat), melainkan
juga melibatkan unsur-unsur lain seperti perempuan, pemuda, kaum tani, buruh dan
sebagainya. Dari sisi proses, keterlibatan masyarakat biasa bukan dalam konteks mendukung
kebijakan desa atau sekedar menerima sosialisasi kebijakan desa, melainkan ikut menentukan

kebijakan desa sejak awal.
Partisipasi politik dalam pembangunan desa, misalnya, bisa dilihat dari keterlibatan
masyarakat dalam merumuskan kebijakan pembangunan (rencana strategis desa, program
pembangunan dan APBDES, dan lain-lain), antara lain melalui forum RT, Musbangdus,
Musbangdes maupun Rembuk Desa. Forum-forum itu juga bisa digunakan bagi pemerintah
desa untuk mengelola akuntabilitas dan transparansi, sementara bagi masyarakat bisa
digunakan untuk voice, akses dan kontrol terhadap pemerintah desa.
Secara substantif, partisipasi masyarakat mencakup tiga hal. Pertama, voice (suara):
setiap warga mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan suaranya dalam proses
pembangunan. Pemerintah, sebaliknya mengakomodasi setiap suara yang berkembang dalam
masyarakat yang kemudian dijadikan sebagai basis perencanaan pembangunan. Kedua, akses,
yakni setiap warga mempunyai kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi
perencanaan pembangunan desa dan akses terhadap sumber daya lokal. Ketiga, kontrol, yakni
setiap warga atau elemen-elemen masyarakat mempunyai kesempatan dan hak untuk
melakukan pengawasan (kontrol) terhadap lingkungan kehidupan dan pelaksanaan
pembangunan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah,
masyarakat menaruh harapan yang besar terhadap implementasi otonomi daerah. Tak
terkecuali masyarakat ditingkat desa, memberikan dinamika dan suasana baru dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan di desa. Sebab, masyarakat desa sangat sadar keberadaan

institusi-institusi demokrasi desa selama ini berada dalam kondisi yang tidak kondusif dalam
mendorong menegakkan demokrasi pada level akar rumput (masyarakat pedesaan).
Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari keikutsertaan langsung
masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti
sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah.
Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi sering kali ditentukan secara masif yakni dari
banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan

berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi
masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga khususnya dalam pembuatan
keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam
pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak
hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tetapi juga mulai tahap perencanaan pengambilan
keputusan. (http//:www.jurnal kopertis.org)
Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk
memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan
dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan
aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan
motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan
rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat Community Devlopment sangat
bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus mampu
menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai
hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk
baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan
berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan
permasalahan baru. Selain memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga
membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien segi pembiayaan dan efektif dari
segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini penting karena akan menentukan di mana
peran pemerintah dan di mana peran masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan
secara optimal dan sinergi. (http//www.eeqbal.blogspot.com)
Partisipasi masyarakat dalam otonomi desa berupa subtansi nyata dari kemampuan
masyarakat setempat untuk mengakses potensi sumber daya yang ada di lingkungannya.
Sehingga potensi sumber daya yang sangat melimpah ruah itu bisa dijadikan nilai tambahan
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa-desa bersangkutan. Maka bantuan
pemerintah daerah berupa financial (keuangan), program pembangunan, dan pelimpahan
kewenangan merupakan syarat yang perlu dipenuhi. Meskipun hasil harus terbatas pada
beberapa hal yang dianggap penting bagi percepatan pembangunan kemandirian desa.
Kenyataan partisipasi masyarakat desa yang dianggap kunci keberhasilan pembangunan

otonomi daerah justru hanya merupakan partisipasi manipulatif. Artinya masyarakat desa
tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk melibatkan diri dalam pembangunan di
desanya. Bahkan banyak objek pembangunan pedesaan yang masih dilakukan secara sepihak
dari atas (Top-Down). Sehingga sasaran pembangunan tidak sesuai dengan aspirasi dan
harapan masyarakat setempat.
Partisipasi politik masyarakat dalam rencana pembangunan desa harus sudah dimulai
sejak saat perencanaan kemudian pelaksanaan dan seterusnya pemeliharaan. Kegiatan
masyarakat yang disebut partisipasi politik adalah perilaku politik lembaga dan para pejabat
pemerintah yang bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan
politik, perilaku politik masyarakat (individu/kelompok) yang berhak mempengaruhi
lembaga dan pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan politik, karena menyangkut
kehidupan masyarakat.
Dalam perspektif politik, Huntington (1993:270), partisipasi politik masyarakat
merupakan ciri khas modernisasi politik dalam pembangunan desa, kemajuan demokrasi
dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi politik masyarakat. (Tjokroamidjojo, 1991:113),
pertama, partisipasi politik aktif masyarakat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah,
strategi dan kebijakan; kedua, keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan
secara berkeadilan. Alexander Abe (2001:110), Partisipasi politik masyarakat merupakan hal

terpenting dalam pembangunan desa, yaitu akan menjadi wahana political education yang

sangat baik. Sedangkan menurut Conyers “Pertama, partisipasi politik masyarakat sebagai
alat guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
yang tanpa kehadirannya program pembangunan desa serta proyek akan gagal; kedua,
masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan didesa, jika merasa dilibatkan
dalam proses persiapan dan perencanaannya dan pengambilan keputusan terhadap priritas
pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat, karena akan lebih mengetahui seluk-beluk
proyek dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek; dan ketiga, yang mendorong
partisipasi umum dibanyak negara karena timbul anggapan bahwa hak demokrasi bila
masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.” Katz ” partisipasi politik
masyarakat diwujudkan melalui partisipasi politik dalam proses pembuatan keputusan,
pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi.
(http://publik.brawijaya.ac.id/simple/us/jurnal/pdffile/Annisa%20partisipasi%20politik
20dalam%20pembangunan%20desa.pdf, 13 Desember 2015).
Partisipasi politik dapat dianggap sebagai tolak ukur dalam menilai apakah proyek
yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan desa. Jika masyarakat desa, tidak
berkesempatan untuk berpartisipasi politik dalam pembangunan suatu proyek didesanya.
Proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa (Ndraha, 1990:103).
Partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa bertujuan untuk menjamin
agar pemerintah selalu tanggap terhadap masyarakat atau perilaku demokratisnya. Dan itu
juga berarti bahwa metode yang digunakan dalam pembangunan desa harus sesuai dengan

kondisi fisiologis sosial dan ekonomi serta lingkungan kebudayaan didesa. (Bharracharyya,J,
1972:20) Dusseldorp (1994:10), salah satu cara untuk mengetahui kualitas partisipasi politik
masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan seseorang dalam berbagai tahap
proses pembangunan yang terencana mulai dari perumusan tujuan sampai dengan penilaian.
(http://publik.brawijaya.ac.id/simple/us/jurnal/pdffile/Annisa%20partisipasi%20polit
ik 20dalam%20pembangunan%20desa.pdf, 13 Desember 2015).
Desa Kelanga sebagai salah satu desa di daerah Kabupaten Natuna, dalam
pembangunannya, salah satunya pembangunan desa telah berupaya menempatkan partisipasi
politik masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan terhadap pembangunan
desa dengan melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan program, pelaksanaan
kegiatan, monitoring dan evaluasi pembangunan desa sesuai dengan substansi yang
terkandung dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Namun karena pelaksanaan
pembangunan desa yang melibatkan peran aktif dari masyarakat merupakan fenomena baru
bagi masyarakat, dimana selama ini pelaksanaan pembangunannya jarang sekali melibatkan
partisipasi masyarakatnya. Walaupun ada, partisipasi masyarakat hanya bersifat manipulatif
belaka. Pada Desa Kelanga, partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa belum
diimbangi dengan adanya proses pemilihan yang memadai, melainkan hanya sekedar bentuk
baru dari tanggapan masyarakat terhadap manipulasi para elite atas kehidupan politik
nasional mereka. Padahal proses partisipasi politik masyarakat merupakan bagian penting
dari pembangunan desa di mana ia selalu berhadapan dengan berbagai rintangan dan

halangan terhadap tindakan yang kaku ataupun penghasut-penghasut yang membahayakan.
Partisipasi politik masyarakat nampaknya terbentur dengan minimnya pertemuan untuk
memusyawarahkan tentang program pembangunan desa yang akan dijalankan, hal ini terlihat
dengan beberapa orang tertentu saja yang terlibat dalam pertemuan musyawarah desa. ( Hasil
Wawancara Via Telepon dengan Bapak Saleh Tokoh Masyarakat Desa Kelanga Tanggal 27
Maret 2008)

2. Kerangka Teori
2.1.
Desa
Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004, desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia.
Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas
dalam kesatuan geografis tertentu agar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak
kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung kepada alam. Oleh
karena itu, desa diasosiakan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor
agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat
pendidikan yang dikatakan rendah. Sedangkan dari sudut pandang politik dan hukum, desa

sering diidentikkan sebagai organisasi kekuasaan. Melalui kaca mata ini, desa dipahami
sebagai organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai
wewenang tertentu dalam struktur pemerintah negara. (Juliantara, 2000:18)
Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 selanjutnya disebut desa
adalah kesatuan masyarakat hukum memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintah nasional dan berada
di kabupaten atau kota, sebagaimana dimaksud dalam UU 1945. Landasan pemikiran dalam
pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi,
dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai wujud demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah desa dibentuk Badan
Permusyawaratan Desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya yang berkembang di desa
yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan Kepala Desa. Di desa di bentuk lembaga
kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam
memberdayakan masyarakat desa.
Kepala Desa pada dasarnya bertanggungjawab pada rakyat desa yang dalam tata cara
dan prosedur pertanggungjawaban disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat.
Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberi keterangan laporan

pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok
pertanggungjawaban namun tetap memberikan peluang kepada masyarakat melalui BPD
untuk menanyakan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian
dengan pertanggung jawaban yang dimakasud.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan, penghapusan,
penggabungan, perangkat pemerintah desa, keuangan desa, pembangunan desa, dan lain
sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang ditetapkan dalam peraturan daerah
mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.2.
Pemerintahan Desa
Dalam pemerintah daerah Kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri
dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, pembentukan, penghapusan, dan
penggabungan desa dengan memperhatikan asal usul dan prakarsa masyarakat. Desa di
kabupaten secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai
usul dan prakarsa pemeritah desa bersama BPD yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pemeritah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari
sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa diisi dari pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan.

A.

B.
C.
D.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan
pengaturannya kepada desa.
Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemeritah kebupaten.
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada desa.

Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten
kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber daya manusia.
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Lembaga kemasyarakatan bertugas
membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam pemberdayaan masyarakat desa.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut

menimbulkan pendapatan, belanja, dan pengolahan keuangan desa. Sumber pendapatan desa
adalah :
a. Pendapat asli desa.
b. Bagi hasil pajak daerah dan distribusi kabupaten.
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten.
d. Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintahan kebupaten atau kota.
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
Pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten atau pihak ketiga
mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Pelaksanaan
pembangunan kawasan pedesaan diatur dengan perda, dengan memperhatikan:
a. Kepentingan masyarakat desa;
b. Kewenangan desa;
c. Kelancaran pelaksanaan investasi;
d. Kelestarian lingkungan hidup;
e. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada
peraturan pemerintah. Perda sebagaimana dimaksud wajib mengakui dan menghormati hak,
asal usul, dan adat istiadat desa.
2.3.

Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan dalam
berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut serta dengan pemerintah
memberi bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan menjamin
berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagian
“pengikutsertaan” atau pengambil bagian dalam kegiatan bersama.

Secara umum ada 2 (dua) jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat,
menurut Soetrisno (1995:221), yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat terhadap
rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan oleh perencana.
Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam defenisi ini pun diukur dengan
kemauan masyarakat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang
maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.
2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat antara
perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan
mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan
masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya
hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di
wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan
masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
Dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan, maka pengertian partisipasi setidak-tidaknya
mengandung tiga pokok pikiran,yaitu:
1. Titik berat partisipasi adalah keterlibatan dari mental dan emosional, kehadiran secara
fisik semata-mata dalam suatu kelompok. Tampa keterlibatan tersebut bukanlah
merupakan partisipasi.
2. Kesediaan memberikan kontribusi. Wujud kontribusi dalam pembangunan dapat
bermacam-macam, misalnya: barang, uang, jasa, bahan-bahan, sebuah pikiran,
ketrampilan dan sebagainya.
3. Kebersediaan untuk bertanggung jawab sepenuh hati.
Suksesnya partisipasi langsung berhubungan dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi
seperti itu terjadi pada partisipasi yang ada dalam lingkungannya. Perkerjaan partisipasi lebih
baik situasinya dari pada lainnya. Syarat-syarat tersebut yaitu:
1. Diperlukan banyak waktu untuk berpartisipasi sebelum bertindak. Partisipasi tidak
akan terjadi dalam keadaan mendadak.
2. Biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi dan sebagainya.
3. Subjek partisipasi harus relevan dengan organisasi, partisipasi sesuatu yang akan
menarik perhatian partisipasi atau akan dianggapnya sebagai perkerjaan yang sibuk.
4. Partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan dan pengetahuan untuk
berpartisipasi secara efektif.
5. Partisipasi harus mampu berkomunikasi untuk saling bertukar gagasan.
6. Tidak seorangpun akan merasakan bahwa posisinya diancam dengan partisipasi;
partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada seluruh organisasi hanya dapat
menempati lingkungan kebebasan kerja kelompok.
Dengan demikian konsepsi partisipasi dalam pembangunan memiliki perspektif yang
sangat luas. Seorang dikatakan telah berpartisipasi apabila ia telah terlibat secara utuh dalam
proses pelaksanaan pembangunan baik secara pisik maupun mental. Keterlibatan individu
dapat dimanifiestasikan dalam berbagai bentuk kontribusi.
Tingkat partisipasi yang tinggi akan memunculkan kemandirian masyarakat baik dalam
bidang ekonomi, politik, sosial budaya, yang secara betahap akan menimbulkan jati diri,
harkat dan martabat masyarakat secara maksimal. Partisipasi sendiri diterapkan dalam tiga
sektor:

1. Sektor ekonomi fokusnya adalah mekanisme pasar.
2. Sektor politik fokusnya adalah pengembangan demokrasi
3. Sektor sosial dan budaya fokusnya adalah partisipasi sosial.
2.4.
Pembangunan Politik Desa
Pembangunan adalah perubahan yang dilakukan secara terencana dan menyeluruh yang
dilakukan oleh negara-bangsa dalam rangka memperoleh kemajuan untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan.
Menurut Kuncoro (2004:3), pembangunan adalah suatu proses yang kompleks dan penuh
ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan direncanakan dari pusat.
Karena itu dengan penuh keyakinan para pelopor desentralisasi mengajukan sederet panjang
alasan dan argumen tentang pentingnya desentralisasi dalam pembangunan.
Menurut Siagian (2003:4), pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan secara berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,
negara dan pemerintah, menuju moderenitas dalam rangka pembinaan bangsa. Lebih jauh
lagi dia menyatakan bahwa pembangunan mengandung aspek yang sangat luas salah satunya
mencakup pembangunan di bidang politik.
Ndraha (2000:15) mengartikan pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Sebaliknya dia mengatakan
implikasi dari defenisi tersebut yaitu:
1. Pembangunan berarti membangkitkan kemauan optimal manusia baik dan
kesejahteraan (Equity)
2. Menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai
dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk
kesempatan yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan
(Empowermwnt )
3. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri
(Sustainability)
4. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan yang
lainnya dan menciptakan hubungan yang saling menggantungkan dan saling
menghormati (Interdependece)
Ada beberapa ide pokok yang sangat penting diperhatikan tentang pembangunan yaitu
sebagai berikut:
Pertama, bahwa pembangunan merupakan suatu proses berarti suatu kegiatan yang terusmenerus dilaksanakan meskipun sudah barang tentu bahwa proses itu dapat dibagi dan
biasanya memang dibagi menjadi tahap-tahap tertentu yang berdiri sendiri. Pentahapan itu
dapat dibuat berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil tertentu yang diharapkan akan
diperoleh.
Kedua, bahwa pembangunan merupakan usaha yang secara sadar dilaksanakan. Jika ada
kegiatan yang kelihatannya nampak seperti pembangunan, akan tetapi sebenarnya tidak
dilaksanakan secara sadar dan timbul hanya secara insedental di masyarakat tidaklah dapat
digolongkan kepada kategori pembangunan.
Ketiga, bahwa pembangunan dilakukan secara berencana dan perencanaan itu berorientasi
kepada pertumbuhan dan perubahan.
Keempat, bahwa pembangunan mengarah kepada modernitas. Modernitas disini diartikan
sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik dari pada sebelumnya serta kemampuan untuk
lebih menguasai alam lingkungan dalam rangka peningkatan kemampuan swasembada dan
mengurangi ketergantungan pada pihak lain.

Kelima, bahwa modernitas yang dicapai melalui pembangunan itu bersifat multi
dimensional. Artinya bahwa modernitas itu mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa dan
negara, terutama aspek politik, ekonomi, sosial budaya.
Keenam, bahwa semua hal yang telah disebutkan dimuka ditujukan kepada usaha
membina bangsa yang terus menerus dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan bangsa
dan negara yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Nugroho (2003:24) inti dari pembangunan pada dasarnya adalah
pergerakan ekonomi rakyat. Ada pepatah mengatakan bahwa negara dalam kondisi paling
berbahaya jika rakyatnya miskin. Kemiskinan mempunyai pengaruh paling buruk kepada
setiap sisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, tugas pembangunan adalah menanggunglangi
kemiskinan. Dengan pemahaman ini dapat dikatakan bahwa inti pembangunan adalah
menggerakan ekonomi agar rakyat mempunyai kemampuan untuk tidak berada dalam
kemiskinan. Dalam bahasa politis disebut sebagai ” menggerakan ekonomi rakyat”.
Pembangunan yang mencapai hasil dapat secara efektif dicapai dengan melihat kekuatan
pokok yang harus dibangun dan mengidentifikasikan tugas pokok dan fungsi dari lembagalembaga strategis pembangunan. Kekuatan pokok yang dibangun oleh indonesia adalah
keunggulan bersaing. Hanya bangsa yang memiliki keunggulan bersaing yang pokok adalah
keunggulan ekonomi. Dengan demikian, setiap bidang harus mendukung kearah terbentuknya
daya saing ekonomi.
Secara khusus prioritas bagi sektor ekonomi adalah membangun daya saing pelaku
ekonomi baik secara sektoral maupun secara regional. Daya dukung ideologi, politik dan
hukum adalah implementasi kebijakan otonomi daerah yang taat asas dan penegakkan hukum
yang konsisten. Daya dukung di bidang sosial budaya adalah membangun paradigma
pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja kesemuanya tidak akan terjadi
jika tidak didukung keamanan dan ketertiban yang mantap. Dengan melihat kondisi tersebut,
maka strategi untuk pelaku ekonomi/ usaha adalah mewajibkan implementasi good cooperate
governance, dan untuk sektor bukan ekonomi bisnis dengan mewajibkan implementasi good
governance.
Visi dari pembangunan adalah terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri, sejatera, adil,
dan setia kepada pancasila dan UU 45. Visi ini mempunyai jangka waktu tak terbatas, karena
sifat dari ” kemajuan” bersifat tergantung dengan waktu. Oleh karena itu, dapat pula disusun
visi lima tahunan, dan disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan yang harus dijangkau
dalam lima tahun kedepan. Misi pembangunan tidak berbeda dengan misi dari Negara
Indonesia, Seperti yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap
bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dikaitkan dengan
konteks kekinian, maka misi pembangunan disempurnakan lagi dengan mencermati kondisi
objektif dalam masyarakat yaitu adanya kesenjangan sebagai tantangan pembangunan. Oleh
karenanya, secara lebih fokus, maka misi dari pembangunan adalah menanggulangi
kesenjangan, mempersiapkan kompetisi global, dan menjaga kesinambungan hidup bangsa
dengan pola pembangunan untuk rakyat, dilaksanakan oleh rakyat sesuai aspirasi yang
tumbuh dari rakyat.
Manajemen strategi pembangunan yang diturunkan dari misi diatas adalah ” Strategi
Pembangunan Partisipatif”, atau dapat juga disebut sebagai ”Strategi Pembangunan
Pemberdayaan ”. Pembangunan yang partisipatif sendiri diterapkan dalam lima sektor:
1. Sektor Ekonomi fokusnya adalah mekanisme pasar
2. Sektor Politik fokusnya adalah pengembangan demokrasi
3. Sektor Sosial fokusnya adalah partisipasi sosial
4. Sektor Hukum fokusnya adalah membangun tertib hukum

5. Sektor Administrasi fokusnya adalah membangun good govertnance
Pembangunan nasional indonesia mengambil konsep dasar pembangunan sesuai dengan
kondisi terkini dari negara indonesia, yaitu adanya keragaman potensi, kecakapan, keinginan
dari setiap daerah di indonesia, dan telah disepakatinya desentralisasi sebagai pola
penyelenggaraan pembangunan, dimana otonomi daerah diletakkan pada tingkat kabupaten
dan kota. Dengan demikian konsep dasar pembangunannya adalah bahwa tugas dari
pemerintah nasional adalah menyusun visi, misi, dan strategi pembangunan nasional.
Pemerintah Kabupaten dan kota melaksanakan sesuai dengan potensi, kecakapan, dan
aspirasi. Pemerintah Provinsi bertugas untuk menjadi pendamping dan penyelaraskan
pembangunan natar daerah otonom tersebut.
Mengingat konsep dasar pembangunan tersebut, maka startegi pembangunan nasional
yang disusun oleh Pemerintah Provinsi adalah menyusun secara rinci secara sektoral strategistrategi pembangunan dimana setiap daerah dapat memilih sektor dan strateginya sesuai
dengan potensi, kecakapan, dan aspirasi lokal. Jadi, ibaratnya, strategi pembangunan nasional
adalah menu yang lengkap untuk diberikan kepada masyarakat membangun di daerahnya
untuk dapat memilih sesuai dengan prioritas pembangunan di daerahnya masing-masing.
Konsep pembangunan desa menjelaskan : pembangunan masyarakat adalah suatu gerakan
untuk memajukan suatu kehiduapan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, dengan
partisipasi aktif, bahkan jika mungkin dengan swakarsa (inisiatif) masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu bagaimana menggugah dan menumbuhkembangkan partisipasi sangatlah
diperlukan untuk proses pembangunan masyarakat itu sendiri ( DEPDAGRI).
Menurut Islamy (2004) partisipasi masyarakat berarti : (1). Memberilkan kesempatan
yang nyata kepada mereka untuk mempengaruhi pembuatan keputusan tentang masalah
kehidupan ya ng mereka hadapi sehari-hari dan memperkecil jurang pemisah antara
pemerintah dan rakyat (2). Memperluas pendidikan politik sebagai landasan bagi demokrasi,
dengan demikian mereka akan terlatih dalam menyusun prioritas-prioritas kebutuhan melalui
suatu pola kompromi yang sehat (3). Akan memperkuat solidaritas komunitas masyarakat
lokal.
Masalah-masalah pembangunan merupakan suatu akibat dari modernisasi politik,
pembangunan politik sering dilihat sebagai kapasitas sistem politik untuk menyelesaikan
masalah ini. Pembangunan politik didefinisikan secara sempit sebagai meningkatnya
diferensiasi dan spesialisasi struktur politik dan meningkatnya sekularisasi budaya politik.
Pembangunan politik terjadi jika sistem politik berhasil mengatasai tantangan masalah
pembangunan negara dan bangsa, distribusi, dan lain- lain. Makna pembangunan seperti ini
secara umum adalah meningkatnya efektivitas dan efisiensi perilaku sistem politik, serta
meningkatkan kapabilitasnya.
Bahwa ukuran pembangunan politik adalah rasionalisasi wewenang, diferensiasi struktur,
dan perluasan partisipasi massa, keberhasilan pemilihan pimpinan di berbagai tingkatan
wilayah dapat dijadikan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan politik nasional.
Sebabnya, unsur-unsur yang terlibat dalam proses pemilihan pimpinan, baik masyarakat
maupun pemerintah, mencerminkan tiga fungsi di atas. Pembangunan politik sebagai
kemampuan penyelesaian masalah yang timbul dari modernisasi, diperlihatkan secara lebih
sederhana, meskipun berbeda. Pembangunan politik didefinisikan tidak sebagai suatu proses
dengan tujuan kondisi politik tertentu, tetapi proses yang menciptakan kerangka lembaga
untuk menyelesaikan masalah sosial yang terus berkembang. Ini menandai keinginan untuk
menghindari perincian tujuan pembangunan politik seperti menciptakan negara demokrasi
liberal atau sosialis.Tapi yang lebih penting adalah masalah yang diselesaikan menjadi luas
dan keluar dari batas-batas perangkat masalah pembangunan.

Menurut J.J. Rousseau (Zakaria Bangun, 2008:1) bahwa demokrasi bersipat mutlak dalam
penyelenggaraan pemerintah sebuah negara. demokrasi merupakan sebuah cita-cita sekaligus
cara pengelolaan pemerintah sebuah negara secara beradap. Dengan demokrasi segala
tindakan penguasa dapat diawasi dan dikontrol oleh rakyat secara langsung maupun melalui
wakil-wakil rakyat (parlemen). Dalam negara demokrasi penguasa tidak dapat bertindak
sewenang-wenang. Kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat (aux mains du people). Di negara
demokrasi setiap warga negara mempunyai kedudukkan yang dhadapan pemerintah. Setiap
warga negara berhak ikut menentukan kebijakan pemerintah dan mengontrol jalannya
pemerintahan.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan cratein
yang berarti kekuasaanatau pemerintahan. Demokrasi harus menjadi alat rakyat untuk
mencapai tujuan rakyat. Bukan rakyat menjadi alat demokrasi, intansi demokrasi yang hakiki
adalah kekuasaan politik berada ditangan rakyat. Oleh karena itu, demokrasi yang kuat adalah
demokrasi yang bersumber dari nurani rakyat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan
bersama.
Dalam pandangan ”Cillffod Geertzter” (Muhaimin, 1982:11) bahwa satusatunya
bentuk pembangunan politik yang bermakna adalah pembinaan demokrasi.
Bahkan ada berapa orang menekankan pentingnya hubungan ini dan berpendapat
bahwa pembangunan baru bermakna bila dikaitkan dengan suatu ideologi tertentu, apakah
demokrasi, komunisme, ataupun totaliterisme. Menurut pandangan ini pembangunan baru
berarti bila dihubungkan dengan penguatan nilai-nilai tertentu, dan usaha untuk berdalih
bahwa hal itu tidak relevan adalah sama dengan menipu diri sendiri. Menggunakan
pembinaan demokrasi sebagai kunci bagi pembangunan politik dapat dipandang sebagai
suatu usaha untuk memaksakan nilai-nilai dengan bangsa lain.
Masalah hubungan birokrasi dengan pembangunan politik sangat rumit tetapi karena
hal ini merupakan issue penting. Untuk sementara hanya perlu diperhatikan bahwa banyak
orang yang berpendapat bahwa pembangunan betul-betul ber beda dengan demokrasi, dan
justru usaha untuk memperkenalkan demokrasi bisa menjadi hambatan bagi pelaksanaan
pembangunan. Banyak mereka merasa bahwa demokrasi itu tidak sesuai dengan
pembangunan yang cepat memandang pembangunan hampir semata-mata dalam artian
ekonomis dan tertib sosial. (Muhaimin,1982:11)
Konsep pembangunan politik mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Perubahan politik perlu untuk mencapai tujuan khusus, yaitu demokrasi liberal,
masyarakat komunis atau negara Islam.
2. Suatu proses perubahan umum dalam kawasan politik berkaitan erat dengan aspek
masyarakat lainnya, yaitu, a) perluasan dan sentralisasi kekuasaan pemerintah serta
diferensiasi dan spesialisasi fungsi dan struktur politik, b) peningkatan partisipasi
masyarakat dalam politik, c) peningkatan identifikasi masyarakat dengan sistem
politik.
3. Kemampuan sistem politik dalam a) menyelesaikan persoalan-persoala pembangunan,
dan b) mengawali kebijaksanaan baru bagi masyarakat, menyusun struktur baru dan
memperbaiki yang lama.
4. Kemampuan belajar lebih baik dan bagaimana melaksanakan fungsi politik dan
menyusun struktur politik. (Dodd, C.H., 1986:6)
Masih ada tafsiran-tafsiran lain mengenai dengan pembangunan politik, misalnya
pandangan yang umum dibanyak wilayah bekas jajahan bahwa pembangunan berarti
membangkitkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional dalam hubungan internasional, atau
padangan yang lebih umum di negara-negara maju bahwa pembangunan politik harus
mengarah pada jaman purna-nasionalisme (post nationalism) dimana negara bukan lagi
merupakan unit utama kehidupan politik. Pembahasan itu sudah cukup banyak untuk

menunjukkan kepada kita : pertama, tingkat kekacauan yang ada dalam hal istilah
pembangunan politik, dan kedua, dibalik kekacauan itu masih ada kemungkinan membentuk
dasar persetujuan tertentu yang lebih kokoh. Tanpa mencoba untuk mempertahankan salah
satu orientasi filosofis atau kerangka teori tertentu, sangat bermanfaat untuk meneliti berbagai
definisi atau pandangan yang dibahas untuk mencari ciri-ciri pembangunan politik yang
paling dapat diterima umum dan paling fundamentil dalam pemikiran umum mengenai
masalah-masalah pembangunan politik.
Ciri pokok pertama yang ditunjukan oleh kebanyakan konsep-konsep adalah semangat
dan sikap umum terhadap persamaan (equality). Dalam kebanyakan pandangan mengenai hal
ini, pembangunan politik betul-betul berkenaan dengan masalah partisipasi massa dan
terlibatan rakyat dalam kegiatan-kegiatan politik. Partisipasi mungkin terwujud mobilisasi
demogratis atau totaliter, tetapi yang penting adalah bahwa seorang harus menjadi warga
negara yang aktif.
Persamaan berarti juga bahwa pemasukan ke dalam jabatan politik harus mencerminkan
ukuran pecakapan berdasar prestasi dan bukan pertimbanganpertimbangan status berdasarkan
sistem sosial tradisionil. Asumsi dalam sistem politik yang sudah maju adalah bahwa orang
harus menunjukan jasa yang cukup untuk menduduki jabatan pemerintahan dan para pejabat
pemerintah harus lulus ujian kecakapan yang kompetitif.
Ciri pokok kedua ditemui dalam kebanyakan konsep pembangunan politik itu berkaitan
dengan kapasitas atau kesanggupan dari suatu sistem politik. Dalam artitertentu, kapasitas
berkaitan dengan output sistem politik, dan seberapa jauh sistem politik dapat mempengaruhi
sistem sosial dan sistem ekonomi. Kapasitas juga berhubungan erat dengan prestasi
pemerintah dan keadaan-keadaan yang mempengaruhi prestasi itu.
Lebih khususnya kapasitas pertama-tama melibat masalah besarnya, ruang lingkup dan
skala prestasi politik dan pemerintah. Sistem yang telah maju dianggap bisa berbuat lebih
banyak dan dapat menjangkau berbagai kehidupan sosial yang lebih luas dari pada sistem
yang belum maju.
Kapasitas berarti efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan kebijaksanaan umum. Sistem
yang sudah maju dianggap tidak hanya dapat berbuat lebih banyak dari sistem yang belum
maju, tetapi juga dapat bekerja lebi cepat dan teliti. Di sini terdapat kecenderungan kearah
profesionalisasi pemerintah. Diperhatikan efisiensi dan efektivitas mengakibatkan timbulnya
ukuran-ukuran prestasi yang diakui secara universal.
Ciri ketiga yang sering muncul dalam diskusi masalah pembangunan politik adalah
diferensiasi dan spesialisasi. Jadi segi pembangunan politik ini pertama-tama menyangkut
diferensiasi dan spesialisasi struktur. Jabatan-jabatan dan badan-badan pemerintah masingmasing cenderung memiliki fungsi yang tersendiri dan terbatas, dan ada persamaan
pembagian kerja didalam pemerintahan.
Dengan differensiasi timbul peningkatan spesialisasi fungsional dari berbagai peranan
politik dalam sistem tersebut. Diferensiasi juga menyangkut integrasi dari struktur-struktur
dan proses-proses yang rumit. Artinya, diferensiasi bukanlah fragmentasi dan isolasi bagianbagian yang berbeda dari sistem politik, tetapi spesialisasi yang didasarkan atas suatu
pemahaman mengenai integrasi.
Dengan menerima tiga dimensi ini, yaitu persamaan, kapasitas dan diferensiasi, sebagai
inti proses pembangunan tidaklah berarti kita menyatakan bahwa ketiganya mudah ditemukan
satu sama lain. Bahkan sebaliknya menurut sejarah, biasanya terjadi ketegangan yang takut
antara tuntutan akan persamaan, kebutuhan akan kapasitas dan proses differensiasi yang lebih
besar.
Jadi sebetulnya kita dapat membedakan pola-pola pembangunan menurut sistem yang
ditempuh oleh masyarakat dalam usaha menangani segi-segi yang berlainandari gejala
pembangunan (development syndrome). Dalam pengertian ini pembangunan bukan proses

yang unilinier (searah dan menaik), bukan pula proses yang dapat diatur berdasar tahap-tahap
yang berbeda tegas, tetapi lebih ditentukan oleh luasnya cakupan masalah yang timbul, baik
secara terpisah-pisah maupun bersama-sama.
Dalam usaha untuk mencari pola dari proses-proses pembangunan yang berbeda ini dapat
untuk menganalisa berbagai tipe dari masalah ini, perlu diperhatikan bahwa masalah-masalah
persamaan biasanya berkaitan erat dengan budaya politik dan perasaan-perasaan mengenai
keabsahan dan keterikatan pada sistem; masalah-masalah kapasitas umumnya berkaitan erat
dengan prestasi dan struktur-struktur pemerintahan yang memiliki wewenang resmi
(authoritative); dan masalah-masalah diferensiasi terutama sekali berkaitan dengan prestasi
strukturstruktur yang tidak memiliki wewenang resmi (non-authoritative) dan dengan proses
politik dalam masyarakat umumnya. Ini berarti pada akhir masalah pembangunan politik
berkisar pada masalah hubungan antara budaya politik, struktur-struktur yang berwenang, dan
proses politik umumnya. (Muhaimin 1982:16).
2.5.

Hubungan antara Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Politik
Desa
Tentang tujuan Otonomi Desa, baik undang-undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun
1999 kemudian direvisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maupun Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah menjelaskan salah satu tujuan dari implementasi
otonomi desa tersebut adalah: ” Otonomi Desa dapat menjadi wahana yang baik bagi
peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, melalui
implementasi otonomi desa, diharapkan prakarsa dari pembangunan tumbuh dan berkembang
dari aspirasi masyarakat desa, sehingga masyarakat desa akan memiliki Sense of Belonging
dari setiap derap dan hasil pembangunan di desanya”.
Partisipasi Masyarakat adalah suatu hal yang sangat penting dalam pemerintahan
demokratis, terutama dalam praktek pemerintahan daerah. Yusran (2006:10) mengartikan
partisipasi masyarakat sebagai keterlibatan terus menerus dan aktif dalam pembuatan
keputusan yang dapat mempengaruhi kepentingan umum. Partisipasi Masyarakat memiliki
makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu
mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut
bertanggung jawab terhadap pembangunan kehidupan bersama-sama warga desa. Partisipasi
pada intinya adalah agar masyarakat ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuan guna
meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan.
Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai ”pengikutsertaan” atau pengambilan
bagian dalam kegiatan bersama.
Pembangunan menyangkut pengertian bahwa manusia adalah objek dan subjek
pembangunan. Karena manusia sebagai subjek pembangunan, maka dia harus
diperhitungkan. Oleh karena itu, perlu mengajak subjek tadi berpartisipasi aktif dalam
pembangunan. Sering kita mendengar bahwa pembangunan yang dilaksanakan tidak dapat
sambutan rakyat, hal ini meminta pemimpin memiliki persepsi yang tajam dalam mendeteksi
keinginan masyarakat untuk menggerakkan partisipasi masyarakat. Mengapa perlu partisipasi
masyarakat dalam mengakses pembangunan? Karena pembangunan adalah usaha masyarakat
sebanyak mungkin ikut serta dengan pemerintah, memberi bantuan guna meningkatkan,
memperlancar, mempercepat dan menjamin keberhasilan pembangunan. Mengapa
pemerintah perlu menghimbau masyarakat? Karena keberhasilan pembangunan sangat
ditentukan oleh partisipasi unsur masyarakat dapat bercorak pasif (memang tidak menolak
program tapi tidak ada prakarsa) atau bercorak aktif (menerima) malahan aktif mengajak
orang lain memperluas jangkauan (pemerataan) dan meningkatkan hasil pembangunan.
Pembangunan yang meliputi segala aspek segi kehidupan politik, ekonomi, sosial dan
budaya itu baru berhasil apabila kegiatan yang melibatkan seluruh masyarakat di dalam usaha

negara. Tidak saja dalam pengambilan kebijakan tertinggi, perencanaan, pimpinan
pelaksanaan operasional, tapi juga petani yang masih tradisional, buruh, nelayan dan lainnya.
Telihat tiga aspek dalam rangka partisipasi pembangunan.
1. Terlibat dan ikut serta rakyat sesuai dengan mekanisme proses politik dalam sebuah
negara turut menentukan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah.
2. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan dan arah serta
strategi rencana yang telah ditentukan dalam proses politik
3. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipasi dalam
pembangunan berencana.
Menurut pandangan umum, pembangunan politik memang meliputi kegiatan perluasan
partisipasi massa, akan tetapi sangat perlu membedakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
adanya perluasan tersebut. Dari sudut sejarah, di negara-negara Barat dimensi pembangunan
politik erat bertalian dengan perluasan hak pilih dan pengikutsertaan kelompok-kelompok
baru dalam masyarakat di dalam proses politik. Proses partisipasi massa ini berarti
penyebarluasan pengambilan keputusan, di mana partisipasi tersebut berpengaruh pula
terhadap masalah pilihan dan keputusan.(Gaffar, 1989:42)