Pedoman Tata Bangunan Di Jl. Pemuda, Medan

  Mass berasal dari bahasa Inggris yang di terjemahkan yang artinya bangunan

  

  dalam jumlah yang banyak, a piece or amount of definite, shape or size, bulk or size yang berarti suatu potongan atau jumlah terbatas, ukuran atau bentuk dan ukuran.

  “Massa perkotaan“ meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah dan

  obyek di dalam ruang yang dapat membentuk ruang kota dan membentuk pola kegiatan baik dalam skala besar maupun kecil. Di dalam hal ini massa perkotaan akan mempengaruhi bentuk dari ruang kota, sebab “ruang kota“ berkaitan dengan bentuk

   semua bangunan, skala dan suasana penutup ruang antar bangunan .

  Bangunan-bangunan secara individual dapat berperan besar dalam totalitas pembentukan kota. Dengan ada penataan tata bangunan dapat menciptakan ruang urban yang berhasil dalam hampir semua bentuk. Pokok dari ruang urban yang berhasil adalah proposilnya, lantai dan dindingnya dan aktivitas yang ada di dalamnya, maka dari hal tersebut ada beberapa hal yang sangat perlu diperhatikan agar dapat terciptanya tata ruang kota yang nyaman, baik dan terintegrasi yang baik antara elemen-elemen perancangan kota yang akan membentuk suatu kota.

  Penataan tata bangunan dan bentuk bangunan menjadi elemen penting dalam perancangan suatu kota. Namun setelah itu perancangan lebih di utamakan pada ketinggian bangunan dan efek “bulk” tetapi faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan pada bangunan seperti warna, material tekstur dan fasade bangunan. Selama ini, 1 faktor-faktor seperti warna, material, tekstrur dan fasade diserahkan langsung kepada 2 Pino, E., T, Wittermans, Kamus Inggris - Indonesia Shirvani, Hamid, Urban Design Process, 1985. individu arsitek dan kliennya. Penataan tata bangunan sering diabaikan, pada hal massa bangunan merupakan elemen yang mendasar dalam perencanaan ruang kota, bukan hanya dari program pengindahan saja. Pengendalian tata bangunan dalam perancangan kota yang baik dapat menciptakan ruang-ruang kota yang berkualitas, meningkatkan elemen berskala manusia di kota, membentuk keharmonisan dan keserasian antara setiap bangunan yang dapat menjadi landmark kota. Dalam hal ini akan diuraikan faktor-faktor yang penting dalam penataan tata bangunan.

  

  2.1.1 Intensitas bangunan Unsur-unsur yang termasuk dalam intensitas bangunan, yaitu:

  a. Koefisien dasar bangunanKoefesien Dasar Bangunan/Building Coveragae

  Ratio (KDB/BCR), yang bertujuan untuk menemukan kepadatan bangunan.

  1. Batasan KDB merupakan suatu nilai perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas daerah perencanaan.

  2. Nilai KDB ditetapkan berdasarkan tingkat pemanfaatan air tanah dan laju infiltrasi air tanah.

  3. Nilai KDB maksimum untuk peruntukkan perdagangan adalah 75% sedangkan standar KDB maksimum untuk fasilitas sosial adalah 3 40%.

  Shirvani, Hamid, Urban Design Process, 1985.

  4. Luas lahan terbangun atau lantai dasar maksimum dapat dihitung sebagai berikut: A = KDB Kawasan X Luas daerah rencana. A = Luas lantai dasar.

  5. Bila daerah rencana memiliki ketetapan nilai KDB berbeda, maka nilai KDB rata-rata dihitung dengan jalan menjumlah nilai KDB kali daerah rencana masing-masing lalu dibagi dengan total daerah rencana (Gambar 2.1).

  (DP1 X KDB1) + (DP2 X KDB2) + ……+ (DPn X KDBn) (DP1 + DP2 +……….+ DPn) DP = daerah rencana

Gambar 2.1 Contoh perhitungan KDB bangunan pada lahan

  2

  1000 m Sumber: Hasil pengamatan lapangan, tahun 2012

  6. Rumusan di atas merupakan rumusan yang dipakai dalam perhitungan koefisien dasar bangunan.

  b. Garis sempadan bangunan

  • Garis Sempadan Bangunan membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan, dihitung dari batas terluar roil sampai batas terluar maka bangunan muka bangunan, yang berfungsi sebagai pembatas ruang.
  • Garis Sempadan ditentukan dengan pertimbangan ruang bebas pandang bagi pengendara.
  • Model perhitungan garis sempadan; Lebar jalan kurang dari 8 m Garis Sempadan = ½ lebar jalan.
  • Sempadan belakang ditentukan dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran atau minimal 3m.
  • Garis sempadan belakang bangunan akan mempengaruhi jarak antara bangunan di depan dan di belakangnya.

  c. Insentif luas lantai dasar bangunan Memberikan keuntungan tambahan luas lantai dasar bangunan. Insentif ini diberikan apabila developer memenuhi persyaratan peruntukkan lantai dasar yang diwajibkan, misalnya fungsi-fungsi retail disepanjang jalur utama pejalan kaki. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi- fungsi tersebut dipertimbangkan untuk tidak diperhitungkan kedalam KLB kapling (Gambar 2.2). d. Koefisien lantai bangunan Koefesien Lantai Bangunan/Floor Area Ratio (KLB/FAR) yang bertujuan untuk mengupayakan ambang intensitas pembangunan secara merata.

  1. Batasan KLB merupakan suatu nilai hasil perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dan luas daerah perencanaan. Batasan KLB dinyatakan tanpa satuan.

  2. Model perhitungan KLB untuk suatu kawasan mengikuti model yang sama dengan perhitungan KDB.

  3. KLB kawasan adalah 0,75-3,00 (adaptasi Pedoman Perencanaan Tata Bangunan DTK Jakarta) (Gambar 2.3).

  4. Perhitungan KLB untuk suatu kawasan mengikuti model yang sama dengan perhitungan KDB pada bangunan lama/bersejarah.

  5. Model KLB perhitungan pada suatu kawasan harus mengikuti keadaan atau konteks lingkungan yang ada di kawasan tersebut. e. Ketinggian bangunan maksimum Perancangan ketinggian setiap kapling bergantung kepada konsep skyline kawasan secara keseluruhan.

  1. Batasan ketinggian bangunan (KB) merupakan suatu nilai yang menyatakan jumlah nilai lantai maksimum daerah perencanaan, batasan KB dinyatakan dalam satuan lapis atau lantai (lantai dasar = lantai 1).

  2. Penentuan jumlah lantai bangunan didasarkan pada pertimbangan keselamatan (cukup sinar matahari, sirkulasi udara, merasa terlindungi dan lantai tertinggi harus dapat dijangkau oleh fasilitas pemadam kebakaran), keindahan (harmonis dengan bangunan lain dan membentuk skyline yang continue) dan arah pandangan ke lingkungan secara makro (langit) tidak terhalang oleh ketinggian bangunan.

  3. Jumlah lantai bangunan dengan peruntukan komersial/perdagangan (dalam hal ini rumah toko) adalah maksimum 3 lantai dan jumlah lantai bangunan dengan peruntukkan perkantoran dan jasa (bangunan tunggal) adalah maksimum 4 lantai.

  f. Skala Skala berfungsi untuk mengkomunikasikan wujud sebuah bangunan atau ruang dengan menunjukkan pertimbangan perancang dan penggunaan yang bebas dari variabel-variabel arsitektur yang ada: bahan, teknologi, bentuk, ukuran, warna, tekstur, elemen dan prinsip perancangan.

  g. Skyline Merupakan suatu garis dimana langit dan bumi bertemu. Fungsi utamanya adalah penghubung bangunan secara horizontal. Pada dekade terakhir muncul istilah yang paling baru, yakni “skyscraper”atau bangunan pencakar langit, yang kemunculannya semakin berkembang tak terbendung lagi. “skyscraper” atau bangunan pencakar langit berawal dari Mesopotamia Zigurat sampai Burj Dubai, yang merupakan menara unik dengan sistem struktur dan konstruksi luar biasa. Keberadaannya merupakan salah satu landmark kota Dubai. Dekade selanjutnya muncul menara dalam bentuk bangunan industri, cerobong asap, perapian yang berbentuk kerucut dan menara air. Keberadaan menara tersebut secara otomatis menjadi landmark kota duniawi. Poin utama dalam skyline adalah pandangan untuk memajukan kota yang tradisional menjadi kota modern, dan kota tidak hanya terpusat pada bangunan ibadah, tetapi juga berfungsi sebagai suatu pusat kemajuan industri suatu kota dengan menampilkan bangunan pencakar langit dan setelah revolusi industri, gedung pencakar langit menjadi landmark kota. Bangunan tinggi tidak hanya berfungsi sebagai rumah ibadah akan tetapi juga sebagai wadah pertemuan kelompok atau kekuatan politik dan ekonomi.

  h. Skyline Perkotaan Skyline adalah tanda kota, identitas perkotaan dan merupakan satu cara untuk menggambarkan kemajuan perkotaan. Skyline perkotaan bertujuan untuk memusatkan bentuk kota dan menyorot bentuk kota. Skyline kota dapat dilihat dari ketinggian gunung sehingga ketinggian bangunan yang ada di suatu kota dapat dilihat dengan jelas. Ketinggian bangunan yang dibentuk dari ketinggian bangunan yang berbeda akan membentuk skyline kota. Di beberapa kota besar masih banyak ditemukan gedung pencakar langit yang tinggi dari melebihi skyline kota yang terbentuk.

  2.1.2 Fasade bangunan/muka bangunan Fasade merupakan elemen penting yang menghadirkan berbagai pengalaman kepada pengamat untuk dapat memilih pengalaman-pengalaman visual yang berbeda.

  Fasade dapat mengubah fokus pandangan kita, dengan berpindah dari satu lokasi pengamatan kelokasi pengamatan lain dan hal ini akan membuka peluang bagi kota untuk mendapatkan vista yang baru atau gambar yang baru. Kekayaan visual tergantung pada kontras dari elemen-elemen seperti jendela, dinding, material bangunan, warna, tekstur atau kontras terang dan gelap pada langit-langit bangunan.

  Kekayaan visual juga tergantung pada jumlah dari elemen-elemen yang dapat dilihat

  

  oleh pengamat. Fasade bangunan/muka bangunan sangat perlu ditata, karena :

  1. Wujud dari bangunan akan lebih mudah untuk dikenal/baca. Merancang massa dari bangunan harus dapat memberikan sifat menguatkan karakter dari suatu lokasi, sehingga dengan mudah dapat di kenal dan di baca. Massa bangunan yang dirancang saat sekarang ini harus dapat memberikan kekuatan karakter pada bangunan, karena bangunan yang di maksud secara visual harus dapat terintegrasi dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mendukung sifat mudah dibaca, hal yang di perlukan adalah bagaimana kita dapat menafsirkan ketika suatu bangunan terkait dengan konteks lingkungannya sehingga dapat menguatkan karakter bangunan. Hal ini dapat di perkuat dengan adanya paths, nodes, landmark, edges yang ada disekitarnya.

  2. Wujud dari bangunan akan lebih mudah untuk dikenal/dibaca berdasarkan kegunaan/fungsi bangunan. Dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah bagaimana cara menempatkan suatu fasade dari bangunan dapat di baca oleh orang yang melintas pada bangunan tersebut. Penampilan dari muka bangunan dapat memberikan gambaran yang terperinci tentang fungsi bangunan tersebut. Contoh suatu bangunan balai kota perlu menunjukkan karakter dari bangunan tersebut, bahwa bangunan tersebut adalah balai 4 kota.

  Alcock, Bentley, Responsive Environments, 1980.

  3. Variasi Dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah bagaimana cara membuat fasade dari bangunan secara lebih detail dan terperinci. Hal ini dilakukan, agar pada saat melintas pada bangunan tersebut orang dapat menikmati suatu keindahan yang di miliki oleh bangunan tersebut, sehingga mereka dapat menginterpretasikan sebagai sebuah faktor yang membuat seseorang merasa lebih bersemangat pada saat melintas atau melihat bangunan tersebut.

  4. Peran dari fasade bangunan/muka bangunan jika dibuat lebih terperinci. hal ini perlu di lakukan agar memberikan tujuan yang spesifik pada perancangan fasade bangunan, dan hal ini dilakukan agar bangunan yang di rancang lebih erat dengan lingkungan yang ada, hal ini sangat perlu diperhatikan.

  

  2.1.3 Unsur-unsur yang dapat mempengaruhi Fasade pada bangunan Sebuah fasade harus didesain mengikuti konteks lingkungan yang ada di kawasan tersebut, sehingga akan menciptakan visual yang menarik dan indah.

  a. Harmonis Harmonis adalah penyusunan elemen-elemen atau bagian-bagian dalam 5 kesatuan artistik yang teratur, menyenangkan atau kongruen.

  Ulrich Knaack, Tillmann Klein and Marcel Bilow, Thomas Auer, Facades Principles Of Construction, 2007.

  Keharmonisan muka bangunan perlu dirancang karena akan menghasilkan nilai estetika yang menarik maka hal yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Harmonis pada fasade bangunan dapat menunjukkan adanya hubungan antara elemen-elemen lainnya secara lebih detail.

  2. Harmonis pada fasade bangunan mampu menguatkan karakter yang ada pada bangunan sehingga akan memperkaya unsur-unsur yang ada pada bangunan.

  3. Elemen-elemen yang di gunakan pada setiap bangunan berbeda-beda, sehingga akan membentuk karakter visual yang berbeda pada bangunan. Harmonis pada bangunan dapat memberikan adanya hubungan pada setiap bangunan sehingga antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lainnya memiliki hubungan.

  4. Harmonis pada bangunan menunjukkan adanya ritme, datum, pengulangan dan transformasi.

  b. Kontras Perancangan dalam bangunan tidak boleh mengabaikan kontras, karena kontras dibutuhkan untuk menciptakan sebuah lingkungan yang menarik dan kreatif. Pemahaman yang baik mengenai kontras sangat dibutuhkan dan sifat-sifat dasarnya serta keterbatasannya, agar suatu kontras menjadi seimbang dengan konteksnya. Bangunan-bangunan yang bersifat kontras perlu dipisahkan satu dengan yang lain supaya arti konteksnya masih dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, oleh karena itu perlu adanya panduan perancangan fasade agar kawasan memiliki karakteristik visual yang memiliki kontribusin place pada ruang kota. Peristiwa visual tergantung pada kontras visual, yang dapat diciptakan oleh perbedaan nada atau warna pada satu atau dua bentuk yang terdapat pada permukaan bangunan atau variasi tiga dimensi yang ada pada bangunan. Efektifitas ini sangat mempengaruhi antara yang satu dengan lainnya dan ini tergantung pada dua faktor utama, yaitu: Ada dua faktor yang paling efektif agar kontras pada permukaan bangunan dapat dikatakan baik adalah:

  1. Memposisikan bangunan, hal ini bertujuan untuk menonjolkan bagian mana dari bangunan yang akan menjadi sudut pandang utama pada saat orang melihat bangunan tersebut. Kontras dalam merancang bentuk massa dan fasade bangunan sangat perlu.

  2. Kontras pada bangunan mampu menonjolkan unsur-unsur yang ada pada masing-masing bentuk bangunan dan menunjukkan adanya hubungan/keterkaitan antara unsur yang satu dengan yang lainnya yang dapat memberikan kesinambungan.

  3. Kontras pada bangunan membedakan detail bangunan yang soft dan

  

hard , keras dan lembut yang dimaksud adalah seperti, jendela, relief

pada bangunan dan material lainnya yang di pakai pada bangunan.

  4. Kontras pada bangunan akan memberikan karakter visual pada bangunan, sehingga akan memberikan pengalaman pada orang yang melihatnya atau melintas pada bangunan tersebut.

  5. Kontras pada bangunan di gunakan untuk membedakan warna, level lantai bangunan dari permukaan tanah, tiga dimensi bangunan, garis- garis vertikal dan horizontal, dan material yang di pakai pada bangunan.

  6. Bangunan yang bersifat kontras perlu dipisahkan satu dengan yang lainnya supaya arti konteksnya masih dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan.

  7. Pemahaman yang baik mengenai kontras sangat dibutuhkan dan sifat – sifat dasarnya serta keterbatasannya, agar suatu kontras menjadi seimbang dengan konteksnya.

  c. Material Material adalah elemen-elemen yang dipakai pada bangunan baik berupa bahan-bahan bangunan, struktur ataupun kontruksi yang dipakai pada bangunan. Material dalam merancang bentuk massa dan fasade bangunan yang ada di sekitar kawasan Pemuda sangat perlu karena:

  1. Penggunaan material yang berbeda akan memberikan unsur-unsur yang berbeda pada bangunan, seperti jendela, pintu, penutup atap bangunan, lantai bangunan, konstruksi bangunan dan lain-lain.

  2. Material pada bangunan akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, sebab material bangunan akan memberikan karakter visual pada bangunan dan untuk mempertegas fungsi dari bangunan tersebut.

  3. Material dalam merancang bangunan sangat penting karena, material akan mempengaruhi suhu pada bangunan, efek yang ditimbulkan dari penggunaan material tersebut terhadap lingkungan disekitanya, yang disesuaikan dengan iklim lingkungan.

  d. Tekstur Salah satu dari elemen terpenting yang dapat dipakai seseorang perancang dalam menentukan skala pada bangunan. Di dalam hal ini tekstur adalah alat dimana kita dapat menentukan hubungan khusus dengan sebuah bangunan atau bahkan suatu bagian bangunan yang pada jarak dekat melengkapi perhubungan skala kita dengannya. Keanekaragaman tekstur, digunakan dengan keterampilan perancang yang peka, yang memungkinkan suatu rangkaian menjadi lebih luas dan lebar dalam bentuk skala arsitektur bangunan yang ada di sekitar kawasan Pemuda yang tetap memperhatikan konteks lingkungan sebagai kawasan lama/bersejarah.

  e. Warna Pada rancangan bangunan, khususnya pada eksterior, adalah sering suatu cita rasa terbatas yang ditentukan oleh bahan-bahan yang dipakai.

  Mempergunakan rangkaian “alamiah” pada warna yang tersedia dalam bahan bangunan adalah sebuah cara untuk menerapak disiplin pada rancangan bangunan. “Alamiah disini berarti bahwa tidak ada usaha dilakukan di dalam proses pembuatan untuk mengubah warna yang dihasilkan oleh bahan yang menyusun atau bahan yang dipakai Orr, Frank, Skala dalam arsitektur. Fungsi dari warna, yaitu: 1. Memberikan efek skala pada bangunan.

  2. Memberikan ketegasan yang lebih tajam pada bentuk sehingga membantu seseorang sebagai pengamat untuk menegaskan hubungan fisik dengan bentuk.

  3. Untuk menghiasi permukaan-permukaan yang akan terlihat didalam pancaran sinar matahari yang kuat, sehingga kehalusan bentuknya dan ketegasannya dapat lebih mudah dilihat.

  2.1.4 Cara orang-orang mengartikan/menafsirkan suatu tempat Orang-orang mengartikan suatu tempat ketika tempat tersebut memiliki makna atau arti tertentu, karena mereka pernah mengalami suatu kejadian atau melakukan sesuatu hal di tempat tersebut. Pada dasarnya orang-orang tidak belajar dari suatu tempat/ruang yang hampa sosial, akan tetapi orang-orang akan belajar dari suatu lingkungan dimana mereka pernah berada. Setiap orang akan mengartikan makna yang berbeda pada suatu tempat, walaupun masing-masing dari mereka pernah berada di tempat yang sama. Ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

  

  1. Pengalaman dari lingkungan mereka yang berbeda dengan kelompok yang lainnya. :

  2. Tujuan/kegiatan yang dilakukan dari masing-masing berbeda berbeda dengan kelompok lainnya.

  2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keserasian Visual Terhadap Tata Bangunan Ada beberapa faktor mempengaruhi visual pejalan kaki terhadap tata bangunan di sekitarnya, yaitu:

  1. Sudut bangunan terhadap jalan, Sky Exsposure Plan (SEP) (Gambar 2.4).

  2. Variasi bentuk desain massa bangunan.

  3. Adanya keserasian antara elemen-elemen yang ada pada bangunan (Gambar 2.5).

Gambar 2.4 Ratio 1:2 merupakan perbandingan minimum yang tepat antara tinggi bangunan dengan lebar jalan

  Sumber: Hedman & Andrew Jaszewaki 1984; 57-60

Gambar 2.5 Diagram yang menunjukkan hubungan antara elemen-elemen bangunan dengan bangunan

  Sumber: Hamid, Shirvani 1985; 11-22 Permukaan suatu bangunan perlu disain, karena akan memberikan kesan tertentu pada saat orang yang melihatnya. Hal ini dilakukan untuk menguatkan karakter atau membandingkan karakter yang ada pada bangunan. Sehingga unsur- unsur yang ada pada bangunan dapat memberikan karakter pada bangunan tersebut.

  Untuk mencapai tujuan tersebut, harus dilakukan analisa, antara lain yaitu:

  1. Unsur-unsur yang ada pada bangunan (seperti detail dinding, jendela, pintu dan level lantai.

  2. Hubungan antara unsur-unsur yang ada pada bangunan (seperti; vertikal atau horizontal, irama dan hubungannya dengan garis langit yang diciptakan oleh masing-masing ketinggian bangunan.

  3. Adanya keserasian pada bangunan, yang dapat di ciptakan melalui hubungan antara bangunan yang satu dengan bangunan yang berada di sebelahnya sehingga keserasian visual terhadap bangunan akan tercipta. Dalam hal ini ada beberapa cara yang dapat di lakukan agar disain sebuah bangunan memiliki hubungan antar yang satu dengan yang lainnya.

  4. Jika bangunan yang saling bersebelahan memiliki persamaan bentuk dan karakter, ini dapat digunakan sebagai titik awal dalam mendisain bangunan baru. Sisi bangunan yang dijadikan titik awal dalam mendisain bangunan dapat digabungkan dengan beberapa bentuk bangunan lainnya, sehingga bangunan-bangunan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya (Gambar 2.26).

Gambar 2.6 Ilustrasi yang menunjukkan bagaimana caranya menghubungkan suatu disain baru untuk dipersatukan dengan bangunan

  5. Penggunaan skala pada detail/ornamen bangunan yang disesuikan dengan lama Sumber: Bentley, Ian 1980; 84-85 skala bangunan.

  6. Kemampuan jarak pandang terhadap permukaan bangunan dengan jarak tertentu, sehingga dapat di lihat dari berbagai posisi jalan pada suatu kawasan pusat kota oleh pejalan kaki (Gambar 2.7 dan 2.8).

Gambar 2.7 Ilustrasi yang menunjukkan kemampuan jarak pandang pejalan kaki jika di lihat dari berbagai jarak

  pandang dengan ketinggian bangunan Sumber: Bentley, Ian 1980; 94-95

Gambar 2.8 Ratio perbandingan jarak minimum dan maksimum antara posisi pengamat (pejalan kaki)

  dengan ketinggian bangunan.

  Sumber: Bentley, Ian 1980; 95

  7. Bentuk/wujud disain sebuah bangunan akan mempengaruhi visual pengguna jalan/pejalan kaki, karena akan di butuhkan waktu tertentu bagi pengamat/pengguna jalan kaki untuk dapat melihat keseluruhan dari permukaan bangunan sehingga akan di dapat serialvision (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Bentuk /wujud desain sebuah bangunan akan berpengaruh terhadap visual pengamat/pengguna

  jalan Sumber: Bantley, Ian 1980; 94-95

  8. Keberadaan posisi bangunan juga mempengaruhi persentase visual pengamat/pengguna jalan/pejalan kaki untuk dapat melihat keseluruhan dari masing-masing sisi bangunan jika di lihat dari berbagai posisi, misalnya dari arah simpang empat, jalur satu arah, simpang tiga dan jika sisi bangunan di ampit dengan bangunan lainnya (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Berapa besar persentase sisi bangunan dapat di lihat dari berbagai posisi

  Sumber: Sumber: Bantley, Ian 1980; 94-95

  2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki yang terkait dengan penataan tata bangunan. Ada beberapa faktor mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki terhadap tata bangunan di sekitarnya, yaitu:

  1. Sudut bangunan terhadap jalan, Sky Exsposure Plan (SEP) (Gambar 2.11 dan 2.12).

Gambar 2.12 Ketinggian bangunan yang harmonis dengan lebar jalan menciptakan ruang teduh bagi pejalan dengan intensitas cahaya yang

  cukup untuk ruang dalam bangunan Sumber: Hedman & Andrew Jaszewaki 1984; 57-60 2. Garis sudut bangunan yang disesuaikan dengan kawasan yang ada.

  3. Keadaan sudut bangunan yang disesuaikan dengan kondisi bangunan lama/bersejarah yang ada di kawasan tersebut.

  4. Desain bentuk massa bangunan (Gambar 2.13).

  Permukaan area dinding yang luas dan tidak terputus-putus pada bangunan, memberikan kesan ukuran bangunan yang besar sekali dan tinggi terhadap pejalan kaki.

  Bermacam-macam bangunan yang didirikan dengan adanya penambilan bentuk yang memperlihatkan maju dan mundurnya bangunan serta tinggi bangunan yang diatur dapat mengurangi kesan, bentuk bangunan yang besar dengan bangunan yang berada disebelahnya dan juga terhadap pejalan kaki.

  5. Property/perabot yang ada pada bangunan (Gambar 2.14 dan 2.15).

Gambar 2.14 Diagram yang menunjukkan batasan maksimum antara jalur sirkulasi pejalan kaki dengan property bangunan

  Sumber: Hamid, Shirvani 1985; 11-22

Gambar 2.13 Petunjuk dalam mendisain bangunan yang menunjukkan hubungan antara bentuk/wujud bangunan dan penampilan bangunan.

  Sumber: Hamid, Shirvani 1985; 11-22

Gambar 2.15 Penataan perabot yang ada pada bangunan dengan sirkulasi pejalan kaki akan memberikan kenyamanan bagi pejalan

  kaki Sumber: Bantley, Ian 1980; 71-72

  6. Garis Sempadan Bangunan (GSB 0/nol) yang memperlihatkan jarak antara jalur sirkulasi pejalan kaki dengan bangunan dan jalur sirkulasi kendaraan dengan bangunan (Gambar 2.16).

Gambar 2.16 Ilustrasi yang menunjukkan GSB bangunan (0/nol), sehingga tidak ada jarak batasan

  antara sirkulasi pejalan kaki dengan bangunan Sumber: Hamid, Shirvani 1985; 11-22

  7. Elemen ruang publik yang berorientasi kepada pejalan kaki (Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Elemen ruang publik yang berotientasi kepada pejalan kaki

  Sumber: Chiara. 1990;340

  2.1.7 Aspirasi dan dekorasi dari fasade Pada jalan bergantung pada pemahaman sebuah jalan itu dari pengembangannya, konteksnya, peraturan maupun fungsinya. Ditinjau dari aspek fungsional, jalan-jalan di kota secara umum dapat dikelompokkan dalam 3 tipe, yaitu:

  1. Civic Streets, yaitu jalan yang diperuntukan untuk umum. Jalan ini didominasi oleh bangunan-bangunan umum yang menjadi milik semua masyarakat kotanya, seperti teater, hall konser, museum, dan kantor pemerintah.

  2. Commercial Streets, yaitu jalan yang diperuntukan untuk kepentingan komersial. Jalan ini sering digunakan untuk mengidentifikasi kota.

  Contoh: Regent Street London. Hal-hal ini menjadi pertimbangan yang sangat perlu diperhatikan.

  3. Residential Streets, yaitu jalan untuk kawasan perumahan, yang mengambil tempat paling besar dalam area perkotaan.

  2.18 Citra Kota Menurut Kevin Lynch, citra kota dapat dibagi dalam lima elemen, yaitu path (jalur), edge (tepian), node (simpul), district (kawasan), serta landmark (tengeran).

  Kelima elemen ini dapat tercipta pada skala bangunan, sehingga karakter sebuah kawasan dapat dikenal melalui bangun-bangunan yang ada di kawasan tersebut.

  a. Path (Jalur)

  Path adalah merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan

  orang untuk melakukan pergerakan umum, yakni jalan, gang-gang, jalan transit, lintasan kereta api dan sebagainya. Path mempunyai identitas (Gambar 2.18).

  Path (jalur) dipakai pada sebuah kawasan/koridor jalan agar sebuah fasad

Gambar 2.18 Path pada skala bangunan

  Sumber: Bantley, Ian 1980; 46 bangunan memiliki sifat untuk mudah di baca, karena sebuah path (jalur) memiliki fungsi, yaitu: 1.

   Path (jalur) di pakai untuk memperkuat karakter suatu kawasan atau

  bangunan sehingga akan lebih mudah untuk membedakan bangunan pada suatu kawasan dengan bangunan yang ada di kawasan lainnya. b. Edge (Batasan) Adalah elemen linier yang tidak dipakai/dilihat sebagai path. Edge berada pada antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linier, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya sumbu yang bersifat koordinasi (linkage). Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada untuk masuk. Edge merupakan pengakhir dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontuinitas tampak jelas batasnya dari kondisi yang ada di sekitar lingkungan kawasan yang saling mendukung. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas yang membagi atau menyatukan sehingga batasan yang dibuat dari bangunan yang ada ataupun elemen kota lainnya dapat terlihat dan tergambar dengan jelas (Gambar 2.19).

Gambar 2.19 Edge pada skala bangunan

  Sumber: Chiara. 1990;340

  c. Nodes (Simpul) Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar,taman, square dan sebagainya. (Catatan: tidak semua persimpangan jalan adalah sebuah node, yang menentukan adalah citra place terhadapnya). Node adalah suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan ‘masuk’ atau ‘keluar’ dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi dan bentuk) hal ini sangat mempengaruhi kondisi- kondisi yang ada di sekitar kawasan Pemuda (Gambar 2.20).

Gambar 2.20 Nodes pada skala bangunan

  Sumber: Bantley, Ian 1980; 53 Semua persimpangan jalan masing-masing memiliki potensi tersendiri untuk membentuk simpul-simpul jalan, akan tetapi tidak semua dari simpul-simpul jalan yang ada dapat dibuat menjadi sebuah nodes yang memiliki karakter tersendiri. Hal ini tergantung pada tiga faktor, yaitu:

  1. Jalan tersebut memiliki peranan atau fungsional sehingga persimpangan yang terbentuk oleh jalan memiliki karakter sendiri misalnya: memiliki sejarah, berada di kawasan komersil dan merupakan suatu kawasan di pusat kota) yang terdapat bangunan bersejarah atau bangunan lama sehingga sudut dari ruang kota yang ada dapat dibentuk dengan jelas, baik bentuk persimpangan atau bentuk simpul jalan lainnya yang ada di sekitar kawasan, terutama persimpangan yang ada di kawasan Pemuda.

  2. Aktivitas ruang publik sangat berpengaruh terhadap bangunan, sehingga memerlukan adanya penekanan dalam pengaturan fasade bangunan yang berada di persimpangan jalan.

  membentuk persimpangan merupakan jalan utama atau tidak, sehingga dapat ditetapkan apakah simpul jalan tersebut dapat dibentuk untuk menciptakan karakter sebuah bangunan untuk dapat mudah dibaca oleh pengguna jalan. Ketiga faktor ini dijelaskan pada masing-masing gambar (Gambar 2.21 dan 2.22).

  1. Pada alur ini bentuk persimpangan yang dibentuk oleh bangunan dapat meningkatkan adanya rasa terlingkupi , ketika mulai mendekati persimpangan, rute-rute sirkulasi yang di bentuk oleh bangunan menutup pandangan terhadap bangunan yang ada di depannya.

  2. Pada alur ini kurang baik karena akan mengurangi kemampuan bangunan untuk di lihat secara keseluruhan, karena bentuk persimpangan ini akan sangat minim untuk menciptakan suatu

karakter bangunan yang berada di persimpangan

  3. Sudut kemiringan dan adanya set-back pada bangunan dapat membentuk arah pandang mata terhadap alur yang terbentuk oleh bangunan, sehingga cekungan yang dibentuk oleh bangunan akan tampak berlanjut yang memperlihatkan dengan jelas akhir dari sebuah nodes, sehingga orang akan mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ‘keluar’ pada suatu tempat.

Gambar 2.21 Ilustrasi gambar bentuk persimpangan yang sesuai untuk dapat dijadikan sebuah nodes

  Sumber: Bantley, Ian 1980; 57

Gambar 2.21 Ilustrasi gambar bentuk persimpangan yang sesuai untuk dapat dijadikan sebuah nodes

  Sumber: Bantley, Ian 1980; 57

  Pada bagian ini posisi yang tercipta oleh simpul- simpul dari bangunan memiliki fungsi tertentu sehingga sejauh mana kemampuan sebuah simpul yang diciptakan oleh sebuah bangunan dapat untuk mudah di baca. Dan hal ini tergantung pada memperkuat simpul ini tergantung pada dua faktor utama:

  2. Tingkatan terkaitan antara aktivitas publik dengan bangunan

Gambar 2.22 Ilustrasi gambar bentuk persimpangan yang sesuai untuk dapat dijadikan sebuah nodes

  Sumber: Bantley, Ian 1980; 58

  d. District (Kawasan) Merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan district memiliki cirri khas yang mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, di mana orang merasa harus mengakhiri dan memulainya. District dalam kota dapat dilihat sebagai referensi interior dan eksterior. Distrct mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introvert/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain, suasana ini akan mendukung kondisi-kondisi bangunan lainnya yang ada di sekitar kawasan Pemuda, karena bangunan ini akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap bangunan lainnya (Gambar 2.23).

Gambar 2.23 District pada skala bangunan

  Sumber: Bantley, Ian 1980; 59

  e. Landmark Merupakan titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya. Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol pada kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi dan sebagainya. Beberapa landmark letaknya dekat, sedangkan yang lain jauh sampai di luar kota. Beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan dapat dilihat hanya di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa di lihat dari mana-mana.

  Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk mengorientasikan diri dari dalam kota dan membentu orang mengenali suatu daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya jelas dan unik dalam lingkungannya, dan ada sekuens dari beberapa landmark untuk menciptakan rasa nyaman dalam orientasi, serta ada perbedaan skala masing-masing (Gambar 2.24).

Gambar 2.24 bangunan yang di jadikan landmark pada suatu kawasan pusat kota yang berada di persimpangan

  jalan Sumber: Bantley, Ian 1980; 60

  Bangunan yang menonjol seperti gambar diatas merupakan landmark bangunan dari suatu kawasan pusat kota. Bangunan tersebut diletakan pada persimpangan jalan, walaupun pada prinsipnya sebuah landmark akan terlihat lebih utuh apabila diletakkan pada ketinggian atau posisi tertentu, sehingga dari berbagai posisi sudut pandang dapat dilihat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar

  landmark bangunan pada sebuah kawasan district atau koridor yang di letakkan pada

  persimpangan jalan dapat dilihat dari berbagai posisi jalan yaitu:

  1. Bangunan harus di buat lebih menonjol dan lebih tinggi dari bangunan yang ada di sekitarnya.

  2. Fasade pada bangunan merupakan titik awal untuk disain bangunan baru selanjutnya sehingga tercipta keserasian visual.

  3. Jalur yang di ciptakan oleh bangunan, lebih baik agak melingkar/membentuk bujur di bandingkan jika jalur yang tercipta oleh bangunan berbentuk lurus.

  4. Jalan yang di bentuk lebih baik agak melengkung, hal ini di lakukan sebagai pertimbangan, karena bangunan yang berada di persimpangan tidak mungkin kelihatan dari berbagai posisi jalan, akan tetapi jika di buat jalur jalan yang melengkung bangunan yang menjadi landmark agar dapat di lihat pada awal dan akhir dari sebuah district kawasan pada koridor jalan.

  5. Agar bangunan dapat dilihat dengan jelas, harus di buat jarak dengan perhitungan tertentu pada bangunan sehingga dari berbagai posisi bangunan dapat dilihat oleh pengamat (Gambar 2.25).

Gambar 2.25 Ratio perhitungan jarak-jarak bangunan sehingga landamark pada suatu kawasan pusat kota/koridor

  jalan tertentu dapat dibuat. Sumber: Bantley, Ian 1980; 61

  2.1.9 Bentuk massa akan mempengaruhi bentuk ruang Pengelompokan bangunan secara bersama-sama memiliki dinamika sendiri dibandingkan satu bangunan saja. Cara menghubungkan massa bangunan akan sangat mempengaruhi lingkungan di dalam kesatuannya. Sistem menghubungkan massa memiliki dinamika tersendiri karena di dalam proses itu terikat bentuk-bentuk ruang yang sifatnya sangat berbeda. Lihatlah bagaimana dengan berbagai massa dapat di bentuk ruang yang sangat berbeda bentuk dan ukurannya. Cara penghubung ruang akan sangat mempengaruhi suasana di dalam lingkungannya. Ada beberapa tipe bentuk massa sehingga akan mempengaruhi bentuk ruang, yaitu:

  1. Blok-blok kecil dengan jumlah yang banyak akan berdampak terhadap berkurangnya rasa keterlingkupan yang terbentuk antara massa bangunan dengan ruang yang terbentuk. Akan tetapi hal ini dapat selesaikan dengan bentuk dinding, ataupun pohon, tetapi ini tidak dapat memperkuat hubungan antara aktivitas di dalam bangunan dengan jalan sehingga kesan yang ditimbulkan dari bangunan lebih sedikit (Gambar 2.26).

Gambar 2.26 Bentuk massa bangunan dengan ruang yang terbentuk

  2. Keterlingkupan suatu ruang akan dapat lebih mudah dicapai dengan tidak adanya kesatuan dengan lingkungan yang tercipta Sumber: Bantley, Ian 1980; 52 bentuk yang diciptakan oleh massa bangunan yang tidak terblok- blok/menyatu antara yang satu dengan yang lainnya (Gambar 2.27).

Gambar 2.27 Bentuk massa bangunan dengan ruang yang terbentuk yang memperlihatkan adanya kesatuan dengan

  lingkungan yang tercipta Sumber: Bantley, Ian 1980; 52

  2. Bentuk massa bangunan yang terblok-blok dan tidak beraturan akan berdampak terhadap ruang yang tercipta dan visual terhadap bangunan yang ada di sekitarnya sehingga sudut pandang terhadap bangunan menjadi terblok-blok, bentuk massa bangunan yang terpisah-pisah membuat pandangan tidak menjadi fokus untuk menciptakan suatu jalan cerita/serial vision yang diciptakan oleh bangunan tersebut. Pada lingkungan kota kondisi ini masih banyak ditemukan, terutama di kota besar yang terdapat bangunan besar dan bertingkat sehingga tidak adanya penciptaan keserasian bangunan dengan lingkungan yang ada di sekitarnya, sehingga tidak tercipta pandangan yang baik (Gambar 2.28).

Gambar 2.28 Bentuk massa bangunan yang terblok-blok dan tidak beraturan akan mempengaruhi ruang yang terbentuk dan visual

  terhadap bangunan Sumber: Bantley, Ian 1980; 52

  4. Hubungan antara bentuk massa bangunan dengan ruang yang di ciptakan memiliki satu kesatuan dan rasa terlingkupi akan menciptakan sebuah jalur/path untuk lebih mudah dibaca/dimengerti apabila adanya keterlingkupan yang di ciptakan dari bangunan. Pada gambar pertama ruang dan massa bangunan dengan ruang yang diciptakan tidak memiliki rasa keterlingkupan sedangkan gambar yang kedua ruang dan massa bangunan.

  5. Hubungan dengan ruang yang tercipta adanya keterkaitan sehingga membentuk rasa terlingkupi.

  6. Hubungan antara ruang dengan massa bangunan, dimana dinding bangunan diartikan sebagai alur yang akan mengarahkan pandangan, terhadap bangunan sehingga simpul/persimpangan yang terbentuk oleh bangunan terputus atau tidak terputus.

  1

  2

  di baca karena adanya pelebaran sudut pada jalur utamaSimpul/persimpangan terlihat lebih jelas dari jalur utama untuk masuk kedal am. Efek ini memperkuat kemungkinan untuk melihat langsung jalur sirkulasi yang mengarahkan untuk keluar.Tingkat hubungan antar ruang dengan massa bangunan yang terbentuk harus dipertimbangkan karena dalam hal ini ruang yang tercipta sangat berlawanan, karena akan menghilang kemampuan suatu bangunan untuk dipandang lebih jelas oleh pemakai.

Gambar 2.29 Hubungan antara bentuk massa bangunan dengan ruang yang tercipta akan berpengaruh terhadap identitas sebuah node/simpul untuk lebih

  mudah di baca Sumber: Bantley, Ian 1980; 52

  2.1.10 Jenis panduan penataan bangunan Panduan pengendalian penataan tata bangunan dapat bersifat preskriptif maupun kinerja. Panduan preskriptif memberikan kerangka/batasan kerja yang ketat.

  Misalnya, memberikan persyaratan koefisien lantai bangunan 12 yang berarti luas lantai tidak boleh lebih 12 kali luas lahan yang direncanakan. Sedangkan panduan kinerja memberikan ukuran, kriteria dan cara penghitungannya, serta memberikan keleluasaan. Misalnya, menentukan daya dukung infrastruktur untuk melayani tambahan kegiatan suatu bangunan (Shirvani. 1985; 150-152). Dikarenakan telah memiliki aturan yang ketat, panduan perskriptif tidak memberikan peluang banyak interpretasi dan keleluasaan kepada pengendali keputusan. Panduan kinerja yang hanya memberikan kriteria dan cara penghitungannya, memungkinkan pengambilan keputusan memiliki keleluasaan interpretasi yang lebih banyak.

  Dengan perbedaan sifat tersebut, maka hal-hal yang perlu dikendalikan (diatur) secara ketat, lebih baik dibuat dalam bentuk panduan yang bersifat preskriptif. misalnya kegiatan preservasi memerlukan ukuran-kuran yang jelas dan ketat. Hal-hal yang berkembang dengan cepat dimana kemungkinannya banyak variasi dan tidak diatur secara ketat akan lebih sesuai dikendalikan (diatur) dengan panduan yang bersifat kinerja. Pilihan jenis panduan untuk setiap komponen perancangan di kawasan Pemuda baik pada bangunan lama/bersejarah dan pada bangunan baru yang nantinya akan mengatur elemen-elemen perancangan yang ada di sekitar kawasan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Komponen yang dikendaliakan dan pilihan jenis panduan

  Komponen yang diatur Jenis panduan Pertimbangan keterangan Peruntukan Jenis Kinerja Memungkinkan lahan bangunan kegiatan terdapat banyak variasi kegiatan.

  KDB

  Perspektif Tinggi Perspektif bangunan

  Garis Perspektif sempadan Set-back Perspektif

  Pelestarian Perspektif mempertahankan bangunan yang ada di sekitar kawasan Pemuda.

Tabel 2.1 (Lanjutan)

  Komponen yang diatur Jenis panduan Pertimbangan keterangan lama/bersejarah yang menjadi karaktersitik dan identitas kawasan bersejarah

  Pembongkaran Kinerja Untuk (demolition) mempertahankan keberadaan bangunan lama/bersejarah yang menjadi karaktersitik dan identitas kawasan bersejarah dan keselamatan masyarakat dan lingkungan

  Tata massa bangunan Orientasi Kinerja Memerlukan penyeragaman. Sirkulasi Pejalan Kinerja Menghindari perbedaan interpretasi

  Kendaraan Kinerja Perlu pengaturan yang ketat untuk menghindari kemacetan dan keselmatan bagi pengendara dan pemakai lainnya

  Parkir Kinerja Memerlukan pengaturan yang ketat dalam pelaksanaannya

  Tata informasi Konstruksi Perspektif Untuk menjamin keselamatan masyarakat dan lingkungan di

Tabel 2.1 (Lanjutan)

  Komponen yang diatur Jenis panduan Pertimbangan keterangan sekitarnya dan untuk mendukung keindahan lingkungan

  Bentuk Kinerja Memungkinkan banyaknya variasi Ukuran Kinerja Untuk memperhatikan ketersediaan ruang serta kesesuaian dengan karakteristik lansekap/lingkungan serta faktor keselamatan

  Penempatan Perspektif Untuk mewujudkan keindahan lingkungan, keefektifan penyampaian informasi dan keselamatan bagi masyarakat (pejalan/pengendara) dan lingkungan sekitarnya

  Jumlah Perspektif Untuk menjamin keselamatan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya dan untuk mendukung keindahan lingkungan

  Orientasi Kinerja Untuk meningkatkan keefektifan penyampaian informasi dan

Tabel 2.1 (Lanjutan)

  Komponen yang diatur Jenis panduan Pertimbangan keterangan keindahan lingkungan

  Pencahayaan Kinerja Pertimbangan keselamatan, keindahan dan keefektifan penyampaian informasi

  Perlengkapan jalan Kinerja Lansekap Ruang terbuka Kinerja Sumber: Hasil analisa, tahun 2012

  Urban friendly corridor sebuah peri-kehidupan di pusat kota yang humanis,

  manusiawi dan bersahabat telah dikemukan oleh tokoh-tokoh gerakan arsitektur modern yang tergabung dalam CIAM Congres International of Architecture Modern.

  Ide tersebut mengarah kepada penghormatan lebih terhadap nilai-nilai manusiawi. Adapun ide tentang sebuah peri-kehidupan di pusat kota yang humanis tersebut dilatar-belakangi oleh pembangunan kota yang dititik-beratkan pada pembangunan jalan-jalan untuk kendaraan bermotor dan bangunan-bangunan tinggi sebagai simbol dari kemakmuran. Peri-kehidupan di pusat kota yang humanis merupakan usaha untuk mensejajarkan kembali manusia (pejalan kaki) dengan kendaraan bermotor dalam haknya untuk mempergunakan ruang kota dan menikmati arsitekturnya. Suatu hal yang sangat tragis yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia adalah tidak diperhatikannya kepentingan manusia di jalan sebagai ruang kota yang nyaman, aman, dan sehat bagi pejalan kaki. Keadaan yang tidak nyaman dan aman yang dialami oleh pejalan kaki juga berdampak kepada ketidak-nyamanan dan ketidak- amanan bagi pengendara kendaraan. Keadaan tragis tersebut tidak terkecuali juga terjadi di kota Medan. Jalan-jalan yang ada di kota merupakan ruang kota yang memaparkan hampir semua kejadian kehidupan perkotaan. Oleh karena itu, kota akan disebut baik, aman, dan nyaman jika jalan-jalannya baik, aman, dan nyaman. Ahli perkotaan bernama Donald Appleyard dalam bukunya “Livable Streets” (1981) menegaskan bahwa orang akan selalu tinggal dan menjalani kehidupan di jalan, yaitu suatu tempat dimana anak-anak pertama kali mengenal dunia, bertemu dengan para tetangga, dan merupakan pusat sosialisasi dari sebuah kota. Disamping itu jalan juga menjadi jalur transportasi dengan segala kebisingan, polusi, sampah, becek, dan lumpur. Jalan juga tempat dimana orang asing mengganggu dan tempat kriminalitas terjadi.

   “Urban friendly corridor” merupakan perencanaan sebuah koridor Kota yang

  bersahabat adalah suatu konsep ideal tentang sebuah koridor kota yang menempatkan manusia/masyarakat penghuninya sebagai “tuan rumah” yang dapat merasakan kemakmuran, kenyamanan, kesehatan dan keamanan secara adil dan merata, dalam prinsip-prinsip kota yang berkesinambungan. Dapat dikatakan juga ruang kota yang bersahabat adalah “City for All” atau ruang kota untuk semua, baik untuk orang yang miskin, kaya, tua, muda, sehat, sakit, mampu, cacat, dan lain-lain. Sebagai kebalikannya, kota yang tidak bersahabat adalah kota yang secara langsung maupun tidak langsung mendeskriminasikan/mengesampingkan manusianya. Peran kota saat ini telah berubah, yaitu menjadi sebuah mesin besar yang merongrong kenyamanan, keamanan, kemakmuran, dan kesehatan. David Sucher, dalam “City Comforts How

  

To Build an Urban Village” (1995) mengatakan “Manusia adalah alat ukur dari

dunia, sehingga kenyamanan manusia adalah ukuran keberhasilan sebuah kota”.

  2.2.1 Prinsip –prinsip dalam urban friendly corridor Adapun prinsip-prinsip dalam Urban Friendly corridor adalah sebagai berikut:

   Keseimbangan dengan alam menekankan pada pemanfaatan sumber daya dan mengeksploitasinya. Prinsip ini menegaskan penilaian lingkungan untuk mengidentifikasi zona kawasan d sain (McCarg: 1975).

   Tradisi ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan aset budaya yang ada, menghormati praktek-praktek tradisional pada suatu lingkungan (Spreiregen: 1965).

  Kearifan tradisional dalam tata letak pemukiman yang di tuangkan kedalam rencana pembangunan, dalam simbol dan tanda-tanda lainnya melalui dekorasi dan motif bangunan. Prinsip ini menghormati sistem yang ada pada sebuah bangunan selama bertahun-tahun, adaptasi terhadap iklim, keadaan sosial, untuk bahan yang tersedia dan teknologi. Hal ini dilakukan menggambarkan kembali dan motif yang dirancang untuk mengkomunikasikan nilai-nilai budaya ada.

   yang sesuai dengan konteks lokal.