BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Klindamisin Dengan Kinin-Klindamisin Pada Pengobatan Malaria Fasiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

  2.1. Malaria Falsiparum Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies parasit protozoa genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anoples betina. Spesies plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada empat, yaitu P. malariae, P. vivax, P. falciparum, dan P.

  

ovale dimana P. falciparum merupakan dahulu dikenal dengan ”malaria

  subtertiana” atau “ malaria tertiana maligna” yang dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis akut dan jika tidak diobati dapat mematikan.

  Penularan bisa langsung melalui gigitan nyamuk, transfusi darah serta dari

  10,11 ibu hamil ke bayinya.

  2.2. Siklus Hidup Plasmodium Siklus hidupnya plasmodium mempunyai 2 hospes yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit dalam nyamuk

  10 disebut sporogoni.

  2.2.1. Siklus aseksual Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anoples betina dimasukkan ke dalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Sporozoit itu akan masuk ke dalam parenkim hati akan menjadi skizon hati dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah yang berlangsung selama lebih kurang dua minggu. Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darh merah (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil yang dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin disebut tropozoit. Tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit, pigmen dan sisa sel keluar memasuki plasma darah. Siklus eritositer ini yang menyebabkan timbulnya gejala malaria. Setelah 2 sampai 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan

  11-12 betina).

  2.2.2. Siklus seksual Terjadi dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8 sampai 12 hari.

  Makrogametosit dan mikrogametosit yang ada di lambung nyamuk berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar disebut ookista. Ookista membentuk ribuan sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam

  11,12

  parasit malaria dapat dilihat pada gambar 2.1

  2 Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria

  2.3. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penderita malaria sangat beragam, dari yang tanpa gejala sampai dengan berat. Pada awal gejala dilaporkan lebih dari 60% terjadi misdiagnosis. Manifestasi klinis dipengaruhi oleh status kekebalan yang berhubungan dengan tingkat endemisitas tempat tinggal, beratnya infeksi (kepadatan parasit), jenis dan strain Plasmodium, status gizi, sudah minum obat antimalaria, faktor genetik (HbF, defisiensi Glucose-6-

  13,14 phosphate dehydrogenase, ovalositosis, dan sebagainya) interval tertentu (paroksismal), yang diselingi oleh suatu periode laten (periode bebas demam). Sebelum demam biasanya pasien merasa

  1 lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.

  10 Periode paroksismal biasanya terdiri dari tiga fase yaitu:

  1. Stadium dingin : perasaan dingin, menggigil, berkisar 15 sampai 60 menit

  2. Stadium demam : perasaan kulit terbakar, sakit kepala, berkisar 2 sampai 6 jam

  3. Stadium berkeringat : keringat berlebihan, penurunan temperatur, kelelahan dan lemah sampai tertidur, berkisar 2 sampai 4 jam Masa inkubasi bervariasi antara 9 sampai 30 hari tergantung pada spesies parasit. Pada Plasmodium falciparum masa inkubasinya 10 sampai 13

  15

  hari. Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria,

  13

  manifestasi klinis dikelompokkan menjadi :

  a. Malaria ringan atau tanpa komplikasi Malaria ini umumnya asimtomatik dan ringan yaitu sakit kepala, demam, menggigil, mual, mialgia, muntah tanpa kelainan fungsi organ. Gejalanya dapat menyerupai infeksi virus atau gastroenteritis akut. Biasanya penderita malaria ringan dirawat jalan dan tidak memerlukan tindakan

  13 khusus. Malaria berat adalah Malaria falsiparum yang fatal atau malaria dengan komplikasi dimana kemungkinan penyakit lain sudah dapat disingkirkan.

  Lebih kurang 10% dari penderita Malaria falsiparum adalah malaria berat

  13

  dengan angka kematian 18,8% sampai 40%. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan seperti tertera di bawah ini merupakan malaria

  16

  berat, antara lain:

  • Malaria cerebral dengan kesadaran menurun
  • Anemia berat, kadar hemoglobin ≤ 5 gr/dl
  • Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
  • Hipoglikemia berat
  • Kejang umum yang berulang
  • Gagal ginjal
  • Edema paru akut
  • Kegagalan sirkulasi
  • Kecenderungan terjadi perdarahan
  • Hiperparasitemia • Hiperpireksia/hipertermi
Diagnosis malaria tergantung pada identifikasi parasit dalam darah. Diagnosis malaria dapat diidentifikasi dengan mikroskop dengan pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk mengidentifikasi spesies dan kepadatan parasit dalam darah. Pada Malaria falsiparum pada awalnya dijumpai hanya parasit muda berbentuk cincin (ring form), eritrosit tidak membesar, dan beberapa cincin mempunyai dua inti (double dots). Tropozoit dan skizon jarang ditemukan pada darah tepi, bila ditemukan maka menunjukkan malaria berat. Gametosit yang bentuknya seperti pisang atau bulan sabit bergabung sesudah 10 hari. Pada awalnya parasit

  17

  harus dicari pada preparat darah tebal. Hal ini dapat dilihat pada gambar

  2.2 Gambar 2.2. A : Parasit muda berbentuk cincin. B: Skizon yang

  2

  matang C : Gametosit berbentuk pisang Pewarnaan yang paling baik adalah menggunakan larutan Giemsa 3%

  12

  yang diencerkan 1:25 dengan aqua destilata. Metode lain untuk pemeriksaan malaria adalah dengan alat uji diagnostik cepat ( Rapid asas imunokromatografi yang menggunakan antibodi monoklonal yaitu

  HRP-2 (Histidine Rich Protein) untuk Plasmodium falciparum dan pLDH

  (parasite Lactate Dehydrogense) untuk mengetahui Plasmodium vivax sebagai indikator infeksi, tes serologis dan polymerase chain reaction (PCR) yang mempunyai sensitivitas 90% dan spesifisitas 100%. Adanya berbagai variasi gejala maka perlu dibedakan dengan demam oleh sebab penyakit yang lain seperti demam tifoid, meningitis, apendisitis,

  11,17 gastroenteritis atau hepatitis.

  2. 5. Pengobatan Malaria falsiparum tanpa Komplikasi Berdasarkan pedoman WHO bila ditemukan resistensi terhadap klorokuin di suatu daerah > 25%, maka tidak dianjurkan lagi untuk menggunakan

  11

  klorokuin sebagai antimalaria. Kabupaten Mandailing Natal di Sumatera Utara pada tahun 1994 telah dinyatakan oleh Departemen Kesehatan sebagai daerah yang resisten terhadap klorokuin dengan penyebaran

  3 yang tidak merata.

  Meningkatnya kasus resistensi terhadap sejumlah obat antimalaria, WHO menganjurkan semua negara yang resisten terhadap klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, amodiakuin menjadi pengobatan berbasis

  6

  kombinasi yaitu ACT pada pengobatan malaria tanpa komplikasi. Terapi kombinasi merupakan pengobatan dengan menggunakan lebih dari satu macam obat anti malaria yang bersifat skizontosida darah dengan memiliki

  18,19

  Pengobatan dengan kombinasi sepuluh kali lipat lebih mahal dari obat standar bila dilihat dari segi biaya. Artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi malaria dikarenakan 98% sangat efektif pada daerah yang resistensi, respon terapi cepat, dapat ditoleransi baik, efek samping minimal, kemampuannya menurunkan parasitemia lebih cepat sepuluh kali

  20

  daripada obat antimalaria lainnya. Dua juta kasus dilaporkan telah diobati tanpa ada efek toksik, diabsorpsi cepat melalui oral, dapat mengurangi karier gametosit dan belum ada laporan resistensi walaupun sudah lama digunakan di negara Cina, waktu paruh pendek dan

  11

  aktivitasnya luas dan sangat kuat. Derivat artemisinin adalah artemeter, artesunat, dihydroartemisinin, artemotil. Uji klinik kombinasi artemisinin dengan sulfadoksin-pirimetamin untuk pengobatan Malaria falsiparum di Papua menunjukkan resiko kegagalan pengobatan dengan kombinasi jauh lebih kecil (RR=0.3) dibandingkan dengan hanya sulfadoksin-

  21 pirimetamin.

  Berdasarkan penelitian di Gabonese kombinasi artesunat dan klindamisin dipilih disebabkan efikasi sangat baik, ideal pada daerah endemisitasnya tinggi, dan mempunyai toleransi yang baik. Kombinasi artesunat dan klindamisin merupakan pilihan kedua yang direkomendasikan WHO dan merupakan salah satu kombinasi yang digunakan pada daerah Afrika (sub-Saharan) dengan tingkat transmisi

  9 malaria yang sangat tinggi. Artesunat merupakan adalah hemisuccinate yang larut dalam air yang merupakan derivat artemisinin. Artesunat dapat diberikan dalam bentuk oral, rektal dan intravena. Setiap tablet mengandung 50 mg atau 200 mg

  22 sodium artesunat.

  22 Gambar 2. 3. Rumus bangun artesunat

  Farmakokinetik Artesunat cepat diabsorpsi dengan waktu paruh lebih kurang 45 menit dan konsentrasi puncak plasma 1,5 jam bila diberikan oral, 2 jam bila diberikan rektal, dan 30 menit bila diberikan intramuskular. Artesunat peroral cepat dimetabolisir menjadi dihidroartemisinin. Dosis artesunat pada malaria

  23 tanpa komplikasi 4 mg/kgBB/ hari untuk tiga hari.

  Farmakodinamik Cara kerja artesunat sama dengan derivat artemisinin lainnya yaitu dengan mengikat besi pada pigmen malaria untuk menghasilkan radikal bebas yang akan berinteraksi dan merusak protein parasit mulai dari

  

22

  bentuk cincin, tropozoit dan skizon. Efek samping dapat berupa sakit

  

vitro disebutkan pada dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan

  neurotoksik. Rekrudensi dan resistensi dilaporkan sering muncul bila digunakan monoterapi sehingga harus selalu dengan obat skizontosidal

  23 lainnya.

  2.5.2. Klindamisin Klindamisin merupakan antibiotika linkosamide yang mengandung antiplasmodium yang dapat diberikan pada anak. Obat ini pada malaria bersifat skizontosida darah untuk Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin, mempunyai waktu paruh yang cepat, aman dan toleransi yang baik sebagai antimalaria. Selain itu, klindamisin juga mempunyai efek bakteriostatik dan digunakan sebagai terapi bakteri gram

  22,24 positif.

  22 Gambar 2.4. Rumus bangun klindamisin Absorpsi klindamisin 90% diserap baik dengan pemberian oral dan adanya makanan tidak mempengaruhi absorpsi tersebut. Klindamisin fosfat dan palmitat dihidrolisis dengan cepat menjadi bentuk bebas dengan konsentrasi puncak plasma 45 menit. Waktu paruh klindamisin adalah dua jam namun dapat lebih lama pada neonatus dan dengan adanya gangguan fungsi ginjal. Klindamisin didistribusi dengan baik ke jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Hanya sekitar 10% klindamisin dieksresikan dalam bentuk asal melalui urin, sejumlah kecil melalui feses. Diare dilaporkan terjadi pada 2% sampai 20% penderita yang mendapat obat ini. Pada sebagian kasus dapat terjadi kolitis yang

  22,24 dapat berakibat fatal.

  Farmakodinamik Klindamisin bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis protein yang kaya akan histidin di mitokondria pada Plasmodium falciparum dan menghambat pembentukan merozoit di eritrosit. Invitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap P.falciparum.

  24 Dosis klindamisin 7 mg/kgbb/dosis.

  2.5.3. Kinin Kinin merupakan derivat alkaloid dari akar pohon Cinchona. Ada 4 alkaloid antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin,

  22 stereoisomer dari kuinidin.

  22 Gambar 2.5. rumus bangun kinin

  Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi terapeutik diberikan 5 sampai 7 hari. Kinin adalah obat yang mempunyai efektivitas yang tinggi namun obat ini ditoleransi dengan buruk jika pemakaiannya terlalu lama. Kombinasi kinin dengan beberapa antibiotika seperti klindamisin, doksisiklin, tetrasiklin akan meningkatkan efikasi kinin dibandingkan hanya dengan kinin terutama di daerah resistensi antimalaria. Kombinasi kinin dengan klindamisin diberikan selama tiga hari

  9 dan kombinasi ini dapat diberikan pada anak dan ibu hamil.

  Farmakokinetik Kinin diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah suatu dosis tunggal. Kira-kira 70% dari kinin dalam plasma terikat pada protein, dan ini menjelaskan rendahnya kadar kina dalam cerebrospinal fluid yaitu kira- kira 2% sampai 5% kadarnya dalam plasma. Waktu paruh kina adalah 7 sampai 12 jam. Distribusinya luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, sebagian kecil melalui tinja, getah lambung, empedu, dan liur. Ekskresi lengkap dalam 24 jam. Pemakaian kina dengan dosis harian 600 sampai 1500 mg menimbulkan efek samping yang disebut chinconisme dengan gejala pusing, nyeri kepala, gangguan pendengaran, tinnitus, mual,

  22 tremor, depresi dan penglihatan kabur.

  Farmakodinamik Kinin bekerja dengan menghambat detoksifikasi haem parasit dalam vakuola makanan, namun mekanismenya tidak jelas diketahui. Kinin juga secara aktif melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa Plasmodium falciparum. Kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae, dan P.ovale. Kinin

  22 juga tidak membunuh parasit malaria bentuk preeritrositik.

  2.5.4. Efektivitas kombinasi artesunat–klindamisin Karakteristik obat merupakan unsur penting dalam menentukan resistensi.

  Kombinasi antimalaria yang ideal pada daerah malaria transmisi tinggi

  18

  adalah apabila profil farmakokinetik kedua obat adalah sama. Kombinasi artesunat dan klindamisin mempunyai karekteristik farmokinetik yang sama yaitu keduanya memiliki waktu paruh yang cepat sehingga dipikirkan

  8 dapat menurunkan resistensi obat.

  7

  alternatif dengan waktu pemberian tujuh hari. Namun penelitian di Gabonese membuktikan bila artesunat dikombinasi dengan klindamisin dengan pemberian dua kali sehari selama tiga hari, efikasi kesembuhannya 100% pada hari ke 14, tidak dijumpai efek samping yang

  8

  berat dan ditoleransi baik. Klindamisin dipilih oleh karena aman pada anak dan mempunyai toleransi yang baik sebagai anti malaria.

  Berdasarkan uji klinis dan sistematic review dari tahun 1970 sampai 1990, klindamisin mempunyai efikasi yang baik, aman, dan mudah tersedia.

  Klindamisin yang digunakan sebagai monoterapi, menunjukkan respon kesembuhannya rendah oleh karena klindamisin bekerja lambat, namun bila klindamisin dikombinasi dengan obat dengan waktu paruh yang cepat

  24 maka potensiasinya sebagai anti malaria meningkat.

  Selain artesunat-klindamisin kombinasi alternatif lain yang

  8

  mempunyai profil farmokinetik yang sama adalah kinin-klindamisin. Kinin- klindamisin merupakan kombinasi non-ACT yang direkomendasikan WHO. Pada penelitian metaanalisis dilaporkan waktu hilangnya parasit pada kombinasi artesunat-klindamisin lebih cepat dibandingkan kinin-

  9

  klindamisin. Pada penelitian di Gabonese dilaporkan jumlah kesembuhan antara kombinasi artesunat-klindamisin dengan kinin-klindamisin secara statistik tidak berbeda bermakna namun waktu hilangnya demam dan parasit lebih cepat pada kombinasi artesunat-klindamisin dibandingkan

  9 kinin-klindamisin. menjanjikan karena interaksi kerjanya bersifat sinergis dan adiktif dan tidak ditemukan efek antagonisme. Kombinasi ini memenuhi kriteria kombinasi rasional dimana kedua obat ini sudah sejak lama dikenal sebagai antimalaria, waktu pemberian singkat yaitu tiga hari, mempunyai efikasi yang sangat tinggi, dapat ditoleransi baik, cukup tersedia di banyak

  25

  tempat dan lebih murah. Artesunat-klindamisin aman diberikan pada

  8 anak dan ibu hamil. Imunitas Agen Genetik Spesies Iklim Nutrisi Usia nyamuk

  Musim Sosioekonomi Kebiasaan makan Kelembaban Kongenital Pendidikan Mosquito bite rate Genangan air

  Secara mekanik Host Vektor Lingkungan Secara Oral Perilaku masyarakat Penularan alamiah Penularan tidak alamiah Tidak memakai kelambu Tidak patuh makan obat Sering ke luar pada malamhari Infeksi Malaria falsiparum Artesunat Klindamisin

  Kinin Ikatan endoperoksida Menganggu proses

   Menghambat merozoit polimerisasi di eritrosit

  Vakuola makanan parasit Inhibisi detoksifikasi hem Skizontosidal darah

  Skizontosidal darah Skizontosidal darah Gametosidal Absorpsi Distribusi Metabolisme Ekskresi Efikasi :

  • Kesembuhan Reinfeksi Resistensi Penurunan jumlah parasit - Obat yang diteliti

Dokumen yang terkait

Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Klindamisin Dengan Kinin-Klindamisin Pada Pengobatan Malaria Fasiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

0 43 82

Efikasi Monoterapi Artesunate Dengan Gabungan Artesunate-amodiakuin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

0 33 60

Efikasi Gabungan Kinin – Doksisiklin Dibandingkan Dengan Kinin – Azithromycin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

0 27 67

Kombinasi Kinin-azitromisin Dibandingkan Dengan Kombinasi Kinin-klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

0 33 69

Efikasi kinin - Doksisiklin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

0 50 67

Perbandingan efikasi Kombinasi Artesunat-Amodiakuin Dengan Kinin-Klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi pada Anak

0 37 70

Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Sulfadoksin-Pirimetamin + Artesunat Dengan Sulfadoksin-Pirimetamin + Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi

1 33 77

Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Sulfadioksin Pirimetamin Dengan Artesunat-Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi

1 41 65

Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Artesunat + Sulfadoksin-Pirimetamin Dengan Artesunat + Doksisiklin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi

1 34 66

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat- Klindamisin dengan Kinin-Klindamisin pada pengobatan Malaria Falsiparum tanpa komplikasi pada anak

0 0 16