A.Latar Belakang - Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dalam menjalankan bisnisnya, berbagai bentuk usaha ditempuh oleh pebisnis

  sesuai dengan sifat dan hakikat dari bisnis tersebut. Karenanya , sejak ratusan tahun yang

silam telah terbentuk berbagai bentuk usaha yang maju dan mundur sesuai dengan

perkembangan zaman. Dewasa ini ada berbagai bentuk perusahaan, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, dimana dalam bidang ini, hukum sangat intens mengaturnya. Oleh sebab itu, setelah diuji oleh perkembangan zaman, maka terbentuklah

seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang berbagai bentuk perusahaan, dengan

berbagai konsekuensi dan liku-liku yuridisnya.

  Dari berbagai bentuk perusahaan yang ada di Indonesia, seperti firma, persekutuan komanditer, koperasi, usaha dagang dan lain sebagainya, bentuk perusahaan

perseroan terbatas (selanjutnya disebut PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi

yang paling dominan saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat

terbatas, PT juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk

mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang

dimilikinya pada perusahaan tersebut.

  Ada beberapa faktor atau alasan mengapa seorang pengusaha memilih perseroan terbatas untuk menjalankan usaha dibandingkan dengan bentuk perusahaan lain seperti Persekutuan Perdata, Koperasi, Firma, CV, yaitu: a. semata-mata untuk mengambil manfaat karakteristik pertanggungjawaban terbatas.

1 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 35.

  b.

atau dengan maksud kelak manakala diperlukan mudah melakukan transformasi

perusahaan. c. atau alasan fiskal.

  Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar bahwa badan usaha yang berdiri dan menjalankan usaha di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas. Hal tersebut tidaklah mengherankan karena terdapat beberapa kelebihan dari bentuk usaha Perseroan Terbatas yang tidak diiliki bentuk usaha lainnya, antara lain tanggung jawab terbatas.

  Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang

saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.

  Bentuk hukum seperti perseroan terbatas ini juga dikenal di negara-negara lain seperti: di Malaysia disebut sendirian berhad (sdn bhd) ,di singapura disebut private limited (pte

ltd) , di Jepang disebut kabushiki kaisa, di Inggris disebut registered companies, di

Belanda disebut naamloze vennootschap (nv), dan di Perancis disebut societas a

responsabilite limite (sarl).

  Undang-undang perseroan terbatas no. 40 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 mendefenisikan perseroan terbatas (perseroan) sebagai : “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

  3 4 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, ( Jakarta: Permata Aksara, 2012), hal. 5 Ibid Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Loc. Cit.

  Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat kita kemukakan di sini :

  1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum ;

  2. Didirikan berdasarkan perjanjian;

  3. Menjalankan usaha tertentu;

  4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham; 5. Memenuhi persyaratan undang-undang.

  Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang perorangan), dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya,

meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang

berlaku umum. Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan

subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang

pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing- masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum diangap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan

(pasal 1 ayat (2) kitab undang-undang hukum perdata). Sedangkan pada badan hukum,

keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan

dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan

sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan

para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya.

  Dalam kitab undang-undang Hukum Dagang tidak satu pasal pun yang

menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam undang-undang Perseroan

Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 butir 1 bahwa perseroan adalah badan

  

hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuwan sebagai pendukung

kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta

kekayaan pendiri atau pengurusnya.

  PT memiliki beberapa organ yaitu RUPS, direksi, dan dewan komisaris. PT

sebagai subjek hukum mandiri adalah artificia person, yang membutuhkan direksi

sebagai wakilnya. Dapat dikatakan bahwa perseroan terbatas tidak dapat berfungsi

menjalankan hak dan kewajibannya tanpa bantuan direksi. Keberadaan direksi dalam

perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa

adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada direksi tanpa adanya perseroan.

  

Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai maksud dan tujuan

perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian keberadaan

direksi sangat dibutuhkan oleh perseroan. Mengurus perseroan bukanlah merupakan hal

mudah. Oleh karena itu, agar perseroan tersebut terurus sesuai maksud didirikannya

perseroan, maka untuk menjadi direksi perlu persyaratan dan keahlian. Pendelegasian

wewenang dari perseroan kepada direksi untuk mengelola perseroan tersebut lazim

disebut sebagai fiduciary duty.

  Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

  Terkait dengan perbuatan melawan hukum, korporasi atau perseroan sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan melawan hukum baik bersifat perdata maupun

pidana (civil and criminal wrongs). Pada umumnya pengurus harus bertanggung jawab

atas perbuatan melawan hukum itu. Akan tetapi, perbuatan melawan hukum itu dapat

langsung dilakukan oleh perusahaan melalui organ-organnya, atau sebaliknya perbuatan

  

melawan hukum itu dilakukan oleh pegawai perusahaan dan perusahaan harus

mempertanggungjawabkannya.

  Dalam undang-undang perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007 Pasal 97 ayat

(1) disebutkan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dan pada ayat

(2) disebutkan bahwa pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab

penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau

lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (2).

  Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, ada ketertarikan untuk membahas

mengenai pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan

dalam mengurus perseroan.

B. Perumusan Permasalahan

  Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana kedudukan direksi dalam perseroan

  2. Apa saja bentuk perbuatan melawan hukum yang dapat dilakukan direksi dalam mengurus perseroan.

  3. Bagaimana pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yng dilakukan dalam mengurus perseroan.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui kedudukan direksi dalam perseroan

  2. Untuk mengetahui bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direksi dalam mengurus perseroan

  3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.

  Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : a. Manfaat secara teoretis

  Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan pertanggung jawaban direksi atas perbutan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.

  b.

  Manfaat secara praktis Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan. Sebagaimana diketahui bahwa direksi merupakan organ perseroan yang memiliki tugas dan wewenang dalam perseroan.

  Direksi bertanggung jawab penuh atas kegiatan pengurusan perseroan. Dalam melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan tersebut, direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang saham perseroan ; melainkan juga terhadap setiap pihak (ketiga) yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.

  D. Keaslian Penulisan

  Pembahasan skripsi ini dengan judul : “pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan”, adalah masalah yang sebenarnya seringkali kita dengar. Namun yang dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai tanggung jawab direksi dalam hal perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.

  Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin- doktrin yang ada , dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas hukum universitas sumatera utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka skripsi ini akan dipertanggung jawabkan sepenuhnya.

  E. Tinjauan Kepustakaan 1.

  Pengertian perseroan terbatas Perseroan terbatas pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan nama

  “naamioze vennootschap” (nv). Naamioze berarti tanpa nama, yang maksudnya dalam hal pemberian nama perusahaan tidak memakai salah satu nama anggota perseroan, melainkan menggunakan nama perusahaan berdasarkan tujuan dari

   usahanya.

  Sebenarnya, arti istilah naamioze vennootschap tidak sama dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamioze vennootschap, diartikan sebagai persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya. Jadi, istilah perseroan terbatas lebih tepat daripada istilah naamioze vennootschap, sebab arti “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah naamioze vennootschap kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hampir mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu company limited by shares”. Perseroan terbatas ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut aktiengensellschaft dan di

13 Prancis disebut societe annonyme.

  Menurut R.Ali Ridho: Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perusahaan yang berbentuk badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan dengan suatu perbuatan hukum bersama beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham

  12 Purwosutjipto, HMN, Pengertian Pokok Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal.90. 13 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: dimana para anggota dengan memiliki satu atau lebih saham dan bertanggung

   jawab terbatas sampai bagian saham yang dimiliki.

  C.S.T Kansil menyatakan bahwa: Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan perseroan tertentu yang terbagi atas saham- saham, dengan mana pemegang saham (persero) ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal

   yang mereka setorkan.

  Untuk dapat disebut sebagai perseroan terbatas, suatu badan usaha harus mempunyai ciri-ciri, antara lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya (modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik di luar maupun di dalam pengadilan dan tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perikatan-perikatan yang dibuat oleh perseroan terbatas. Ini berarti bahwa badan usaha yang disebut perseroan terbatas harus menjadikan dirinya sebagai badan hukum, sebagai subjek hukum yang berdiri sendiri yang mampu mendukung hak dan kewajiban sebagaimana halnya dengan

14 R.Ali Ridho, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan

  Komanditer, Keseimbangan Kekuasaan Dalam Perseroan Terbatas dan Penswastaan BUMN , (Bandung: Remaja Karya, 1983), hal. 214. orang, yang mempunyai harta kekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan

   para pendirinya, pemegang saham, dan para pengurusnya.

  Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui “wakilnya”. Untuk itu ada yang disebut “agent”, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan. Karena itu, perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural

  

person atau naturlijke persoon, dia bisa menggugat maupun digugat, bisa

  membuata keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang,

   mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.

2. Organ perseroan

  Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, ruang

   lingkup tugas direksi ialah mengurus perseroan.

  Undang-undang secara umum menyatakan bahwa suatu perseroan sekurang-kurangnya harus diurus oleh satu orang atau lebih anggota direksi, dengan pengecualian bagi perseroan yang bidang usahanya melakukan pengerahan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbatas terbuka harus memiliki sekurang-kurangnya dua orang 16 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal.19. 17 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan

  anggota direksi. Tidak ada suatu pembahasan mengenai keanggotaan direksi dalam perseroan. Tidak hanya warga negara indonesia, melainkan juga warga negara asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh departemen tenaga kerja) dapat menjadi anggota direksi perseroan. Undang –Undang Perseroan

   Terbatas mensyaratkan bahwa anggota direksi haruslah orang perseorangan.

  Menurut teori organisme dari otto von gierke, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia yang mempunyai organ-organ tubuh, misalnya kaki,tangan, dan lain sebagainya itu geraknya diperintah oleh otak manusia, demikian pula gerak dari organ badan hukum diperintah oleh badan hukum itu sendiri, sehingga pengurus adalah merupakan

   personifikasi dari badan hukum itu.

  Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali, pengangkatan anggota direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota direksi dalam akta pendirian. Anggota direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata cara pecalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota direksi tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan. Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi, serta penghasilan direksi ditetapkan dalam RUPS

  Menurut teori, dalam pengertian pengurusan yang dipercayakan kepada direksi itu, dapat dibedakan atas perbuatan beheren dan perbuatan beschiking atau kadangkala disebut pula sebagai perbuatan van eigendom. Perbuatan beheren dalam praktik diterjemahkan sebagai perbuatan “pengurusan” (dalam arti sempit). Sedangkan perbuatan beschiking atau eigendom lazim diterjemahkan sebagai perbuatan “kepemilikan” (dalam arti luas). Diterjemahkan “kepemilikan” sebagai terjemahan harfiah dari eigendom. Sebenarnya perbuatan pengurusan (beheren) itulah yang merupakan wewenang murni dari direksi, yaitu yang ditandai sebagai perbuatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Sepanjang perbuatan itu merupakan perbuatan pengurusan, maka berwenang diselenggarakan sendiri oleh direksi.

  Sebaliknya perbuatan kepemilikan (daden va n beschiking /eigendom) sudah bukan lagi perbuatan sehari-hari melainkan sudah merupakan perbuatan

   khusus/istimewa, dan bukan lagi murni wewenang direksi.

  Untuk direksi dapat melakukan perbuatan ini harus terlebih dahulu direksi memperoleh persetujuan dari organ lainnya, yang mungkin lebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari dewan komisaris atau mungkin pula dari rapat umum pemegang saham (RUPS) tergantung menurut ketentuan undang- undang dan atau anggaran dasar perseroan. Tetapi dalam praktik sukar untuk menetukan mana yang merupakan perbuatan pengurusan dan mana yang

   merupakan perbuatan kepemilikan.

  Direksi dalam melaksanakan kepengurusan terhadap perseroan tidak hanya bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang saham perseroan, melainkan juga terhadap setiap pihak yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. Tugas direksi antara lain adalah bertindak sebagai wakil perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk mengurus perseroan selama menjalankan tugasnya harus dengan itikad baik seperti yang ditegaskan dalam pasal 85 ayat (1) UUPT, bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap kesalahan dan atau kelalaian dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tersebut akan membawa akibat pertanggung jawaban secara pribadi dari masing-masing anggota direksi atas setiap kerugian

   yang diderita oleh perseroan maupun para pemegang sahamnya.

  Sebagaimana disebutkan di atas, direksi adalah organ perseroan yang berwenang menngelola perseroan. Oleh karena itu, direksi bertanggung jawab atas apa yang disebut “fiduciary responsibility”. Yang dimaksud dengan fiduciary

  

responsibility adalah bahwa direksi dengan penuh tanggung jawab harus

  menjalankan perusahaan, termasuk ketika berhubungan dengan orang lain atau

  

  pihak ketiga. dalam hal ini direksi harus secara fiduciary menjalankan perusahaan dengan standard of care (standar pemeliharaan).

  Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam undang- undang perseroan terbatas dan/atau anggaran dasar. Yang dimaksud dengan “kebijakan yang tepat” adalah kebijakan yang antara lain, didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

3. Perbuatan melawan hukum

  Terbatasnya jumlah peraturan yang mengatur mengenai perbuatan melawan hukum, maka hukum mengenai perbuatan melanggar hukum (tort) pada umumnya bersumber dari kasus-kasus, atau dapat dikatakan sebagai hukum kasus

  

(case law). Fungsi utama dari pertanggungjawaban atas perbuatan melawan

hukum adalah ketentuan kompensasi yang sepadan dengan kerugian yang diderita.

  Hukum mengenai ganti rugi atau kompensasi atas perbuatan melawan hukum dapat dijumpai dalam peraturan perundang-undangan dan kasus-kasus

   (jurisprudensi).

  Adapun yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum pasal 1365 kitab undang-undang hukum perdata menjelaskan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu.

  Jadi, unsur –unsur perbuatan melawan hukum terdiri dari : a.

  Perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain,bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku,bertentangan dengan prinsip kehati- hatian dan bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat.

  b.

  Perbuatan sebagaimana yang dimaksud diatas mengandung kesalahan c. Mengakibatkan kerugian;dan

   d.

  Terdapat hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian.

  Pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sedangkan Pasal 85 UUPT menetapkan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.

  Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap direktur atau pengurus korporasi, maka harus dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya. Pengurus korporasi dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith yang dipercayakan padanya dalam menjalan korporasi atau perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsip fiduciary duty

F. Metode Penulisan

1. Sifat / Bentuk penelitian

  Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap pengaturan mengenai pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum dalam mengurus perseroan. Selain itu juga diambil dari bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

  Penelitian bertujuan menemukan landasan-landasan yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum ekonomi khususnya yang terkait dengan masalah pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.

  2 . Alat Pengumpul Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan ( library research) untuk mendapatkan konsep- konsep, teori-teori dan informasi-informasi data pemikiran konseptual dari peneliti terdahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber data kepustakaan diperoleh dari : a.

  Bahan hukum primer, terdiri dari ; 1) norma atau kaedah dasar ; 2)

  Peraturan dasar ; 3)

  Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perseroan terbatas beserta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

  b.

  Bahan hukum sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

  c.

  Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan- bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya situs web juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

  3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan

  (library research ), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-

  buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan- bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

  Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

  4. Analisis Data Seluruh data yang diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal- pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseroan.

  Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pedukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk lebih mempertegas penguraian dari skripsi ini , serta untuk lebih mengarahkan pembaca maka di bawah ini masa dibuat sistematika penulisan/ gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan dimana pada bab ini dipaparkan hal-hal yang umum sebagai langkah awal dari penulisan skripsi. Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

  BAB II :RUANG LINGKUP KEDUDUKAN DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS. Pada bab ini dipaparkan tentang kedudukan direksi dalam perseroan dimana di dalamnya diuraikan mengenai pengangkatan direksi, kewajiban dan tanggungjawab direksi dan direksi sebagai pengurus dan wakil perseroan.

  BAB III : BENTUK PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN DIREKSI DALAM MENGURUS PERSEROAN TERBATAS. Pada bab ini dipaparkan tentang bentuk perbuatan melawan hukum yang dapat dilakukan dalam pengurusan perseroan dimana di dalamnya diuraikan mengenai pengertian perbuatan melawan hukum, bentuk-bentuk perbuatan yang seharusnya dihindari oleh direksi dalam melakukan pengurusan perseroan dan kasus-kasus perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh direksi perseroan.

  BAB IV :PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI ATAS PERBAUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN DALAM MENGURUS PERSEROAN TERBATAS Pada bab ini dipaparkan tentang prinisip fiduciary duty dalam pengelolaan perseroan terbatas, pengaturan tentang tanggung jawab direksi dalam UUPT serta pertanggungjawaban direksi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam mengurus perseoan.

  BAB V : PENUTUP Pada bab ini dipaparkan tentang Kesimpulan, yaitu jawaban atas permasalahan yang ada dalam skripsi ini.

  Serta saran, yaitu pendapat baik yang diberikan atas kesimpulan.