BAB II RUANG LINGKUP KEDUDUKAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS A. Pengangkatan direksi - Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

  BAB II RUANG LINGKUP KEDUDUKAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS A. Pengangkatan direksi Tidak ada satu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan direksi dalam suatu perseroan terbatas, yang jelas direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan.

  Pembicaraan mengenai pengangkatan direksi meliputi pokok-pokok yang berkenaan dengan jumlah direksi, syarat pengangkatan, pembagian tugas, metode

  

  pemilihan, gaji dan tunjangan, penggantian dan pemberhentian direksi. Berapa banyaknya anggota direksi, digantungkan pada faktor “kegiatan usaha” yang dilakukannya dengan klasifikasi sebagai berikut.

  1. Jumlah Direksi a.

  Perseroan yang bersifat umum, boleh 1 (satu) orang Berdasar Pasal 92 ayat (3), perseroan yang kegiatan usahanya bersifat umum boleh terdiri dari 1( satu) orang saja anggota direksinya, atau boleh lebih dari 1 (satu) orang.

  b.

  Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu, minimal 2 (dua) orang 27 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.

  352.

  Pasal 92 ayat (4) menentukan secara imperatif jumlah anggota direksi bagi perseroan tertentu, minimal atau paling sedikit 2 (dua) orang. Kedalamannya termasuk perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan: menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka.

  2. Syarat Pengangkatan Dalam Pasal 93 UUPT Nomor 40 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. Dinyatakan pailit

  b. Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris ang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara

  

  dan atau yang berkaitan dengan sektor keuangan Persyaratan tentang kemampuan melaksanakan perbuatan hukum, tidak cukup orang yang sudah dewasa dan cakap melakukan transaksi, melainkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya orang yang bersangkutan mampu mengelola perseroan. Selain itu juga karakter atau watak seseorang sangat memperngaruhi dalam kepengurusan perseroan. Mengenai syarat tidak pernah dinyatakan pailit, ini dalam hubungannya dengan tingkat kepercayaan seseorang.

  Orang yang pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, itu karena yang 28 Pasal 93 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bersangkutan dalam keadaan tidak mampu (berhenti) membayar utang-utangnya. Sesuai undang-undang krpailitan dengan adanya putusan pailit, sipailit tidak berhak lagi melakukan pengurusan terhadap harta bendanya, sebab yang engurus adalah balai harta peninggalan selaku kurator agar barang-barang tidak

   disalahgunakan si pailit.

  Kemudian tidak berbeda pula dengan anggota direksi atau komisaris yang pernah dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit. Kalau ada anggota direksi atau komisaris pernah diperkarakan dan diputuskan oleh pengadilan bersalah seperti itu, dipandang reputasinya tidak baik dalam mengelola suatu perseroan. Orang tersebut dinilai tidak mampu mengurus perseroan, sehingga perseroan menjadi jatuh dan tidak mampu membayar utang. Anggota direksi atau komisaris yang dalam menjalankan tugasnya memiliki cacat yang mengakibatkan kerugian perseroan sebgaiamana dimaksud, jelas ridak dapat untuk diangkat menjadi direksi baik dalam perseroan yang sama maupun

   perseroan lain, karena diragukan kemampuannya untuk mengurus perseroan.

  Mengenai syarat tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara selama lima tahun sebelum pengangkatan.

  Bahwa tindak pidana yang merugikan keuangan negara misalnya kejahatan korupsi maupun penggelapan. Orang yang pernah dihukum karena kejahatan yang menyebabkan kerugian keuangan negara dapat menjadi catatan hitam bagi dunia

  29 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 74. 30 Ibid, hal. 75. usaha. Mantan terpidana tidak dapat diangkat menjadi anggota direksi, karena

   dikhawatirkan akan merugikan perseron dan merugikan negara pula.

  Pengangkatan direksi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai

  

  berikut:

  1. Diangkat oleh RUPS dengan suara terbanyak sebebsar yang diatur dalam Anggaran Dasar perseroan

  2. Diangkat oleh RUPS berdasarkan sistem penjatahan asalkan cara tersebut ditentukan dalam RUPS. Misalnya, setiap pemegang saham 20% (dua puluh persen) masing-masing mendapat jatah 1 (satu) orang direksi.

  3. Diangkat dengan cara mencantumkan dalam anggran dasar. Dalam hal ini dilakukan terhadap direksi yang pertama kali (Lihat Pasal 94 UUPT).

  Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota direksi, direksi wajib memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh direksi yang belum tercatat dalam daftar perseroan. Pemberitahuan tersebut tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh direksi baru atas pengangkatan

   dirinya sendiri.

  31 32 Ibid 33 Munir Fuady, Op. Cit, hal 54.

  Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,Bab V , Pasal 94. Pengangkatan anggota direksi yang tidak memenuhi persayaratan- persyaratan di atas adalah batal demi hukum. Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan komisaris wajib mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada

   menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.

  3. Pembagian tugas direksi Pada prinsipnya ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi suatu perseroan, yaitu sebagai berikut: a. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan, dan b. Fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkanperseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

  Apabila anggota direksi terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, harus dilakukan pembagian tugas dan wewenang pengurusan perseroan diantara anggota direksi tersebut. Menurut pasal 92 ayat (5), pembagian tugas dan wewenang dimaksud, ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Akan tetapi, apabila rups tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, ditetapkan 34 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 92. berdasar keputusan direksi. Dengan demikian, kekuasaan untuk menetapkan pembagian tugas dan wewenang tersebut, dapat beralih dari RUPS kepada direksi.

  Hal itu untuk menghindari terjadinya ketidakpastian fungsi dan wewenang masing-masing anggota direksi. Dan menurut penjelasan pasal 92 ayat (6), direksi sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan perseroan, dianggap memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi,

   sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.

  Dalam hal terjadinya benturan kepentingan dari Direksi maka anggota

  

  direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila: 1)

  Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; atau 2)

  Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.

  Tugas mewakili perseroan di dalam atau di luar pengadilan dapat

  

  dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

  a) dilakukan sendiri b) dilakukan oleh pegawainya yang ditunjuk untuk itu c) dilakukan oleh Komisaris jika Direksi berhalangan, sesuai ketentuan anggaran dasar. dilakukan oleh pihak ketiga sebagai agen dari perseroan. 35 36 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 353. 37 I.G Ray Widjaya, Op. Cit, hal.220.

  Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 58. Tugas representasi di dalam pengadilan dilakukan dalam posisi sebagai

  

  berikut: 1. perseroan sebagai penggugat di pengadilan 2. perseroan sebagai tergugat di pengadilan 3. perseroan sebagai pemohon di pengadilan 4. perseroan sebagai termohon di pengadilan 5. perseroan sebagai pengadu/pelapor untuk kasus pidana 6. perseroan sebagai teradu/terlapor untuk kasus pidana

  Sedangkan tugas representasi di luar pengadilan adalah mewakili perseroan dalam menandatangani kontrak-kontrak, menghadao pejabat-pejabat negara untuk dan atas nama perseroan. Baik tugas representasi maupun tugas kepengurusan dari direksi adalah fenomena bagi tugas direksi dalam suatu sistem hukum yang modern, dimana tata cara pelaksanaannya bervariasi satu sama lain. Dalam hukum Jerman misalnya, tugas atau representasi dari Direksi ini dikenal dengan istilah Vertterungsmacht, sedangkan untuk kepengurusan dikenal dengan istilah Gescahfsfungrungsbefugnis. Dalam menjalankan tugas representasi maupun tugas kepengurusan seperti tersebut diatas, maka Direksi haruslah melakukan dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik. Dalam hal ini Direksi harus memperhatikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

  

  bersumber dari:

  38 39 Ibid, hal. 59-60.

  Ibid

1. Doktrin atau kaidah hukum perseroan yang berlaku universal 2.

  perundang-undangan yang berlaku 3. anggaran dasar perseroan 4. kebiasaan dalam praktek untuk perusahaan sejenis.

  Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku. sejauh merupakan hukum memaksa wajib dilakukan oleh direksi. Dalam hal ini,

  

  pihak direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut: 1. tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan 2. melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan 3. melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan oleh perundang-undangan.

  4. Gaji dan tunjangan direksi Dalam Pasal 96 dinyatakan besarnya gaji dan tunjangan direktur ditetapkan berdasarkan keputusan rups, dan untuk kewenangan ini oleh rups dapat

   dilimpahkan kepada dewan komisaris.

  Dalam ketentuan tradisional, anggota direksi tidak mempunyai hak imbalan jasa atas pelayanan (service) yang diberikannya dalam mengurus perseroan. Pada masa yang lalu, anggota direksi pada umumnya adalah pemegang saham mayoritas yang akan mendapat kompensasi dalam bentuk “dividen”. Akan tetapi dalam hukum perseroan modern, praktik tradisional itu, tidak dapat 40 41 Ibid Rudhi Prasetya, Op. Cit. hal. 30 diterapkan. Sebab pada umumnya dalam korporasi modern, kedudukan anggota Direksi bukan lagi disadarkan atas fakor pemegang atau kepemilikan saham dalam perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang adalah keharusan memberi imbalan jasa atau kompensasi kepada anggota Direksi dan karena itu pada umumnya dalam

   anggaran dasar perseron terdapat ketentuan yang mengatur gaji anggota Direksi.

  5. Pemberhentian Direksi Sejalan dengan prinsip siapa yang berwenang mengangkat, dialah ayng berwenang memberhentikannya. Karena anggota direksi diangkat oleh RUPS,

  

  maka yang berwenang memberhentikannya adalah RUPS pula. Pemberhentian anggota direksi adalah menghentikan yang bersangkutan dari jabatan direksi sebelum masa jabatan yang ditentukan dalam anggaran dasar atau keputusan RUPS berakhir. UUPT 2007 memperkenalkan dua jenis pemberhentian anggota direksi (removal of directors). Pertama, pemberhentian sewaktu-waktu. Hal itu diatur pada pasal 105. Kedua, pemberhentian sementara (schorshing, suspension)

   diatur pada pasal 106 UUPT 2007.

  a. Pemberhentian sewaktu-waktu Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya setelah yang bersangkutan

  42 43 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 369. 44 Gatot Supramono, Op. Cit, hal. 85.

  M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal 416. diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan demikian

   kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.

  b. Pemberhentian sementara

   Pemberhentian sementara maksudnya:

  1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh RUPS atau oleh

  Komisaris dengan menyebutkan alasannya yang diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan, sehingga anggota Direksi yang bersangkutan tidak berwenang melakukan tugasnya. Mengingat pemberhentian hanya dapat dilakukan dalam RUPS yang memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, maka untuk kepentingan perseroan tidak dapat ditunggu sampai dilakukan RUPS. Oleh karena itu, wajar sebagai organ pengawas diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara

  2) Paling lambat tiga puluh hari setelah tanggal pemberhentian sementara itu, harus dilakukan RUPS dan yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ perseroan yang memberhentikan sementara itu.

  3) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersngkutan.

  4) Apabila dalam tiga puluh hari tidak diadakan RUPS, pemberhentian sementara tersebut batal. 45 46 I. G. Ray Wijaya, Op. Cit, hal 66.

  Ibid

  5) Dalam anggaran dasar daitur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi kosong, atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.

  Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai, tata cara pengunduran diri anggota Direksi, tata cara pengisian jabatan anggota direksi yang lowong dam pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan dalam

   hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.

  Biasanya seorang Direksi dapat diberhentikan, baik karena sebab tertentu

  

(for cause) maupun tanpa menyebutkan alasan/sebab tertentu (no cause). Menurut

  UUPT, secara eksplisit menyatakan bahwa pemberhentian direksi (dalam hal ini RUPS) haruslah dengan menyebutkan alasannya dan harus pula kepada Direksi tersebut diberikan kebebasan untuk membela diri, pembelaan diri tersebut dilakukan dalam RUPS yang bersangkutan.

  Akan tetapi, meskipun pemberhentian direksi harus disertai dengan alasan tertentu, penilaian (judgment) terhadap alasan tersebut ada di tangan RUPS.

  Meskipun begitu, pihak direksi dapat mempersoalkannya ke pengadilan seandainya alasan pemberhentian dirinya sebagai direksi dapat pula berhenti dari

  

  a.

  Masa jabatannya telah berakhir dan tidak lagi diangkat untuk masa jabatan berikutnya. 47 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 107. 48 Munir fuady, Op. Cit, hal.57.

  b.

  Berhenti atas permintaan direksi yang bersangkutan, dengan atau tanpa sebab apa pun.

  c.

  Tidak lagi memenuhi syarat sebagai direksi sebagaimana diatur dalam anggaran dasar atau dalam perundang-undangan yang berlaku.

  d.

  Direktur secara pribadi dinyatakan pailit oleh pengadilan.

  e.

  Sakit terus-menerus yang dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

  Menderita tekanan mental atau gangguan jiwa yang dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

  f.

  Dihukum penjara karena bersalah dalam waktu yang relatif lama sehinggan dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

  g.

  Meninggalkan tugas atau menghilang tanpa berita secara terus-menerus.

B. Kewajiban dan tanggung jawab Direksi

  Kekuasaan dan kewajiban anggota Direksi (powers of Directors) biasanya ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan. Akan tetapi tanpa mengurangi apa yang diatur dalam anggaran dasar, UUPT 2007 telah mengatur pokok-pokok kewajiban dan tanggung jawab yang mesti dilakukan anggota Direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan, seperti yang akan dijelaskan pada uraian berikut ini.

1. Kewajiban Direksi

  Secara umum kewajiban Direksi adalah mengurus dan mengelola perseroan, dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anasitus Amarat,

  

  membagi kewajiban Direksi dalam 2 kategori, yaitu: a.

  Kewajiban yang berkaitan dengan Perseroan.

  b.

  Kewajiban yang berkaitan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

  Ada beberapa kewajiban Direksi apabila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain sebagai berikut:

  1) Dalam pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

  Perseroan Terbatas menyatakan: “Direksi wajib:

  a) membuat daftar pemegang saham, daftar khusus risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;

  b) membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 dan dokumen keuangan perseroan sebagimana dimaksud dalam undang-undang tentang dokumen perusahaan; dan

49 Anasitus Amarat, Pembahasan UUPT 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), hal 130-132.

  c) memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen perseroan lainnya”.

  2) Dalam pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

  Perseroan Terbatas yang menyatakan: “ Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus”.

  3) Dalam pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

  Perseroan Terbatas yang menyatakan: “Direksi wajib meminta persetujuan untuk:

  a) mengalihkan kekayaan perseroan; b) menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak”.

2. Tanggung Jawab Direksi

  Agar Direksi sebagai organ perseroan yang mengurus perseroan sehari- hari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan-kewenangan Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya.

  Tanggung Jawab adalah kewajiban seseorang Direksi untuk melaksanakan aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai dengan

  

  kemampuannya. Menurut Nindyo Pramono, tanggung jawab Direksi timbul apabila Direksi yang memiliki kewenangan atau Direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan perseroan tersebut mulai menggunakan kewenangannya tersebut. Agar kewenangan atau kewajiban Direksi tersebut dilaksanakan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, maka idealnya kewenangan itu dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang ada. Untuk itulah Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa Direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, yang

50 Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 98.

  mana pengurusan oleh Direksi tersebut wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan

   penuh tanggung jawab.

  Dalam kaitannya lagi dengan tanggung jawab Direksi, Darian M. Ibrahim, membagi waktu timbul pertanggungjawaban pribadi masing-masing Direksi dan waktu timbulnya pertanggungjawaban yang bersifat tanggung renteng (kolektif), yaitu Direksi bertanggung jawab pribadi jika tidak melaksanakan atau melanggar duty of loyality (good faith, conflict of interest or self interest).

  Sedangkan pertanggungjawaban renteng (kolektif) timbul jika Direksi tidak melakukan duty of care yaitu tidak dilaksnakannya atau melanggar standart of

  conduct . Duty of loyality dan duty of care ini yang disebut dengan fiduciary

   duty .

  Dalam Pasal 97 ayat (5) ditegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan sepanjang dapat membuktikan bahwa: (1) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; (2) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; (3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan (4) telah mengambil tindakan untuk mencegah

  

  timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut, hal inilah yang dikenal dengan

  

business judgment rules . Pembuktian oleh Direksi tersebut di atas, tidak

  51 52 Freddy Harris dan Teddy Anggoro,Op. Cit, hal 44. 53 Ibid, hal.45.

  Ibid mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk

  

mengajukan gugatan atas nama perseroan.

  Setiap anggota direksi dapat menjadi pengawas terhadap satu dengan yang lainnya, walaupun demikian pada prakteknya fungsi pengawasan melalui mekanisme check and balance sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan pembagian tugas dan wewenang serta tanggung jawab yang jelas. Dengan adanya pembagian tersebut maka masalah pembuktian anggota direksi yang sebenarnya harus bertanggung jawab apabila terjadi tindakan yang merugikan kepentingan perseroan menjadi lebih mudah.

   Secara umum tanggung jawab direksi dapat dibedakan dalam: a.

  Tanggung jawab internal direksi yang meliputi tugas dan tanggung jawab direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan.

  b.

  Tanggung jawab eksternal direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. Setiap anggota direksi yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya tersebut diatas memberikan hak kepada pemegang saham perseroan untuk secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama yang mewakili jumlah sepesepuluh pemegang saham perseroan untuk melakukan gugatan, untuk dan atas nama perseroan, terhadap direksi perseroan yang kesalahannya dan kelalaiannya telah 54 Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 97 ayat (7). 55 Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 69-71

  merugikan perseroan (derivative action). Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung, untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan, atas setiap keputusan atau tindakan direksi perseroan yang merugikan

   pemegang saham.

  Selanjutnya pasal 104 UUPT menjelaskan tentang kesalaham dan kelalaian Direksi dalam perseroan: 1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri keada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. 3) Tanggung jawab sebgaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernh menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit yang diucapkan.

  4) Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseron 56 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:

  Ibid a) Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

  b) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

  c) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d) Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

  5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi direksi dari perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga. UUPT memberikan ketentuan sanksi berupa sanksi perdata yang sangat berat kepada setiap direksi perseroan aats setiap kelalaian atau kesalahannya, namun pelaksanaan pemberian sanksi ini sendiri sebenarnya tidak terlalu dikhawatirkan, selama anggota direksi yang bersangkutan bertindak sesuai dengan dan tidak menyimpang dari aturan main yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan dn peraturan-perundang-undangan yang berlaku. Para pemegang saham perseroan maupun pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh tindakan direksi harus membuktikan apakah memang benar kerugian perseroan terjadi karena kesalahan dan kelalaian direksi.

  Tanggung jawab Direksi perseroan erat kaitannya dengan sifat kolegialitas Direksi perseroan. Undang-Undang Perseron Terbatas mengatur bahwa Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Oleh sebab itu, dalam pasal 98 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Bahkan dari sudut pandang doktrin, kedudukan masing-masing organ perseroan (dewan komisaris dan direksi) pada asasnya satu sama lain mempunyai kedudukan yang sama atau sejajar, dimana yang satu tidak berada di bawah yang lain, dan masing- masing mempunyai tugas sendiri-sendiri yang diberikan oleh Undang-Undang dan anggaran dasar kecuali RUPS. Konsekuensi selanjutnya, adalah bahwa fokus direksi dan dewan komisaris dalam mengurus perseroan tidak semata-mata hanya tertuju kepada pemegang saham, tetapi lebih kepada kepentingan perseroan yang

   cakupannya lebih luas dari pada kepentingan pemegang saham.

C. Direksi Sebagai Pengurus dan Wakil Perseroan

  1. Direksi sebagai pengurus perseroan Tugas atau fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan

  “pengurusan” (beheer, administration or management) perseroan. Jadi perseroan diurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ketentuan, seperti: pasal 1 angka 5 yang menegaskan, Direksi sebagai organ perseroan, berwenang dan bertanggung jawab penuh atas “pengurusan” perseroan

57 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op. Cit, hal. 46.

  untuk kepentingan perseroan dan pasal 92 ayat (1) mengemukakan, Direksi

   menjalankan “pengurusan” perseroan untuk kepentingan perseroan.

  Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan, meliputi tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan perseroan. Dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau menangani bisnis perseroan dalam arti sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan

   undang-undang dan Anggaran Dasar kepadanya.

  Direksi sebagai pengurus (beheerder, administrator or manager) perseroan, adalah “pejabat” perseroan. Jabatannya adalah anggota Direksi atau Direktur perseroan (a Director is an officier of the company). Anggota Direksi atau Direktur bukan pegawai atau karyawan ( he is not an employee). Oleh karena itu, dia tidak berhak mendapat pembayaran prefensial (preferential payment)

   apabila perseroan dilikuidasi.

  Pengurusan oleh Direksi sangat terkait dengan pertanyaan untuk siapa pengurusan tersebut? Terdapat dua mazhab besar yang melihat kepentingan dari pengurusan sautu perseroan. Pertama, mazhab sahreholder interest. Pemikiran ini dipelopori oleh Adolph A. Berle, dimana pengurusan perseroan semata-mata untuk kepentingan pemegang saham sebagai pemilik dari korporasi. Banyak pendapat yang menentang bahwa pemegang saham adalah pemilik dari korporasi dengan dasar konsistensi pada konsep korporasi yang merupakan entitas mandiri, sedangkan pemilik hanya sebagai pemilik saham dari korporasi tersebut, tetapi 58 59 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal 346. 60 Ibid

   Ibid tetap saja logika hukum dan praktik ekonomi menunjukkan bahwa korporasi tersebut adalah milik pemegang saham. Hal ini karena berdasarkan konsep property law yang salah satu cirinya adalah transferable, contoh yang paling konkret adalah saham. Saham merupakan suatu bentuk kepemilikan properti

   karena dapat diperjulbelikan atau dialihkan kepemilikannya.

  Kedua, mazhab stakeholder interest, dimana tujuan korporasi tidak

  semata-mata mencari keuntungan bagi pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan lainnya, termasuk di dalamnya kepentingan sosial. Mazhab inilah yang kemudian akan melahirkan team production doctrine dan Director primary

  

doctrine . Menurut Nindyo Pramono, dalam hukum korporasi modern,

  kepentingan kepengurusan pada pokoknya adalah untuk kepentingan pemegang saham dan kepentingan perseroan itu sendiri (het vennootschap belang), dan dikaitkan dengan penerapan prinsip tata kelola korporasi yang baik dan benar

  

(good corporate governance) , dimasukkan pula kepentingan lain, seperti

  kepentingan karyawan, kepentingan pihak ketiga atau kreditur, kepentingan loyal

   society.

  Berdasarkan undang-undang Perseroan Terbatas bahwa Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, antara lain pengurusan sehari-hari perseroan. Sejalan dengan pengaturan undang-undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa pengurusan ditujukan untuk kepentingan perseroan. Dalam sistem hukum common law, terdapat pula konsep serupa yang penerapannya 61 62 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Loc. Cit, hal. 40.

  Ibid, hal 40-41 terdapat dalam putusan perkara Guttman Huang. Pengadilan Delaware menyebutkan bahwa seorang Direksi tidak dapat dikatakan bertindak loyal kepada korporasi, kecuali kalau dia bertindak dengan itikad baik dan tindakan itu untuk kepentingan terbaik (best interest) bagi korporasi. Adapun anak kalimat “pengurusan sehari-hari perseroan” atau “day to day activities” dalam undang- undang Perseroan Terbatas adalah sejalan dengan pandangan para ahli hukum.

  Seperti Nindyo Pramono yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan pengurusan (beheer van daden) adalah tiap-tiap perbuatan yang perlu atau termasuk golongan perbuatan yang biasa dilakukan untuk mengurus atau memelihara perserikatan perdata, termasuk perseroan. Aiman Nariman Mohamad Sulaiman mengatakan bahwa pengurusan sehari-hari adalah implementasi dari

   standart of care seorang Direksi.

  2. Direksi sebagai wakil perseroan Direksi sebagai salah satu organ atau alat perlengkapan perseroan, selain mempunyai kedudukan dan kewenangan mengurus perseroan, juga diberi wewenang untuk “mewakili” perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama perseroan. Kewenangan ini ditegaskan pada: a.

  Pasal 1 angka 5; Direksi sebagai organ perseroan berwenang mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan AD;

63 Ibid

  b.

Pasal 99 ayat (1) Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar

   pengadilan.

  1) Kualitas kewenangan Direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan tidak bersyarat

  Kapasitas atau kewenangan yang dimiliki Direksi mewakili perseroan karena undang-undang. Artinya, undang-undang sendiri dalam hal ini Pasal 1 angka 5 dan Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 yang memberi kewenangan itu kepada Direksi untuk mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena itu, kapasitas mewakili yang dimilikinya, adalah kuasa atau perwakilan karena undang-undang (wettelijke vertegenwoordig, legal or statutory

  

representative). Dengan demikian, untuk bertindak mewakili perseroan, tidak

  memerlukan kuasa dari perseroan. Sebab kuasa yang dimilikinya atas nama perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan

65 Direksi berdasar undang-undang.

  Sehubungan dengan itu, sesuai dengan kapasitasnya sebagai kuasa mewakili perseroan berdasar undang-undang, Direksi berwenang memberi kuasa kepada orang yang ditunjuknya untuk bertindak mewakili perseroan. Tindakan pemberian kuasa yang demikian dapat dilakukan Direksi tanpa memerlukan persetujuan dari organ perseroan yang lain. Tidak memerlukan persetujuan RUPS

   maupun Dewan Komisaris.

  64 65 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 349. 66 Ibid Ibid

  Akan tetapi, apa yang dijelaskan di atas merupakan ketentuan dan prinsip umum. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan, untuk melakukan tindakan tertentu harus lebih dahulu mendapat kuasa atau persetujuan dari RUPS, apabila hal itu ditentukan dalam Anggaran Dasar. Kemungkinan yang demikian

  

  dijelaskan dalam Pasal 98 ayat (2). Menurut pasal ini, pada dasarnya kewenangan Direksi untuk mewakili perseroan adalah tidak terbatas (unlimited) dan tidak bersayarat (unconditional), kecuali UU ini, Anggaran Dasar atau

   keputusan RUPS menentukan lain.

  2) Setiap Anggota Direksi Berwenang Mewakili Perseroan

  Pada prinsipnya, setiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Hal itu ditegaskan dalam pasal 98 ayat (1) bahwa Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukn

   lain dalam anggaran dasar.

  Pasal 98 ayat (2) menegakkan prinsip bahwa tiap-tiap anggota Direksi mewakili perseroan. Menurut penjelasan pasal ini, UUPT 2007 pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial.

3) Dalam hal tertentu anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseron.

  67 Berdasarkan Pasal 99 UUPT 2007 ditegaskan bahwa: 68 Ibid Republik Indonesia, Undang-Undang Pasal Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

  Terbatas, Bab V, Pasal 98 ayat (3) 69 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 350.

  (1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila: a. terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan;atau b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

  (2) Dalam hal terdapat keadaan sebagimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili perseroan adalah: a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

  b.

  Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan, atau c.

  Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

9 71 92

Pertanggungjawaban Perbuatan Hukum Perseroan Yang Dimuat Dalam Akta Notaris (Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dan Kitab Undang-Undanghukum Perdata)

0 47 193

Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek

0 72 163

Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas

0 30 164

Status Perbuatan Hukum Yang Dilakukan Organ Perseroan Terbatas Sebelum Dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum

0 47 44

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Investor Dalam Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Terkait Tindakan Ultra Vires

1 7 101

BAB II PENGATURAN MERGER PERSEROAN TERBATAS LINTAS NEGARA A. Merger Dalam UU Perseroan Terbatas di Indonesia - Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan yang Melakukan Merger Lintas Negara

0 0 26

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan terbatas sebagai Badan Hukum - Aspek Hukum Pengalihan Hak Atas Saham Pada Perseroan Tertutup.

0 1 19

BAB II PENYETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS MELALUI PERNYATAAN MENYETORKAN MODAL A. Penyetoran Modal Pada Saat Pendirian Perseroan Terbatas - Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya

0 0 33