Status Perbuatan Hukum Yang Dilakukan Organ Perseroan Terbatas Sebelum Dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum

(1)

STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN

ORGAN PERSEROAN TERBATAS SEBELUM DAN

SESUDAH MEMPEROLEH STATUS

BADAN HUKUM

Oleh

FRIANTA FELIX GINTING. M 067005031/HK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 8


(2)

STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN

ORGAN PERSEROAN TERBATAS SEBELUM DAN

SESUDAH MEMPEROLEH STATUS

BADAN HUKUM

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRIANTA FELIX GINTING. M 067005031/HK

SEKOLAH PASACASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN ORGAN PERSEROAN TERBATAS

SEBELUM DAN SESUDAH MEMPEROLEH STATUS BADAN HUKUM.

Nama Mahasiswa : Frianta Felix Ginting. M Nomor Pokok : 067005031

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. Mahmul Siregar, SH,M.Hum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa,B.,M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH ANGGOTA : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH


(5)

ABSTRAK

Jika dalam UU No. 1 Tahun 1995 hanya memberikan kesempatan kepada para pendiri PT untuk melakukan perbuatan hukum keluar, maka dengan diundangkannya UU No. 40 Tahun 2007, maka bahkan calon pendiri PT dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan pihak ketiga, yang nantinya akan mengikat PT tersebut setelah menjadi badan hukum. Masing-masing organ PT mempunyai tugas dan wewenang sesuai dengan jabatan yang diembannya, baik itu sebagai pemegang saham, direksi, maupun sebagai dewan komisaris.

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh para organ PT tersebut akan mempunyai dampak baik ke luar maupun ke dalam PT itu sendiri. Jika perbuatan itu menguntungkan dan dilakukan oleh semua pihak secara benar dan sesuai dengan ketentuan hukum mungkin tidak ada permasalahan yang timbul. Akan tetapi jika terjadi kecurangan maka para pihak yang terlibat akan perbuatan tersebut baik para organ PT maupun pihak ketiga akan saling melindungi diri masing-masing yang mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan maupun pihak lain yang dirugikan.

Dengan demikian, kiranya perlu diberikan batasan wewenang yang jelas atas setiap tindakan / perbuatan hukum para organ PT tersebut sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan permasalahan. Di dalam mengurus perseroan, para organ PT tersebut kadang kala melakukan suatu perbuatan sesuai dengan UUPT maupun berdasarkan Anggaran Dasar. Akan tetapi sering terdengar bahwa setiap tindakan yang diambil secara matang dan dilakukan dengan itikad baik (fiduciary duty) dapat saja merugikan perseroan setelah berbadan hukum, dengan demikian kiranya perlu lah diberikan perlindungan bagi organ PT dengan mempertimbangkan prinsip fiduciary duty dan juga prinsip Business Judgement Rule, yang mana hal ini merupakan keputusan bisnis yang spekulatif yang diambil organ PT demi kemajuan perusahaannya.

Kata Kunci : Status Perbuatan Hukum, Organ PT, Sebelum dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum.


(6)

ABSTRACT

If in UU No. 1/1995 only bring chance to corporate’s builders to make wide duties, so by enactment of UU No. 40/2007, the applicant of corporation could do activities with stakeholders, therefore it would be liable to the corporation’s responsibility after it become corporate agency. Each of corporate persons have duties and competenees depends on their position, like as board of directors, stockholders, an also as a board of commissioners.

Every step of corporate persons would be bring outside and inside effect also. If the act give a profit and make as good as they could, of course there’s no complication, but if there are happen corporate fraud, every persons whose involve would be protect thmenselves as individualism.

So, it is necessary to make border of authority for every activities of corporation person, so that there was no problem in the future. In manage the corporation, corporate persons occasionally make right action appropriate with laws of company and also depends on company’s laws. But also, there were often happen that every step which taken bravely and of course it make with the good determination could also fail the corporate after it became corporate’s agency, so that it’s necessary take a protection for the corporate personals by pay attention with the fiduciary duties and business judgement rule principle which it was a speculative business’ decision for the welfare of the corporation.

Keywords : Status Legal Act, Corporate personals, after and before get Status Legal Act


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Status Perbuatan Hukum yang Dilakukan Organ Perseroan Terbatas Sebelum dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum”.

Adapun tujuan dari tesis ini adalah untuk melengkapi salah-satu syarat menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan materil maupun bantuan moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SP.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister ;

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ;

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala pelayanan,


(8)

pengarahan, dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ;

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku anggota pembimbing yang senantiasa bersedia setiap waktu tanpa lelah untuk memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini ;

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku anggota pembimbing yang telah membantu dan memberikan saran serta bimbingan dalam penyempurnaan dan penyelesaian tesis ini ;

6. Bapak Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Bapak Siswoyo, SH, MH dan Bapak T. Suhaimi, SH) yang telah memberikan waktu sehingga penulis dapat mengikuti dan pada akhirnya menyelesaikan sekolah Pascasarjana ini ;

7. Bapak Kasi Penuntutan pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (T. Othmansyah, SH, M.Hum dan SP. Simaremare, SH, MH) atas dukungannya kepada penulis dalam mengikuti studi pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Magister Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ;


(9)

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas bantuan dan informasinya yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini ;

Akhirnya ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada Bapak penulis E. Ginting, SH dan Ibu penulis R. Tarigan, SH, MH yang telah melahirkan saya, dan dengan penuh kesabaran, pengertian, dan kasih sayang memberikan semangat, motivasi, dan doa restu kepada penulis. Demikian juga adik penulis Friannico Ginting, SH, dan kepada kedua nenek penulis yaitu T. Br. Ginting dan M. Br. Singarimbun, serta kepada paman serta semua bibi penulis yang telah memberikan dorongan bagi penulis.

Penulis mengharapkan, kiranya tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan atas bantuan dan bimbingan serta kebaikan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima-kasih dan mendoakan semoga Tuhan menyertai kita. Penulis juga telah berusaha untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya, namun demikian penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dari tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya produktif dari semua pihak.

Medan, 8 Agustus 2008 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI :

Nama : Frianta Felix Ginting M Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 13 Mei 1982 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Katolik

Alamat : Jalan Mandolin No. 7-B Medan

PENDIDIKAN :

Tahun 1988 - 1994 : SD. ST. Antonius III Medan. Tahun 1994 - 1997 : SMP Putri Cahaya Medan. Tahun 1997 - 2000 : SMU Negeri 13 Medan.

Tahun 2000 - 2005 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2006 - 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

RIWAYAT HIDUP……….. vi

DAFTAR ISI………. vii

BAB I : PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang……….... 1

B. Perumusan Masalah………. 13

C. Tujuan Penelitian………. 13

D. Manfaat Penelitian……….. 14

E. Keaslian Penelitian……….. 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi………... 16

G. Metode Penelitian………... 23

1. Sifat Penelitian……….. 23

2. Data dan Bahan Penelitian……… 24

3. Teknik Pengumpulan Data……… 25

4. Alat Pengumpulan Data……… 25


(12)

BAB II : STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN ORGAN PT SEBELUM DAN SESUDAH PENGESAHAN

AKTA PENDIRIAN PT………... 27

A. Hakikat Perseroan……… 27

B. Perbuatan Hukum PT……….. 34

C. Organ PT Dalam UU No. 40 Tahun 2007……… 37

D. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sebelum Pengesahan Akta Pendirian PT……… 46

E. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sesudah Penandata- Tanganan Akta Pendirian PT……… 52

BAB III : PERTANGGUNG-JAWABAN PEMEGANG SAHAM, DIREKSI, DAN DEWAN KOMISARIS SEBELUM DAN SESUDAH MEMPEROLEH PENGESAHAN MENTERI HUKUM DAN HAM……….. 57

A. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (organ Perseroan) Sebelum Mempe- roleh Pengesahan Menteri Hukum dan HAM……… 57

B. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (organ Perseroan) Setelah Mempe- roleh Pengesahan Menteri Hukum dan HAM……… 61

C. Perbuatan Kedalam (Intra Vires) dan Perbuatan Keluar (Ultra Vires) Organ Perseroan……… 68

D. Prinsip Pertanggung-jawaban Pengurus Dalam PT……… 76

1. Prinsip Fiduciary Duty………... 76


(13)

BAB IV : BATASAN WEWENANG PERBUATAN HUKUM PARA PEMEGANG SAHAM DIBANDINGKAN DENGAN

WEWENANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS…….. 89

A. Wewenang Pemegang Saham/ RUPS……….. 89

B. Wewenang Direksi……… 93

C. Wewenang Dewan Komisaris……….. 101

D. Piercing The Corporate Veil………. 105

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……… 111

A. Kesimpulan……… 111

B. Saran………. 113


(14)

(15)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Di dalam dunia bisnis saat ini, banyak orang membangun suatu korporasi / badan usaha seperti Perseroan Terbatas (Limited Liability Corporation, Stock Company, atau Public Corporation) sebagai tempat untuk melakukan kegiatan usaha yang bertujuan mencari laba (Profit Oriented Company).

Dibandingkan dengan bentuk badan usaha yang lain, maka bentuk Perseroan Terbatas lebih mudah dalam mengumpulkan dana untuk modal usaha dari bentuk badan usaha lainnya. Hal ini disebabkan karena pemilik dana menginginkan risiko dan biaya sekecil mungkin dalam melakukan investasi (risk-averse investor). Pada dasarnya untuk memperoleh risiko yang sekecil mungkin, maka tiap investasi harus didukung oleh suatu perjanjian/ kontrak khusus. Akan tetapi bila hal ini dilakukan pada setiap melakukan investasi, maka biaya yang diperlukan tidaklah murah, terutama untuk mekanisme kontrol dari setiap penanaman modal tersebut.1

Dengan menanam modal melalui perseroan, berarti hanya membuat satu kontrak, dan dengan demikian berarti mengurangi biaya transaksi. Di sini risiko investasi terbatas pada dana yang ditanamkan, sedangkan mekanisme kontrol diserahkan pada hukum perseroan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur perseroan tersebut. Bentuk Perseroan Terbatas (PT) banyak menarik minat para pengusaha, karena perkembangan hak hidupnya dalam perekonomian banyak

1

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perusahaan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 1.


(16)

negara. Karena pembatasan liabilitas dan kemudahan keluar masuk dari kepemilikan suatu PT, maka bentuk PT itu sering disebut sebagai “mesin uap kapitalisme” (the steam engine of Capitalism).2

Perseroan Terbatas (PT), dulunya disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjual-belikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. PT merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki.3

Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling popular digunakan adalah Perseroan Terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum, merupakan kumpulan modal /

2 Ibid. 3


(17)

saham, memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan perseronya, pemegang saham memiliki tanggung-jawab yang terbatas, adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi, memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.4

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah status perbuatan hukum yang dilakukan organ PT sebelum dan sesudah pengesahan akta pendirian PT ?

2. Bagaimanakah pertanggung-jawaban pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris sebelum dan sesudah memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan HAM ?

3. Bagaimanakah batasan wewenang perbuatan hukum para pemegang saham dibanding dengan wewenang direksi dan dewan komisaris ?

4

Irma Devita dalam makalahnya yang berjudul “Pendirian Perseroan Terbatas (PT)”, Tgl. 27 September 2007, disampikan pada seminar sosialisasi UUPT No. 40 Tahun 2007 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.


(18)

3. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan memahami secara normatif status perbuatan hukum yang

dilakukan organ PT sebelum dan sesudah pengesahan akta pendirian PT.

2. Untuk mengetahui dan memahami secara normatif pertanggung-jawaban pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris sebelum dan sesudah memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan HAM.

3. Untuk mengetahui dan memahami batasan wewenang perbuatan hukum para pemegang saham dibanding dengan wewenang direksi dan dewan komisaris.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1. Dari sudut pandangan teoritis, diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berpikir dalam memahami, mengerti dan mendalami permasalahan hukum, khususnya di bidang hukum perusahaan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan dapat memperkaya khazanah kepustakaan, khususnya dalam studi ilmu hukum bisnis. 2. Dari sudut pandangan praktis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan

kontribusi pemikiran bagi orang yang ingin berkecimpung atau yang ikut serta dalam suatu perusahaan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat


(19)

bagi para organ perseroan, yaitu Para Pemegang Saham, Direksi, serta Dewan Komisaris di dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diembannya.

5. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara, dan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Status Perbuatan Hukum yang Dilakukan Organ Perseroan Terbatas Sebelum dan Sesudah Memperoleh Status Badan Hukum” tidak ditemukan topik bahasan yang sama dengan judul penelitian ini.

Akan tetapi penulis menemukan 2 (dua) judul yang mirip dengan judul tesis penulis, yaitu berjudul “Analisis Pertanggung-jawaban Hukum oleh Direksi Dalam Perspektif Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, oleh Maraganti Panggabean, namun tesis tersebut hanya membahas tentang pertanggung-jawaban direksi sedangkan tesis penulis membahas tentang perbuatan hukum direksi, pemegang saham, dan dewan komisaris sebelum dan sesudah memperoleh status badan hukum. Satu lagi yang dibuat oleh Sdr. Irma Hani Nasution dengan judul “ Sistem Tanggung-jawab Direksi Dalam Suatu Perseroan”, yang hanya membahas tentang sistem tanggung-jawab direksi dalam suatu perseroan sedangkan tesis penulis membahas juga tanggung-jawab seluruh organ PT tersebut.


(20)

6. Kerangka Teori dan Konsepsi a. Kerangka teori

Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal dari tugas dan wewenang organ perseroan dalam menjalankan perseroan sebagai sebuah legal entity. Adalah Otto Friedrich von Gierke (1841-1921) yang memperkenalkan teori organ yang menyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organisme yaitu “Lebenseinneit”. Adapun organ badan hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris, memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku subjek hukum mandiri seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut, otak, dan sebagainya).5

b. Konsepsi

Status perbuatan hukum organ perseroan adalah status perbuatan hukum yang dibebankan kepada RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris sehingga membawa dampak serta akibat hukum apabila dilakukan sebelum dan sesudah adanya pengesahan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam bahasa Inggris disebut dengan General Shareholders’ meeting adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang Perseroan dan / atau anggaran dasar.

5


(21)

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung-jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan / atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan pula untuk memberikan jalan keluar jika terdapat kelemahan-kelemahan yang dialami direksi.6

7. Metode Penelitian a. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analisis. Dengan demikian, dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan kepastian hukum dalam Perseroan Terbatas, akan tetapi lebih ditujukan untuk menganalisis fenomena-fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan.

b. Data dan Bahan Penelitian

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah dalam wujud bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum

6


(22)

primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat. Ketiga jenis data tersebut diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yakni : a. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan

landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, yakni Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law, dan sebagainya.

c. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan karya-karya ilmiah lainnya.


(23)

d. Alat pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka sebagai alat pengumpulan data yang dilakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara (USU), baik melalui penelusuran katalog maupun browsing internet.

Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan.

e. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara induktif. Dipilihnya metode analisis induktif adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lainnya.

Setelah data dikumpulkan, data tersebut kemudian diabstraksi untuk menentukan konsep-konsep yang lebih umum. Konsep yang lebih umum sebagai hasil abstraksi merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang dalam pendeskripsiannya didukung oleh argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari data-data sekunder yang sudah ada.


(24)

B. STATUS PERBUATAN HUKUM YANG DILAKUKAN ORGAN PT SEBELUM DAN SESUDAH PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN PT

1. Hakikat Perseroan

Perseroan adalah persekutuan modal (asosiasi modal) yang oleh undang-undang diberi status badan hukum. Maka tidak salah bila dikatakan bahwa sesungguhnya perseroan adalah :

1. Badan hukum, yaitu subjek hukum mandiri; dan

2. Sekaligus wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham.7

Hakikat perseroan sebenarnya berlaku sebagai pembatasan kewenangan bertindak perseroan yang bersangkutan.8 Perbedaan antara manusia dan badan hukum adalah bahwa manusia dapat melakukan apa saja yang tidak dilarang oleh hukum, sedangkan badan hukum dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implisit diizinkan oleh hukum atau anggaran dasarnya.

7

Agus Budianto, Seri Hukum Perusahaan Kedudukan Hukum dan Tanggung-jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 42.

8

Janet Dine, Company Law, (London : The Macmillan Press, LTD, 1991), hlm. 9 menyebutkan pembatasan kewenangan pada perseroan terbatas merupakan suatu pembatasan dari organ yang ditentukan di dalam anggaran dasarnya. Janet menyebutkan juga, sebenarnya ada 2 (dua) cara menyikapi pembatasan tersebut, yaitu pertama : Masalah saham-saham atau memberikan jaminan kepada anggota ketika perusahaan itu bangkrut. Dalam hal ini jika suatu perusahaan anjlok maka sudah menjadi tanggung-jawab pemegang saham masing-masing sebesar saham yang dimiliki. Dan yang kedua adalah mengenai pembagian saham pada perushaan tersebut. Dalam hal ini ditentukan pembatasan dalam jumlah saham yang dapat dimiliki.


(25)

2. Perbuatan Hukum PT

UUPT sebenarnya sudah mengatur tentang kapan perbuatan hukum dan tanggung-jawab PT itu telah melekat pada PT itu sendiri selaku badan hukum. Perbuatan hukum dan tanggung-jawab itu terbagi dalam beberapa fase/ tahap :

a. Fase persiapan pendirian PT.

Ketika PT belum berdiri, dan para pendiri mempersiapkan pendirian suatu PT, maka perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian (Pasal 12 ayat (1) UUPT). Dan jika hal tersebut tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan (Pasal 12 ayat (4) UUPT). Jadi, untuk mengikat agar perseroan bertanggung-jawab terhadap hak dan kewajiban yang timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri pada fase persiapan pendirian PT, maka perbuatan hukumnya yang berkaitan dengan susunan, dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan harus dicantumkan atau dilekatkan pada akta pendiriannya. Tanpa hal ini dilakukan, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan.

b. Fase pada saat PT telah didirikan dengan akta notaris tetapi belum disahkan sebagai badan hukum.

Pada fase yang kedua ini, syaratnya adalah harus ada tindakan dari perseroan untuk menghilangkan tanggung-jawab pendiri dan mengalihkannya pada


(26)

perseroan. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UUPT, perbuatan hukum atas nama perseroan hanya boleh dilakukan oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan. c. Fase setelah PT mendapat pengesahan sebagai badan hukum.

PT yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, maka PT itu murni bertanggung-jawab sebagai badan hukum, dan sebagai badan hukum, PT mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan pengurusnya. Dan sebagai badan hukum, PT seperti manusia pada umumnya dapat dibebani hak dan kewajiban.

3. Organ PT dalam UU No. 40 Tahun 2007

sebagai wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal), perseroan mutlak membutuhkan organ, yaitu :

a. RUPS (Algemene Vergardering van Aandeelhoulders), dimana para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan.

Jadi, dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi perseroan (misalnya perubahan Anggaran Dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran, dan likuidasi perseroan), hak dan kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/ penggunaan


(27)

keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS. Sebaliknya, apa saja yang tercakup dalam organisasi usaha perseroan yang dibuat untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan sepenuhnya menjadi wewenang Direksi dan Dewan Komisaris.

b. Direksi (Board of Director), yang oleh UUPT ditugaskan mengurus dan mewakili perseroan.

Direksi adalah organ yang mewakili kepentingan perseroan selaku subjek hukum mandiri. Sesungguhnya perseroan adalah sebab keberadaan direksi, karena apabila tidak ada perseroan, juga tidak ada direksi. Dengan demikian, sudah sepatutnya mengabdi kepada kepentingan perseroan yaitu semua pemegang saham, bukan kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Jadi, Direksi adalah wakil perseroan selaku subjek hukum mandiri dan bukan wakil pemegang saham.

Berdasarkan pasal 92 Ayat (1) UUPT, pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi. Pengurusan tersebut bukan berarti Direksi hanya menjadi pelaksana kebijaksanaan dan rencana yang dibuat RUPS atau Dewan Komisaris. Dewan Direksi memiliki wewenang antara lain :

1. Mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan. 2. Mengelola kekayaan perseroan.

3. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.


(28)

UUPT ditugaskan untuk melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada direksi.

Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum perseroan Anglo-Amerika. Meskipun Board of Directors perseroan Anglo-Amerika yang terbagi atas executive/ managing directors dan non-executive directors dapat memberikan kesan bahwa badan tersebut mirip dengan Dewan Komisaris, namun demikian kemiripan tersebut semu karena pada hakikatnya Board of Directors dimaksud adalah organ eksekutif.

4. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sebelum Pengesahan Akta Pendirian PT

Di dalam UU No. 1 tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas hanya memberikan kesempatan kepada para pendiri PT untuk melakukan perbuatan hukum keluar. Diundangkannya UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, calon pendiri PT dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan pihak ketiga, yang nantinya akan mengikat PT tersebut jika PT tersebut menjadi badan hukum.

Hal tersebut merupakan salah satu komitmen UU No. 40 tahun 2007 untuk mengikuti perkembangan zaman. Dalam UU No. 40 tahun 2007 tersebut dimungkinkan bagi para calon pendiri untuk melakukan perbuatan hukum ataupun melakukan perikatan dengan pihak ketiga, walaupun PT-nya sendiri belum terbentuk. Hal tersebut tentu saja untuk memfasilitasi dunia usaha, dimana para calon pendiri


(29)

tersebut dapat melakukan kontrak dengan pihak asing, dalam bentuk MOU. Akan tetapi, harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar perbuatan hukum para calon pendiri tersebut dapat mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum, yaitu :

1. Perbuatan hukum tersebut harus dinyatakan secara tegas diambil alih dalam RUPS yang diadakan pertama kali oleh perseroan. Dalam hal tidak dilaksanakannya RUPS, maka perbuatan hukum tersebut hanya mengikat para pendiri tersebut (tidak mengikat PT).

2. RUPS pertama tersebut harus diadakan maksimal 60 hari setelah perseroan memperoleh status badan hukumnya.

3. RUPS tersebut harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham. (Pasal 13 Ayat (1), (2), (3).

5. Status Perbuatan Hukum Organ PT Sesudah Penandatanganan Akta Pendirian PT.

Di dalam keadaan PT sudah didirikan dengan akta pendirian yang dibuat oleh Notaris, namun belum mendapat pengesahan sebagai badan hukum, kepemilikan bersama awalnya adalah bersifat mengikat, keadaan pemilikan bersama tersebut adalah sebagai akibat pendirian PT-nya dapat disamakan kedudukannya dengan suatu firma. Dengan demikian para pendiri tidaklah bebas untuk mengadakan pemisahan dan pembagian. (Herlien, 1995 : 19) menyebutkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri sebelum PT disahkan tentu berlaku surut sejak PT disahkan sebagai badan hukum karena pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM juga berlaku surut.


(30)

C. PERTANGGUNG-JAWABAN PEMEGANG SAHAM, DIREKSI, DAN DEWAN KOMISARIS SEBELUM DAN SESUDAH MEMPEROLEH

PENGESAHAN MENTERI HUKUM DAN HAM

1. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (Organ Perseroan) Sebelum Memperoleh Pengesahan Menteri Hukum dan HAM.

Hal terpenting berkaitan dengan perseroan belum berbadan hukum adalah siapa yang berhak menandatangani dan atau mewakili perseroan yang belum berbadan hukum. Sebelum perseroan tersebut berbadan hukum, maka tanggung-jawab perseroan berada pada pendiri, namun kepengurusan dilakukan oleh Direksi sehingga yang berwenang menandatangani adalah seluruh pendiri. Apabila Direksi mewakili perseroan, maka dalam hal ini Direksi harus dalam kapasitas bertindak untuk dan atas nama pendiri. Dengan demikian, pihak ketiga yang berhubungan dengan perseroan terbatas yang belum berbadan hukum sangat rawan, oleh karena itu bisa saja pada saat itu satu atau beberapa pendiri dapat mengundurkan diri, padahal mereka harus bertanggung-jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan terbatas yang belum berbadan hukum.9

Dalam hal perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri sebelum perseroan disahkan sebagai badan hukum, masing-masing pendiri yang melakukan

9

Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenanng dan Tanggung-Jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 57.


(31)

perbuatan hukum bertanggung-jawab secara tanggung-renteng (Pasal 14 ayat (1) UUPT).

2. Pertanggung-jawaban Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris (Organ Perseroan) Setelah Memperoleh Pengesahan Menteri Hukum dan HAM.

Perseroan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian10 disahkan oleh Menteri.11 Pengesahan diberikan oleh Menteri dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak permohonan yang diajukan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah permohonan diterima atau dalam hal permohonan ditolak dalam jangka waktu yang sama harus diberitahukan kepada pemohon dengan disertai alasannya.

10

Dalam akta pendirian selain dimuat anggaran dasar yang telah diperjanjikan harus dimuat pula keterangan mengenai :

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri; b. Susunan, nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan

anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat dan;

c. Pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang ditempatkan dan disetor pada saat pendirian (pasal 8 ayat 1).

11

Berdasarkan Pasal 9 Undang-undang menyatakan: untuk memperoleh pengesahan, para pendiri bersama-sama atau kuasanya mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan akta pendirian perseroan.


(32)

3. Perbuatan Kedalam (Intra Vires) dan Perbuatan Keluar (Ultra Vires) Organ Perseroan.

a. Perbuatan ke dalam (Intra Vires).

Perbuatan yang secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak perseroan yaitu termasuk dalam maksud dan tujuan perseroan. Berkaitan dengan akibat atas suatu perbuatan ke dalam tersebut, dalam melakukan perbuatan hukum dari direksi yang melanggar ketentuan Pasal 102 ayat (1) dan Pasal 117 ayat (1) UUPT atau AD yang mengharuskan direksi meminta persetujuan RUPS atau dewan komisaris.

b. Perbuatan Keluar (Ultra Vires).

Perbuatan yang berada di luar kecakapan bertindak perseroan yaitu tidak tercakup dalam maksud dan tujuan perseroan. Pengertian ultra vires mengandung arti bahwa perbuatan tertentu, yang apabila dilakukan manusia adalah sah, ternyata berada di luar kecakapan bertindak perseroan karena berada di luar ruang lingkup maksud dan tujuannya sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar.

4. Prinsip Pertanggung-jawaban Pengurus dalam PT. a. Prinsip Fiduciary Duty.

Duty of Loyality.


(33)

tugasnya dengan tidak mengambil keuntungan pribadi. Duty of Care.

Duty of Care merupakan prinsip pertanggung-jawaban direktur, dimana seorang direktur harus hati-hati dan beritikad baik.

b. Prinsip Business Judgement Rule.

UUPT sudah mengadopsi / mempunyai kesamaan dengan prinsip business judgement rule (Pasal 97 UUPT), sehingga para direksi kini dapat dilindungi oleh undang-undang tersebut jika nantinya keputusan bisnis atau kepengurusannya menimbulkan kerugian selama direksi tersebut telah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh UUPT. Hal ini merupakan perkembangan positif bagi perekonomian karena perusahaan adalah sebuah entity risk taker dimana para direktur terkadang harus mengambil keputusan yang spekulatif demi kemajuan perusahaannya terlebih lagi ditengah-tengah kuatnya kompetisi dalam dunia bisnis yang diakibatkan dengan globalisasi, para direksi harus berani mengambil keputusan dan kepengurusan yang inovatif agar perusahaan yang dipimpinnya dapat bersaing dengan perusahaan lainnya.


(34)

D. BATASAN WEWENANG PERBUATAN HUKUM PARA PEMEGANG SAHAM DIBANDINGKAN DENGAN WEWENANG

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

1. Wewenang Pemegang Saham/ RUPS

Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT, sedangkan wewenang eksklusif RUPS dalam AD semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM yang dapat dirubah melalui perubahan AD sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan UUPT.12

2. Wewenang Direksi

UUPT menetapkan kewajiban bagi setiap anggota direksi untuk beritikad baik dan penuh tanggung-jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Direksi dapat digugat ke Pengadilan Negeri bilamana atas dasar kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian pada PT dan dapat dituntut pertanggung-jawaban penuh secara pribadi. Begitu pula dalam hal kepailitan yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan PT tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi bertanggung-jawab

12

Ibid., hlm. 130. Lihat juga Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 65.


(35)

secara tanggung-renteng atas kerugian dimaksud.

3. Wewenang Dewan Komisaris

Tugas dan kewenangan pengawasan dalam PT dipercayakan kepada dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Dengan demikian, dewan komisaris bukan wakil pemegang saham. Hal ini terungkap dalam Pasal 85 ayat (4) yang melarang anggota dewan komisaris untuk bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam hal kewenangannya juga, komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan harus berdasarkan keputusan dewan komisaris (Pasal 108 ayat (4) UUPT).

4. Piercing The Corporate Veil

Doktrin Piercing The Corporate Veil yang notabene merupakan doktrin hukum perseroan di commom law system sebenarnya telah diintegrasikan ke dalam UUPT, yang berlaku baik bagi pemegang saham, direksi, maupun dewan komisaris yang mana ide dasarnya dituangkan ke dalam UUPT tersebut. Dalam ketentuan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya Piercing The Corporate Veil dipersyaratkan beberapa hal, yaitu :


(36)

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan;

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan.

e. Pemegang saham hanya terdiri dari 1 (satu) orang saja dan hal ini telah berlaku lebih dari 6 (enam) bulan.


(37)

E. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ PT berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sebelum pengesahan akta pendirian PT adalah sah akan tetapi, para pendiri bertanggung-jawab secara tanggung renteng (hoofdelijkaansprakelijk) atas perbuatan hukum tersebut. Setelah PT didirikan dengan akta notaris namun belum berstatus badan hukum, maka perbuatan hukum yang dilakukan semua pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris (organ PT) tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan (Pasal 12 ayat (4) UUPT, terkecuali perbuatan hukum tersebut dicantumkan dalam akta pendirian (Pasal 12 ayat (1) UUPT.

b. Perbuatan hukum pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris sebelum adanya pengesahan Menteri Hukum dan HAM adalah mengikat perseroan dengan syarat apabila diadakan RUPS Pertama dalam jangka waktu 60 hari setelah perseroan memperoleh status badan hukum (Pasal 13 Ayat (2) UUPT). Jika tidak dilakukan, maka para pihak masing-masing akan bertanggung-jawab secara pribadi atas akibat yang timbul (Pasal 13 Ayat (4) UUPT). Dalam hal setelah pengesahan Menteri Hukum dan HAM, otomatis segala perbuatan yang dilakukan organ PT tersebut akan menjadi tanggung-jawab perseroan secara menyeluruh. Pemegang saham akan bertanggung-jawab atas kerugian yang


(38)

diderita perseroan sebesar saham yang dimilikinya. Sedangkan dalam hal keputusan pertanggung-jawaban direksi dan dewan komisaris akan ditentukan dalam rapat RUPS tersebut (Pasal 75 Ayat (2) UUPT). Pertanggung-jawaban direksi selaku organ penting dalam menjalankan PT, haruslah memperhatikan prinsip Fiduciary Duty dan prinsip Business Judgement Rule dalam mengambil keputusan bisnis.

c. Mengenai batasan wewenang para organ perseroan, maka pemegang saham memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan dewan komisaris perseroan (Pasal 75 Ayat (1) UUPT). Pemegang saham mempunyai hak dan wewenang untuk memperoleh segala macam keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan kepentingan dan jalannya perseroan (exclusive authorities). Sedangkan wewenang direksi, meliputi wewenang penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan dan tujuan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Dan selanjutnya, mengenai wewenang dewan komisaris, meliputi pengawasan terhadap direksi dalam menjalankan tugasnya serta memberi nasihat demi kelangsungan misi perseroan.

2. Saran

a. Sejak berlakunya UUPT No. 40 Tahun 2007 tersebut, tentunya dimungkinkan bagi setiap organ PT untuk melakukan suatu perbuatan hukum baik sesudah maupun sebelum adanya pengesahan akta pendirian PT. Akan tetapi perbuatan


(39)

yang telah melampaui suatu kewenangan para organ (Pasal 75 UUPT bagi para pemegang saham, Pasal 92 dan Pasal 95 UUPT bagi Direksi, serta pasal 108 bagi Dewan Komisaris) berakibat para organ tersebut telah melakukan ultra vires yang berdampak pada kerugian perusahaan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan hak dan kewajiban, serta doktrin-doktrin pertanggung-jawaban bagi para organ haruslah diutamakan sehingga berdampak pada kemajuan perusahaan yang terlepas dari prinsip piercing the corporate veil.

b. Setiap organ akan bertanggung-jawab atas setiap perbuatan hukumnya. Untuk itu, sebelum PT memperoleh status badan hukum, kiranya semua calon pendiri harus menyetujui secara tertulis atas setiap perbuatan hukum yang dilakukannya (Pasal 13 ayat (5) UUPT). Dan setelah PT memperoleh status badan hukum, atas keputusan RUPS maupun Anggaran Dasar diharapkan agar direksi melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga dengan diawasi oleh dewan komisaris.

c. Batasan-batasan wewenang masing-masing organ tersebut berdampak pada batasan tanggung-jawab masing-masing pihak. Berkaitan dengan adanya tabir (veil) pemisah batasan kewenangan tersebut, maka diharapkan dalam menjalankan kewenangan tersebut, seluruh organ tidak atau jangan sampai menerobos ketentuan piercing the corporate veil dengan cara mempertimbangkan moral hazaard atau kebenaran moral dalam menjalankan tanggung-jawab dan kewenangan yang telah diberikan undang-undang.


(40)

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000).

Anderson, Charles A, Robert N. Anthony, The New Corporate Directors Insights for Board Members and Executives, (USA : John Wiley & Sons, 1986).

Blake, Allan, Helen J. Bond, Company Law Fifth Edition, (London : Black Stone Press Limited, 1996).

Budianto, Agus, Seri Hukum Perusahaan Kedudukan Hukum dan Tanggung-jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002).

Comer, Michael J, Corporate Fraud Second Edition, (England : McGraw-Hill Book Company, 1985).

Dine, Janet, Company Law, (London : The Maxmillan Press, LTD, 1991).

Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

---, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995).

Ginting, Jamin, Hukum Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40 Tahun 2007, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007).

Groening, William A, The Modern Corporate Manager : Responsibility and Regulation, (USA : McGraw-Hill Book Company, 1981).


(41)

Harjono, Dhaniswara K, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006).

Hartini, Rahayu, Hukum Komersial, (Malang : UMM Press, 2005).

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Kellgg Boulevard, (ST. Paul Minn : West Publishing Co., 1990).

Kansil, C.S.T., Dkk, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian I, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2005).

Kelsen, Hans, General Theory of Law and State (Teori Umum Hukum dan Negara) ; Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, alih bahasa Somardi, (Jakarta : Bee Media Indonesia, 2007). Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006). Mayson, French & Ryan, Company Law 2001-2002 Edition, (London : Black Stone

Press Limited, 2001).

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004).

---, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999).

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1995, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996).

Purwosutjipto, M.N, Pengertian pokok Hukum Dagang Indonesia 2, (Jakarta : Djambatan. 1995).

Regar, H. Moenaf, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000).

---, Pembahasan Kritis Aspek manajemen dan Akuntansi Undang-undang Perseroan Terbatas 1995, (Jakarta : Pustaka Quantum, 2000). Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar


(42)

S. Ferber, Kenneth, Corporation Law, (New Jersey : Prentice-Hall, Inc., 2001). Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001). Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984).

Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999).

Syahrin, Alvi, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003).

Tunggal, Hadi Setia, Memahami Undang-undang Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40 tahun 2007, (Jakarta : Harvarindo, 2007).

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004).

Widiyono, Tri, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung-jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004).

Widjaja, Gunawan, Seri Aspek Hukum Dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005).

Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2000).

Vance, Stanley C, Corporate Leadership Boards, Directors, and Strategy, (USA : McGraw-Hill Book Company, 1981).

Yani, Ahmad, & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1999).

Makalah, Hasil Penelitian, Jurnal, dan Internet :

Andhyka Consulting, “Tahapan Proses Pendirian dan Perizinan PT” dalam Company Formation and Business Licensing Consultant, diakses tgl. 12 Desember 2007.

Bismar Nasution, “UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis : Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule”, makalah


(43)

Hukum Perusahaan, Program magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007.

---, dalam makalah “Pertanggung-jawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan”.

Budiman N.P.D.S. dalam tulisan tentang “UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, diakses tgl. 9 September 2007.

Chief Justice John Marshall, The opinion of the Court, after mature deliberation, is that this [a corporate charter] is a contract, the obligation of which cannot be impaired without violating the Constitution of the United States, (Dartmouth College v. Woodward, 1819) diakses tgl. 1 Desember 2007. Erman Rajagukguk, Teori Hukum, tulisan dan makalah, Program Pascasarjana

Universitas Surabaya, Magister Hukum-Magister Kenotariatan, 2006. Fred B.G. Tumbuan, dalam Makalah “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan

Terbatas Menurut Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas” Agustus 2007.

Irma Devita Purnamasari, dalam makalah “Pendirian Perseroan Terbatas (PT)”, diakses tgl. 27 September 2007.

---, melalui makalah “Keabsahan Perbuatan Hukum Para Pendiri Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 2007, diakses tanggal 6 Oktober 2007.

Irna Nurhayati, dalam makalah “Ulasan Status Badan Hukum Perseroan Terbatas”, diakses tgl. 17 Desember 2007.

Jimly dalam bentuk makalah berjudul “Badan Hukum” dalam www.jimly.com dan dikemukakan pula oleh J.E.Sahetapy dalam artikelnya berjudul “Hukum Pidana”.

Majalah Jurnal Bank & Manajemen, Jakarta, 2001 dalam mhugm.wikidot.com, diakses tgl. 12 Nopember 2007.

Miko Kamal dalam tulisannya berjudul “Undang-undang PT dan harapan Implementasi GCG”, diakses 2 Desember 2007.


(44)

Umar Kasim, Tanggung-jawab Korporasi Dalam Hal Mengalami Kerugian, Kepailitan atau Likuidasi Termasuk Tanggung-Jawab Korporasi Terhadap Pekerja/ Buruh Sebagai Salah Satu Kreditur Preferen, Informasi Hukum Vol. 2 Tahun VII, 2005.

Wikipedia, dalam “Perusahaan dalam Bisnis”, diakses tgl. 15 Desember 2007.

Undang-undang :

Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

---, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


(1)

yang telah melampaui suatu kewenangan para organ (Pasal 75 UUPT bagi para pemegang saham, Pasal 92 dan Pasal 95 UUPT bagi Direksi, serta pasal 108 bagi Dewan Komisaris) berakibat para organ tersebut telah melakukan ultra vires yang berdampak pada kerugian perusahaan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan hak dan kewajiban, serta doktrin-doktrin pertanggung-jawaban bagi para organ haruslah diutamakan sehingga berdampak pada kemajuan perusahaan yang terlepas dari prinsip piercing the corporate veil.

b. Setiap organ akan bertanggung-jawab atas setiap perbuatan hukumnya. Untuk itu, sebelum PT memperoleh status badan hukum, kiranya semua calon pendiri harus menyetujui secara tertulis atas setiap perbuatan hukum yang dilakukannya (Pasal 13 ayat (5) UUPT). Dan setelah PT memperoleh status badan hukum, atas keputusan RUPS maupun Anggaran Dasar diharapkan agar direksi melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga dengan diawasi oleh dewan komisaris.

c. Batasan-batasan wewenang masing-masing organ tersebut berdampak pada batasan tanggung-jawab masing-masing pihak. Berkaitan dengan adanya tabir (veil) pemisah batasan kewenangan tersebut, maka diharapkan dalam menjalankan kewenangan tersebut, seluruh organ tidak atau jangan sampai menerobos ketentuan piercing the corporate veil dengan cara mempertimbangkan moral hazaard atau kebenaran moral dalam menjalankan tanggung-jawab dan kewenangan yang telah diberikan undang-undang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000).

Anderson, Charles A, Robert N. Anthony, The New Corporate Directors Insights for Board Members and Executives, (USA : John Wiley & Sons, 1986).

Blake, Allan, Helen J. Bond, Company Law Fifth Edition, (London : Black Stone Press Limited, 1996).

Budianto, Agus, Seri Hukum Perusahaan Kedudukan Hukum dan Tanggung-jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002).

Comer, Michael J, Corporate Fraud Second Edition, (England : McGraw-Hill Book Company, 1985).

Dine, Janet, Company Law, (London : The Maxmillan Press, LTD, 1991).

Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

---, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995).

Ginting, Jamin, Hukum Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40 Tahun 2007, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007).

Groening, William A, The Modern Corporate Manager : Responsibility and Regulation, (USA : McGraw-Hill Book Company, 1981).


(3)

Harjono, Dhaniswara K, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006).

Hartini, Rahayu, Hukum Komersial, (Malang : UMM Press, 2005).

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Kellgg Boulevard, (ST. Paul Minn : West Publishing Co., 1990).

Kansil, C.S.T., Dkk, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian I, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2005).

Kelsen, Hans, General Theory of Law and State (Teori Umum Hukum dan Negara) ; Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, alih bahasa Somardi, (Jakarta : Bee Media Indonesia, 2007). Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006). Mayson, French & Ryan, Company Law 2001-2002 Edition, (London : Black Stone

Press Limited, 2001).

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004).

---, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999).

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1995, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996).

Purwosutjipto, M.N, Pengertian pokok Hukum Dagang Indonesia 2, (Jakarta : Djambatan. 1995).

Regar, H. Moenaf, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000).

---, Pembahasan Kritis Aspek manajemen dan Akuntansi Undang-undang Perseroan Terbatas 1995, (Jakarta : Pustaka Quantum, 2000). Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta : Pustaka Sinar


(4)

S. Ferber, Kenneth, Corporation Law, (New Jersey : Prentice-Hall, Inc., 2001). Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001). Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984).

Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999).

Syahrin, Alvi, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003).

Tunggal, Hadi Setia, Memahami Undang-undang Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40 tahun 2007, (Jakarta : Harvarindo, 2007).

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004).

Widiyono, Tri, Direksi Perseroan Terbatas Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung-jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004).

Widjaja, Gunawan, Seri Aspek Hukum Dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005).

Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2000).

Vance, Stanley C, Corporate Leadership Boards, Directors, and Strategy, (USA : McGraw-Hill Book Company, 1981).

Yani, Ahmad, & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1999).

Makalah, Hasil Penelitian, Jurnal, dan Internet :

Andhyka Consulting, “Tahapan Proses Pendirian dan Perizinan PT” dalam Company Formation and Business Licensing Consultant, diakses tgl. 12 Desember 2007.

Bismar Nasution, “UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis : Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule”, makalah


(5)

Hukum Perusahaan, Program magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007.

---, dalam makalah “Pertanggung-jawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan”.

Budiman N.P.D.S. dalam tulisan tentang “UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, diakses tgl. 9 September 2007.

Chief Justice John Marshall, The opinion of the Court, after mature deliberation, is that this [a corporate charter] is a contract, the obligation of which cannot be impaired without violating the Constitution of the United States, (Dartmouth College v. Woodward, 1819) diakses tgl. 1 Desember 2007. Erman Rajagukguk, Teori Hukum, tulisan dan makalah, Program Pascasarjana

Universitas Surabaya, Magister Hukum-Magister Kenotariatan, 2006. Fred B.G. Tumbuan, dalam Makalah “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan

Terbatas Menurut Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas” Agustus 2007.

Irma Devita Purnamasari, dalam makalah “Pendirian Perseroan Terbatas (PT)”, diakses tgl. 27 September 2007.

---, melalui makalah “Keabsahan Perbuatan Hukum Para Pendiri Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 2007, diakses tanggal 6 Oktober 2007.

Irna Nurhayati, dalam makalah “Ulasan Status Badan Hukum Perseroan Terbatas”, diakses tgl. 17 Desember 2007.

Jimly dalam bentuk makalah berjudul “Badan Hukum” dalam www.jimly.com dan dikemukakan pula oleh J.E.Sahetapy dalam artikelnya berjudul “Hukum Pidana”.

Majalah Jurnal Bank & Manajemen, Jakarta, 2001 dalam mhugm.wikidot.com, diakses tgl. 12 Nopember 2007.

Miko Kamal dalam tulisannya berjudul “Undang-undang PT dan harapan Implementasi GCG”, diakses 2 Desember 2007.


(6)

Umar Kasim, Tanggung-jawab Korporasi Dalam Hal Mengalami Kerugian, Kepailitan atau Likuidasi Termasuk Tanggung-Jawab Korporasi Terhadap Pekerja/ Buruh Sebagai Salah Satu Kreditur Preferen, Informasi Hukum Vol. 2 Tahun VII, 2005.

Wikipedia, dalam “Perusahaan dalam Bisnis”, diakses tgl. 15 Desember 2007.

Undang-undang :

Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. ---, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.