Pengaruh Lamanya Hidrogenasi RBDPKS Terhadap Bilangan Iodin (IV), Kandungan Lemak Padat (Sfc) Dan Asam Lemak Trans (TFA) Pada Pembuatan Pengganti Mentega Coklat (CBS)

  5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lemak dan Minyak Lemak dan Minyak

  Secara kimia, lemak adalah lemak adalah triasilgliserol (TAG) atau trigliserida trigliserida (TG). Ini menunjukkan bahwa lemak bahwa lemak adalah ester dari gliserol dan berbagai dan berbagai asam monokarboksilat rantai lurus rantai lurus yang dikenal sebagai asam lemak. Asam Asam lemak dari lemak alamiah memiliki memiliki 4 ~ 24 atom karbon dan masing-masing memiliki masing memiliki nama tertentu tergantung dari tergantung dari jumlah atomnya. Asam lemak dapat klasifikasikan dapat klasifikasikan berdasarkan: a. Rantai panjang (12 atau (12 atau lebih karbon) ; rantai pendek (kurang dari (kurang dari 8 karbon) ; rantai sedang / medium (8 i sedang / medium (8-10 karbon).

  b. Pada pemanasan yang pemanasan yang bergantung pada derajat kejenuhannya ; asam asam lemak jenuh dengan satu ikatan rangkap. ikatan rangkap.

  c. Isomer geometrik ; asa geometrik ; asam lemak cis dan asam lemak trans pada asam pada asam lemak tidak jenuh.

Gambar 2.1 Struktur lema Struktur lemak / minyak secara umum (R1, R2 dan R3 adalah dan R3 adalah gugus alkil jenuh atau tidak jenuh , dapat sama atau berbe jenuh atau tidak jenuh , dapat sama atau berbeda

  Asam lemak alamiah lemak alamiah didapati berbentuk cis. Isomer trans biasanya trans biasanya terjadi selama adanya reaksi kimia reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Asam Asam lemak cis memiliki titik lebur yang lebur yang lebih rendah daripada asam lemak trans dengan trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang Panjang rantai karbon juga mempengaruhi titik lebur. lebur. Untuk asam lemak jenuh, kenaikan titik kenaikan titik lebur bergantung kepada panjangnya rantai rantai. Pada asam lemak yang tidak jenuh yang nuh yang panjang rantainya sama memiliki titik lebur titik lebur yang lebih rendah dibandingkan dengan dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh trans (Weiss, 1983 Weiss, 1983 ; Haumann, 1997).

  6

  Tersedia tiga posisi pada molekul gliserol untuk esterifikasi asam lemak. Karakter dan sifat-sifat asam lemak ditentukan berdasarkan jenis asam lemak yang teresterifikasi dalam molekul trigliserida (Silalahi, 1999). Selanjutnya jenis, komposisi dan pembagian dari asam lemak pada backbone gliserol memiliki fungsi penting tidak hanya sifat-sifat fisiknya tetapi juga sifat kimia pada bahan makanan itu (Kritcheusky, 1995 ; Haumann, 1997). Hal ini sangat penting dalam peleburan lemak coklat dan pengkristalan struktur dari lemak. Titik lebur dari campuran lemak berubah secara random (acak) dengan adanya reaksi interesterifikasi untuk menghasilkan lemak dengan titik lebur rendah atau tinggi. Sebagai contoh, campuran 30 persen tripalmitin dan 70 persen triolein yang memiliki titik lebur 58 C sebelum interesterifikasi dan 48

  o C setelah interesterifikasi (Weiss, 1983 ; List et al, 1997 ; Silalahi, 1999).

  Trigliserida tidak dapat larut dalam air dan pada temperatur kamar akan berubah dari padat menjadi cair. Panjang asam lemak beberapa minyak yang dapat dikonsumsi 16 ~ 18. Meskipun demikian minyak kelapa dan minyak init sawit termasuk yang tinggi karena memiliki asam laurat. Secara umum lemak mengandung suatu campuran trigliserida yang akan berbeda setiap komposisi dan posisi asam lemaknya pada molekul trigliserida, hal ini menyebabkan molekul dalam lemak dapat melembut atau mengeras. Oleh karena itu, semua lemak dapat berbentuk cair pada temperatur kamar tetapi umumnya mengandung molekul lemak padat (suspended

  solid) pada minyak cairnya. Jika lemak cair didinginkan, beberapa molekul lemak

  akan memadat dan sebagian membentuk kristal lemak dari bagian yang cair. Oleh karena itu, titik lebur dari lemak dapat sebagai karakter fisik dari lemak murni (Weiss, 1983).

  Penggunaan minyak nabati secara umum dapat dimodifikasi dengan mencari sifat-sifat yang biasanya terdapat pada minyak tersebut, sepert: sifat-sifat peleburan, daya tahan terhadap oksidasi, kandungan lemak poliena tidak jenuh (poliunsaturated), sifat kristalisasinya dan kalori lemak yang rendah dengan penyerapan yang cepat (Silalahi, 1999). Modifikasi dari lemak dapat berhasil dengan mengubah komposisi pada molekul asam lemak trigliserida untuk membentuk lemak baru misalnya lemak dengan titik lebur yang tinggi, ataupun dengan titik lebur yang rendah.

  Lemak dan minyak yang merupakan komponen makanan memiliki fungsional dan nutrisional tersendiri. Sebagai nutrisi, lemak memiliki lima fungsi yaitu sebagai sumber energi, material pembangunan struktur sel, sumber asam lemak esensial pada

  7

  manusia, pelarut vitamin A, D, E, K dan pengontrol serum lipida dan lipoprotein (Melton, 1996). Lemak dan minyak dengan konsentrasi 9 kkal/g merupakan sumber energi, selain itu sebagai penyerap bagi vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Oleh karena, itu asam lemak merupakan prekursor pada prostaglandin yang merupakan senyawa seperti hormon yang berfungsi sebagai pengatur variasi fisiologi. Lemak mempunyai fungsi utama bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia (Geise, 1996).

  Di samping fungsinya pada nutrisi, lemak juga merupakan komponen makananan dan pemberi rasa dalam makanan. Lemak memberikan citarasa yang merupakan suatu kombinasi yang memberikan rasa lembut, lezat, bentuk dan aroma pada makanan. Lemak juga sebagai pembawa senyawa citarasa lipophilik yang disebabkan oleh adanya prekursor untuk pembentuk cita rasa (Akoh, 1995).

  Selain mempunyai efek positif sebaliknya lemak juga mempunyai efek negatif, kebanyakan lemak akan menyebabkan meningkatnya resiko kegemukan dan beberapa jenis penyakit kanker, kolesterol yang tinggi di dalam darah dan penyakit jantung koroner (Akoh, 1995 ; Geise, 1996). Pengurangan konsumsi lemak dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung dan jika manusia yang memiliki kelebihan berat badan melakukan diet lemak dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner (Geise, 1996). Akibatnya banyak permintaan untuk mengurangi lemak dari makanan. Industri makanan mencari variasi pengganti lemak dalam bahan makanan ataupun dengan cara memodifikasi lemak itu sendiri (O’Brien, 1998 ; Silalahi, 1999).

  Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Stearin (RBDPKS) merupakan

  suatu bentuk fraksi padat dari Palm Kernel Oil diperoleh setelah dikristalisasi pada temperatur yang terkontrol. Fraksi ini dapat digunakan untuk membuat CBS (Dunford, 2012).

2.2.Proses Hidrogenasi

  Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Proses hidrogenasi terutama bertujuan untuk membuat minyak atau lemak bersifat plastis. Adanya penambahan hidrogen pada

  8

  ikatan rangkap minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan menaikkan titik cair (Ketaren, 1986).

  Hidrogenasi minyak dan lemak merupakan salah satu reaksi kimia terbesar dalam industri pengolahan minyak dan lemak. Secara sederhana, hidrogensi merupakan proses penambahan hidrogen ke dalam rantai etilen atau ikatan rangkap asam lemak dengan bantuan katalis logam (Swern, 1982). Proses hidrogenasi merupakan proses penambahan hidrogen pada ikatan rangkap di minyak atau lemak dengan menggunakan bantuan katalis, biasanya nikel. Hidrogenasi menghasilkan dua hal, yaitu meningkatkan titik cair (melting point) lemak atau minyak dan meningkatkan ketahanan terhadap proses oksidasi dan penurunan rasa. Hidrogenasi yang dilakukan untuk mengubah minyak dari bentuk cair menjadi bentuk semi padat ataupun lemak plastis, biasa digunakan pada industri shortening atau mentega (Gunstone dan Norris, 1983 ; Ketaren, 1986).

  Reaksi hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya (Ketaren, 1986).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen dan kecepatan reaksi hidrogenasi adalah tekanan dan suhu, kemurnian gas hidrogen, katalis dan bahan baku minyak.

a. Tekanan dan suhu

  Kedua faktor ini paling mempengaruhi proses hidrogenasi. Jika waktu hidrogenasi yang diinginkan sangat singkat maka tekanan yang digunakan minimal 20 atm.

  o

  Pada suhu antara 100 ~ 180 C kecepatan reaksi meningkat dengan cepat, namun

  o

  peningkatan kecepatan reaksi ini akan terhenti pada suhu 220 C.

b. Kemurnian hidrogen dan waktu kontak minyak dengan hidrogen

  Hidrogen yang akan digunakan untuk proses hidrogenasi harus murni, jika tidak maka akan membahayakan efisiensi katalis. Oleh karena itu, gas hidrogen dengan kemurnian di atas 99.9% sangat penting namun kemurnian di atas 99% sangat diharapkan, sehingga kehadiran karbon monoksida (CO) dalam hidrogen akan

  o

  meracuni katalis pada suhu rendah (150-180 C) (Bernardini, 1983).

  9

  Gas hidrogen yang digunakan harus dalam keadaan kering dan semurni mungkin. Kecepatan reaksi sangat dipengaruhi oleh distribusi hidrogen dalam massa lemak yang akan dihidrogenasi. Semakin banyak gelembung-gelembung hidrogen terdispersi dalam massa semakin cepat proses hidrogenasi berlangsung. Hidrogen cair murni dapat diperoleh secara komersial.

  c. Jenis katalis

  Katalisator yang dapat digunakan pada proses hidrogenasi adalah Palladium,

  Platina, Copper Chromite dan Nikel. Namun katalis Nikel telah terbukti sebagai

  tipe katalis yang paling cocok untuk hidrogenasi dan sering digunakan dalam proses hidrogenasi karena lebih ekonomis dan lebih efisien.

  Katalis sangat rentan mengalami keracunan yang disebabkan oleh komponen sulfur, asam lemak bebas, sabun, dan fosfatida dalam minyak. Dalam beberapa kasus, keracunan tersebut dapat diminimisasi melaluli penambahan bleaching earth teraktivasi.

  d. Sifat-sifat kemurnian minyak yang akan dihidrogenasi

  Biasanya minyak dihidrogenasi jika sifat-sifat fisik dan kimia gliserida pada suatu minyak yang ingin dimodifikasi menjadi lebih padat (pengerasan). Minyak yang akan dihidrogenasi adalah minyak atau asam-asam lemak yang telah mengalami proses pemurnian. Minyak yang akan dihidrogenasi seharusnya adalah minyak yang telah dinetralisasi dan dipucatkan, mengandung sabun dalam jumlah yang sangat sedikit (di bawah 25 ppm), serta kering. Hal ini untuk mencegah keracunan katalis dan mengurangi selektivitas. Asam lemak bebas, sabun dan air bersifat racun bagi katalis sehingga mengurangi aktivitas katalis dan selektivitas.

  Hidrogenasi minyak dan lemak meliputi penambahan hidrogen (berupa gas) ke dalam ikatan tidak jenuh di rantai asam lemak, yang menyebabkan asam lemak tidak jenuh menjadi jenuh dengan penambahan satu mol hidrogen pada masing-masing ikatan rangkap. Reaksi tersebut secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2. Ni T=180 C o

Gambar 2.2. Reaksi hidrogenasi

  10

  Proses hidrogenasi dilakukan untuk menjenuhkan ikatan rangkap di dalam rantai asam lemak, namun gas hidrogen dapat juga bereaksi dengan komponen non gliserida dalam minyak seperti karoten. Hal ini sangat tidak menguntungkan. Masalah yang harus diperhatikan selanjutnya adalah reaksi selektivitas.

  Pada reaksi selektivitas, pertama-tama hidrogen akan menjenuhkan ikatan rangkap pada minyak yang mengandung tiga atau lebih ikatan rangkap

  (polyunsaturated). Selanjutnya secara berurutan hidrogen menjenuhkan komponen

  minyak dengan dua ikatan rangkap (diunsaturated) dan satu ikatan rangkap

  (monounsaturated). Dengan cara ini maka asam linoleat akan berubah seluruhnya menjadi asam linoleat, sebelum beberapa asam linoleat dihidrogenasi menjadi oleat.

  Demikian seharusnya hingga terjadi perubahan oleat menjadi asam jenuh, yaitu asam stearat (Gunstone dan Norris ,1983).

  Ikatan rangkap dengan bentuk cis cenderung labil dibandingkan dengan bentuk

  trans. Ketidakstabilan bentuk cis ini menyebabkan gas hidrogen dapat dengan mudah

  menjenuhkan ikatan rangkap. Perubahan lain yang mungkin terjadi selama proses hidrogenasi adalah perubahan bentuk cis ikatan rangkap menjadi bentuk trans yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Stereo-isomerisasi ini selalu mengikuti peningkatan selektivitas. Hal ini tidak diinginkan karena dapat meningkatkan titik leleh (melting

  point) tanpa mengurangi asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986).

2.3. Mentega Coklat

  Mentega coklat dibuat dari biji coklat dengan beberapa proses. Coklat merupakan salah satu komoditas ekspor, dimana dihasilkan kira-kira 1,6 milyar ton setiap tahunnya di dunia. Coklat bukan hanya memiliki nilai nutrisional tetapi sering juga digunakan sebagai pengungkapan perasaan, sebagai hadiah ucapan terima kasih dan sebagainya. Coklat berasal dari pohon coklat (Theobroma Cacao). Theobroma artinya adalah makanan untuk Tuhan dan dalam sejarahnya kaya akan cita rasa. Pada awalnya tumbuhan ini berasal dari Afrika Barat dan pada tahun 1502 ditemukan oleh Christopher Columbus. Amerika Selatan pemasok sekitar 22 persen kebutuhan coklat dunia, sedangkan penghasil terbesar adalah benua Asia bahagian selatan yaitu Ivory

  3 Coast sekitar 33,8 persen produksi dunia, Indonesia memproduksi 280,000 ton m

  3 diikuti Malaysia 210,000 ton m (Shukla, 1995; O’Brien, 1998).

  11

  Biji coklat diubah menjadi coklat cair melalui proses pemanggangan, pemisahan dan pendinginan. Sejak tahun 1828 Van Houten di Holand menyatakan bahwa kelebihan lemak yang ada pada coklat dapat diterima. Coklat cair diproses sedemikian rupa dengan cara penekanan menjadi mentega coklat dan tepung coklat, mentega coklat selanjutnya diproduksi menjadi coklat makan dan coklat cair (Pushparajah dan Soon, 1986).

  Total kandungan lemak padat pada biji coklat kering sekitar 48 ~ 49%, dengan trigliserida sebagai komponen utama. Mentega coklat adalah komponen termahal dalam formula coklat. Dalam komposisi mentega coklat secara perdominan (>75 persen) merupakan trigliserida simetris dengan asam oleat pada posisi dua. Kira-kira 20 persen trigliserida cair pada temperatur kamar dan memiliki titik lebur antara

  o

  32~35

  C, ini sangat penting dalam fungsinya sebagai mentega coklat. Hal ini disebabkan mentega coklat mengandung trigliserida yang non simetris (seperti PPO, PSO dan SSO ; P = asam palmitat, O = asam oleat, dan S = asam stearat; posisi dari huruf menunjukkan susunan asam lemak di dalam molekul trigliserida (O’Brien, 1998). Seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Persentase konstituen gliserida dalam lemak coklat

  Nama Asam Lemak Persenatse (%)

  Trigliserida jenuh 2.5~3.0 Trigliserida tidak jenuh

  1.0 Digliserida tidak jenuh Stearo-diolein 6~12 Palmito-diolein 7~8 Monogliserida jenuh Oleo-distearin 18~22 Oleo-palmitostearin 52~57 Oleo-dipalmitin 4~6

  Sumber: O’Brien, 1998 Keistimewaan komposisi trigliserida, bersama trigliserida yang rendah menghasilkan mentega coklat dengan sifat fisik yang memberikan kemampuan selama proses rekristalisasi dalam modifikasi kristal yang stabil. Komposisi trigliserida pada mentega coklat yang berbeda dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut:

  12

Tabel 2.2. Komposisi asam lemak berbagai variasi mentega coklat dengan analisa

  GLC

  Asal Negara 16:0 18:0 18:1 18:2 20:0

  Ghana

  24.8

  37.1

  33.1

  2.6

  1.1 India

  25.3

  36.2

  33.5

  2.8

  1.1 Brazil

  23.7

  32.9

  37.8

  4.0

  1.0 Nigeria

  25.5

  35.8

  33.2

  3.1

  1.1 Ivory Coast

  25.4

  35.0

  34.1

  3.3

  1.0 Malaysia

  24.8

  37.1

  33.2

  2.6

  1.1 Sumber : Shukla, 1995 Dari tabel 2.2 menunjukkan mentega coklat Malaysia memiliki diena terbanyak, sedang mentega coklat Brazil mengandung sedikit diena dan banyak trigliserida tidak jenuh lainnya. Mentega coklat yang keras lebih gampang mengembang (bloom) daripada mentega coklat yang lembut. Mentega coklat dari Malaysia, Srilangka dan India adalah keras sedangkan mentega coklat Brazil lembut, yang lainnya berada diantara keduanya. Kualitas mentega coklat Brazil dapat diperbaiki dengan mencampurnya dengan mentega coklat Malaysia, yang dapat menaikkan kandungan lemak padat. Untuk mendapatkan kualitas mentega coklat yang baik dapat dengan cara mengurangi digliserida, Beberapa usaha dapat dibuat untuk memperbaiki sifat-sifat coklat. Penghilangan bau (deodorisasi) dari mentega coklat biasanya dilakukan pada temperatur yang relatif rendah, yang dapat memberikan hasil yang memuaskan dalam pencampuran citarasa. Penghilangan bau dapat dilakukan dengan menggunakan eliminasi klorinasi. Temperatur untuk penghilangan bau

  o (deodorisasi) yang normal antara 150~180 C (Shukla, 1995 ; O’Brien, 1998).

  Mentega coklat berdasarkan sifat fisiknya mirip dengan stearin. Stearin yang dihasilkan terutama merupakan suatu campuran POP, POS dan SOS yang tidak satupun komponennya cair pada temperatur kamar. Jika stearin diinteresterifikasi dengan mentega coklat menyebabkan stearin membentuk kristal yang komplek karena pengaruh komponen yang lebih cair pada mentega coklat, yang kemudian menyebabkan jarak peleburan yang pendek dan penurunan panas peleburan. Stearin ini keras dapat digunakan secara efektif untuk memperbaiki kualitas coklat yang lembut. Penambahan 5~10 persen stearin ke mentega coklat yang lembut akan menghasilkan mentega coklat keras yang sukar terkena pengembangan lemak (bloom).

  13

  Penambahan lemak susu pada mentega coklat akan menurunkan titik lebur, yang mengakibatkan perubahan kristalisasi pada kekerasan mentega coklat dan dapat menurunkan kandungan lemak padat.

  Ada empat macam kristal polimorfis yang bisa dibentuk mengikuti sifat-sifat sebagai berikut: Pembentukan

  γ : diproduksi dengan temperatur yag sangat dingin pada lemak cair,

  o

  titik leburnya kira-kira 17 C ini sangat tidak stabil dan sangat mudah berubah bentuk,

  o

  Pembentukan C,

  α : cepat terjadi pada temperatur rendah, titik leburnya 21~24 Pembentukan

  β’ : perubahan dari bentuk α pada temperatur normal ke bentuk β, titik

  o

  leburnya 27~29

  C,

  o

  Pembentukan C.

  β : terbentuk dari β’ yang stabil yang mempunyai titik lebur 34~35 Stabilitas dari pembentukan kristal yang berbeda dari

  γ ke β, terjadi pada semua proses coklat, secara objektif inilah yang membentuk mentega coklat dan coklat lebih stabil kristalnya. Beberapa penelitian menemukan bentuk polimorfis lainnya, tetapi dari suatu nilai yang praktis menjadi empat nilai seperti di atas itu lebih diutamakan. Kecepatan kristalisasi merupakan suatu faktor terjadinya peningkatan kualitas. Pada pembentukan lemak ekuivalen sifat ini menjadi suatu ketergantungan dengan struktur gliserida (Minifie, 1989).

  Penurunan kandungan lemak padat ketika lemak susu dicampurkan ke mentega coklat dengan berbagai variasi menyebabkan penurunan kekerasan. Ada dua hal yang menyebabkannya terjadinya campuran yang tidak sesuai yaitu penurunan titik lebur dari campuran dan penurunan kelembutan, yang membentuk senyawa pada lemak itu sendiri, yang ditunjukkan dengan fluiditas, dan komponen lemak padat yang membentuk trigliserida mentega coklat. Penggunaan lemak susu dalam berbagai variasi yang sesuai pada coklat akan memperbaiki permukaan campuran menjadi semangkin halus yang memberikan pengaruh pada citarasa, warna dan bentuk (Shukla, 1995).

Tabel 2.3 Komposisi asam lemak mentega coklat

  Asam Lemak Rumus Kimia Persentase (%)

  Asam Miristat (14:0) C H COOH

  0.1

  13

  

27

  14

  Asam Palmitat (16:0) C H COOH

  25.4

  15

  

31

Asam Palmitoleat (16:1) C H COOH

  0.2

  15

  

29

Asam Stearat (18:0) C H COOH

  33.2

  17

  

35

Asam Oleat (18:1) C H COOH

  32.6

  17

  

33

Asam Linoleat (18:2) C H COOH

  2.8

  17

  

31

Asam Linolenat (18:3) C H COOH

  0.1

  17

  

30

Sumber : O’Brien, 1998

2.4 Pengganti Mentega Coklat

  Lemak yang mempunyai kompabilitas yang sangat terbatas dengan mentega coklat yang mempengaruhi rheologi dari mentega coklat. Derajat kompabilitas lemak dengan mentega coklat adalah keras pada suhu kamar, mempunyai titik lebur yang sama dengan temperatur tubuh dan mempunyai derajat kompabilitas dengan mentega coklat dan lemak susu (Sara, 1997). Untuk mendapatkan mentega coklat yang murah dan mudah diperoleh dicari alternatif lain dengan mengganti mentega coklat dengan minyak nabati dalam pembuatan penyalut coklat.

  Sejak awal tahun 1930, dicoba menggunakan lemak lain selai mentega coklat. Eksperimen ini tidak berhasil karena terjadi kontabilitas yang buruk antara campuran lemak yang digunakan, dan perbandingan yang tidak sesuai, dimana terjadi penghilangan warna dan pengembangan lemak (bloom). Penelitian kemudian ditujukan pada sifat fisik mentega coklat. Diketahui bahwa lemak dari mentega coklat berupa mentega keras (Shukla, 1995 ; O’Brien, 1998).

  Lemak nabati dapat dipakai sebagai bahan dasar untuk membuat pengganti mentega coklat dalam pembuatan penyalut coklat. Produk yang dihasilkan ini disebut juga mentega keras dan dapat diperoleh dengan menggunakan minyak kelapa sawit, kelapa, dan minyak khusus lainnya seperti sal, shea dan illipe yang dipakai sebagai bahan material dasar. Proses pembuatan mentega keras meliputi hidrogenasi lemak, interesterifikasi, fraksinasi dan blending. Beberapa mentega keras dapat diperoleh dengan mengkombinasi proses hidrogenasi dan fraksinasi (Shukla, 1995). Mentega keras dapat dibuat dengan menggunakan palm kernel, kelapa dan minyak esotik lainnya seperti sal, shea dan illipe yang merupakan material dasar. Proses lainnya dengan menambahkan mentega keras ke dalam mentega coklat yang digunakan untuk

  15

  menggantikan sebahagian dari mentega coklat, menggantikan secara keseluruhan dan memodifikasinya (Shukla, 1995 ; O’Brien, 1998, Basiron, 2000).

  Mentega keras berdasarkan sifat dan material dasar yang digunakan dapat digolongkan menjadi tiga:

2.4.1. Pengganti Mentega Coklat dari Laurat (Lauric CBS)

  Mentega coklat laurat merupakan lemak yang tidak sesuai dengan mentega coklat, tetapi memiliki sifat fisik yang mirip dengan mentega coklat. Kategori ini termasuk ke dalam industri lemak berdasarkan persamaan sifat fisika, tetapi kesemua komposisi trigliserida membuatnya tidak sesuai dengan mentega coklat, antara lain mereka selalu digunakan dalam formula tepung coklat untuk menghasilkan penyalut. Pengganti mentega coklat yang diperoleh dari lemak laurat didapatkan dari berbagai variasi spesies pohon kelapa dimana yang termasuk di dalamnya minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Minyak kelapa digunakan pertama sekali dalam pembuatan pengganti mentega coklat dari laurat (lauric CBS) pada tahun 1897. Aarhus pertama sekali membat suatu lemak laurat dengan stearin ke permen coklat Danish. Sejak saat itu dilakukan penelititan-penelitian untuk mengkaji rahasia mentega coklat dalam meningkatkan supremasi lemak. Minyak kelapa kandungan asam lauratnya 47~48 persen, bersama dengan sejumlah kecil rantai asam lemak medium pendek (Shukla, 1995 ; O’brien, 1998).

  Dari penelitian yang berkelanjutan ternyata stearin kelapa sawit lebih baik dipakai daripada olein kelapa sawit, karena stearin padat dan titik leburnya di atas suhu kamar, jarak antara titik leburnya pendek. Sifat yang simpel ini dapat digunakan sebagai penyalut coklat yang merupakan lemak padat pada saat pendinginan, tetapi

  o

  tidak pernah melebur dibawah 30

  C. Teknik hidrogenasi yang digunakan menyebabkan terjadinya selang seling pada posisi lemak laurat, khususnya pada stearin kelapa sawit yang menunjukkan suatu sifat yang lebih baik daripada dengan menggunakan hidrogenasi minyak kelapa sawit (HPKO). Lemak nabati dapat mengkristal pada beberapa keadaan polimorfik, beberapa diantaranya seperti

  α, β’ dan β, pada jenis yang sama menunjukkan pertambahan stabilitas, titik lebur, panas peleburan dan densitas. Secara umum lemak laurat adalah stabil di dalam bentuk

  β’. Dimana derajat kristalisasi dari

  α yang terbentuk lebih tinggi daripada β yang terbentuk. Yang menunjukkan kristalisasinya lebih cepat daripada pembentukan β.

  16

  Sumber lainnya untuk industri lauric CBS adalah dengan menambahkan minyak kelapa, minyak kelapa sawit Amerika Selatan, Tukum, Cohune, Babasu dan Auri-curi. Prinsip pemakaian laurat CBS untuk mendapatkan stabilitas terhadap oksidasi, waktu paruh yang panjang, ini berpengaruh terhadap kualitas dan citarasa yang lezat, tidak memiliki rasa lilin, teksturnya sangat mirip dengan mentega coklat, seperti kekerasan, bisa dikatakan tidak lembut, kepadatan terjadi dengan cepat dan kompatibel permukaan yang dapat dikitalkan mempermudah pencetakan dan kehalusan permukaan selama penyimpanan dan memiliki harga yang jauh lebih murah daripada mentega coklat. Dilain pihak lauric CBS juga memiliki kelemahan diantaranya:  Campuran lauric CBS dengan mentega menyebabkan keadaan eutectic, jika dalam industri coklat berubah ke industri penyalut, tangki dalam sistem proses harus dibersihkan kembali karena lemak yang terjadi tidak boleh lebih 6 persen dari mentega coklat.

   Ketika lauric CBS dimasukkan ke campuran terjadi pemecahan oleh enzim lipase, ini sangat berbahaya pada hidrolisa lemak, karena menyebabkan rasa sabun pada konsentrasi yang rendah, Secara bebas asam lemak memiliki citarasa yang rendah dalam senyawannya, ini disebabkan panjang rantai asam lemak asam butirat (C )

  4

  0,6 ppm ; asam kaproat (C ) 2,5 ppm ; asam kaprilat (C ) 350 ppm ; asam kaprat

  6

  8 (C ) 200 ppm, asam laurat (C ) 700 ppm dan asam stearat (C ) 5 ppm.

  10

  12

  18

   Kelemahan lainnya memiliki toleransi yang relatif rendah dengan lemak susu (Shukla, 1995 ; O’Brien, 1998 ; Silalahi, 1999).

2.4.2. Pengganti Mentega Coklat Non Laurat (Non Lauric CBS)

  Mentega coklat non laurat merupakan lemak yang sebagian sesuai dengan mentega coklat. Pengganti mentega coklat non laurat merupakan proses fraksinasi pada hidrogen minyak, kacang kedelai, kapas, jagung, kacang tanah, bunga matahari. Minyak ini dihidrogenasi pada posisi tertentu untuk mendapatkan pembentukan dari asam lemak trans, dimana terjadi kenaikan kandungan padat. Titik lebur dari asam

  o

  oleat yang merupakan konfigurasi cis pada 14 C yang merupakan suatu isomer asam

  o

  eliadat yang titik leburnya 51.5 C (Shukla, 1995 ; Basiron, 2000). Pengganti mentega coklat non laurat biasanya dibuat dari minyak cair pada temperatur kamar, yang sebelumnya dihidrogenasi untuk membuat minyak cair menjadi kental dengan mutu yang diinginkan. Sumber lemak non laurat yang cocok diantaranya minyak kedelai,

  17

  minyak kapas dan minyak kacang tanah. Hasil ini sangat baik sebagai penyalut biskuit dan coklat yang memberikan tekstur yang rapuh. Formulasi senyawa pengganti mentega coklat non laurat tidak cocok untuk makanan yang meleleh dalam mulut, seperti berbagai bentuk coklat. Selain itu mentega non laurat juga digunakan untuk meningkatkan kualitas makanan dengan citarasa yang tidak enak dan harganya mahal. Dengan kata lain pengganti mentega coklat non laurat tidak begitu baik digunakan karena harganya mahal, dan dalam prinsip pembuatan pengganti mentega coklat pertimbangan harga lebih penting daripada kualitas makanan, karena ada alternatif pengganti mentega coklat lain yang dapat digunakan (Basiron, 2000).

2.4.3. Cocoa Butter Equivalent atau Extenders (CBE) Lemak ini sepenuhnya sesuai dengan mentega coklat baik sifat fisik maupun kimia.

  Mentega coklat ekuivalen adalah suatu lemak khusus yang tidak dihidrogenasi mengandung asam lemak yang sama dan memiliki kemiripan diena pada mentega coklat. Kesemuanya ini akan sesuai dengan mentega coklat dan dapat dicampur pada mentega coklat dengan beberapa perbandingan. Mentega coklat merupakan sistem tiga komponen yaitu POP, POS, SOS pada trigliseridanya. Fraksi minyak sawit menghasilkan suatu campuran yang kaya akan POP, dan lemak yang eksotik seperti shea, sall dan illipe. Fraksinasi dilakukan untuk mendapatkan trigliserida yang kaya akan POS dan SOS. Suatu kelemahan mentega coklat ekuivalen yaitu stabilitas produksi yang tidak tetap dan prosesnya menggunakan biaya yang besar sehingga harganya mahal. Selain itu juga mempunyai kelebihan diantaranya toleransi dengan lemak susu sangat baik karena efektif mengadisi lemak susu dan membentuk kristal polimorfis

  β, sedangkan dengan lemak susu anhidrat (AMF) dan lemak susu keras (HMF) membentuk kristal polimorfis

  β’ memiliki daya tahan tinggi terhadap temperatur sehinggga sukar terjadi pengembangan lemak (bloom) (Sabariah, 1998). Teknologi ini memiliki keuntungan dalam kesesuaian lemak dengan mentega coklat Pada umumnya CBE adalah formula yang merupakan fraksi tengah minyak sawit (PMF) yang dicampur dengan lemak nabati seperti illipe dan lemak shea. PMF kaya akan miasilgliserol POP dan dua lemak lainnya kaya akan SOS dan triasilgliserol POS (Shukla, 1995 ; Basiron, 2000).

2.5. Sterin Kelapa sawit dan Minyak inti Sawit

  18

  Kelapa sawit dikenal memiliki 4 macam varietas yakni: macrocarya, dura, tenera dan pesifera yang dibedakan berdasarkan tempurung buah kelapa sawit (Kaban, 1997). Kelapa sawit merupakan sumber dua jenis minyak yang berbeda, dan daging buahnya mengandung minyak kelapa sawit disebut MKS dan tempurung buah kelapa sawit disebut MIS (Palm Kernel Oil). Kedua minyak ini memiliki sifat yang berbeda wlaupun berasal dari sumber yang sama. MIS mirip dengan minyak kelapa, sama- sama memiliki warna yang jernih, titik leburnya tajam, mengandung asam lemak laurat dan miristat yang tinggi, cukup stabil terhadap oksidasi karena mengandung asam lemak tidak jenuh yang rendah (O’Brien, 1998 ; Kaban, 1997). Stearin adalah padat dan dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas kelembutan cocoa. Seperti memperbaiki kualitas dari mentega coklat Brazil melalui proses fraksinasi. Stearin diperoleh dari pemurnian minyak sawit dari sabut (mesocarp) kelapa sawit yang diproses dengan beberapa tahap.

  2.5.1. Penghilangan Getah (Degumming) Degumming merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri

  dari posfatida, protein, residu karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak. Proses degumming dilakukan dalam dua tahap, pada tahap pertama air sebanyak 4 persen ditambahkan ke dalam minyak kasar, campuran

  o

  kemudian dipanaskan sampai 60 C diaduk selama 30 menit kemudian dibiarkan selama 24 jam sehingga air dan minyak mudah dipisahkan. Pada tahap kedua, 10 persen air dan 1 persen asam oksalat (katalis) ditambahkan ke dalam minyak kasar

  o

  kemudian dipanaskan sampai 40 C dan diaduk selama 20 menit dan dibiarkan selama 24 jam. Untuk mengilangkan asam dilakukan netralisasi menggunakan NaOH.

  o

  Minyak yang telah netral kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 35~60 C lalu didinginkan lagi selama 24 jam agar air terpisah di bawah lapisan minyak sehingga mudah dipisahkan (Pushparajah dan Soon, 1986).

  2.5.2. Pemucatan (Bleaching)

  Untuk mendapatkan lemak dan minyak yang berwaarna cerah perlu dilakukan pemucatan dengan cara penyerapan zat warna. Penyerapan zat warna yang sering dilakukan adalah menggunakan tanah pemucat (Fuller’s Earth) dan arang (Charcoal) (Buckle, 1987).

  19

  2.5.3. Penghilangan Bau (Deodorization)

  Proses deodorisasi dilakukan dengan menggunakan uap panas. Minyak dipanaskan

  o

  pada suhu 230 ~240

  C. Bau yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan dengan uap air dan dikeluarkan dengan proses vakum, proses ini biasanya berlangsung 90 menit (O’Brien, 1998).

  2.5.4. Pendinginan (Winterization)

  Proses pendinginan dilakukan dengan pemisahan bagian trigliserda jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Minyak yang belum mengalami pendinginan masih mengandung sejumlah asam stearat yang menyebabkan minyak membeku atau kelihatan seperti susu pada suhu rendah. Dengan mendinginkan minyak pada temperatur rendah dapat diperoleh bagian yang membeku pada suhu rendah yang dipisahkan dengan penyaringan, sehingga menghasilkan minyak yang tidak dapat membeku pada temperatur sangat rendah disebut olein atau winter oil, sedangkan yang berbentuk padat disebut sebagai stearin kelapa sawit (Pushparajah dan Soon, 1986). Dengan mendinginkan minyak pada suhu rendah yang disebut stearin, sedangkan yang berbentuk cair disebut sebagai olein.

  Stearin mempunyai komposisi trigliserida yang mirip dengan mentega coklat, yang merupakan campuran dari POP, POS dan SOS dan tidak ada komponen yang cair pada temperatur kamar. Dengan penambahan stearin, kristalisasi mentega coklat semakin baik dan kompleks dan panas peleburan bertambah.

  CPO (Degumming) Minyak Hasil Pemisahan Gum Netralisasi dengan Basa

  Pemucatan (Bleaching)

Gambar 2.3. Skema pemurnian minyak sawit

  Fraksinasi

  Dari gambar 2.3, untuk stearin (misalnya RBDPKS) dilakukan pengolahan yang sama dengan menggunakan bahan dasar CPKO.

  RBDP Olein Stearin Kelapa Sawit

  Stearin adalah padat dan dapat digunakan untuk memperbaiki kelembutan mentega coklat Brazil dengan fraksinasi dalam susunan komposisi trigliseridanya

  20

  ternyata mirip dengan mentega coklat, sehingga kemungkinan besar dapat digunakan sebagai pengganti mentega coklat. Beberapa sifat fisika dan kimia yang penting pada stearin kelapa sawit, diantaranya:  Bilangan asam untuk semua metil ester adalah rendah, normalnya kurang dari 0,8 mg KOH/g,  Bilangan penyabunan metil ester adalah tinggi, menurut dengan pertambahan atom karbon dalam molekulnya,  Kandungan air metil ester rendah, normalnya dibawah 0,2 persen,  Bilangan hidroksil rendah, antara 0~2.5 persen (Basiron, 2000).

  Dalam susunan komposisi trigliseridanya ternyata mirip dengan mentega coklat sehingga kemungkinan besar dapat digunakan sebagai pengganti mentega coklat. Stearin kelapa sawit diketahui memiliki kemiripan dengan mentega coklat yang dapat dilihat dari kurva NMR, yang menunjukkan tekstur yang sangat rapuh, jarak peleburan yang dekat yang memastikan cepat melebur dan meleleh di dalam mulut. Interval diantara kepadatan dan titik leburnya pendek. Ini merupakan suatu keuntungan tambahan pada mentega coklat. Sifat yang simpel ini dapat digunakan sebagai penyalut. Komposisi asam lemak serta beberapa sifat fisika kimia dari MKS dan MIS dapat dilihat pada tabel 2.4 dan tabel 2.5.

Tabel 2.4. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit

  Asam Lemak MKS MIS

  Asam Kaprilat 1 3~4

  • Asam Kaproat 3~7
  • Asam Laurat 46~52 Asam Mristat 1.1~2.5 14~17 Asam Palmitat 40~46 6.5~9 Asam Stearat 3.6~4.7 1~2.5 Asam Oleat 39~45 13~19 Asam Linoleat 7~11 0.5~2

  Sumber : O’Brien, 1998

  21

  Dilatasi dari suatu lemak merupakan ekspansi isotermal yaitu perubahan dari keadaan padat menjadi keadaan cair, yang mana sebelumnya lemak telah dipadatkan pada kondisi yang tepat. Pada prinsipnya dilatasi adalah pengukuran volume dari suatu lemak yang sudah diketahui beratnya diukur dibawah temperatur 60

  A B C ACTUAL SOLIDS LINE LIQUID LINE TEMPERATUR S P E C IF IC V O L U M E

Gambar 2.4 menunjukkan hipotesa kurva dilatometri. Plot umum spesifik versus temperatur digunakan untuk menghitung persentase lemak padat beberapaGambar 2.4. Kurva dilatometri dari lemak

  C (Paquot, 1987). Dialtasi lemak ini memberikan suatu petunjuk perbandingan antara lemak padat dan lemak cair dalam sampel semi padat (Hamilton,1986).

  o

  Sumber : O’Brien, 1998 Minyak sawit banyak digunakan dalam oleokimia. Oleokimia merupkan suatu senyawa kimia yang dibuat dari minyak atau lemak alami melalui proses peruraian ester trigliserida menjadi gliserin dan asam lemak bebas beserta turunannya.

Tabel 2.5. Beberapa nilai sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit

  C) 1.4565~1.4585 1.415~1.495 Bilangan Iodium 48~56 14~20 Bilangan Penyabunan 196~206 244~254

  o

  C) 0.900 0.900~0.913 Indeks Bias (40

  o

  Bobot Jenis (25

  Karakteristik MKS MIS

2.6. Kandungan Lemak Padat

2.6.1. Dilatometri

  22

  temperatur yang diberikan. Persentase pada sama dengan fraksi yang tidak mencair dari seluruh massa lemak. Persentse lemak padat = BC / AC.

  Solid Fat Index (SFI) dapat dibandingkan dengan kurva dilatometri, yaitu SFI = BC / AC, dimana SFI dianggap lebih besar dari ukuran perluasan garis lemak padat.

  Temperatur yang digunakan untuk pengkuran garis pada keadaan padat adalah sangat rendah dan sulit untuk dikontrol. Garis pada SFI memberikan slope yang sama dengan garis pada keadaan cair yang mudah untuk diukur.

2.6.2. Spektrometer NMR

  Pada umunya, jika suatu sampel lemak cair, ditempatkan dalam tempat sampel pada spektrometer NMR yang kemudian diikuti integrasi selama kira-kira 30 detik suatu nilai diperoleh yaitu perbandingan jumlah lemak yang ada. Nilai ini merupakan signal yang terintegrasi pada spektrum absorbsi yaitu suatu fungsi linier dari jum lah minyak yang diperoleh dari peralatan yang dioperasikan pada kondisi yang benar-benar murni dari kejenuhan, Nilai yang diperoleh dari spektrum ini bagaimanapun juga suatu fungsi minyak (komposisi gliserida-gliseridanya) dengan temperatur sampel. Nilai ini akan memeprlihatkan bahwa dasar untuk suatu metode pengukuran kandungan lemak cair berbeda dengan metode pengukuran kandungan lemak padat. Jika signal yang diukur dari Wo gram minyak adalah So Volt dan signal yang diukur dari Wf gram lemak semi padat adalah Sf, maka signal per gram minyak adalah So/Wo. Signal per gram lemak dalam sampel lemak semi padat adalah Sf /Wf, maka:

  Sf / So

  % minyak cair dalam lemak semi padat = 100 x

  Wf / Wo SfWo

  % lemak padat dalam sampel = 100 1 -

  WfSo

  Hal ini menimbulkan dua asumsi, pertama bahwa referensi minyak sudah diukur pada temperatur yang sama dengan sampel lemak. Kedua bahwa stkitar minyak atau referensi yang digunakan adalah komposisinya sama dengan minyak yang ada dalam sampel. Metode yang didasarkan pada prinsip-prinsip ini telah diperoleh dan pada umumnya memberikan hasil yang memuaskan. Metode ini mempunyai kekurangan yaitu bahwa sampel yang diukur menggunakan termostat untuk pengaturan temperatur. Prosedur ini adalah prosedur yang tidak langsung sehingga tidak melibatkan penentuan perbandingan padat dengan cair. Dari kekurangan tersebut

  23

  percobaan telah dibuat dengan maksud untuk memperoleh pengukuran langsung ”direct” dari perbandingan padat cair. Jika signal dan wide line spektrometer

  continuous wave diplotkan terhadap panjang medan maka kuva:

Gate width

Liquid signal

  Signa Solid signal intensity Field

Gambar 2.5. Signal wide line dari campuran fase padat dan fase cair dari lemak (Marangoni dan Roessau, 1982).

2.6.3. Pulsed NMR

  Kandungan lemak padat adalah suatu ukuran dari sejumlah padatan yang ada dalam lemak dan diukur sebagai perbandingan jumlah proton cair yang ada pada temperatur tertentu, yang diberikan dengan jumlah total proton dalam suatu sampel. Dengan mengukur signal pada dua waktu yang berbeda maka persen kandungan lemak padat dapat ditentukan. Berdasarkan prinsip ini telah diperkenalkan Spektrometer Pulsed

  NMR resolusi rendah yang dirancang untuk analisa lemak. Pulsed NMR banyak

  digunakan untuk menentukan jumlah kandungan minyak dalam biji-bijian dan produk bahan makanan. Pemakaian pulsed NMR dalam analisa lemak yaitu penentuan kandungan lemak padat. Pulsed NMR memberikan pengukuran yang langsung

  o

  daripadatan yang terdapat dalam lemak yang diukur di bawah temperatur 40 C (Hamilton, 1986).

  Jika suatu sampel yang mengandung proton ditempatkan dalam suatu medan magnet yang sangat kuat, proton-proton bersifat seperti magnet batang yang sangat kecil dan cederung searah dengan arah medan. Bila medan yang kedua digunakan

  o

  dalam bentuk pulse gelombang radio penjajaran elektron dapat diubah 90 , energi yang diserap oleh proton-proton memberikan gaya dorong untuk proses istirahat tertentu yang memungkinkan energi berubah antara proton-proton mereka sendiri atau antara proton-proton dengan kisi-kisi. Itu adalah merupakan proses yang penting dalam pengembangan suatu metode untuk menentukan perbandingan padat dan cair.

  Kecepatan yang mana sistem istirahat dan kecepatan dimana proton-proton mengubah energinya dapat dikarakterisasi oleh waktu istirahat T Waktu istirahat T

  2.

  2

  24

  70 μs ini akan sebanding dengan jumlah total proton pada fase cair dari sampel, persentase fase padat dapat dihitung dari persamaan berikut: % Fase Padat = x 100

  Gate B (70 μs) SI Time μs

  Gate A (10 μs) S S S S

  M a g n e ti sa ti o n s ig n a l

  Pulse Dead time Mt

   x 100 Fraksi dari fase padat yang diukur dengan pulsed NMR dapat didefenisikan sebagai perbandingan jumlah proton – proton fase padat dengan jumlah proton-proton dalam sampel, Tidak ada koreksi yang dibuat untuk membedakan proton antara fase padat dan fase cair, Nlainya dinyatakan sebagai persentase, yang selalu disertai

  SI Ss Ss

  =

  Pada waktu tertentu, signal dari fase padat akan turun kurang dari 1 persen dari tinggi asalnya, biasanya kira-kira 50 ~ 70 μs. Oleh karena itu, jika signal diukur pada

  berbeda untuk proton-proton fase padat dan proton fase cair. Maka untuk fase padat, proton-proton mengubah ernerginya dengan cepat sebab jarak antara molekulnya relatif pendek dan kisi-kisi yang keras memudahkan perpindahan energi. Untuk fase cair, oleh karena proton-protonnya lebih menyebar dan kisi-kisinya tidak keras, sehingga menyebabkan sistem istirahat lebih lama. Khususnya T

  adalah perbandingan dari jumlah total proton-proton dalam kedua fase padat dan cair karena tidak ada terjadi waktu istirahat. Misalnya besarnya signal dari fase padat adalah Ss dan fase cair adalah SI maka amplitudo signal mula-mula akan menjadi Ss + SI.

  o