BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol Dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, habitat, morfologi, kandungan kimia dan manfaat.

  2.1.1 Sistematika Tumbuhan

  Menurut Muktiani (2012), sistematika tumbuhan sirsak adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Ranales Famili : Annonaceae Genus : Annona Spesies : Annona muricata L.

  2.1.2 Nama Daerah

  Menurut Depkes RI (1989), nama daerah tumbuhan sirsak adalah deureuyan belanda (Aceh); tarutung bolanda (Batak); durio ulondra (Nias); durian belanda, nangka belanda, nangka walanda (Melayu); durian betawi, durian batawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung); nangkawalanda (Sunda); angka londa, nangkamanila; nangka sabrang, mulwa londa, surikaya welonda, srikaya welandi (Jawa); nangka buris, nangka englan, nangka moris (Madura); srikaya jawa (Bali); naka, nakat, annona (Flores); mangka walanda (Sulawesi Utara); langle lo walanda (Gorontalo); srikaya belanda (Makasar), srikaya belanda (Bugis); anad walanda tafena warata (Seram); anaal wakano (Nusa Laut), naka loanda (Buru); durian, naka wolanda (Halmahera); naka walanda (Ternate); naka lada (Tidore).

  2.1.3 Habitat

  Tanaman sirsak membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk dapat tumbuh dengan baik. Secara umum, tanaman ini hanya dapat tumbuh pada wilayah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Di atas ketinggian 1000 meter, sirsak masih dapat tumbuh, tetapi untuk dapat menghasilkan buah sangat kecil (Wicaksono, 2011).

  Curah hujan yang dibutuhkan tanaman sirsak adalah curah hujan sedang, berkisar antara 600-2000 mm per tahun. Tanaman sirsak dikenal sebagai tanaman yang tahan terhadap berbagai kondisi suhu udara, asalkan tidak terlalu dingin atau terlalu panas. Tanaman ini masih dapat hidup pada kisaran suhu 5°C-40°C, namun suhu optimal untuk pertumbuhan dan pembuahan tanaman sirsak adalah 24°C-32°C (Warisno dan Dahana, 2012).

  2.1.4 Morfologi

  Tanaman sirsak berupa tanaman perdu berbentuk pohon dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter. Daun sirsak berbentuk lonjong, elips atau lonjong dengan ujung lancip. Permukaan daun halus dan mengkilap, bagian atas berwarna hijau tua sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda. Akar tanaman sirsak cukup dalam karena dapat menembus tanah sampai kedalaman 2 meter. Akar sampingnya cukup banyak dan kuat. Bunga sirsak berwarna kuning atau kehijauan, terdiri atas kelopak-kelopak bunga yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk kerucut. Bunga sirsak dapat tumbuh pada cabang, ranting, bahkan batang. Buah sirsak memiliki bentuk dasar kerucut, tetapi bentuknya tidak beraturan. Kulit buah berwarna hijau tua pada saat muda, namun warnanya akan berubah menjadi hijau kekuningan saat sudah masak. Buah memiliki duri-duri lunak berwarna hijau yang menyelimuti seluruh buah. Daging buah berwarna putih, beraroma khas, dan rasanya manis masam pada saat sudah masak. Biji sirsak berwarna hitam, lonjong, dan keras (Warisno dan Dahana, 2012).

2.1.5 Kandungan Kimia

  Menurut Mangan (2009), kandungan kimia dari sirsak adalah flavonoid, tanin, saponin, alkaloid, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B dan C), fitosterol dan kalsium oksalat.

  Kandungan kimia dari jenis-jenis dari suku Annonaceae terdiri dari dua golongan yaitu non alkaloid dan alkaloid. Golongan non alkaloid yang telah diketahui adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan gliserida yang dapat menyebabkan kematian pada serangga. Golongan alkaloid yang ditemukan pada tanaman ini meliputi beberapa senyawa dari golongan benzil-tetrahidro- isoquinolin dan salah satunya adalah liriodin yang bersifat antitumor, antibakteri dan antijamur (Widiana, dkk., 2010).

  Salah satu kandungan kimia sirsak yang berperan penting untuk obat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa bahan alam dari golongan fenolik (Markham, 1982).

  Selain flavonoid, kandungan kimia sirsak yang juga dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang sering ditemukan pada tanaman. Tanin merupakan astringen, polifenol, berasa pahit, dapat mengikat dan mengendapkan protein serta larut dalam air (terutama air panas). Umumnya tanin digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai antibakteri, tetapi tanin juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan pendarahan) dan wasir (Widiana, dkk., 2010).

  Saponin merupakan kelompok dari glikosida yang berasal dari tanaman. Saponin mengandung steroid atau triterpenoid aglikon yang mana berikatan pada salah satu atau lebih rantai glukosa. Saponin memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan antijamur (Bachran, 2008).

2.1.6 Manfaat

  Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak.

  Selain untuk pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan diare, penurun panas, antikejang, antijamur, antiparasit, antimikroba, sakit pinggang, asam urat, gatal-gatal, bisul, dan lain-lain (Mardiana dan Ratnasari, 2011).

2.2 Ekstrasi

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang tepat (Ditjen POM, 2000).

  Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) adalah:

A. Cara dingin

  1. Maserasi

  Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali perendaman dan pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

  Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama.

  2. Perkolasi

  Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pelembaban bahan, tahap pendiaman antara, dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pelembaban bahan dilakukan menggunakan cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah mengembang.

B. Cara panas

  1. Refluks

  Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  2. Sokletasi

  Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  3. Digesti

  Digesti adalah maserasi dengan menggunakan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperatur 40-50°C.

  4. Infundasi

  Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C selama waktu tertentu (15-20 menit).

2.3 Bakteri

  Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniselular dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya (Pelczar dan Chan, 2006).

2.3.1 Klasifikasi Bakteri

  Menurut (Volk dan Wheeler, 1984), berdasarkan bentuknya bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama:

  a. Kokus

  Kokus (berarti buah beri) bentuknya seperti buah beri kecil di bawah mikroskop. Beberapa kokus secara khas hidup sendiri-sendiri, yang lain dijumpai dalam pasangan, kubus, atau rantai panjang, bergantung caranya membelah diri dan kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan.

  b. Basil

  Basil (artinya batang kecil) adalah bakteri yang bentuknya menyerupaibatang atau silinder. Tidak seperi kokus, basil membelahdalam satu bidang. Oleh sebab itu, mungkin teramati sebagai sel tunggal, berpasangan, atau dalam rantai pendek atau panjang berbeda dengan kokus, panjang rantainya bukan merupakan tanda pengenal.

  c. Spiral

  Kelompok ini terdiri atas keanekaragaman tinggi bakteri berbentuk silinder, yang bukannya lurus seperti basil, melainkan melingkar dengan berbagai derajat.

  a. Bakteri Staphylococcus aureus

  Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke-7 (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut: Divisi : Schizophyta Kelas : Schyzomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus Species : Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau

  anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur), diameter 0,8-1,0 µm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning (Jawetz, 2001).

  Bakteri ini biasanya terdapat pada beberapa bagian tubuh manusia, termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Bakteri ini dapat menjadi penyebab infeksi terutama kulit. Infeksi yang ditimbulkannya ditandai dengan adanya peradangan dan pembentukan abses (Nurwanto, 1997).

  b. Bakteri Eschericia coli

  Sistematika bakteri Eschericia coli menurut Bergey edisi ke-7 (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut: Divisi : Schizophyta Kelas : Schyzomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus :Eschericia Species : Eschericia coli

  Eschericia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri gram

  negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 µm, lebar 0,4-1,7 µm, berbentuk batang, tidak bergerak. Eschericia colibiasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada diluar usus atau dilokasi lain dimana flora normal jarang terdapat (Jawetz, 2001).

  Escherichia coli berkembang biak pada suhu 40°C dan bakteri ini

  akan mati pada suhu 60°C selama 30 menit, bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah (Nurwanto, 1997).

  Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat meliputi temperatur, pH, tekanan osmotik, oksigen dan nutrisi dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

  1. Temperatur Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur di mana terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan terhenti. Berdasarkan batas temperatur dibagi atas tiga golongan: a. psikrofil, tumbuh pada temperatur -5 sampai 30°C dengan optimum 10 sampai 20°C.

  b. mesofil, tumbuh pada temperatur 10 sampai 45°C dengan optimum 20 sampai 40°C.

  c. termofil, tumbuh pada temperatur 25 sampai 80°C dengan optimum 50 sampai 60°C (Pratiwi, 2008).

  2. Derajat keasaman (pH) pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5.

  Namun ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam atau alkali (Pelczar dan Chan, 2006).

  3. Oksigen Berdasarkan kebutuhan oksigen mikroorganisme dibagi menjadi 5 golongan yaitu: a. anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.

  b. anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.

  c. anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa oksigen.

  d. aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen jumlah besar.

  e. mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang rendah (Pratiwi, 2008).

  4. Tekanan osmosis Air merupakan bahan yang sangat penting bagi pertumbuhan bakteri karena 80%-90% bakteri tersusun dari air. Tekanan osmosis sangat diperlukan untuk mempertahankan bakteri agar tetap hidup. Apabila bakteri berada dalam larutan yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri, maka cairan dari sel akan keluar melalui membrane sitoplasma yang disebut plasmolisis (Nurwanto, 1997).

  5. Nutrisi Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit) (Lay, 1994).

  Bahan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme terdapat pada media. Media juga dapat digunakan untuk membedakan mikroorganisme dengan mengetahui habitatnya (Pratiwi, 2008). Menurut kegunaannya media terdiri dari: a.

  Media selektif merupakan media yang digunakan untuk memacu pertumbuhan suatu mikroba yang spesifik dengan menekan pertumbuhan mikroba lainnya. Dengan menggunakan media ini kita dapat menyeleksi mikroorganisme tertentu.

  b.

  Media differensial digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan (plate) agar. c.

  Media diperkaya (fortified media) digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang diinginkan terdapat dalam jumlah sedikit. Mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam waktu tertentu akan tumbuh memperbanyak diri, maka dapat dilihat suatu grafik pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut (Dwidjoseputro, 1987) yaitu: 1.

  Fase penyesuaian diri (lag phase) Fase pertama ini mikroorganisme mengalami penyesuaian pada lingkungan baru setelah pemindahan. Pada fase ini tidak terjadi perkembangbiakan sel, yang ada hanya peningkatan ukuran sel dan aktivitas metabolisme.

  2. Fase pembelahan (log phase) Fase kedua ini mikroorganisme berkembang dengan cepat yang jumlahnya meningkat secara eksponansial. Fase ini berlangsung selama

  18-24 jam.

  3. Fase stasioner (stationary phase) Fase ketiga terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Hal ini terjadi karena akumulasi hasil metabolisme yang toksis.

  4. Fase kematian (death phase) Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan keadaan lingkungan seperti ketidaksediaan nutrisi dan akumulasi hasil metabolisme yang toksik.

2.3.2 Uji aktivitas antimikroba

  Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

  a. Metode dilusi

  Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba.

  Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut: Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Kosentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

  b. Metode difusi

  Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).

c. Metode turbidimetri

  Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan antibiotik dan 9 ml inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30°C selama 3-4 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 0,5 ml formaldehid. Serapan diukur dengan spektrofotometer pada 530 nm. Kadar antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya terhadap serapan standar (Wattimena, 1991).

Dokumen yang terkait

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi Daun Bunga Jeumpa (Magnolia Champaca L.)

5 138 70

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol Dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

7 59 72

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Tumbuhan Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Larva Artemia salina Leach

3 80 73

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) dengan Metode DPPH

6 19 53

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas AntioksidanN Ekstrak Etanol Daun Cincau Perdu

0 1 10

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi Daun Bunga Jeumpa (Magnolia Champaca L.)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol dari Beberapa Jenis Kulit Jeruk

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta) - Uji Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Daun Patikan Kebo (Euphorbia Hirta)

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Paprika (Capsicum annum L. cv.group grossum)

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh - Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Beberapa Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray)

0 1 17