Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi Daun Bunga Jeumpa (Magnolia Champaca L.)

(1)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI

DAUN BUNGA JEUMPA (

Magnolia

champaca

L.)

SKRIPSI

OLEH:

ZAHARA

NIM 121524176

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI

DAUN BUNGA JEUMPA (

Magnolia

champaca

L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ZAHARA

NIM 121524176

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI

DAUN BUNGA JEUMPA (

Magnolia

champaca

L.)

OLEH: ZAHARA NIM 121524176

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 27 Maret 2015 Disetujui Oleh :

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195006121980032001 NIP 195707231986012001

Pembimbing II, Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt.

NIP 195006121980032001

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195709091985112001 NIP 195304031983032001

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan Karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi-Fraksi Daun Bunga Jeumpa (Magnolia champaca L.)”.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan waktu, nasehat dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan Bapak Drs. David Sinurat, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademis serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan.


(5)

v

yang tulus kepada kedua orang tua yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan semangat secara moral dan moril. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan. Serta seluruh pihak yang telah ikut serta membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2015 Penulis,

Zahara


(6)

vi

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI DARI DAUN

BUNGA JEUMPA (Magnolia champaca L.)

ABSTRAK

Magnolia champaca L. merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Daun bunga jeumpa telah dimanfaatkan sebagai obat reumatik, malaria dan keputihan dan sebagai antimikroba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, golongan metabolit sekunder dan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi-fraksi daun bunga jeumpa terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Serbuk simplisia dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia, selanjutnya diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Ekstrak etanol difraksinasi secara ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana dan etilasetat. Ekstrak etanol dan fraksi n-heksana dan etilasetat dilakukan skrining fitokimia kemudian dilakukan uji aktivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli menggunakan metode difusi agar dengan cara

mengukur daerah hambatan pertumbuhan bakteri.

Hasil karakteristik simplisia daun bunga jeumpa menunjukkan kadar air 7,95%, kadar sari larut air 15,76%, kadar sari larut etanol 13,16%, kadar abu total 7,87% dan kadar abu tidak larut asam 1,58%. Hasil skrining fitokimia diperoleh golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid/triterpenoid, dan glikosida. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan fraksi etilasetat memberikan daerah hambat yang paling efektif, yaitu dengan diameter 15,36 mm pada konsentrasi 100 mg/ml untuk bakteri Staphylococcus aureus dan diameter 15,84 mm pada konsentrasi 75 mg/ml untuk bakteri Escherichia coli. Ekstrak etanol dengan konsentrasi 400 mg/ml dengan diameter daerah hambat 14,23 mm (Staphylococcus aureus) dan 15,16 mm (Esherichia coli), sedangkan fraksi n-heksana memberikan daerah hambat yang kurang efektif pada konsentrasi 500 mg/ml memberikan 11,9 mm (Staphylococcus aureus) dan 12,46 mm (Esherichia coli)


(7)

vii

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY ETHANOL EXTRACT AND FRACTIONS BUNGA JEUMPA

LEAVES (Magnolia champaca L.)

ABSTRACT

Magnolia champaca L. is one of plant as traditional medicine. Bunga jeumpa leaves have been using as antirheumatic, antimalaria, antileukorrhea and antimicrobial. The purpose of this research is evaluated simplicia characteristics, the chemical compounds and the antibacterial activity of ethanol extract; n-hexane and aethylacetate fraction of bunga jeumpa leaves of Magnoliaceae against Staphylococcus aureus and Escherichia coli.

Simplex was characterized, phytochemical screened and extracted by maceration using ethanol 80% as solvent. Ethanol extract was fractionated by liquid-liquid extraction method using n-hexane and aethylacetate as solvent. Ethanol extract, n-hexane and aethylacetate fraction was screened phytochemical and the antibacterial activity tested againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli using agar diffusion method to measure the bacterial growth inhibition.

The characterization result simplex of bunga jeumpa leaves is 7.95% as water content, 15.76% as the soluble extract water content, 13.16% as soluble extract ethanol, 7.87% as ash total value and 1.58% as acid insoluble ash content. The result of phytochemical screening are alcaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid/triterpenoid and glicocide. The antibacterial activity showing the aethylacetate fraction give most effective with inhibition zone 15.36 at concentration 100 mg/ml against Staphylococcus aureus bacteria and with inhibition zone 15.48 mm at concentration 75 mg/ml against Escherichia coli. The ethanol extract at concentration 400 mg/ml with inhibition zone 14.23 mm (Staphylococcus aureus) and 15.16 mm (Esherichia coli). The n-hexane fraction give less effective as antibacterial at concentration 500 mg/ml with inhibition zone 11.9 mm (Staphylococcus aureus) and 12.46 mm (Esherichia coli).


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Tanaman Bunga Jeumpa ... 4

2.1.1 Nama daerah ... 4

2.1.2 Morfologi ... 4


(9)

ix

2.1.4 Kandungan kimia ... 5

2.1.5 Manfaat ... 5

2.2 Metode Ekstraksi ... 5

2.3 Kandungan Senyawa Kimia ... 7

2.3.1 Flavonoid ... 7

2.3.2 Tanin ... 8

2.3.3 Saponin ... 8

2.3.4 Alkaloid ... 9

2.3.5 Steroid/triterpenoid ... 9

2.3.6 Glikosida ... 10

2.3.7 Glikosida antrakinon ... 11

2.4 Bakteri ... 11

2.4.1 Bakteri Staphylococcus aureus ... 12

2.4.2 Bakteri Escherichia coli ... 12

2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme ... 13

2.6 Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme ... 14

2.7 Antibakteri ... 14

2.8 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 15

2.9 Sterilisasi ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.3 Penyiapan Bahan ... 19


(10)

x

3.3.2 Identifikasi tanaman ... 19

3.3.3 Pembuatan simplisia ... 19

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.4.1 Pereaksi Bauchardat ... 20

3.4.2 Pereaksi Dragendorff ... 20

3.4.3 Pereaksi Mayer ... 20

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 20

3.4.5 Pereaksi molish ... 20

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 21

3.4.7 Pereaksi asam klorida 2 N ... 21

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 21

3.4.9 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 21

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 21

3.4.11 Larutan kloral hidrat ... 21

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 21

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 21

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 22

3.5.3 Penetapan kadar air ... 22

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air ... 22

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 23

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 23

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 23

3.6 Pemeriksaan Skrining Fitokimia ... 24


(11)

xi

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid ... 24

3.6.3 Pemeriksaan glikosida ... 25

3.6.4 Pemeriksaan tanin ... 25

3.6.5 Pemeriksaan saponin ... 25

3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 26

3.6.7 Pemeriksaan antrakinon ... 26

3.7 Pembuatan Ekstrak Daun Bunga Jeumpa ... 26

3.7.1 Pembuatan ekstrak etanol ... 26

3.7.2 Pembuatan fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat ... 27

3.8 Sterilisasi Alat ... 27

3.9 Pembuatan Media ... 28

3.9.1 Media nutrient agar (NA) ... 28

3.9.2 Media nutrient broth (NB) ... 28

3.10 Pembuatan Media Agar Miring ... 28

3.11 Pembuatan Stok Kultur ... 28

3.12 Pembuatan Inokulum ... 29

3.13 Pembuatan Larutan Uji ... 29

3.14 Uji Aktivitas Antibakteri Secara In vitro ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 31

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 31

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 32

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ... 33


(12)

xii

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... ... 38


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Hasil penetapan kadar serbuk simplisia daun bunga jeumpa ... 31 3.2 Hasil skrining fitokimia ... 32 3.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus ... 33 3.4 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka flavonoid ... 7 2.2 Stuktur dasar steroid ... 10 2.3 Stuktur dasar triterpenoid ... 10


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tanaman ... 41 2 Gambar daun segar simplisia dan serbuk simplisia daun bunga

jeumpa (Magnolia champaca L.) ... 42 6 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun bunga jeumpa

(Magnolia champaca L.) ... 43 4 Bagan penelitian ... 44 5 Perhitungan karakterisasi simplisia daun bunga jeumpa ... 47 6 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan ekstrak etanol daun

bunga jeumpa ... 52 7 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi n-heksana daun

bunga jeumpa ... 53 8 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi etilasetat daun

bunga jeumpa ... 54 9 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun bunga

jeumpa ... 55 10 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun bunga

bunga jeumpa ... 57 11 Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun bunga


(16)

vi

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI DARI DAUN

BUNGA JEUMPA (Magnolia champaca L.)

ABSTRAK

Magnolia champaca L. merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Daun bunga jeumpa telah dimanfaatkan sebagai obat reumatik, malaria dan keputihan dan sebagai antimikroba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, golongan metabolit sekunder dan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi-fraksi daun bunga jeumpa terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Serbuk simplisia dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia, selanjutnya diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Ekstrak etanol difraksinasi secara ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana dan etilasetat. Ekstrak etanol dan fraksi n-heksana dan etilasetat dilakukan skrining fitokimia kemudian dilakukan uji aktivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli menggunakan metode difusi agar dengan cara

mengukur daerah hambatan pertumbuhan bakteri.

Hasil karakteristik simplisia daun bunga jeumpa menunjukkan kadar air 7,95%, kadar sari larut air 15,76%, kadar sari larut etanol 13,16%, kadar abu total 7,87% dan kadar abu tidak larut asam 1,58%. Hasil skrining fitokimia diperoleh golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid/triterpenoid, dan glikosida. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan fraksi etilasetat memberikan daerah hambat yang paling efektif, yaitu dengan diameter 15,36 mm pada konsentrasi 100 mg/ml untuk bakteri Staphylococcus aureus dan diameter 15,84 mm pada konsentrasi 75 mg/ml untuk bakteri Escherichia coli. Ekstrak etanol dengan konsentrasi 400 mg/ml dengan diameter daerah hambat 14,23 mm (Staphylococcus aureus) dan 15,16 mm (Esherichia coli), sedangkan fraksi n-heksana memberikan daerah hambat yang kurang efektif pada konsentrasi 500 mg/ml memberikan 11,9 mm (Staphylococcus aureus) dan 12,46 mm (Esherichia coli)


(17)

vii

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY ETHANOL EXTRACT AND FRACTIONS BUNGA JEUMPA

LEAVES (Magnolia champaca L.)

ABSTRACT

Magnolia champaca L. is one of plant as traditional medicine. Bunga jeumpa leaves have been using as antirheumatic, antimalaria, antileukorrhea and antimicrobial. The purpose of this research is evaluated simplicia characteristics, the chemical compounds and the antibacterial activity of ethanol extract; n-hexane and aethylacetate fraction of bunga jeumpa leaves of Magnoliaceae against Staphylococcus aureus and Escherichia coli.

Simplex was characterized, phytochemical screened and extracted by maceration using ethanol 80% as solvent. Ethanol extract was fractionated by liquid-liquid extraction method using n-hexane and aethylacetate as solvent. Ethanol extract, n-hexane and aethylacetate fraction was screened phytochemical and the antibacterial activity tested againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli using agar diffusion method to measure the bacterial growth inhibition.

The characterization result simplex of bunga jeumpa leaves is 7.95% as water content, 15.76% as the soluble extract water content, 13.16% as soluble extract ethanol, 7.87% as ash total value and 1.58% as acid insoluble ash content. The result of phytochemical screening are alcaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid/triterpenoid and glicocide. The antibacterial activity showing the aethylacetate fraction give most effective with inhibition zone 15.36 at concentration 100 mg/ml against Staphylococcus aureus bacteria and with inhibition zone 15.48 mm at concentration 75 mg/ml against Escherichia coli. The ethanol extract at concentration 400 mg/ml with inhibition zone 14.23 mm (Staphylococcus aureus) and 15.16 mm (Esherichia coli). The n-hexane fraction give less effective as antibacterial at concentration 500 mg/ml with inhibition zone 11.9 mm (Staphylococcus aureus) and 12.46 mm (Esherichia coli).


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dapat merugikan manusia diantaranya bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang merupakan bakteri patogen dan berbahaya (Jawetz, et al., 2001). Kedua bakteri tersebut sering resisten terhadap berbagai jenis obat sehingga mempersulit pemilihan antibakteri yang sesuai untuk terapi. Pengobatan infeksi menggunakan antibiotik saat ini sangat banyak, namun kenyataannya masalah infeksi masih terus berlanjut.

Menurut Seong, et al., (2001), hal ini disebabkan oleh kasus resistensi antibiotik terhadap bakteri patogen yang semakin meningkat, sebagian besar antibiotik tidak efektif lagi untuk mengendalikan penyakit infeksi bakteri. Hal tersebut mendorong untuk mencari solusi alternatif pengganti antibiotik sintetis dengan menggunakan antibakteri alami yang dapat diperoleh dari tanaman.

Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah tanaman bunga jeumpa (Magnolia champaca L.) suku Magnoliaceae. Tanaman ini telah ditetapkan sebagai puspa daerah atau flora identitas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bagian tanaman bunga jeumpa yang digunakan oleh masyarakat Aceh sebagai obat adalah buah, bunga, daun, kulit batang, akar dan getah. Buahnya digunakan untuk obat gatal-gatal; bunganya untuk lulur, bau badan, demam, cacar, sakit mata; getahnya untuk bisul serta daunnya untuk obat reumatik, malaria dan keputihan (Zumaidar, 2009). Ekstrak etanol daun cempaka (bunga jeumpa) efektif sebagai antimikroba terhadap pertumbuhan jamur Candida


(19)

2

albicant dan bakteri Pseudomonas solanacearum (Purwantisari, 2004). Manfaat yang dimiliki oleh tanaman bunga jeumpa diantaranya tonikum, aromatikum, pengelat, penambah nafsu makan, diuretik dan karminatif (Hariana, 2008).

Bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada manusia adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif merupakan flora pada berbagai tubuh manusia terutama kulit yang menyebabkan infeksi seperti bisul, jerawat dan impetigo. Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif merupakan flora normal pada saluran pencernaan yang dapat menyebabkan diare, infeksi saluran kemih, dan sepsis (Jawezt, et al., 2001).

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dilakukan pengujian skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi-fraksi daun bunga jeumpa (Magnolia champaca L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Gram posistif) dan Escherichia coli (Gram negatif) dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram.

1.2Perumusan masalah

1. Apakah karakteristik simplisia daun bunga jeumpa dapat ditentukan? 2. Apakah golongan senyawa metabolit sekunder terkandung di dalam daun

bunga jeumpa?

3. Apakah ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Gram positif) dan bakteri Escherichia coli (Gram negatif)?


(20)

3

1.3Hipotesis

1. Karakteristik simplisia daun bunga jeumpa dapat ditentukan sesuai monografi Materia Medika Indonesia.

2. Golongan metabolit sekunder yang terkandung di dalam daun bunga jeumpa adalah saponin, tanin, flavonoid, alkaloid dan steroid/triterpenoid. 3. Ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa

memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Gram positif) dan bakteri Escherichia coli (Gram negatif).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik simplisia daun bunga jeumpa

2. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung di dalam daun bunga jeumpa.

3. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Gram positif) dan bakteri Escherichia coli (Gram negatif).

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik simplisia, golongan senyawa metabolit sekunder dan aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.


(21)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Bunga Jeumpa

2.1.1 Nama daerah

Nama daerah dari tanaman bunga jeumpa adalah jeumpa (Aceh), cempaka kuning (Indonesia), campaga (Minagkabau), kantil, pecari (Jawa), kembhang koneng, compaka (Madura), campaca (Bali), bunga eja (Makasar), cupaka, hapaka (Halmahera utara), copaka goraci (Ternate) (Heyne, 1987).

2.1.2 Morfologi

Tanaman bunga jeumpa adalah berupa pohon dengan tinggi 15 - 25 m, ujung ranting berambut. Daun bulat telur bentuk lanset, dengan ujung dan pangkal runcing. Bunga berdiri sendiri, berwarna orange, baunya sangat harum. Bakal buah lebih dari 20, berjejal-jejal, bentuk telur yang pipih dan berambut. Buah berbentuk bola memanjang, mula-mula berwarna hijau, kemudian abu-abu pucat. Biji masak berwarna merah tua (Steenis, 2005).

2.1.3 Sistematika

Sistematika tanaman bunga jeumpa Anonim, (2014), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Magnoliales Suku : Magnoliaceae


(22)

5 Marga : Magnolia

Species : Magnolia champaca L. Sinonim : Michelia champaca L.

2.1.4 Kandungan Kimia

Tanaman bunga jeumpa memiliki kandungan minyak atsiri, damar, (Hariana, 2008), polifenol seperti asam galat (Ahmad, et al., 2011), alkaloid, saponin, tanin, sterol, flavonoid dan triterpenoid (Khan, 2002).

2.1.5 Manfaat

Tanaman bunga jeumpa atau cempaka kuning oleh masyarakat Aceh digunakan sebagai obat reumatik, peluruh angin, malaria, sakit mata, bau badan, cacar, keputihan, demam, obat bisul dan gatal-gatal (Zumaidar, 2009). Khasiat lainnya, yaitu untuk dismenore, batuk (Seong, et al., 2011), antidiabetes, menyembuhkan luka, antiinflamasi, antitumor, anti infeksi (Ananthi, 2013), antimikroba dan antioksidan (Kumar, et al., 2011; Seong, et al., 2011; Ananthi, 2013).

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarikan suatu senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi (Depkes RI, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari dapat digunakan air, eter atau campuran etanol


(23)

6

dan air (Depkes RI, 1979). Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara (Depkes RI, 2000) antara lain:

1. Cara dingin a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian dengan merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan dan terlindung dari cahaya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2. Cara panas a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Soxhlet

Soxhlet adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.


(24)

7 d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada suhu penangas air (temperatur terukur 96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20) menit.

e. Dekok

Dekok adalah penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90oC selama 30 menit.

2.3Kandungan Senyawa Kimia

2.3.1 Flavonoid

Golongan senyawa flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 yang artinya kerangka karbon C6 (cincin benzene tersubstitusi)

disambungkan oleh rantai alifatik 3-karbon. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida (Robinson, 1995).

Gambar 2.1 Kerangka flavonoid

Flavonoid berupa senyawa fenol (Harborne, 1987), dan telah diketahui memiliki respon terhadap mikroba (Robinson, 1995; Havsteen, 2002). Aktivitasnya dikarenakan kemampuannya membentuk kompleks dengan protein seluler dan dinding sel bakteri (Cowan, 1999), dan menghambat enzim virus seperti reverse transcriptase dan protease (Havsteen, 2002).


(25)

8

2.3.2 Tanin

Tanin pada tanaman merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air yang memiliki berat molekul antara 300 - 3000 dan menghasilkan reaksi warna biru dengan besi (III) klorida. Tanin berasal dari bahasa Prancis 'tanin' yang merupakan fenol alami (Khanbabaee, 2001). Secara kimia tanin tumbuhan terbagi dua, yaitu tanin terkondensasi (tanin katekin) dan tanin terhidrolisis (Robinson, 1995).

Tanin memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein (Robinson, 1995; Ashok, 2012), memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antitumor (Robinson, 1995), antidiare, disentri, antiinflamasi, menyembuhkan luka bakar, antikoagulan, antibakteri dan antiparasit (Ashok, 2012). Sifat antibakteri tanin berhubungan dengan kemampuannya membentuk komplek dengan protein bakteri (Cowan, 1999).

2.3.3 Saponin

Saponin berasal dari kata Latin sapo, yang berarti “sabun” karena molekul saponin membentuk busa sabun ketika dikocok dengan air. Saponin memiliki molekul struktur beragam yang secara kimia disebut sebagai triterpen glikosida atau steroid glikosida. Saponin terdiri dari aglikon non-polar ditambah dengan satu atau lebih gugus monosakarida. Kombinasi struktur polar dan non-polar dalam molekul saponin menyebabkan sifat seperti sabun dalam air (Vincken, et al., 2007).

Struktur kimia tersebut menetukan sifat biologis saponin sebagai deterjen alami yang memiliki efek hemolitik, antiinflamasi, antibakteri, antialergi, anti jamur dan antivirus (Arabski, et al., 2012). Aktivitasnya sebagai antibakteri


(26)

9

dipengaruhi oleh sifatnya sebagai detergen atau surfaktan (surface active agent), yang dapat menyebabkan terganggu permeabilitas dinding sel bakteri (Arabski, et al., 2012).

2.3.4 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan dan digunakan luas dalam bidang pengobatan. Secara kimia alkaloid merupakan senyawa heterogen dan memiliki rasa pahit. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan sebagai pengatur tumbuh, penghalau atau penarik serangga (Harborne, 1987). Alkaloid memiliki aktivitas sebagai halusinogen, neurotoksin, teratogenik dan antialergi (Waller, 1978) antibakteri dan antivirus (Waller, 1978; Ozcelik, et, al., 2011).

2.3.5 Steroid/triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C3 asiklik, yaitu

skualen (Harborne, 1987). Senyawa triterpenoid telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati, malaria, antifungus, insektisida dan antivirus (Robinson, 1995). Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang

memberikan warna hijau biru (Harborne, 1987).

Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenatren (Harborne, 1987). Senyawa terpenoid aktif sebagai antibakteri (Cowan, 1999; Robinson, 1995), aktivitasnya dipengaruhi oleh interaksi dengan fosfolipid penyusun dinding sel bakteri (Fransisco, et al., 2014).


(27)

10

Gambar 2.2 Struktur dasar steroid

Gambar 2.3 Struktur dasar triterpenoid

2.3.6 Glikosida

Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (Sirait, 2007). Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan menjadi (Sirait, 2007):

1. Tipe O-glikosida: yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan O, contohnya dioscin.

2. Tipe N-glikosida, yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan N, contohnya adenosine.

3. Tipe S-glikosida, yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan S, contohnya sinigrin.


(28)

11

4. Tipe C-glikosida, yaitu ikatan antara glikon dan aglikon melalui jembatan C, contohnya barbaloin.

2.3.7 Glikosida antrakinon

Golongan kuinon alam terbesar terdiri dari antrakinon. Beberapa antrakinon merupakan zat warna penting dan yang lainnya sebagai pencahar. Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa ini ialah Rubiaceae, Rhamnaceae dan Polygonaceae (Robinson, 1995). Golongan kuinon aktif sebagai antibakteri yang dapat menginaktifkan protein bakteri (Cowan, 1999).

2.4Bakteri

Bakteri merupakan sekelompok mikroba atau mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan membelah diri, karena bentuknya sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” yang berarti tongkat atau batang (Dwidjoseputro, 1987). Bakteri pada umumnya terdiri tiga bentuk dasar, yaitu: bentuk bulat (kokus), batang (basilus) dan spiral (Fardiaz, 1992; Pratiwi, 2008).

Berdasarkan reaksi bakteri terhadap pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian:

a. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kristal violet) sehingga tampak berwarna ungu tua.

b. Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna utama (kristal voilet) ketika dicuci dengan alkohol dan menyerap zat warna kedua sewaktu pemberian safranin tampak berwarna merah (Suryanto, 2006).


(29)

12

2.4.1 Bakteri Staphylococcusaureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, selnya berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37oC dan mempunyai pigmen kuning emas (Anonim, 2003; Jawetz, et al., 2001). Sistematika Staphylococcus aureus menurut (Dwidjoseputro 1994; Irianto, 2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

2.4.2 Bakteri Escherichiacoli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, berbentuk batang, tidak bergerak. Escherichia coli biasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal (Jawetz, et al., 2001; Dwidjoseputro, 1987; Irianto, 2006). Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37oC, membentuk koloni yang bundar, halus dan tepi rata. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada di luar usus atau di lokasi lain dalam jumlah yang banyak (Jawetz, et al., 2001). Sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1987; Irianto, 2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Protophyta


(30)

13 Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceace Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

2.5 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Fase pertumbuhan menurut (Pratiwi, 2008; Irianto, 2006) terbagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Fase lag (fase adaptasi)

Merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru dan bakteri belum mengadakan pembiakan. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran sel.

2. Fase log

Merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.

3. Fase stasioner (konstan)

Merupakan fase dimana pertumbuhan mikrooganisme berhenti dan dapat terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

4. Fase kematian

Merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat, penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.


(31)

14

2.6 Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme

Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dapat dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik meliputi temperatur, pH, dan tekanan osmosis (Irianto, 2006; Pratiwi, 2008). Faktor kimia meliputi karbon, oksigen, trace element dan faktor-faktor pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang ada dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

2.7 Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Antimikroba meliputi golongan antibakteri, antimikotik dan antiviral (Ganiswara, 1995). Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik dan bakterisidal (Pelczar, 1988). Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab penyakit infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas yang selektif yaitu toksis terhadap bakteri tetapi relatif tidak toksis terhadap hospes (Jawetz, et al, 2001; Ganiswara, 1995).

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswara, 1995). Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu bahan antimikroba, seperti mampu mematikan mikroorganisme, mudah larut dan bersifat stabil, tidak bersifat racun bagi manusia dan hewan, efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh, tidak menimbulkan karat dan warna, berkemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, murah dan mudah


(32)

15 didapat (Pelczar, 1988).

2.8 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba

Pengujian aktivitas bahan antimikroba secara in vitro dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu metode difusi dan metode dilusi (Anonim, 2003; Pratiwi, 2008; Jawezt, et al., 2001; Irianto, 2006). Pembagian metode difusi dan dilusi menurut Pratiwi, (2008), yaitu:

1. Metode difusi

a. Metode disc diffusion (tes Kirby& bauer)

Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.

b. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme.

c. Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang telah diletakkan ada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) lalu


(33)

16

digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba. d. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

2. Metode dilusi

Metode dilusi dibagi menjadi dua, yaitu dilusi padat (solid dilution) dan dilusi cair (broth dilution)

a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini untuk mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal consentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji.

b. Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid).

2.9Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti proses penghilangan semua jenis organisme hidup yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Metode sterilisasi dibagi dua, yaitu: sterilisasi fisik (menggunakan panas), baik panas basah atau panas kering dan sterilisasi kimia (menggunakan gas atau radiasi) (Pratiwi, 2008). 1. Sterilisasi fisik


(34)

17 a. Sterilisasi panas basah

Sterilisasi panas basah dapat dilakukan pada suhu air mendidih 100oC selama 10 menit yang efektif untuk sel-sel vegetatif, namun tidak efektif untuk endospora bakteri. Sterilisasi panas basah menggunakan temperatur diatas 100oC dilakukan dengan uap yaitu menggunakan autoklaf. Proses sterilisasi dengan cara mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel mikroorganisme (Pratiwi, 2008), dengan suhu 121oC (dengan tekanan 15 psi) selama 15-20 menit (Anonim, 2003; Irianto, 2006).

b. Sterilisasi panas kering

Metode sterilisasi ini tidak memerlukan air sehingga tidak ada uap air yang membasahi alat atau bahan yang disterilkan (Anonim, 2003; Pratiwi, 2008). Ada dua metode sterilisasi panas kering yaitu dengan insenerasi, yaitu pembakaran menggunakan api dari bunsen dengan temperatur sekitar 350oC dan dengan udara panas oven dengan temperatur sekitar 160-170oC (Pratiwi, 2008), selama 1-2 jam (Anonim, 2003).


(35)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak dan fraksi-fraksi. Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram (Uji Kirby-Bauer). Parameter yang diamati yaitu besarnya diameter daya hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf (Fisons), blender (Panasonic), desikator, hot plate (Fisons), inkubator (Fiber Scientific), jarum ose, jangka sorong, kamera digital (Samsung), krus porcelin, lemari pendingin (Glacio), mikroskop (Olympus), mikro pipet (Eppendorf), neraca listrik (Mettler Tolledo), neraca kasar, oven (Memmert), penangas air, pinset, rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat penetapan kadar air, statif dan klem, spatula, spekrofotometer visibel (Dynamica) dan tanur (Nabertherm).

3.2Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia daun bunga jeumpa, etanol 80%, dan air suling. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis, kecuali dinyatakan lain, yaitu: alfa naftol, amil alkohol


(36)

19

asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat, asam sulfat pekat, besi (III) klorida, benzena, bismuth (III) nitrat, etanol, eter, etilasetat, isopropanol, iodium, dimetilsulfoksida (DMSO), kalium klorida, kloral hidrat, n-heksana, natrium sulfat anhidrida, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat dan toluena. Bakteri yang digunakan yaitu bakteri Escherichia coli standart ATCC 25922, bakteri Staphylococcus aureus standart ATCC 29213. Media yang digunakan adalah nutrient agar (NA), nutrient broth (NB).

3.3 Persiapan Bahan

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah lain. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun bunga jeumpa yang masih hijau dan segar dari jenis bunga jeumpa kuning, yang diperoleh di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Jangka Buya, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-(LIPI), Bogor.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara daun bunga jeumpa yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor, lalu dicuci dengan air sampai bersih dan ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlebih dahulu, lalu dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia rapuh ketika diremas. Selanjutnya diblender sampai menjadi serbuk dan


(37)

20

disimpan dalam wadah dan ditutup rapat. Bagan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 44.

3.4Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi Bauchardat, Mayer, molish, kloral hidrat, pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M, natrium hidroksida 2 N, asam sulfat 2 N dan Liebermann-Burchard berdasarkan (Depkes RI, 1995), asam klorida 2N (Depkes RI, 1979), Dragendorff (Harborne, 1987).

3.4.1 Pereaksi Bouchardat

Larutkan 2 g iodium P dan 4 g kalium iodida P dalam air suling secukupnya hingga 100 ml.

3.4.2 Pereaksi Dragendorff

Dibuat dua larutan persediaan: (1) 0,6 g bismut sub nitrat dalam 2 ml asam klorida pekat dan 10 ml air suling: (2) 6 g kalium iodida dalam 10 ml air. Kedua larutan dicampur dengan 7 ml asam klorida pekat dan 15 ml air suling.

3.4.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang 5 g kalium kalium iodida, dilarutkan dalam 10 ml air suling kemudian kedua larutan dicampur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml.

3.4.5 Pereaksi molish


(38)

21

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Larutan timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.7 Pereaksi asam klorida 2 N

Larutan asam klorida P sebanyak 17 ml diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g pellet natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.9 Pereaksi asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat P sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campurkan 5 g bagian volume asam sulfat P dengan 50 bagian volume etanol 95% P. Tambahkan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut, dinginkan.

3.4.11 Larutan kloral hidrat

Larutkan 50 g kloral hidrat P dalam 20 ml air suling.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik meliputi bentuk, bau, rasa dan warna dari simplisia daun bunga jeumpa.


(39)

22

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun bunga jeumpa. Caranya, yaitu pada kaca objek ditetesi dengan kloral hidrat kemudian ditambahkan sedikit serbuk simplisia dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Hasilnya dapat lihat pada Lampiran 3, halaman 43.

3.5.3Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima. Cara penetapannya, yaitu:

Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu yang berisi toluena jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang saksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik hingga sebagian air tersuling, kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes per detik, kemudian setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes, 1995).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air


(40)

23

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selam 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porcelin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam


(41)

24

asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.6 Skrining Fitokimia

Pemeriksaan alkaloid, glikosida, tanin, saponin, antrakinon berdasarkan (Depkes RI, 1995), tanin dan flavonoid (Fansworth, 1966), steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

1. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Mayer akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

2. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Bauchardat akan terbentuk endapan bewarna coklat hitam.

3. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Dragendorff akan terbentuk endapan bewarna merah atau jingga.

Alkaloid dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan di atas.

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5


(42)

25

ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3.6.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g simplisia disari dengan 30 ml campuran 7 bagian etanol (95%) P dan 3 bagian air dalam alat pendingin alir balik selama 30 menit, dinginkan, disaring. Pada 20 ml filtrat tambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Sari 3 kali dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol P, kemudian akan diperoleh dua lapisan. Kumpulkan masing-masing sari (sari air dan sari pelarut organik). Sari pelarut organik ditambahkan Na2SO4 anhidrat, kemudian disaring,

lalu filtrat diuapkan pada suhu tidak lebih 50oC. Sisa penguapan dilarutkan dalam 2 ml metanol. Diambil lapisan air dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin ungu pada batas cairan, reaksi ini menunjukkan adanya gula.

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%, terbentuk warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

3.6.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama


(43)

26

selama 10 detik. Jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm yang mantap tidak kurang selama 10 menit dan pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, buih tidak hilang, menunjukkan adanya saponin.

3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroid-triterpenoid.

3.6.7 Pemeriksaan antrakinon

Campur 0,2 g serbuk simplisia dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, didinginkan. Tambahkan 10 ml benzena P, dikocok dan didiamkan. Pisahkan lapisan benzena, disaring, filtrat bewarna kuning, menunjukkan adanya antrakinon. Kocok lapisan benzena dengan 1 ml sampai 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon.

3.7 Pembuatan Ekstrak Daun Bunga Jeumpa

3.7.1 Pembuatan ekstrak etanol (EEBJ)

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 75 bagian etanol 80% dalam wadah dan ditutup rapat. Selanjutnya, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk, kemudian disaring dan ampas dimaserasi kembali dengan etanol 80% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian


(44)

27

(Depkes RI, 1979). Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ±40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.7.2 Pembuatan fraksi n-heksana (FHBJ) dan fraksi etilasetat (FEABJ)

Pembuatan fraksi-fraksi dilakukan secara ekstraksi cair-cair (ECC) atau ekstraksi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksana dan etilasetat. Sebanyak 5 g ekstrak etanol ditambahkan etanol dan 10 ml air suling, lalu dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan 20 ml n-heksana, dikocok, didiamkan sampai terdapat 2 lapisan, n-heksana (lapisan atas) diambil dengan cara dekantasi dan fraksinasi dilakukan sampai warna lapisan n-heksana jernih diperoleh fraksi n-heksana (FHBJ). Pada residu ditambahkan 20 ml etilasetat pada lapisan air, dikocok, didiamkan sampai terdapat 2 lapisan yang terpisah, lapisan etilasetat (lapisan atas) diambil dengan cara dekantasi, dan fraksinasi kembali sampai warna lapisan etilasetat jernih diperoleh fraksi etilasetat (FEABJ). Fraksi yang diperoleh diuapkan sampai menjadi ekstrak kental dan di hair dryer untuk membebaskan sisa pelarut. Masing-masing fraksi yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bagan ekstraksi dan fraksinasi dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 45.

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170oC selama 1-2 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dipijar dengan api bunsen (Anonim, 2003).


(45)

28

3.9 Pembuatan Media

3.9.1 Media nutrient agar (NA)

Komposisi: Beef extract 3,0 g

Peptone 5,0 g

Agar 15,0 g

Cara pembuatannya, yaitu: sebanyak 23 g nutrient agar (NA) dimasukkan ke dalam erlemenyer tambahkan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.9.2 Media nutrient broth (NB)

Komposisi: Beef extract 3,0 g

Peptone 5,0 g

Cara pembuatannya, yaitu: sebanyak 5,2 g nutrient broth (NB) dimasukkan ke dalam erlemenyer tambahkan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.10 Pembuatan Media Agar Miring

Sebanyak 3 ml media nutrient agar (NA) yang sudah dicairkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin (Ditjen POM, 1995).

3.11 Pembuatan Stok Kultur


(46)

29

jarum ose lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar (NA) miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2oC selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995). Hal yang sama dilakukan pada biakan bakteri Escherichia coli.

3.12 Penyiapan Inokulum

Koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur dengan menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml nutrient broth (NB) steril, lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995). Hal yang sama dilakukan untuk koloni bakteri Escherichia coli.

3.13Pembuatan Larutan Uji EEBJ, FHBJ dan FEABJ

Ekstrak etanol (EEBJ) ditimbang sebanyak 5 g kemudian dilarutkan dalam dimetilsulfoksida (DMSO) dicukupkan sampai 10 ml. Konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml kemudian dibuat pengenceran. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan pelarut DMSO dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 75 mg/ml, 50 mg/ml, dan 25 mg/ml. Hal yang sama dilakukan terhadap FHBJ dan FEABJ.

3.14 Pengujian Aktivitas Antibakteri Secara In vitro

Sebanyak 0,1 ml inokulum (106 CFU/ml) dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar (NA) yang telah dicairkan sebanyak 20 ml, kemudian dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur


(47)

30

rata, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Pada media yang telah padat di letakkan kertas cakram yang telah direndam terlebih dahulu di dalam larutan bahan uji EEBJ dan blanko (DMSO), kemudian diinkubasikan pada suhu 35±2oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter daerah hambat disekitar larutan bahan uji dengan menggunakan jangka sorong. Hal yang sama dilakukan terhadap larutan bahan uji FHBJ dan FEABJ. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (Ditjen POM, 1995).


(48)

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap daun bunga jeumpa (Magnolia champaca L.) diperoleh kesimpulan:

a. Hasil karakterisasi simplisia daun bunga jeumpa diperoleh kadar air 7,95%, kadar sari larut air 15,76%, kadar sari larut etanol 13,16% kadar abu total 7,87% dan kadar abu tidak larut asam 1,58%.

b. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun bunga jeumpa diperoleh senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, glikosida, dan saponin.

c. Hasil uji aktivitas antibakteri diperoleh fraksi etilasetat yang memiliki efektivitas terkuat, dengan konsentrasi 100 mg/ml mempunyai daerah hambat (15,36 mm) terhadap Staphylococcus aureus dan konsentrasi 75 mg/ml (15,84 mm) terhadap Escherichia coli. Ekstrak etanol konsentrasi 400 mg/ml (14,23 mm) terhadap Staphylococcus aureus dan (15,16 mm)

Escherichia coli. Fraksi n-heksana konsentrasi 500 mg/ml memberikan

(11,9 mm) terhadap Staphylococcus aureus dan (12,46 mm) terhadap Escherichia coli.

5.2 Saran

Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa kimia yang bersifat antibakteri yang dimiliki oleh daun bunga jeumpa.


(49)

32

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H., Anurag, M., Rajiv, Shubhini., dan Saraf, A. (2011). Determination of Gallic acid in Michelia champaca L. (Champa) Leaves and Stem Bark by HPTLC. Scholars Research Library Journal. 3 (5): 307-317.

Ananthi, T., dan M, Chitra. (2013). In Vitro Evaluation of Antioxidant Activity of

Michelia champaca (L.) Flowers. American Journal of Advanced Drug

Delivery. 4(12): 154-170.

Anonim. (2003). Bakteriologi Medik. Malang: Penerbit Bayu Media Publishing. Hal. 96-97 dan 123.

Anonim. (2014). Klasifikasi Tumbuhan Michelia champaca L. Bandung: Herbarium Bandungense. diakses 20 Januari 2014.

Arabski, M., Aneta, W., Grzegorrz, C., Anna, L., dan Wieslaw, K. (2012). Effects of Saponins Against Clinical E. coli Strains and Eukaryotic Cell Line. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 10(5): 102-123.

Ashok, P., dan Kumud, U. (2012). Tannins are Astringent. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 1(189): 2278- 4136.

Cowan, M. (1999). Plant Product as Antimicrobial Agent. Clinical Microbiology Reviews, 12(4): 564-582.

Cushnie, T., dan Andrew, JL. (2005). Antimicrobial Activity of Flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents. 2(27):343-356.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal.693, 733, 744, 748, 840.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 297, 300-304, 306, 333-336.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1, 9-11.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 891-892, 896-898.

Dwidjoseputro. (1987). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Hal 35, 104-107, 114-119.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 143.


(50)

33

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. (5): 3.

Francisco, F., Maria, R., Albuquerque dan Paulo, N.B. (2014). Antimicrobial Effect of The Triterpene 3β, 6β, 16β- Trihydroxylup-20 (29)-ene on Planktonic Cells and Biofilms From Gram Positive and Gram Negative Bacteria. Bio Med Research International Journal. 2(5): 132-148.

Ganiswara, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Hal. 571-573.

Gunawan, D., dan Sri, M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 87-89.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung: ITB Press. Hal.147-149, 234-235, 240.

Hariana, A. (2008). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri I. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 76-77.

Havsteen. (2002). The Biochemistry and Medical Significance of Flavonoids. Pharmacol Ther Journal. 96(2-3): 67–202.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan Pertama. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. Hal. 760-762.

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid Satu. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Halaman 35, 75-78,159-161,170-172. Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. (2001). Mikrobiologi Kedokteran.

Penerjemah: Eddy Mudihardi, Kuntaman, Eddy Bagus Wasito, Ni Made Mertaniasih, Setio Harsono, dan Lindawati Alimsardjono. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 317-318, 352- 360.

Khan, M.R., Kihara, M., dan Omoloso, A.D. (2002). Antimicrobial Activity of Michelia champaca. Journal Fitoterapia. 73 (5): 744-748.

Khanbabaee, K., dan Teunis, VR. (2001).Tannins: Classification and Definition. The Royal Society of Chemistry Jounal. 18(10): 641–649.

Kumar, V., Satish, K., Anitha, S., dan Manjula, M. (2011). Antioxidant dan Antimicrobial Activities of Various Extracts of Michelia champaca Linn Flowers. World Applied Sciences Journal. 12(4): 413-418.

Oxoid. (1982). The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Service. Edisi ke-5. Basingstoke: Oxoid Ltd. Halaman: 32, 64


(51)

34

Antimicrobial Activities of Alkaloids, Flavonoids and Phenolic Acids. Pharm Biol Journal. 49(4): 396-402.

Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. (1988). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, Sutarmi Tjitrosomo dan Sri Lestari Angka. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 138-140, 145.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 22-24, 106-108.

Purwantisari, S. (2004). Uji Aktivitas Ekstrak Daun Cempaka (Michelia champaca) Terhadap Pengendalian Pertumbuhan Jamur dan Bakteri Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Tomat. Jurnal. 5(2): 12-20.

Robinson, T. (1995). Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Edisi Ke-enam. Bandung: Penerbit ITB. Halaman. 71-72, 191-195, 208-211,123-124.

Seong, W., Wendy, W., Julius, Y., dan Desy, S. (2011). Characterization of Antimicrobial, Antioxidant, Anticancer Property and Chemical Composition of Michelia champaca L. Seed and Flower Extracts. Stamford Journal and Pharmaceutical Sciences. 4(1): 19-24.

Sirait, M. (2007). Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 129-130, 159.

Steenis, V. (2008). Flora. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Hal. 191.

Suryanto, D., dan Erman, M. (2006). Mikrobiologi. Medan: Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Hal.10-11.

Waller, G.R., dan Edmund, K. (1978). Alkaloid Biologi and Metabolism in Plants. New York: Plenum Publishing Corporation Press. Hal: 158, 163.

G., dan

and Occurrence in The Plant Kingdom. Phytochemistry Journal. 68(3): 275-297.

Zumaidar. (2009). Kajian Cempaka Kuning (Michelia champaca L.) Sebagai Tumbuhan Obat. Jurnal Floratek. 4(1): 81-85.


(52)

35


(53)

36

Lampiran 2. Gambar daun, simplisia dan serbuk simplisia daun bunga jeumpa (Magnolia champaca L.)

Daun bunga jeumpa

Simplisia daun bunga jeumpa


(54)

37

Lampiran 3. Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun bunga jeumpa (Magnolia champaca L.)

Keterangan:

1. Rambut penutup (uniseluler) 2. Serat

3. Stomata (tipe parasitik) 4. Kelenjar minyak atsiri

1

4 2


(55)

38

Lampiran 4. Bagan penelitian

1. Bagan pembuatan serbuk simplisia, karakterisasi simplisia dan skrining fitokimia

Dicuci sampai bersih Ditiriskan

Ditimbang

Dikeringkan di lemari pengering

Pemeriksaan makroskopik Dihaluskan

Daun bunga jeumpa

Simplisia

Skrining fitokimia Serbuk

Karakterisasi simplisia

Pemeriksaan : 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Glikosida 4. Tanin 5. Saponin

6. Steroid/triterpenoid 7. Antrakinon

Pemeriksaan mikroskopik dan penetapan :

1. Kadar air

2. Kadar sari larut air 3. Kadar sari larut etanol 4. Kadar abu total


(56)

39

Lampiran 4. (Lanjutan)

2. Pembuatan ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa (Magnolia champaca L.)

Dimaserasi dengan etanol 80%

Diuapkan dengan rotary evaporator Dipekatkan di atas penangas air

Ditambahkan akuades dan etanol Dipekatkan Ditambahkan pelarut n-heksana Di hair dryer

Di kocok dan didiamkan

Dipekatkan Ditambahkan pelarut etilasetat

Di hair dryer Di kocok dan didiamkan

Dipekatkan

Di hair dryer

Serbuk simplisia

Maserat

Ekstrak etanol kental

Uji aktivitas antibakteri

Fraksi n-heksana Fraksi n-heksana kental Fraksi air Fraksi etilasetat Fraksi sisa (air) Fraksi etilasetat kental

Uji aktivitas antibakteri

Hasil


(57)

40

Lampiran 4. (Lanjutan)

3. Pengujian aktivitas antibakteri

Diambil dengan jarum ose steril Ditanam pada media NA miring

Diinkubasi pada suhu 35±2oC selama 18-24 jam

Diambil 1 ose

Disuspensikan ke dalam 10 ml NB steril

Diukur kekeruhan menggunakan spektrofotometer (λ 580

nm) sampai diperoleh nilai transmitan 25%

Dimasukkan 0,1 ml inokulum kedalam cawan petri steril Dituangkan 20 ml media NA steril

Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat

Diletakkan kertas cakram yang telah direndam dalam bahan uji dan pelarut DMSO sebagai blanko

Diinkubasi pada suhu 35±2oC selama 18-24 jam

Diukur diameter daerah hambat di sekitar larutan penguji

Keterangan: NA : Nutrient agar NB : Nutrient broth DMSO : dimetilsulfoksida Biakan murni bakteri

Inokulum bakteri Biakan murni bakteri

Media padat NA


(58)

41

Lampiran 5. Perhitungan karakterisasi simplisia daun bunga jeumpa 1. Kadar air

No. Berat sampel (g) Volume air (ml) Kadar (%)

1. 5,025 0,4 7,96

2. 5,032 0,4 7,95

3. 5,027 0,4 7,95

1. % Kadar air = 0,4 ml

5,025 g

×

100% = 7,96% 2. % Kadar air = 0,4 ml

5,032 g × 100% = 7,95% 3. % Kadar air = 0,4 ml

5,027 g

×

100% = 7,95% % Kadar air rata-rata = 7,96%+7,95%+7,95%

3 = 7,95 %

% Kadar air = Volume air (ml)


(59)

42

Lampiran 5. (Lanjutan) 2. Kadar sari larut air

No. Berat sampel (g) Berat sari (g) Kadar (%)

1. 5,225 0,1602 15,3

2. 5,203 0,1734 16,6

3. 5,142 0,1588 15,4

1. % Kadar sari larut air = 0,1602 g 5,225 g

×

100

20

×

100% =15,3% 2. % Kadar sari larut air = 0,1734 g

5,203 g

×

100

20

×

100% = 16,6% 3. % Kadar sari larut air = 0,1588 g

5,142 g

×

100

20

×

100% = 15,4%

% Kadar rata-rata = 15,3%+16,6%+15,4%

3 = 15,76%

% Kadar sari larut air = Berat sari (g) Berat sampel (g) ×

100


(60)

43

Lampiran 5. (Lanjutan) 3. Kadar sari larut etanol

No. Berat sampel (g) Berat sari (g) Kadar (%)

1. 5,115 0,1241 12,13

2. 5,210 0,1406 13,49

3. 5,136 0,1424 13,86

1. % Kadar sari larut etanol = 0,1241g 5,115 g

×

100

20

×

100% = 12,13% 2. % Kadar sari larut etanol = 0,1406 g

5,210 g

×

100

20

×

100% = 13,49% 3. % Kadar sari larut etanol = 0,1424 g

5,136 g

×

100

20

×

100% = 13,86%

% Kadar rata-rata = 12,13%+13,49%+13,86%

3

=

13,16%

% Kadar sari larut etanol = Berat sari (g) Berat sampel (g) ×

100


(61)

44

Lampiran 5. (Lanjutan) 4. Kadar abu total

No. Berat sampel (g) Berat sari (g) Kadar (%)

1. 2,1353 0,1574 7,37

2. 2,0156 0,1714 8,50

3. 2,0524 0,1593 7,78

1. % Kadar abu total = 0,1574 g

2,1353 g

×

100% =7,37% 2. % Kadar abu total = 0,1714 g

2,0156 g

×

100% = 8,50% 3. % Kadar abu total = 0,1593 g

2,0524 g

×

100% = 7,76% % Kadar rata-rata = 7,73% +8,50%+7,76%

3

×

100% = 7,87%

% Kadar abu total = Berat abu total (g)


(62)

45

Lampiran 5. (Lanjutan)

5. Kadar abu tidak larut asam

No. Berat sampel (g) Berat abu (g) Kadar (%)

1. 2,0458 0,0318 1,55

2. 2,0137 0,0224 1,11

3. 2,0276 0,0427 2,10

1. % Kadar abu tidak larut asam = 0,0318 g

2,0458 g

×

100% = 1,55% 2. % Kadar abu tidak larut asam = 0,0224 g

2,0137 g

×

100% = 1,11% 3. % Kadar abu tidak larut asam = 0,0427 g

2,0276 g

×

100% = 2,10% % Kadar rata-rata= 1,55% +1,11% + 2,10%

3

×

100% = 1,58%

% Kadar abu tidak larut asam = Berat abu (g)


(63)

46

Lampiran 6. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan ekstrak etanol daun bunga jeumpa

Konsentrasi ekstrak

mg/ml

Diameter daerah hambat (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

I II III D* I II III D*

500 15,5 15 15,2 15,23 16,7 16,2 16 16,3 400 14,8 13,7 14,2 14,23 15 15,3 15,2 15,16 300 13,6 13,2 13 13,26 14,3 12,9 13 13,4 200 12,2 11,7 11,9 11,93 13,9 12,2 12,6 12,9 100 11,5 10,9 10,8 11,06 12,2 10 10,7 10,96

75 7,5 7 7,2 7,23 10 9,5 9,8 9,76

50 6 6,2 6 6,02 7,4 7,8 7,3 7,5

25 - - - -

Blanko - - - -

Keterangan:

D* : Diameter rara-rata 3 kali pengulangan - : Tidak memberikan hambatan


(64)

47

Lampiran 7. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi n-heksana daun bunga jeumpa

Konsentrasi ekstrak

mg/ml

Diameter daerah hambat (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

I II III D* I II III D*

500 12 11,8 11,9 11,9 12,8 12,2 12,4 12,46 400 11 11 11,3 11,1 11,7 11,8 11,6 11,7

300 9,5 9 8,9 9,13 10 9,7 10 9,9

200 8 7,8 8 7,93 8,3 8,6 8,4 8,43

100 7,2 7 7 7,06 7,5 7,4 7,8 7,56

75 6 5,8 6,2 6 6,3 6,7 6,5 6,5

50 - - - -

25 - - - -

Blanko - - - -

Keterangan:

D* : Diameter rara-rata 3 kali pengulangan - : Tidak memberikan hambatan


(65)

48

Lampiran 8. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa

Konsentrasi ekstrak

mg/ml

Diameter daerah hambat (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

I II III D* I II III D*

500 20,9 20,7 20 20,53 21,3 22,3 21 21 400 19,3 18,5 18,8 18,86 19 21 20,5 20,16 300 18,6 17,5 18 18,03 18,3 20 19,5 19,17 200 17,2 16,7 16,3 16,73 17,6 18,7 18 18,1 100 15 15,4 15,7 15,36 16,5 16,6 16,4 16,5 75 12 12,8 12,4 12,4 16,2 15,3 16 15,84 50 11,3 11 11,2 11,16 13,6 12,7 12,5 12,94

25 9 9,6 9 9,2 9,8 10,4 10 10,07

Blanko - - - -

Keterangan:

D* : Diameter rara-rata 3 kali pengulangan - : Tidak memberikan hambatan


(66)

49

Lampiran 9. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun bunga jeumpa

1. Pengujian terhadap Staphylococcus aureus

500 mg/ml Blanko 400 mg/ml

300 mg/ml

100 mg/ml 200 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml


(67)

50

Lampiran 9. (Lanjutan)

2. Pengujian terhadap bakteri Escherichia coli

25 mg/ml 50 mg/ml 75 mg/ml 200 mg/ml 300 mg/ml

100 mg/ml Blanko 500 mg/ml


(68)

51

Lampiran 10. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun bunga jeumpa

1. Pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus

500 mg/ml

Blanko

400 mg/ml

300 mg/ml

100 mg/ml 200 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml 25 mg/ml


(69)

52

Lampiran 10. (Lanjutan)

2. Pengujian terhadap bakteri Escherichia coli

500 mg/ml

100 mg/ml 300 mg/ml

200 mg/ml Blanko 400 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml


(70)

53

Lampiran 11. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun bunga jeumpa

1. Pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Blanko 500 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml

25 mg/ml 500 mg/ml

100 mg/ml 200 mg/ml 300 mg/ml


(1)

48

Lampiran 8. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi etilasetat daun bunga jeumpa

Konsentrasi ekstrak

mg/ml

Diameter daerah hambat (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

I II III D* I II III D*

500 20,9 20,7 20 20,53 21,3 22,3 21 21 400 19,3 18,5 18,8 18,86 19 21 20,5 20,16 300 18,6 17,5 18 18,03 18,3 20 19,5 19,17 200 17,2 16,7 16,3 16,73 17,6 18,7 18 18,1 100 15 15,4 15,7 15,36 16,5 16,6 16,4 16,5 75 12 12,8 12,4 12,4 16,2 15,3 16 15,84 50 11,3 11 11,2 11,16 13,6 12,7 12,5 12,94

25 9 9,6 9 9,2 9,8 10,4 10 10,07

Blanko - - - -

Keterangan:

D* : Diameter rara-rata 3 kali pengulangan - : Tidak memberikan hambatan


(2)

49

Lampiran 9. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun bunga jeumpa

1. Pengujian terhadap Staphylococcus aureus

500 mg/ml Blanko 400 mg/ml

300 mg/ml

100 mg/ml 200 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml


(3)

50 Lampiran 9. (Lanjutan)

2. Pengujian terhadap bakteri Escherichia coli

25 mg/ml 50 mg/ml 75 mg/ml 200 mg/ml 300 mg/ml

100 mg/ml Blanko 500 mg/ml


(4)

51

Lampiran 10. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun bunga jeumpa

1. Pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus

500 mg/ml

Blanko

400 mg/ml

300 mg/ml

100 mg/ml 200 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml 25 mg/ml


(5)

52 Lampiran 10. (Lanjutan)

2. Pengujian terhadap bakteri Escherichia coli

500 mg/ml

100 mg/ml 300 mg/ml

200 mg/ml Blanko 400 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml


(6)

53

Lampiran 11. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun bunga jeumpa

1. Pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Blanko 500 mg/ml

75 mg/ml

50 mg/ml

25 mg/ml 500 mg/ml

100 mg/ml 200 mg/ml 300 mg/ml