Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor Spp.) Di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

(1)

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG

(Tor

spp.

)

DI PERAIRAN SUNGAI BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

VERONIKA H L TOBING 100805085

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG

(Tor

spp.

)

DI PERAIRAN SUNGAI BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

VERONIKA H L TOBING 100805085

Disetujui oleh:

Pembimbing II Pembimbing I

Mayang Sari Yeanny, S.Si. M.Si Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si 19721126 199802 2 002 19691018 199412 2 002

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini

Proposal penelitian yang Berjudul Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan

Ikan Jurung (Tor Spp.) Diperairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat

Provinsi Sumatera Utara, di buat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana biologi FMIPA USU Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si. M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyusunan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan hasil penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

Medan, Mei 2015


(4)

PERSETUJUAN

Judul : Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor spp.) Di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Kategori : Skripsi

Nama : Veronika H L Tobing Nomor Induk Mahasiswa : 100805085

Progran Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015 Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Mayang Sari Yeanny, S.Si. M.Si Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si 19721126 199802 2 002 19691018 199412 2 002

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 1990 03 2001


(5)

PERNYATAAN

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG (Tor spp) DI

SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LAGKAT SUMATERA UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2015

Veronika H L Tobing 100805085


(6)

PENGHARGAAN

Segala puji, hormat dan rasa syukur hanya kepada Allah Tri Tunggal yang penuh kasih dan kebijaksanaan melimpahkan hikmat, bijaksana dan kasih karunia-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul

Kepadatan dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor spp.) Di Sungai

Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara”.

Terima kasih kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si dan ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si. M.Si

Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orangtua kami bapak Maringan L Tobing dan ibu Varina Effendie yang selalu mendukung, berjuang penuh, selalu memberi semangat, selalu berdoa, motivasi dan materi serta adik-adik ku Jourdie Binsar L Tobing, Asber Hans Marcellino L Tobing, Dan Kevin Brilian L Tobing yang selalu kubanggakan. Terima kasih juga buat Oppung kami (Op. vero) ibu Rengsih br.purba dan bapak Alm. Caspar L Tobing. Berterima kasih juga kepada saudara-saudara yang slalu mendukung dari keluarga Tampubolon (Amangboru Tampu dan Tante Riko serta pariban ku Hendrico, Erikson, Rendy, Natanael) dan keluarga Simamora (amangboru Simamora, tante Aldo dan pariban ku Rivaldo, adik ku Arta dan Linda) dan seluruh keluarga yang ada di batam (phopoh, kungkung, thaijhi siska, jhiji vivi, jhiji verdia, jhiji very berterima kasih pada keluarga yang ada di Lumban Sampur yang memberi bantuan doa dan semangat. Berterima kasih juga pada keluarga Tobing (bapak tua james beserta keluarga. Terima kasih kepada keluarga Simamora dan Nababan (amang boru, namboru, dan pariban-anggi ku).

sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dari awal penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si. Dan bapak Drs Nursal M.Si sebagai Dosen Penguji yang juga telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc sebagai ketua Departemen Biologi, Bapak Drs. Kiki, M.Sc sebagai Dosen Penasehat Akademik, Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Sc sebagai Sekretaris Departemen Biologi, ibu Mizarwati, Ibu Rosalina Ginting, Bang Ewin, seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Departemen Biologi FMIPA USU yang telah membimbing dan membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

Terima kasih saya sampaikan kepada seseorang yang dipilihkan Tuhan menjadi kekasih hati sekaligus menjadi teman seperjuangan di dalam perkuliahan (Tonisman Harefa S.Si) yang selalu mendukung, memberi semangat, motivasi. Berterima kasih pada kakak, abang senior, adik senior, dan teman-teman terhebat Biorev 2010 yang selalu mendukung dan memberi semangat (Sunarti sinaga S.Si, Netty natha gurning S.Si, Evalentina S.ing, Tien pratiwi sitinjak S.Si, Edwarman zhalukhu S.Si, Silvia julita saragih, S.Si, Lisbet simatupang S.Si, Riris delima purba S.Si, Juwita sihombing S.Si, Posma S.Si, Tiur S.Si, Doni S.Si, Richat S.Si, Putri anggarda S.Si, Maria S.Si, dan teman-teman biorev yang lain) berterima kasih juga pada teman-teman kos yang selalu memberi semangat (Meriauwita pakpahan, Olivia turnip, Elisabet turnip, kak lena, kak tika) terima kasih kepada bapak/ibu guru dan seluruh teman-teman SMA, SMP, SD, yang selalu memotifasi (Henri Purba S.E, Ratna br. Tobing, Tunas, Adi, dll).


(7)

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG (Tor spp) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LAGKAT SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA ABSTRAK

Penelitian mengenai Kepadatan dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor

spp.) di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan pada bulan Desember 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan dan pola pertumbuhan ikan jurung (Tor spp.) serta hubungan dengan kualitas air di Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Sampel diambil dari 3 stasiun pengamatan dengan menggunakan metode “Purposive Sampling”. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan jala diperoleh nilai tertinggi pada stasiun 1 (Hulu Sungai) dengan nilai 0.015 ind/m2 sedangan dengan menggunakan elektrofishing diperoleh nilai tertinggi pada stasiun 3 (Hilir Sungai) dengan nilai 41 ind/jam. Pola pertumbuhan allometrik (+) diperoleh pada stasiun 1 dengan nilai b = 3,03, allometrik (-) pada stasiun 2 dan 3 dengan nilai b = 2,93 dan 2,95. Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa suhu dan oksigen terlarut berpengaruh sangat kuat terhadap kepadatan ikan jurung (Tor

spp.) di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Kata Kunci : Sungai Bahorok, Kepadatan, Pola Pertumbuhan, Ikan Jurung (Tor


(8)

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG (Tor spp) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LAGKAT SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA ABSTRACT

Research Density and Growth Pattern Fish Jurung (Tor spp.). Bahorok River Waterway Langkat North Sumatra province has been done in December 2014. The purpose of this study was to determine the density and pattern of growth jurung fish (Tor spp.) And the relationship with water quality in the River Bahorok, Langkat North Sumatra. Samples were taken from three observation stations using “purposive sampling” method. Based on the results obtained using nets the highest value at station 1 (upstream) with a value of 0,015 ind / m2 Whereas using elektrofishing highest values obtained at station 3 (downstream) with a value of 41 ind / h. Allometric growth pattern (+) obtained at station 1 with a value of 3,03, allometric (-) at stations 2 and 3 with a value of 2,93 and 2,95. The results of correlation analysis showed that the temperature and dissolved oxygen is strongly influencing the presence jurung fish (Tor spp.) in Bahorok River Langkat North Sumatra.


(9)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Persetujuan ii

pernyataan iii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 2

1.3Tujuan 2

1.4 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Sungai 5

2.2 Aspek Biologi Ikan Jurung (Tor Sp.) 2.2.1 Petumbuhan Ikan

2.2.2 Fekunditas Ikan

2.2.3 Tingkat Kematangan Gonad 2.2.4 Pemijahan Ikan

2.2.5 Nisbah Kelamin 2.3 Faktor Fisik-Kimia Perairan

2.3.1 Dissolve Of Oxygen (DO)

2.3.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) 2.3.3 Ph

2.3.4 Temperatur 2.3.6 Intensitas Cahaya 2.3.6 N Dan P

2.3.7 Kecepatan Arus

5 6 6 7 7 8 9 9 10 10 11 11 12 12

Bab 3. Metode Penelitian

3.1 Waktu dan Tempat 13

3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Stasiun 1 3.2.2 Stasiun 2 3.2.3 Stasiun 3

13 13 14 14

3.3 Alat dan Bahan 14


(10)

3.4.1 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad 3.4.2 Penentuan Fekunditas Ikan Jurung (Tor Spp.)

15 15 3.5 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan

3.5.1 Suhu Air

3.5.2 Penetrasi Cahaya 3.5.3 Intensitas Cahaya 3.5.4 Kecepatan Arus Sungai 3.5.5 pH Air

3.5.6 Dissolve Of Oxygen (DO)

3.5.7 Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

3.5.8 Kejenuhan Oksigen 3.5.9 kadar nitrat (NO3)

3.5.10 Kadar Posfat (PO4-3)

16 16 16 16 16 16 17 17 17 17 18 3.6 Analisis Data

3.6.1 Kepadatan Populasi Dan Analisis Ukuran Hasil Tangkap 3.6.2 Hubungan Panjang-Bobot

3.6.5 Korelasi

18 18 19 20

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Faktor Biotik 21

4.1.1 Kepadatan dan Ukuran Hasil Tangkap Ikan Jurung (Tor

spp.) Catch Per Unit Effort (CPUE) Dan Jala

21 4.1.1 Hubungan Panjang-Bobot Ikan Jurung (Tor spp.) Di

Perairan Sungai Bahorok

4.1.2 Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Ikan Jurung (Tor Spp.) di Perairan Sungai Bahorok Faktor Abiotik Lingkungan

22 24

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan 25

4.2.1 Faktor Fisika 26

4.2.2 Faktor Kimia 27

4.3 Nilai Analisis Korelasi Kepadatan Ikan Dengan Faktor Fisik-Kimia Perairan

29

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 31

5.2 Saran 31


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

1 Tabel 1 Kepadatan dan Ukuran Hasil Tangkap Ikan Jurung (Tor Spp.) Catch Per Unit Effort (CPUE) Dan Jala

21 2 Tabel 2 Data Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

Sungai Bahorok Pada Setiap Stasiun

26 3 Tabel 3 Nilai Analisis Korelasi Kepadatan Ikan Dengan

Faktor Fisik-Kimia Perairan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1 Ikan Jurung (Tor spp.) Di Perairan Sungai Bahorok 5

2 Stasiun 1 (Hulu Sungai) 13

3 Stasiun 2 (Pariwisata) 14

4 Stasiun 3 (Hilir Sungai) 14


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

A Peta Lokasi 36

B Bagan Kerja Dissolve Of Oxygen (DO) 37 C Bagan Kerja Biochemical Oxygen Demand (BOD5) 38

D Tabel Kelarutan O2 (Oksigen) 39

E Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3) 40

F Bagan Kerja Pengukuran Posfat (PO43-) 41

G Perhitungan Panjang- Bobot 42

H Korelasi Kepadatan Ikan Dengan Faktor Fisik-Kimia Perairan

45

I Perhitungan 46


(14)

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG (Tor spp) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LAGKAT SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA ABSTRAK

Penelitian mengenai Kepadatan dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor

spp.) di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan pada bulan Desember 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan dan pola pertumbuhan ikan jurung (Tor spp.) serta hubungan dengan kualitas air di Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Sampel diambil dari 3 stasiun pengamatan dengan menggunakan metode “Purposive Sampling”. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan jala diperoleh nilai tertinggi pada stasiun 1 (Hulu Sungai) dengan nilai 0.015 ind/m2 sedangan dengan menggunakan elektrofishing diperoleh nilai tertinggi pada stasiun 3 (Hilir Sungai) dengan nilai 41 ind/jam. Pola pertumbuhan allometrik (+) diperoleh pada stasiun 1 dengan nilai b = 3,03, allometrik (-) pada stasiun 2 dan 3 dengan nilai b = 2,93 dan 2,95. Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa suhu dan oksigen terlarut berpengaruh sangat kuat terhadap kepadatan ikan jurung (Tor

spp.) di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Kata Kunci : Sungai Bahorok, Kepadatan, Pola Pertumbuhan, Ikan Jurung (Tor


(15)

KEPADATAN DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN JURUNG (Tor spp) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LAGKAT SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA ABSTRACT

Research Density and Growth Pattern Fish Jurung (Tor spp.). Bahorok River Waterway Langkat North Sumatra province has been done in December 2014. The purpose of this study was to determine the density and pattern of growth jurung fish (Tor spp.) And the relationship with water quality in the River Bahorok, Langkat North Sumatra. Samples were taken from three observation stations using “purposive sampling” method. Based on the results obtained using nets the highest value at station 1 (upstream) with a value of 0,015 ind / m2 Whereas using elektrofishing highest values obtained at station 3 (downstream) with a value of 41 ind / h. Allometric growth pattern (+) obtained at station 1 with a value of 3,03, allometric (-) at stations 2 and 3 with a value of 2,93 and 2,95. The results of correlation analysis showed that the temperature and dissolved oxygen is strongly influencing the presence jurung fish (Tor spp.) in Bahorok River Langkat North Sumatra.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sungai merupakan wilayah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, sungai merupakan sudut pandang yang digunakan dalam pengelompokan jenis wilayah perairan dari sudut morfologi, ekologi, antopogenik atau campur tangan manusia pada wilayah perairan tersebut (Maryono, 2007). Unsur hara mudah larut di dalam air akan memperbaiki kualitas air sungai dan sangat baik bagi organisme air (Lentera, 2002). Hulu sungai mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian daerah aliran sungai mencirikan kerapatan drainase yang tinggi karena banyaknya mata air yang membentuk anak-anak sungai, umumnya didominasi oleh kawasan hutan yang berperan untuk tata air, hilir sungai umumnya ditandai dengan kawasan yang landai hingga datar (Rauf, 2011).

Sungai Bahorok merupakan salah satu cabang sungai yang membelah Bukit Lawang hulunya berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Keanekaragaman jenis ikan di perairan TNGL sekitar Bukit Lawang tercatat sebanyak 32 jenis yang termasuk ke dalam 26 marga dan 15 suku. Cyprinidae merupakan suku yang paling dominan (Haryono, 2006).

Ikan jurung (Tor spp.) umumnya ditemukan di hulu sungai dengan dasar perairan bebatuan, berarus deras dan airnya jernih, jenis ikan ini merupakan perenang aktif yang menyukai bagian sungai berarus (Haryono, 2006). lkan jurung (Tor spp.) merupakan jenis asli setempat yang banyak diburu karena mempunyai harga yang mahal, Secara umum kondisi populasi alami dari jenis-jenis ikan anggota marga Tor mengalami penurunan akibat penangkapan yang berlebihan dan kerusakan habitatnya, Sementara upaya domestikasi/penangkaran belum banyak dilakukan (Kottelat et al. 1993 dalam Haryono, 2006). Sesuai dengan sifatnya Sumber daya alam akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia, penurunan daya


(17)

guna ini berupa penurunan kualitas air yang bersifat fisik, kimia, maupun biologi yang dampaknya terhadap kehadiran ikan (Saputra et al. 2010).

Perubahan lingkungan di sungai bahorok yang disebabkan aktifitas manusia dapat mempengaruhi kepadatan dan pola pertumbuhan oleh karena itu dilakukan penelitian tentang “kepadatan dan pola pertumbuhan ikan jurung di perairan sungai bahorok” yang saat ini belum dilakukan.

1.2Permasalahan

Sungai bahorok merupakan sungai yang mengalir di sepanjang kawasan Bukit Lawang yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya adanya aktifitas seperti objek wisata, pemukiman dan perkebunan. Sehingga adanya pengaruh aktifitas manusia terhadap kehadiran ikan pada sungai yang merupakan habitat dari ikan jurung (Tor spp.), oleh karena itu perlu dilakukan penelitian meliputi Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor Spp. ) Di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kepadatan ikan jurung (Tor spp.) di Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan jurung (Tor spp.) di Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan kepadatan ikan jurung (Tor spp.) dan kualitas air di Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara.


(18)

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Informasi mengenai Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan Ikan Jurung (Tor

spp.) Di Perairan Sungai Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai

Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi, dan individu serta karakteristiknya, interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem atau relung dan habitat organisme akan membentuk ekosistem tersendiri (Salmah, 2010). Air sebagai integrator dalam sebuah daerah aliran sungai (DAS), akan mencerminkan segala tekanan antropogenik yang dialaminya. Berbagai tekanan tersebut, secara kualitatif dan kuantitatif dapat menyebabkan kepunahan pada tingkat yang berbeda-beda pada organisme, (Rauf, 2011).

Topografi daerah hulu ini terdiri dari lereng-lereng yang curam dan kondisi geologinya terdiri dari lapisan batuan dasar air hujan yang jatuh cenderung mengumpul membentuk galur-galur kecil atau rill, galur ini kemudian mengalir memasuki lipatan-lipatan topografis dan membentuk aliran deras dan turbulen yang menyebabkan tingginya kecepatan aliran yang mempunyai daya gerus, bagian hilir sungai semakin ke hilir kelandaian aliran akan makin kecil daya gerus terhadap dasar (Mulyanto, 2007).

Menurut (Salmah, 2010) fungsi dari bantaran sungai adalah :

a) Menyerap air permukaan dan bermanfaat sebagai cadangan ketika debitnya melebihi batas normal

b) Sebagai filter dalam penyerapan air

c) Sebagai penghasil oksigen yang dibutuhkan sebagai sumber kehidupan d) Penyerap polutan, peredam kebisingan, wahana penelitian

Kondisi perairan pada Sungai Bohorok ditandai oleh arus air yang kuat dan dasar perairan berupa batuan berukuran besar. (Haryono, 2006) Tipe habitat yang dijumpai di sekitar stasiun Bukit Lawang, yaitu :

a) Perairan dengan dasar perairan batu berukuran besar, substrat berupa pasir dan kerikil, yaitu sungai Bohorok, Landak, Kerapuh.


(20)

b) Perairan dengan dasar perairan berupa batu berukuran sedang, substrat berupa kerikil dan pasir, yaitu sungai Jamur Batu dan Titi Payung.

c) Perairan dengan dasar perairan berupa pasir dan kerikil, dengan substrat berupa pasir bercampur lumpur dan serasah, yaitu saluran irigasi, selokan di sekitar perkebunan dan persawahan.

2.2 Aspek Biologi Ikan Jurung (Tor spp.)

Ikan Jurung (Tor spp.) merupakan ikan yang bernilai tinggi umumnya masih hidup liar dengan kualitas air yang mempunyai kandungan oksigen yang tinggi (Haryono, 2006). ikan dengan genus Tor umunya memiliki tubuh pipih memanjang, moncong agak meruncing mulut tebal, letaknya inferior dan subinferior bibir bawah tidak terputus dengan ada-tidaknya cuping.

Adapun Taksonomi ikan jurung adalah sebagai berikut :

Phylum : Cordata Class : Actinopterygii Ordo : Cyprinoformes Famili : Cyprinoformeceae Genus : Tor

Speceies : Tor spp.

Gambar 1. Ikan Jurung (Tor spp.) di Perairan Sungai Bahorok

Ikan jurung (Tor spp.) merupakan ikan yang banyak diburu karena mempunyai tekstur daging yang tebal. Ikan jurung (Tor spp.) menyukai tipe habitat yang berarus sedang sampai deras, warna airnya lelatif jernih, substrat berupa batuan, kerikil dan pasir. Ikan muda menyukai bagian sungai yang


(21)

dangkal/tepian dan banyak dijumpai di anak-anak sungai khususnya di daerah yang dangkal, airnya jernih, berarus sedang, dan banyak terdapat pohon lindungan. Sebaliknya ikan dewasa yang bobotnya > 3 kg lebih banyak dijumpai di lubuk- lubuk yang dalam. Perilakunya sangat agresif terutama pada saat mengejar makanan/mangsa atau pada saat merasa terganggu. (Haryono, 2006).

2.2.1 Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan sebagai pertambahan berat dan panjang, merupakan proses biologi yang komplek karena banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Effendie, 2002). Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan serta kondisi ikan yang ada di perairan (Nikolsky, 1963). Keberhasilan mendapatkan makanan berlebih akan menentukan pertumbuhan karena dibutuhkan untuk pertumbuhan serta sebagai sumber energi untuk aktivitas, (Hanif et al. 2011). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internalnya meliputi bobot tubuh, kelamin, umur, kesuburan, kesehatan, dan faktor eksternalnya meliputi faktor abiotik dan biotiknya (Effendie, 2002).

Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit CO2, NH3, pH, cahaya, musim, Faktor-faktor kimia perairan

dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan missal karbon dioksida, hydrogen sulfida, keasaman dan alkalinitas, dimana pada akhirnya akan memengaruhi terhadap kecernaan makanan (Effendie, 2002). faktor biotik yang meliputi ketersediaan makanan, kecernaan pakan, dan kompetisi pengambilan makanan (Haetami et al. 2005).

2.2.2 Fekunditas Ikan

Fekunditas secara tidak langsung kita dapat menafsirkan jumlah anak ikan yang akan dihasilkan, erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam rangka mempertahankan spesies tersebut (Effendie, 2002). Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar pada umumnya memijah di daerah permukaan tanpa perlindungan terhadap keturunannya. Sedangkan spesies dengan fekunditas kecil biasanya melindungi telur dari pemangsa dengan cara menyimpan dalam kantung


(22)

telur atau menempelkan telur pada tanaman atau substrat lainnya. Peningkatan fekunditas berhubungan dengan peningkatan berat tubuh dan berat gonad (Nikolsky, 1969). Ovary biasanya memiliki dua macam bagian telur, telur yang berukuran besar dan berukuran kecil, telur yang besar akan dikeluarkan tahun ini sedangkan telur yang kecil akan di keluarkan tahun berikutnya, tetapi sering terjadi jika kondisi telur baik maka telur yang berukuran kecil pun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar (Effendie, 2002).

Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan (Sulistiono, 2001). Effendie (1979) menyatakan tingkat kematangan gonad dikelompokkan menjadi tujuh tahap yaitu TKG I (dara), TKG II (dara berkembang), TKG III (perkembangan 1), TKG IV (perkembangan 2), TKG V (bunting), TKG VI (mijah), TKG VIII (salin), fekunditas ikan dapat di hitung pada masa TKG IV. jenis ikan ini melakukan pemijahan pada musim hujan karena akan terjadi stimulus faktor lingkungan di antaranya suhu, perubahan kimia air, dan aliran air flooding (Haryono, 2006).

2.2.3 Tingkat Kematangan Gonad

Perkembangan gonad dibagi atas dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap pematangan gonad. Tahap pertama dimulai sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, tahap kedua dilanjutkan dengan tahap pematangan seksual dan terus berlangsung selama fungsi reproduksi berjalan dengan baik (Lagler et al., 1977 dalam Fatimah, 2006). Sebagian besar metabolisme tertuju pada perkembangan gonad, Tiap spesies ikan memiliki waktu yang berbeda-beda dalam proses pertama kali matang gonad, dari kematangan gonad ini akan dapat diketahui juga kapan ikan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Effendie, 2002).

Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara yang pertama cara histologi yang dilakukan di laboratorium dan kedua dengan cara pengamatan morfologi yang dapat dilakukan di laboratorium atau dilakukan di lapangan, pengamatan secara histologi lebih detail dari pada morfologi, namun banyak peneliti yang mengamati secara morfologi, dasar yang diamati secara morfologi dalam menentukan kematangan gonad-nya panjang dan berat, warna


(23)

dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat perkembangan gonad pada ikan betina lebih mudah dilihat dari pada jantan karna diameter telur lebih mudah di amati dari pada sperma pada jantan (Effendie, 2002).

2.2.4 Pemijahan Ikan

Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies, penambahan populasi ikan bergantung pada berhasilnya pemijahan, Masa pemijahan tiap-tiap spesies ikan yang berbeda-beda ada pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang, substrat pemijahan seperti batu, pasir, dan tumbuhan juga peningkatan atau penurunan suhu dan datangnya air baru akan menjadi perangsang alami untuk ikan berpijah (Effendie, 2002).

Tingkah laku pemijahan sebagaimana diketahui bahwa kegiatan reproduksi dapat di bagi menjadi tiga fase yaitu fase pra pemijahan, fase pemijahan dan fase pasca pemijahan, macam-macam tingkah laku ikan pada fase prapemijahan diantara nya ialah aktifitas mencari makan, ruaya, pembuatan sarang, sekresi hormon feromon (pengenalan lawan jenis), Tingkah laku ikan pada fase pemijahan diantara-nya ialah penyimpanan telur oleh ikan jantan atau betina ke dalam sarang, tingkah laku ikan pada fase pasca pemijahan diantara-nya ialah penyempurnaan penutupan sarang, penjagaan sarang yang telah berisi telur yang sudah dibuahi semua. Tingkah laku ikan merupakan resultan sejumlah rangsangan motoris yaitu rangsangan eksternal dan internal, rangsangan internal berasal dari sekresi hormon sedangkan rangsangan eksternal berasal dari faktor fisik lingkungan melalui organ sensoris dan visual, tingkah laku yang memegang peranan penting dalam sifat seksual sekunder ini adalah steroid yang dihasilkan gonad, hal ini meliputi pewarnaan tubuh, dalam pemijahan sebagai daya tarik pasangannya. Umumnya ruaya pemijahan bertepatan dengan akan matangnya gonad sehingga apabila ikan sampai di daerah pemijahan gonadnya telah matang benar dan siap untuk berpijah, rangsangan lingkungan akan mempengaruhi kesiapan seksual dan mempengaruhi tingkah laku ruaya secara langsung atau tidak langsung, melalui rangsangan lingkungan misalnya penambahan sinar cahaya matahari akan mempercepat terjadinya pemijahan (Effendie, 2002).


(24)

2.2.5 Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, dimana nisbah 1:1 (50% ikan jantan dan 50% ikan betina) merupakan kondisi yang ideal. Terjadinya penyimpangan dari pola 1:1 dapat disebabkan adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antar jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan. Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Dalam ruaya ikan untuk memijah terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan dominan, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1, diikuti dengan dominansi ikan betina (Fatimah, 2006).

2.3 Faktor Fisik-Kimia Perairan

Lingkungan perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke lingkungan perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat berbagai pengguna lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, pariwisata, perikanan, industri dan sebagainya (Fadil, 2011).

Sudut hidrologis sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat sedangkan bagi ilmu limnologi sungai merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme air yang memberikan gambaran kualitas dan kuantitas (Barus, 2004). Air berfungsi sebagai pembawa zat-zat hara yang diperlukan bagi pembentukan bahan-bahan organik oleh tumbuh-tumbuhan (Praseno et al., 2010). Ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi akan menyebabkan perubahan meliputi nilai pH, suhu, warna, jumlah padatan, kandungan minyak, logam berat (Fardiaz, 1992).

2.3.1 Dissolved Of Oxygen (DO)

Oksigen terlarut atau Dissolve Of Oxygen (DO) merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagaian besar organisme air (Barus, 2004). Oksigen terlarut


(25)

merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan hewan air, ikan adalah hewan yang membutuhkan oksigen tertinggi, oksigen dapat berasal dari hasil fotosintesis tanaman air dan bergantung pada suhunya perairan (Fardiaz, 1992).

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis, banyak-nya oksigen terlarut tergantung pada luas permukaan air, suhu, oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis berasal dari kerapatan tumbuhan air yang berada di perairan tersebut (Suin, 2002). Berdasarkan toleransinya terhadap konsentrasi oksigen terlarut organisme air dibedakan antara

stenooxybiont yaitu organisme air yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit terhadap fluktuasi oksigen terlarut dan euryxybiont yaitu organisme air yang toleransi yang luas terhadap fluktuasi oksigen terlarut, (Barus, 2004).

2.3.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisma aerob dalam proses penguraian senyawa organik yang dapat diukur pada temperatur 200C pengukuran dilakukan selama 5 hari karena senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai 70% atau disebut BOD5, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah

oksigen yang akan diuraikan tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian, pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan organisme untuk menguraikan senyawa organik artinya hanya terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat di dalam limbah rumah tangga untuk produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisma (Barus, 2004).

2.3.3 pH

Nilai pH menyatakan nilai konsentarssi ion hydrogen dalam suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktifitas sion hydrogen dan secara matematis dinyatakan dengan pH = log l/H+ dimana H+ merupakan ion hydrogen


(26)

dalam mol per liter larutan kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hydrogen akan menunjukan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa, dalam air bersih jumlah konsentarasi ion H+ dan ion OH- berada dalam keseimbangan atau disebut netral, peningkatan ion hydrogen akan menyebakan nilai pH turun atau disebut asam, sebaliknya jika ion hydrogen berkurang makan akan bersifat basa (Barus, 2004).

pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik akan semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme air sedangkan pH yang tinggi akan menyebakan kadar ammonium dan amoniak akan meningkat, toleransi organisme terhadap pH yang rendah disebut dengan stenoion, pada pH yang tinggi disebut dengan euryion (Barus, 2004).

2.3.4 Temperatur

Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses penyebaran dan kehidupan organisme di perairan, suhu secara tidak langsung mempengaruhi laju fotosintesis sedangkan secara tidak langsung suhu mempengaruhi hidrologis bagi kehidupan di perairan (Nugroho, 2006).

Kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktifitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperature dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang dihasilkan oleh pabrik, penggundulan DAS yang menyebakan hilangnya pelindung sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung yang menyebakan peningkatan temperatur dan berfluktuasi baik harian maupun tahunan (Barus, 2004).

2.3.5 Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air sebagian cahaya matahari akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dipengaruhi oleh berbagai substrat misalnya


(27)

oleh plankton dan humin yang terlarut vegetasi yang terdapat di dalam perairan yang berpengaruh terhadap penyerapan cahaya matahari (Barus, 2004).

2.2.6 N dan P

Fosfor merupakan unsur penting lainya dalam suatu ekosistem air zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, fosfor di dalam perairan berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem parairan terbuka selain itu bisa berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam perairan fosfor dan nitrogen sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu system perairan (Barus, 2004).

Amoniak, nitrat dan nitrit merupakan derivat senyawa nitrogen organik yang bersifat toksik terhadap organisme yang hidup di perairan. Tingkatan daya racun masing-masing senyawa berbeda-beda dimana ammonia dan nitrit sangat toksik walau dalam konsentrasi yang sedikit sedang nitrat baru bersifat toksik dalam konsentrasi besar. Toksisitas Nitrat secara tidak langsung terjadi di perairan karena membantu pertumbuhan alga secara berkelebihan sehingga menimbulkan istilah “alga bloom”. Akibatnya kadar oksigen terlarut bisa berkurang (Fadil, 2011).

2.3.7 Kecepatan Arus

Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun perairan lentik hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme dan mineral yang terdapat didalam air, kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertical, arus perairan di lotik umumnya bersifat turbulen yaitu arus air yang bergerak kesegala arah sehingga air akan terdistribusi keseluruh bagian, arus terutama berfungsi dalam pengangkutan air panas dan substansi yang terdapat di dalam air pada perairan lentik yang umumya relative dalam akan ada pergerakan air secara vertical yaitu dari permukaan ke dasar perairan adanya berbagai substrat di perairan dasar akan menyebabkan kecepatan arus yang bervariasi, kondisi perairan yang arusnya lambat biasanya di perairan dasar yang dimanfaat oleh organisme air sebagai habitatnya (Barus, 2004).


(28)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 di perairan Sungai Bahorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pengamatan dan pengukuran dilakukan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area

Penelitian ini dilakukan dengan penentuan titik lokasi pengambilan sampel dengan menggunkan metode “Purposive Sampling” yaitu dengan menentukan 3 stasiun pengambilan sampel, masing-masing stasiun ditentukan berdasarkan aktifitas yang terdapat di stasiun tersebut, yaitu: stasiun 1 (daerah hulu sungai), stasiun 2 (pemukiman penduduk dan daerah objek pariwisata), stasiun 3 (daerah hilir sungai, pertemuan antara sungai Landak dan sungai Bahorok)

3.2.1 Stasiun 1

Stasiun ini terletak di hulu sungai bahorok dengan titik koordinat 30 33’ 9” LU dan 980 6’ 39,1” BT Daerah ini merupakan daerah sungai yang bebas dari aktifitas manusia, substrat di daerah ini berupa batuan besar dan berpasir.


(29)

3.2.2 Stasiun 2

Stasiun ini terletak 1 Km dari stasiun 1 dengan titik koordinat 30 33’ 0,9” LU dan 980 6’ 58,3” BT. aerah ini merupakan daerah pariwisata dengan berbagai macam aktifitas manusia

Gambar 3. Stasiun 2 ( Objek Pariwisata)

3.2.3 Stasiun 3

Stasiun ini terletak di daerah hilir desa salang pangeran, sungai dengan titik koordinat 30 30’ 18,2” LU dan 980 9’ 48,2” BT Di daerah ini masih terdapat aktifitas manusia dan berbatasan dengan sungai landak

Gambar 4. Stasiun 3 (Hilir Sungai) 3.3 Alat Dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa jala 2,5 inci, ukuran luas 12,65 cm, elektrofishing, termometer, pH meter, keping secci, bola ping pong, botol toples kaca, kertas grafik, stopwatch, timbangan digital 0.01, penggaris, kamera digital, pipet tetes, Erlenmeyer 250 ml, spit 1 ml, spit 3


(30)

ml, spit 5 ml, aluminium foil, plastik berukuran 5 kg, botol alcohol, lux meter, bagan kerja DO (Dissolved oxygen), GPS (Global Positioning System) buku identifikasi ikan, bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, NA2S2O3, amilum.

3.4 Metode Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel ikan dengan menggunakan jala dengan luas 12,56 cm, dan electrofishing yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran faktor fisik-kimia perairan. ikan jurung dikoleksi dari perairan sungai bahorok yang diambil dari 3 stasiun dalam 30 kali tebaran. Ikan hasil tangkapan dimasukan ke dalam plastik berukuran 5 kg untuk dibedah dan dilihat tingkat kematangan gonadnya dan fekunditas, setelah itu gonad yang matang diawetkan pada alkohol 70% dan dibawa ke laboratorium untuk diukur diameter telurnya dengan mikroskop stereo.

3.4.1 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad diukur di lapangan berdasarkan tanda-tanda umum ukuran gonad, diantaranya bentuk ovarium, besar kecilnya ovarium, pengisian ovarium pada rongga tubuh, warna ovarium, secara umum ukuran telur dalam ovarium, warna telur, ukuran (diameter telur).

3.4.2 Penentuan Fekunditas Ikan jurung (Tor spp.)

Fekunditas mutlak ikan jurung (Tor spp.) yang dihitung dengan volumetrik, seluruh gonad yang berisi telur di kering anginkan di udara kemudian diukur volume nya dengan menggunakan teknik pemidahan air, misalnya dimasukan air 50cc kedalam tabung kemudian dimasukan gonad yang telah kering udara kedalam tabung, air yang didalam tabung akan naik setelah di isi oleh gonad misalnya menjadi 75cc, maka isi gonad adalah 25cc, setelah itu di ambil sebagian kecil dari gonad kemudian di ukur lagi dengan teknik pemindahan air, setelah di dapat hasil di hitung jumlah telurnya dengan menggunakan rumus :

Metode volumetrik


(31)

X = Jumlah Telur Dalam Gonad Yang Akan Di Cari (Fekunditas) x = Jumlah Telur Dari Sebagian Kecil Gonad

V = Isi Volume Seluruh Gonad v = Isi Volume sebagian gonad

(Effendi, 1992)

3.5 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 3.5.1 Suhu Air

Pengukuran suhu dilakukan menggunakan alat termometer air raksa dengan cara memasukan termometer ke dalam badan air lalu dibaca skala tersebut dan dicatat hasil yang tertera pada skala termometer.

3.5.2 Penetrasi Cahaya

Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunkan keping secci, caranya keping secci dimasukan ke dalam perairan sungai sampai keping secci tidak terlihat dari permukaan sungai lalu diukur panjang talinya

3.5.3 Intensitas Cahaya

Lux meter diletakan pada lokasi penelitian setelah terlebih dahulu dinyalakan dan diatur lux meter pada pembesaran 200.000 kemudian dicatat nilai yang tertera.

3.5.4 Kecepatan Arus Sungai

Bola ping pong dimasukan kebadan sungai bersamaan dengan menghidupkan stopwatch hingga mencapai jarak 10 m kemudian dimatikan stopwatch dan dicatat waktu yang tertera.

3.5.2 pH Air

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelumnya dikalibrasi dulu pH dengan pH 7, lalu dimasukkan pH meter ke dalam sampel air, lalu dibaca nilainya dan dicatat hasil yang tetera ada skala pH meter.


(32)

3.5.6 Dissolved Of Oxygen (DO)

Dissolve Of Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metode winkler. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut dengan menggunakan larutan kimia sebagai berikut (terlampir)

3.5.7 Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Pengukuran BOD5 dilakukan setelah sampel air diambil dan diinkubasi

selama 5 hari dengan metode winkler dihitung BOD5 dengan menggunakan

larutan (terlampir)

3.5.6 Kejenuhan Oksigen

Nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Kejenuhan O2 = �2[�]

�2[�]� 100%

Keterangan

O2[�] : Nilai Konsentrasi Oksigen Yang Diukur (mg/L) O2[�] : Nilai konsentrasi pada tabel

(Effendi, 1992)

3.5.7 Kadar Nitrat (NO3)

Sampel air diambil sebanyak 5 ml, lalu ditambahakan 1 ml NaCl dengan pipet volum dan ditambahkan 5 ml H2SO4 75% lalu ditambah 4 tetes brucine

sulfat sulfanic acid. Larutan yang terbentuk dipanaskan selama 25 menit kemudian larutan tersebut didinginkan lalu diukur dengan spektrofotometer pada λ=410 nm. Kemudian dicatat nilai yang tertera pada spektrofotometer (Lampiran 5).


(33)

3.5.8 Kadar Posfat (PO4-3)

Sampel air di ambil sebanyak 5 ml lalu ditambahkan 1 ml Amstrong reagen dan 1 ml ascorbic acid. Larutan yang terbentuk dibiarkan selama 20 menit lalu diukur dengan spektrofotometer pada λ=880 nm. Kemudian dicatat nilai yang tertera pada spektrofotometer (Lampiran F).

3.6 Analisis Data

3.6.1 Kepadatan Populasi dan Analisis Ukuran Hasil Tangkap a. Kepadatan Populasi (Jala)

jala luas

ulangan spesies

suatu individu jumlah

m ind

K( 2)= /

b. Kepadatan Populasi dengan Catch Per Unit Effort (CPUE),

Nilai Catch Per Unit Effort (CPUE), adalah jumlah individu dari spesies ikan yang ditagkap dengan menggunakan perangkat electrofishing dalam 60 menit disetiap stasiun dalam area tertentu, untuk perbandingan angka-angka tersebut dihitung untuk individu tertangkap per jam (Scottish Fisheries Co-Ordination Centre, SFCC, 2007 dalam Barus, 2014). Perhitungan CPUE menggunakan rumus

CPUE = P/E Dimana :

CPUE = Produksi per Unit Upaya P = Jumlah hasil tangkapan E = Upaya penangkapan

(Simbolon, 2002)

c. Analisis Ukuran Hasil Tangkap

Data ukuran panjang ikan yang diolah dalam bentuk sebaran frekwensi akan memudahkan dalam menganalisis pada selang kelas mana ikan kebanyakan berada dengan rumus:


(34)

K = 1 + (3,322 X log n) i = Rentang/K

Keterangan: K = Jumlah Kelas n = Banyak Data

i = Interval panjang Kelas

Rentang = Data Terbesar – Data Terkecil

(Mallawa, 2006)

3.6.2 Hubungan Panjang-Bobot

Hubungan panjang-bobot ikan dapat dilihat untuk melihat pola pertumbuhan ikan di alam dengan rumus :

W = a L

b

dimana:

W = Berat ikan (gr) L = Panjang ikan (cm) a = Kosntanta

b = koefisisn pertumbuhan

pendekatan regresi linier digunakan untuk melihat hubungan antara panjang-bobot ikan di alam, dimana b merupakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Hipotesis yang digunakan adalah ;

1. jika b=3 disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat

2. jika b≠3 disebut allometrik dimana

b>3 allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan) b<3 allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)


(35)

3.6.3 Analisis Korelasi

Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik kimia dengan kepadatan ikan Jurung (Tor spp.) dilakukan uji korelasi Pearson dengan metode komputerisasi menggunkan SPSS ver. 16

Keterangan :

0,00-0,199 : Sangat Rendah 0,20-0,399 : Rendah

0,40-0,599 : Sedang 0,60-0,79 : Kuat

0,80-1,00 : Sangat Kuat


(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Faktor Biotik

4.1.1 Kepadatan dan Ukuran Hasil Tangkap Ikan Jurung (Tor spp.) Catch

Per Unit Effort (CPUE) Dan Jala

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun diperoleh nilai kepadatan dan ukuran hasil tangkap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kepadatan dan Ukuran Hasil Tangkap Ikan Jurung (Tor spp.) Yang

Diperoleh Dari Perairan Sungai Bahorok

No Panjang

Interval

Jala (Individu/m2)

Elektrofishing (Individu/Jam)

St 1 St 2 St 3 St 1 St 2 St 3

1 <3.96 - - - -

2 3.97-7.93 - - - - 7 2

3 7.94-11.90 - - - - 24 34

4 11.91-15.87 - - - 2

5 15.88-19.84 - - - - 1 3

6 19.85-23.81 2 - - 14 - -

7 23.82-27.78 3 3 2 12 - -

8 27.79-31.75 1 - - 4 - -

9 31.76-35.72 - - - 3 - -

10 35.73-39.69 - - - 1 - -

Total Kepadatan 0.015 0.007 0.005 34 32 41

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh bahwa Pengunaan jala dalam penelitian diperoleh kepadatan tertinggi pada stasiun 1 sebanyak 6 ekor ikan dengan nilai 0.015 individu/m2. Hal ini karena penggunaan jala dalam perairan yang deras lebih efektif menyangkut kehadiran ikan. Stasiun 1 merupakan kawasan hulu sungai yang sesuai sebagai habitat bagi ikan-ikan yang berukuran besar dan dewasa, ikan jurung menyukai perairan deras dan jernih dengan kondisi bebatuan. Haryono (2006) menyatakan habitat ikan yang berukuran besar pada umumnya berada pada kawasan hulu perairan karena memiliki air yang jernih dengan kandungan oksigen dan kecepatan arus yang tinggi. Gunarso (1985) menyatakan kecepatan arus membatasi distribusi ikan secara geografis, ikan-ikan yang menginjak dewasa akan mengikuti arus balik ke masing-masing daerah pemijahan, tempat mereka akan melakukan pemijahan.

penggunaan alat elektrofishing pada stasiun 3 memiliki nilai kepadatan yang tertinggi dengan nilai 41 individu/jam, hal ini karena di bagian hilir sungai


(37)

pada stasiun 3 memiliki aliran arus yang lebih rendah sehingga lebih efektif dalam penggunaan elektrofishing dan merupakan habitat yang sesuai bagi ikan-ikan yang berukuran kecil, kondisi perairan sangat menentukan kepadatan dan penyebaran suatu organisme, karena setiap organisme memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda untuk tetap bertahan dalam suatu perairan. Haryono (2006) menyatakan masing-masing ukuran ikan biasanya menempati tipe habitat tertentu, habitat ikan yang berukuran kecil dan sedang pada umumnya berada pada kawasan perairan yang berarus sedang-deras dengan substrat kerikil dan pasir.

Stasiun 1 diperoleh ikan berdasarkan ukuran kelas panjang baik penangkapan dengan penggunaan jala maupun elektrofishing yaitu pada kisaran interval 19,85-39,69 cm. Hal ini karena stasiun 1 merupakan kawasan hulu sungai sehingga sesuai sebagai habitat ikan yang memiliki ukuran besar, hulu sungai umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi dan memiliki kandungan oksigen yang tinggi. Haryono (2006) menyatakan ikan Tor spp yang berukuran besar banyak dijumpai dihulu sungai dan mampu mencapai panjang tubuh lebih 100 cm. Penggunaan elektrofishing dapat menggambarkan kehadiran ikan namun kurang selektif sehingga ikan yang berukuran kecil ikut tertangkap. Menurut Monintja (2000) penggunaan alat tangkap ikan yang dikatakan ramah lingkungan apabila memiliki selektivitas tinggi yakni menangkap organisme yang menjadi target sasaran saja, selektivitas alat tangkap menentukan keseragaman hasil tangkapan, semakin seragam hasil tangkapan berarti semakin selektif alat tangkap tersebut.

4.1.2 Hubungan Panjang-Bobot Ikan Jurung (Tor spp.) Di Perairan Sungai

Bahorok

Panjang-Bobot Stasiun 1 Stasiun2 Stasiun 3

b 3.03 2.93 2.95

Pola Pertumbuhan Allometrik (+) Allometrik (-) Allometrik (-)

Berdasarkan hasil perhitungan hubungan panjang-bobot ikan jurung (Tor spp.) dari setiap stasiun diperoleh pada stasiun 1 ikan bersifat allometrik (+) dengan nilai b = 3,03, sedangkan pada Stasiun 2 dan 3 ikan bersifat allometrik (-) dengan nilai b = 2,93 dan 2,95. Menurut Effendie (1992) kisaran nilai b umumnya


(38)

berkisar pada nilai 2,5-3,5. Grafik hubungan panjang bobot ikan (Tor spp.) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan Panjang-Bobot Ikan Jurung (Tor spp.) pada A (Stasiun 1), B (Stasiun 2), C (Stasiun 3)

Pola pertumbuhan ikan pada stasiun 1 bersifat allometrik (+) pada stasiun 1 karena pertumbuhan berat ikan lebih dominan dibanding pertumbuhan panjang ikan hal ini karena ikan hasil tangkapan dari stasiun 1 memiliki ukuran yang relatif besar. Tingginya pertumbuhan berat ikan disebabkan oleh banyaknya ketersediaan makanan tambahan pada kawasan hulu sungai, seperti adanya buah ficus yang berasal dari hutan sehingga tidak memerlukan tenaga yang besar dalam mencari makanan. Haryono (2006) menyatakan bahwa ikan jurung menyukai buah beringin (Ficus sp).

Pola pertumbuhan pada stasiun 2 dan 3 bersifat allometrik (-) karena pertumbuhan panjang ikan lebih dominan dibanding dengan pertumbuhan berat, menurut Effendie (2002) ikan dengan pola pertumbuhan alometrik (-) apabila nilai b<3. Nilai b dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Muchlisin et al., (2010) menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b dipengaruhi oleh perilaku ikan,

W= 0.010L3.030

R² = 0.967

0 200 400 600 800

0 10 20 30 40

B

ob

ot

Panjang A

W = 0.010L2.932

R² = 0.989

0,0 50,0 100,0 150,0 200,0

0,0 10,0 20,0 30,0

B

ob

ot

Panjang B

W = 0.010L2.959

R² = 0.989

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 140,0

0,0 10,0 20,0 30,0

B

ob

ot

Panjang C


(39)

misalnya ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif.

Mulfizar (2012) menyatakan bahwa pengukuran panjang–berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Suwarni (2009) menyatakan hubungan antara parameter panjang dan bobot dapat menggambarkan fenomena ekologis yang dialami oleh suatu organisme dalam daur hidupnya, misalnya hubungan alometrik dan isometrik dapat saja berubah dari suatu populasi akibat faktor lingkungan yang berbeda. Febrianti et al., (2013) menyatakan faktorfaktor yang menyebabkan perbedaan nilai b ditentukan oleh perbedaan variasi ukuran ikan yang diamati, jenis kelamin, dan perbedaan waktu pengambilan sampel karena terjadi perubahan isi perut.

4.1.3 Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Ikan Jurung (Tor spp.) di

Perairan Sungai Bahorok

Stasiun

TKG Panjang

ikan (cm)

Berat Gonad

(gr)

Fekunditas (butir)

Diameter telur

(μm)

1 TKG IV 30,5-32,5 5-5,3 1073,333-1192 1514,51-1936,46

2 - - - - -

3 - - - - -

Hasil penelitian diperoleh bahwa pada stasiun 1 terdapat 2 ekor ikan yang sudah matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang ikan 30,5-32,5 yang memiliki berat gonad 5-5,3 gram dengan fekunditas 1073,333 – 1192 butir telur dan diameter telur 1514,51-1936,46 μm. Karena kawasan hulu atau stasiun 1 merupakan kawasan yang cocok bagi induk ikan dan individu yang tertangkap masih memasuki tahap awal dewasa sehingga fekunditas dan ukuran telur masih sangat minim Hasil pengamatan terhadap fekunditas ikan dari penelitian yang dilakukan oleh Haryono (2006) di Sungai Barito bahwa jurung (Tor spp.) memiliki fekunditas berkisar antara 3,125-8,201 butir telur denganpanjang induk 64-89cm dan menyatakan bahwa fekunditas dari marga Tor mampu mencapai 160.000 butir telur tergantung pada ukuran induknya. Effendie (2002) menyatakan Semakin


(40)

tinggi TKG maka diameter telur di dalam ovarium semakin besar dan semakin rendah fekunditas maka diameter telur semakin besar diameter telur semakin besar maka semakin cepat melakukan pemijahan.

Fahriny (2010) menyatakan bahwa jumlah fekunditas ikan cenderung meningkat dengan bertambahnya ukuran badan yang dipengaruhi oleh jumlah makanan. Lagler et al. (1962) dalam Fatimah (2006) menyatakan bahwa jumlah fekunditas yang diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk. Djuhanda (1981) menambahkan bahwa besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh diameter telur.

Stasiun 2 dan 3 tidak dijumpai ikan yang sedang dalam perkembangan gonad hal ini disebabkan stasiun 2 dan 3 merupakan kawasan yang cocok bagi anakan ikan. Menurut Haryono (2006) ikan jurung (Tor spp) mempunyai kebiasaan bermigrasi ke arah hulu untuk memijah sedangkan habitat ikan yang berukuran kecil dan sedang pada umumnya berada pada kawasan perairan yang berarus sedang ke deras.

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun diperoleh faktor fisik-kimia perairan yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan Sungai bahorok pada setiap stasiun

No. Parameter Satuan Stasiun 1

(Hulu Sungai) Stasiun 2 (Pariwisata) Stasiun 3 (Hilir Sungai) A. Parameter Fisika

1 Suhu oC 21 22 25

2 Kecepatan arus m/detik 1,82 1,22 1,18

3 Intensitas cahaya Candela 1940 1160 4970

4 Penetrasi Cahaya cm 26 23 28

B Parameter Kimia

5 Oksigen terlarut (DO) mg/L 7,7 7,5 6,9 6 Kejenuhan Oksigen % 88,70 87,92 85,08

7 Derajat Keasaman (pH) - 7,1 7,2 6,8

8 BOD mg/L 1 1 1,2

9 Nitrat (NO3) mg/L 2,4 2,4 2,6

10 Fosfat (PO4) mg/L <0,03 <0,03 <0,03 Keterangan:

Stasiun 1 : Daerah Hulu Sungai (30 33’ 9” LU dan 980 6’ 39,1” BT) Stasiun 2 : Daerah Pariwisata (30 33’ 0,9” LU dan 980 6’ 58,3” BT) Stasiun 3 : Daerah Hilir Sungai (30 30’ 18,2” LU dan 980 9’ 48,2” BT)

4.2.1 Faktor Fisika

Berdasarkan tabel 2, diperoleh bahwa suhu di setiap stasiun penelitian di perairan Sungai Bahorok berada pada kisaran 21-250C. Suhu tertinggi diperoleh pada


(41)

stasiun 3 yaitu 250C dan suhu terendah pada stasiun 2 yaitu 21 0C. Tingginya suhu pada stasiun 3 disebabkan pengaruh intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi di daerah ini. Sinar cahaya matahari langsung ke badan air akan mempengaruhi tinggi rendahnya suhu suatu perairan. Menurut Nugroho (2006) keadaan suhu dalam suatu perairan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya cahaya yang masuk ke badan sungai, perubahan suhu tergantung pada intensitas radiasi matahari, kecepatan angin, musim, suhu perairan di Indonesia menunjukan ciri khas perairan tropis. Selanjutnya menurut Haryono (2006) kisaran suhu perairan yang baik bagi kehidupan ikan jurung (Tor spp.) adalah < 300C. Hal ini menunjukkan bahwa suhu perairan di Sungai Bahorok masih mendukung pertumbuhan dan perkembangan ikan jurung (Tor spp.).

Kecepatan arus pada stasiun penelitian diperoleh berkisar 1,18-1,82 m/detik. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,82 m/detik sedangkan kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,18m/detik. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 merupakan daerah hulu dengan dataran yang lebih tinggi sehingga menambah kecepatan pergerakan air di sepanjang badan sungai. Menurut effendie (2002) kecepatan arus berkisar 0.1-1.0 m/detik tergolong arus yang kencang. Haryono (2006) menyatakan ikan jurung (Tor spp.) merupakan ikan yang menyukai perairan deras. Hal ini disebabkan arus membantu pertukaran air, dan membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan ikan (Kordi, 2004).

Hasil penelitian diperoleh bahwa intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 4970 candela. Hal ini disebabkan karena sedikitnya kanopi pada daerah ini. Intensitas cahaya merupakan faktor fisik yang mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme autotrof seperti fitoplankton di perairan. Keberadaan fitoplankton secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan ikan karena merupakan salah satu sumber makanan alami di alam. Menurut Nugroho (2006) fitoplankton membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis, fotosintesis akan berlangsung dengan baik jika cahaya matahari yang diterima cukup banyak.

Hasil pengukuran penetrasi cahaya diperoleh bahwa pada stasiun 3 memiliki penetrasi cahaya yang tertinggi sebesar 28 cm dibanding dengan stasiun


(42)

1 dengan nilai 26 cm. Kecerahan cahaya matahari diperlukan bagi organisme air untuk memudahkan pergerakan ikan dalam mencari makan. Radiasi matahari akan menentukan intensitas dan kecerahan pada kedalaman tertentu dan akan mempengaruhi suhu perairan, fotosintesis akan tinggi apabila intensitas cahayanya tinggi atau akan rendah jika intensitas cahayanya rendah juga (Nugroho, 2006).

4.2.2 Faktor Kimia

Berdasarkan Tabel 2. oksigen terlarut (DO) di setiap stasiun penelitian berada pada kisaran 6,9 – 7 mg/L. Nilai oksigen terlarut tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 7,7 mg/L sedangkan nilai terendah diperoleh pada stasiun 3 sebesar 6,9 mg/L. Hal ini disebabkan stasiun 1 merupakan daerah hulu yang yang memiliki banyak kanopi serta memiliki kecepatan arus sungai yang tinggi sehingga ikut membantu masuknya oksigen dari udara. Menurut Barus (2004) sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya Haryono (2006) menyatakan kandungan oksigen terlarut yang baik bagi kehidupan ikan jurung (Tor spp.) berkisar >5mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut (DO) perairan Sungai Bahorok mendukung kehidupan ikan jurung (Tor spp.).

Berdasarkan hasil pengukuran pH yang telah dilakukan di setiap stasiun penelitian diperoleh pada kisaran 6,8-7,1. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 7,2 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 6,8. Hal ini disebabkan pada stasiun 2 terdapat banyak aktifitas manusia berupa pemukiman dan pariwisata yang dapat mempengaruhi kondisi perairan dan kehadiran ikan. Menurut Haryono (2006) kisaran pH yang baik bagi kehidupan ikan jurung (Tor spp.) maupun biota air antara 6,5-8,5. Selanjutnya Kordi (2004) menyatakan titik kematian ikan biasa terjadi pada pH 4 (asam) dan pH 11 (basa). Hal ini menunjukkan bahwa pH di perairan di Sungai Bahorok mendukung untuk kehidupan ikan jurung (Tor spp.).

Nilai BOD5 pada setiap stasiun penelitian berkisar 1-1,2 mg/L. Parameter

BOD5 secara umum digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran suatu

perairan. Menurut Lee, et al. (1978) dalam Fadil (2011) tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD5 dimana kandungan ≤ 2,9 mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l


(43)

merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan yang tercemar sedang dan kandungan ≥ 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar berat. Berdasarkan kriteria tersebut, maka perairan pada Sungai Bahorok merupakan perairan yang tidak tercemar.

Hasil pengukuran nitrat yang telah dilakukan di setiap stasiun penelitian berkisar 2,4-2,6 mg/L. Nitrat yang paling tinggi dijumpai pada stasiun 3 dengan nilai 2,6 mg/L. Kandungan nitrat berpengaruh terhadap kehidupan ikan karena berfungsi sebagai sumber nutrisi dalam pertumbuhan fitolankton sehingga banyaknya fitoplankton dalam suatu perairan berguna sebagai sumber makanan bagi ikan jurung (Tor spp.). Haryono (2006) menyatakan kandungan nitrat yang baik bagi kehidupan ikan (Tor spp.) berkisar <10. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrat di perairan Sungai Bahorok mendukung kehidupan ikan jurung (Tor spp.). Hasil pengukuran fosfat yang diukur pada setiap stasiun berkisar <0,03 mg/L. Fosfat umumnya muncul dalam jumlah yang kecil dalam suatu perairan konsentrasi fosfat pada perairan berkisar 0,01-200 mg/L (Wardoyo, 1975).

4.3 Nilai Analisis Korelasi Kepadatan Ikan Dengan Faktor Fisik-Kimia Perairan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun diperoleh nilai korelasi yang dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Analisis Korelasi kepadatan ikan dengan Faktor Fisik-Kimia Perairan (Jala)

No Parameter Nilai Korelasi (r)

A Parameter Fisika

1 Suhu 0,817

2 Kecepatan Arus 0,991

3 Intensitas Cahaya -0,496

4 Penetrasi Cahaya -0,075

B Parameter Kimia

5 Oksigen Terlarut (DO) 0.817

6 Kejenuhan Oksigen 0,796

7 Derajat Keasaman (pH) 0,454

8 BOD -0,655

9 Nitrat (NO3-N) -0,655

10 Fosfat (PO4) -0,945

Korelasi (-) = Hubungan Berlawanan Arah Korelasi (+) = Hubungan Searah

Hasil uji analisis korelasi antara parameter fisik-kimia perairan dengan kepadatan ikan jurung (Tor spp.) menunjukkan hubungan masing-masing parameter fisik kimia terhadap kepadatan ikan jurung. Hubungan korelasi antara faktor fisik kimia dan kepadatan ikan dengan penggunaan jala menunjukan bahwa


(44)

suhu, DO, fosfat, dan kecepatan arus berpengaruh sangat kuat dengan nilai berkisar 0,817-0,991.

Tabel 4. Analisis Korelasi kepadatan ikan dengan Faktor Fisik-Kimia Perairan (Elektrofishing)

No Parameter Nilai Korelasi (r)

A Parameter Fisika

1 Suhu 0,898

2 Kecepatan Arus -0.358

3 Intensitas Cahaya 1000

4 Penetrasi Cahaya 0.911

B Parameter Kimia

5 Oksigen Terlarut (DO) -0.898

6 Kejenuhan Oksigen -0.913

7 Derajat Keasaman (pH) -1000

8 BOD 0.977

9 Nitrat (NO3-N) 0.977

10 Posfat (PO4) 0.741

Korelasi (-) = Hubungan Berlawanan Arah Korelasi (+) = Hubungan Searah

Hubungan korelasi antara faktor fisik kimia dan kepadatan ikan dengan penggunaan elektrofishing menunjukan bahwa suhu, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, DO, BOD5, kejenuhan oksigen, kecepatan arus, nitrat, posfat dengan nilai berkisar 0,898-1000 memiliki pengaruh sangat kuat. Hubungan korelasi Dalam penggunaan jala dan elektrofishing menunjukan bahwa suhu dan DO dengan nilai berkisar 0,817-0,898 berpengaruh kuat terhadap kehadiran ikan di sungai bahorok.

Berdasarkan hasil analisis korelasi antara faktor fisik-kimia perairan dan kepadatan ikan jurung (Tor spp.) yang memiliki hubungan kuat dan sangat kuat baik penggunaan jala maupun elektrofishing adalah:

a. Keberadaan dan kehadiran ikan sangat di pengaruhi oleh Suhu. Suhu yang mendukung kehidupan ikan jurung (Tor spp.) berkisar <300 C. Tinggi atau rendahnya suhu mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan, suhu yang tinggi akan mengurangi kadar oksigen terlarut yang merupakan faktor untuk mendukung kehidupan ikan.

b. Oksigen terlarut (DO) berperan dalam menentukan keberadaan ikan jurung (Tor spp.) karena merupakan kebutuhan dasar dalam melakukan respirasi. Tinggi atau rendah nya oksigen dipengaruhi oleh suhu dan berpengaruh sangat kuat terhadap kehadiran ikan.


(45)

c. Kejenuhan oksigen dalam perairan mempengaruhi kehadiran ikan dalam perairan, semakin tinggi kejenuhan oksigen maka oksigen terlarut dalam perairan semakin baik, sehingga baik bagi kehidupan ikan.

d. BOD berpengaruh terhadap keberadaan dan kehidupan ikan, BOD merupakan salah satu parameter yang menunjukkan tingkat pencemaran suatu perairan. semakin tinggi nilai BOD maka jumlah senyawa organik juga tinggi dan akan menurunkan nilai oksigen terlarut (DO) di suatu perairan.

e. Nitrat dalam perairan sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton sebagai produsen dalam perairan. Alga dan fitoplakton berfungsi untuk menghasilkan oksigen untuk perairan dari hasil proses fotosintesis dan juga makanan alami bagi sebagian ikan.

f. Fosfat merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuburan suatu perairan karena digunakan oleh fitoplankton dan alga dalam pertumbuhannya. Alga dan fitoplankton tersebut merupakan makanan alami untuk ikan.


(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

a. Kepadatan ikan tertinggi dengan menggunakan menggunakan jala pada stasiun stasiun 1 (0.005 ind/m2), sedangkan elektrofishing diperoleh pada stasiun 3 (41 ind/jam).

b. Pola pertumbuhan ikan yang bersifat allometrik (+) pada stasiun 1 dengan nilai b = 3,03 dan allometrik (-) pada stasiun 2 dan 3 dengan nilai b = 2,95. c. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) IV hanya ditemukan pada stasiun 1

dengan fekunditas 1073,333 - 1192 butir.

d. Suhu, kecepatan arus, oksigen terlarut dan fosfat memiliki hubungan korelasi sangat kuat terhadap kepadatan ikan jurung (Tor spp.) dalam penggunaan jala, sedangkan dalam penggunaan elektrofishing bahwa suhu, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, oksigen terlarut, kejenuhan oksigen, pH, BOD, nitrat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kehadiran ikan di perairan sungai bahorok.

e. Faktor fisik kimia yang berpengaruh sangat kuat terhadap kepadatan ikan baik penggunaan jala maupun elektrofishing adalah suhu dan oksigen terlarut.

5.2 Saran

a. Dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai kepadatan dan pola petumbuhan ikan jurung (Tor spp.) pada musim yang berbeda.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Barus, A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press: Medan.

______ 2014. Kajian Bioekologi Ikan Endemik Rawan Punah Neolissochilus Sumatranus Sebagai Dasar Konservasi Di Sungai Asahan Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara: Medan.

Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico: Bandung Press.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri Cikuray: Bogor

_______1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia: Bogor. _______2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Bogor.

Fadil M.S. 2011. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air Dan Aspek Fisiologis Ikan Yang Ditemukan Pada Aliran Buangan Pabrik Karet Di Sungai Batang Arau. Universitas Andalas: Padang.

Fahriny, U. 2010. Analisis Fekunditas Dan Diameter Telur Ikan Malalugis Biru (Decapterus Macarellus Cuvier, 1833) Di Perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Propinsi Sulawesi Tengah. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan Dan Perikanan ). Vol 20 (1). Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan UNHAS : Makassar.

Fatimah, Lisa. 2006. Beberapa Aspek Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa Mystax) Pada Bulan Januari Juni Di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air Dan Udara. ITB. Kanisus: Yogyakarta

Febrianti, A., Efrizal, T., Andi, Z. 2013. Kajian Kondisi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) Berdasarkan Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Di Laut Natuna Yang Didaratkan Di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar Kud Tanjung Pinang. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan: Universitas Maritime Raja Ali Haji.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.


(48)

Haetami et al. 2005. Tingkat Penggunaan Gulma Air Azolla Piñata. Dalam Ramsum Terhadap Pertumbuhan Dan Konversi Pakan Ikan Bawal Air Tawar. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran: Bandung.

Hanif, Dkk. 2011. Panduan Budidaya Ikan Nila Sistem Keramba Jaring Apung.

WWF-Indonesia: Jakarta.

Haryono. 2006. Fauna Ikan Di Perairan Sekitar Bukit Lawang Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Jurnal Iktiologi Indonesia. LIPI. Vol (6) Kordi, G. 2004. Penanggulangan Hama Dan Penyakit. Bina Adiaksara: Jakarata. Lentera, Tim. 2002. Pembesaran Ikan Mas Di Kolam Air Deras. Agromedia

Pustaka: Jakarta.

Mallawa, A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan Dan Berbasis Masyarakat.Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. UNHAS : Makassar. Maryono, Agus. 2007. Restorasi Sungai. Gadjah Mada University Press. UGM :

Yogyakarta.

Monintja, D.R. 2000. Pemanfaatan Pesisir Dan Lautan Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Mulfizar. 2012. Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan Yang Tertangkap Di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Jurnal Depik. Vol(1):1-9.

Mulyanto, H. R. 2007. Sungai Fungsi Dan Sifat-Sifatnya. Edisi Pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Muchlisin, Z.A. 2010. Biodeversity Of Freshwater Fishes In Aceh Province, Indonesia With Emphasis On Several Biological Aspects Of The Depik (Rasbora Tawarensis) An Endemic Species In Lake Laut Tawar. [Disertasi], Penang: Universiti Sains Malaysia.

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fisheries. Translated from Russian by L. Barkett. Academic Press. London.

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti: Jakarta.

Praseno et al. 2010. Uji Ketahanan Salinitas Beberapa Strain Ikan Mas Yang Dipelihara Di Akuarium. Pusat Riset Perikanan Budidaya: Jakarta.

Rauf, A. 2011. Dasar-Dasar Pengolahan Daerah Aliran Sungai. USU PRESS : Medan.


(1)

Stasiun 2

Length (L)

Weight (W)

Log (L)

Log (W)

Log (L)*Log (W)

Log L2

5.8

2.2

0.763

0.342

0.261

0.583

6.5

2.7

0.813

0.431

0.351

0.661

6.9

3.0

0.839

0.477

0.400

0.704

7.5

4.3

0.875

0.633

0.554

0.766

7.6

4.2

0.881

0.623

0.549

0.776

7.6

4.4

0.881

0.643

0.567

0.776

7.9

4.3

0.898

0.633

0.569

0.806

8.0

4.2

0.903

0.623

0.563

0.816

8.3

4.7

0.919

0.672

0.618

0.845

8.3

6.8

0.919

0.833

0.765

0.845

8.4

5.1

0.924

0.708

0.654

0.854

8.5

5.3

0.929

0.724

0.673

0.864

8.6

5.9

0.934

0.771

0.720

0.873

8.8

5.7

0.944

0.756

0.714

0.892

9.0

6.9

0.954

0.839

0.800

0.911

9.0

6.3

0.954

0.799

0.763

0.911

9.0

7.1

0.954

0.851

0.812

0.911

9.0

7.4

0.954

0.869

0.829

0.911

9.2

6.6

0.964

0.820

0.790

0.929

9.2

6.9

0.964

0.839

0.808

0.929

9.3

6.5

0.968

0.813

0.787

0.938

9.3

6.7

0.968

0.826

0.800

0.938

9.4

6.7

0.973

0.826

0.804

0.947

9.5

7.4

0.978

0.869

0.850

0.956

9.6

7.9

0.982

0.898

0.882

0.965

9.9

9.7

0.996

0.987

0.982

0.991

9.9

8.7

0.996

0.940

0.935

0.991

10.0

9.0

1.000

0.954

0.954

1.000

10.1

9.4

1.004

0.973

0.977

1.009

10.5

9.1

1.021

0.959

0.979

1.043

10.9

11.2

1.037

1.049

1.088

1.076

19.5

59.9

1.290

1.777

2.293

1.664

23.0

113.6

1.362

2.055

2.799

1.854

25.5

158.3

1.407

2.199

3.094

1.978

25.5

154.9

1.407

2.190

3.080

1.978


(2)

Stasiun 3

Length (L)

Weight (W)

Log (L)

Log (W)

Log (L)*Log (W)

Log L2

7.5

3.9

0.88

0.59

0.52

0.77

7.9

4.7

0.90

0.67

0.60

0.81

8.0

5.1

0.90

0.71

0.64

0.82

8.0

4.7

0.90

0.67

0.61

0.82

8.2

5.1

0.91

0.71

0.65

0.84

8.2

5.6

0.91

0.75

0.68

0.84

8.3

5.3

0.92

0.72

0.67

0.84

8.5

6.1

0.93

0.79

0.73

0.86

8.5

5.3

0.93

0.72

0.67

0.86

8.5

5.7

0.93

0.76

0.70

0.86

8.6

6.2

0.93

0.79

0.74

0.87

8.9

6.1

0.95

0.79

0.75

0.90

8.9

6.9

0.95

0.84

0.80

0.90

8.9

6.3

0.95

0.80

0.76

0.90

9.0

10.0

0.95

1.00

0.95

0.91

9.0

7.3

0.95

0.86

0.82

0.91

9.0

7.2

0.95

0.86

0.82

0.91

9.0

7.7

0.95

0.89

0.85

0.91

9.0

6.8

0.95

0.83

0.79

0.91

9.0

6.5

0.95

0.81

0.78

0.91

9.0

6.5

0.95

0.81

0.78

0.91

9.2

7.4

0.96

0.87

0.84

0.93

9.3

7.2

0.97

0.86

0.83

0.94

9.3

7.8

0.97

0.89

0.86

0.94

9.3

7.4

0.97

0.87

0.84

0.94

9.5

8.5

0.98

0.93

0.91

0.96

9.5

8.2

0.98

0.91

0.89

0.96

9.5

7.6

0.98

0.88

0.86

0.96

9.5

8.1

0.98

0.91

0.89

0.96

9.6

8.6

0.98

0.93

0.92

0.96

9.6

8.7

0.98

0.94

0.92

0.96

9.8

8.6

0.99

0.93

0.93

0.98

9.9

9.2

1.00

0.96

0.96

0.99

10.0

10.3

1.00

1.01

1.01

1.00

10.0

10.6

1.00

1.03

1.03

1.00

10.5

10.1

1.02

1.00

1.03

1.04

14.5

30.5

1.16

1.48

1.72

1.35

14.9

27.7

1.17

1.44

1.69

1.38

18.0

47.9

1.26

1.68

2.11

1.58

18.2

50.0

1.26

1.70

2.14

1.59

18.3

59.1

1.26

1.77

2.24

1.59

23.0

113.0

1.36

2.05

2.80

1.85

23.0

128.9

1.36

2.11

2.87

1.85


(3)

Lampiran 8. Hubungan Kepadatan Ikan Dengan Faktor Fisik Kimia (Jala)

Correlations

Kepadatan Suhu

Penetrasi cahaya

Intensitas

Cahaya pH DO BOD5

Kejenuhan Oksigen

Kecepatan

Arus Nitrat Pospat

Kepadata

n

Pearson

Correlation

1 -.817

-.075

-.496 .454 .817 -.655

.796

.991 -.655 -.945

Sig. (2-tailed) .391 .952 .670 .700 .391 .546 .414 .086 .546 .212

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Suhu Pearson

Correlation -.817 1 .636 .906 -.885

-1.000* *

.971 -.999* -.732 .971 .961

Sig. (2-tailed) .391 .561 .279 .309 .000 .154 .023 .477 .154 .179

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Penetrasi cahaya

Pearson

Correlation -.075 .636 1 .903 -.923 -.636 .803 -.664 .059 .803 .397

Sig. (2-tailed) .952 .561 .282 .252 .561 .407 .538 .962 .407 .740

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Intensitas Cahaya

Pearson

Correlation -.496 .906 .903 1 -.999

* -.906 .981 -.921 -.375 .981 .753

Sig. (2-tailed) .670 .279 .282 .030 .279 .124 .255 .755 .124 .457

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Derajat Keasaman

Pearson

Correlation .454 -.885 -.923 -.999

* 1 .885 -.971 .901 .331 -.971 -.721

Sig. (2-tailed) .700 .309 .252 .030 .309 .154 .286 .786 .154 .488

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Oksigen Terlarut

Pearson

Correlation .817 -1.000

** -.636 -.906 .885 1 -.971 .999* .732 -.971 -.961

Sig. (2-tailed) .391 .000 .561 .279 .309 .154 .023 .477 .154 .179

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

BOD5 Pearson

Correlation -.655 .971 .803 .981 -.971 -.971 1 -.979 -.548 1.000

** .866

Sig. (2-tailed) .546 .154 .407 .124 .154 .154 .131 .631 .000 .333

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Kejenuhan Oksigen

Pearson

Correlation .796 -.999

* -.664 -.921 .901 .999* -.979 1 .707 -.979 -.950

Sig. (2-tailed) .414 .023 .538 .255 .286 .023 .131 .500 .131 .202

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Kecepatan Arus

Pearson

Correlation .991 -.732 .059 -.375 .331 .732 -.548 .707 1 -.548 -.893

Sig. (2-tailed) .086 .477 .962 .755 .786 .477 .631 .500 .631 .298

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Nitrat Pearson

Correlation -.655 .971 .803 .981 -.971 -.971 1.000

** -.979 -.548 1 .866

Sig. (2-tailed) .546 .154 .407 .124 .154 .154 .000 .131 .631 .333

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Pospat Pearson

Correlation -.945 .961 .397 .753 -.721 -.961 .866 -.950 -.893 .866 1

Sig. (2-tailed) .212 .179 .740 .457 .488 .179 .333 .202 .298 .333

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(4)

Lampiran 8. Hubungan Kepadatan Ikan Dengan Faktor Fisik Kimia

(Elektrofishing)

Correlations

Kepadatan Suhu

Penetrasi cahaya

Intensitas

Cahaya pH DO BOD5

Kejenuhan Oksigen

Kecepatan

Arus Nitrat Pospat

Kepadatan Pearson

Correlation

1

.898

.911

1.000

*

-1.000

*

-.898

.977

-.913

-.358

.977

.741

Sig.

(2-tailed) .290 .271 .012 .019 .290 .136 .267 .767 .136 .469

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Suhu Pearson

Correlation .898 1 .636 .906 -.885 -1.000

** .971 -.999* -.732 .971 .961

Sig.

(2-tailed) .290 .561 .279 .309 .000 .154 .023 .477 .154 .179

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Penetrasi cahaya

Pearson

Correlation .911 .636 1 .903 -.923 -.636 .803 -.664 .059 .803 .397

Sig.

(2-tailed) .271 .561 .282 .252 .561 .407 .538 .962 .407 .740

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Intensitas Cahaya

Pearson

Correlation 1.000

* .906 .903 1 -.999* -.906 .981 -.921 -.375 .981 .753

Sig.

(2-tailed) .012 .279 .282 .030 .279 .124 .255 .755 .124 .457

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Derajat Keasaman

Pearson

Correlation -1.000

* -.885 -.923 -.999* 1 .885 -.971 .901 .331 -.971 -.721

Sig.

(2-tailed) .019 .309 .252 .030 .309 .154 .286 .786 .154 .488

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Oksigen Terlarut

Pearson

Correlation -.898 -1.000

** -.636 -.906 .885 1 -.971 .999* .732 -.971 -.961

Sig.

(2-tailed) .290 .000 .561 .279 .309 .154 .023 .477 .154 .179

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

BOD5 Pearson

Correlation .977 .971 .803 .981 -.971 -.971 1 -.979 -.548 1.000

** .866

Sig.

(2-tailed) .136 .154 .407 .124 .154 .154 .131 .631 .000 .333

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Kejenuhan Oksigen

Pearson

Correlation -.913 -.999

* -.664 -.921 .901 .999* -.979 1 .707 -.979 -.950

Sig.

(2-tailed) .267 .023 .538 .255 .286 .023 .131 .500 .131 .202

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Kecepatan Arus

Pearson

Correlation -.358 -.732 .059 -.375 .331 .732 -.548 .707 1 -.548 -.893

Sig.

(2-tailed) .767 .477 .962 .755 .786 .477 .631 .500 .631 .298

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Nitrat Pearson

Correlation .977 .971 .803 .981 -.971 -.971 1.000

** -.979 -.548 1 .866

Sig.

(2-tailed) .136 .154 .407 .124 .154 .154 .000 .131 .631 .333

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Pospat Pearson

Correlation .741 .961 .397 .753 -.721 -.961 .866 -.950 -.893 .866 1

Sig.

(2-tailed) .469 .179 .740 .457 .488 .179 .333 .202 .298 .333

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(5)

Lampiran 9. Contoh Perhitungan

1.

Kepadatan (K) ikan jurung (

Tor

sp.) dengan meggunakan jala (stasiun 1)

K=

Jumlah individu /ulangan

Luas jala

=

6/30

12,56

= 0,015 ind/m

2

2.

Kepadatan (K) ikan jurung (

Tor

sp.) dengan meggunakan elektrofishing

(stasiun 1)

K =

Jumlah individu suatu jenis

waktu (1 jam)

=

34

1

= 34 ind/jam

3.

Fekunditas

X : x = V : v

X = Jumlah telur dalam gonad yang akan di cari (Fekunditas)

x = 298 butir

V = 5,2 gram

v = 1,3 gram

X=

298 × 5.2

1.3

=1192 butir

4.

Analisis komposisi ukuran hasil tangkapan

K = 1 + (3,322 X log n)

i = Rentang/K

Rentang

= data terbesar-data terkecil

= 37.0-5.8 = 31.2

K

= (1+(3.322 X log 118)

= (1+(3.322 X 2.07) = 7,88

I

= 31,2/7,88


(6)

Lampiran 10. Foto Alat Dan Bahan

Speed

Jala

GPS

pH Meter

Keping Sechi