PERSEPSI ETIS MAHASISWA AKUNTANSI MENGENAI SKANDAL ETIS AUDITOR DAN CORPORATE MANAGER

Elok Faiqoh Himmah

Lembaga Studi Islam Malang Email: [email protected]

Abstract. Student’s Ethical Perspective on Auditor’s Ethics Scandal and

Corporate Manager. The purpose of this study is to obtain empirical evidence about the influence of ethical orientation (idealism and relativism), gender and level of knowledge of the accounting student’s perceptions regarding ethical scandals by accountant and corporate managers with research model developed by Comunale et al (2006). Results of the analysis in this study indicated that idealism, gender and level of knowledge of the public accounting profession and accounting scan- dals accounting affected student’s perceptions of the ethical scandals auditors and corporate manager. On the other hand, relativism variables had no effect on ac- counting students' perceptions regarding ethical scandals auditors and corporate manager.

Abstrak. Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis Audi-

tor Dan Corporate Manager. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh orientasi etis (idealisme dan relativisme), gen- der, dan tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa akuntansi mengenai skandal etis auditor dan corporate manager dengan model penelitian yang dikem- bangkan oleh Comunale et al (2006). Hasil analisis dalam penelitian ini menun- jukkan bahwa idealisme, gender, dan tingkat pengetahuan tentang profesi akun- tan publik dan skandal akuntansi berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa akuntansi mengenai skandal etis auditor dan corporate manager. Sedangkan, variabel relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa akuntansi me- ngenai skandal etis auditor dan corporate manager.

Kata kunci : Skandal Etis, Idealisme, Relativisme, Gender, Tingkat Pengetahuan, Persepsi Etis, Pendidikan etika

mikirkan dampak atas perbuatan tidak hanya membawa dampak

Perkembangan

globalisasi

tersebut, salah satunya adalah positif, namun juga membawa

melakukan kecurangan (fraud) dampak negatif bagi kehidup-

atau perilaku tidak etis. Perilaku an sosial masyarakat. Perkem-

tidak etis pada bidang profesi bagan tersebut tidak selamanya

terutama pada profesi akuntansi merubah kehidupan seseorang

sudah menjadi isu terhangat di menuju arah yang lebih baik, dan

kalangan masyarakat luas, kasus- hal itu tergantung bagaimana si-

kasus yang berkenaan dengan kap seseorang dalam menerima

skandal keuangan yang selama perubahan tersebut. Jtun-Jtun et

ini terjadi pada perusahaan-peru- al (2009) menyatakan bahwa be-

sahaan swasta maupun lembaga berapa penelitian menunjukkan

pemerintahan tidak bisa lepas adanya perkembangan teknologi,

dari campur tangan para profesi komunikasi dan perubahan so-

akuntan. Hal tersebut menjadikan sial ekonomi telah merubah pola

profesionalisme dan perilaku etis kehidupan generasi kita menjadi

akuntan dipertanyakan oleh ma-

pribadi yang individual, materialis syarakat. The National Commission

Jurnal Akuntansi Multiparadigma

dan cenderung kapitalis. on Fraudulent Financial Reporting

JAMAL Volume 4

Karakteristik pribadi yang in-

(1987) mengungkapkan bahwa

Nomor 1 Halaman 1-164

dividual, materialis dan kapitalis berbagai kasus kecurangan me- mendorong orang untuk melaku-

Malang, April 2013 ISSN 2086-7603

ngenai laporan keuangan berawal kan hal yang negatif tanpa me-

dari pelanggaran-pelanggran ke-

Himmah, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis...27 cil. Oleh karena itu, etika akuntan khusus-

nya mengenai profesionalisme telah menjadi isu yang menarik untuk didiskusikan.

Perilaku etis adalah perilaku yang se- suai dengan norma, aturan dan hukum yang ditetapkan. Oleh karena itu, tidak hanya ke- mampuan dan keahlian khusus (skill) yang dibutuhkan dalam bidang profesi, perilaku etis pun dibutuhkan. teori etika menye- diakan kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita (Bertens 2000: 66). Larkin (2000) menjelaskan bahwa tiap profesi termasuk akuntan dan auditor harus mempunyai ke- mampuan dalam mengidentifikasi perilaku etis. Namun, menurut Wyatt (2004) akuntan memiliki kelemahan dalam profesinya, yaitu keserakahan individu dan korporasi, pelang- garan independensi saat pemberian jasa, si- kap terlalu lunak pada klien dan peran serta dalam menghindari aturan akuntansi yang ada.

Dewasa ini bermunculan skandal etis pada profesi akuntan yang melibatkan au- ditor atas tindakan penyelewengan pelapo- ran keuangan oleh perusahaan-perusahan besar. Salah satunya Enron dengan KAP Arthur Andersen yang telah menghebohkan percaturan bisnis global. Fortune 500 yang dilansir Comunale et al (2006) mengungkap- kan bahwa Enron adalah satu dari tujuh perusahaan besar di Amerika yang memiliki permasalahan mengenai krisis etis profesi dalam bidang akuntansi. Enron merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri energi. Pada tahun 2001 Enron mengalami kerugian yang menghebohkan percaturan bisnis global. Kebangkrutan yang dialami oleh Enron disebabkan oleh beberapa faktor yang menyangkut skandal etis dalam enti- tas bisnis tersebut dengan melakukan ma- nipulasi angka-angka pada pengungkapan laporan keuangan. Hal ini dilakukan semata untuk menarik para investor agar laporan keuangan nampak menarik, serta tampak memiliki kinerja yang baik. Lebih lanjut, Enron telah melakukan penggelembungan ( mark up ) atas pendapatan sebesar US$ 600 juta dan menyembunyikan utangnya sebesar US$ 1,2 miliar yang dilakukan oleh manaje- men Enron. Dalam hal ini Arthur Andersen sebagai auditor independen yang memberi- kan jasa audit atas laporan keuangan peru- sahaan Enron, telah melakukan pelanggaran atas kode etik profesional akuntan dengan merekayasa laporan keuangan Enron dan lebih parahnya lagi Arthur Andersen meng-

hancurkan dokumen-dokumen penting ter- kait dengan bukti audit Enron.

Dalam praktek manipulasi ini dapat di- katakan telah terjadi sebuah kolusi tingkat tinggi antara manajemen Enron, analisis keuangan, para penasihat hukum dan Lebih lanjut, dijelaskan bahwa kontroversi lainnya dalam kasus Enron adalah terbongkarnya juga kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang ber- hubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma audit Arthur. (Comunale et al, 2006) menjelaskan bahwa enam bulan berikutnya, Andersen dijatuhi hukuman atas pelang- garan hukum (walaupun pada tahun 2005 mengajukan banding, hanya saja terlambat menyelamatkan Andersen), sehingga Ander- sen menjadi Kantor Akuntan Publik yang pertama kalinya dijadikan tersangka, dan akhirnya Big 5 menjadi Big 4. Selain kasus yang terjadi pada Enron dengan KAP Athur Andersen, ternyata KAP yang telah terdaftar menjadi KAP big 4 telah terlibat beberapa kasus yang melibatkan beberapa perusa- haan besar atas skandal akuntansi meliputi, Tyco, WorldCom, dan Adelphia.

Di Indonesia sendiri telah banyak ber- munculan skandal etis profesi akuntan yang merugikan banyak pihak, baik yang di- lakukan oleh auditor, manajer perusahaan, bahkan akuntan pemerintahan. Sebagai contoh, keterlibatan 10 KAP yang terbukti telah melakukan praktik kecurangan akun- tansi dengan mengeluarkan laporan audit palsu yang mengungkapkan bahwa lapo- ran keuangan 37 bank dalam keadaan se- hat. Selain itu, skandal etis juga melibatkan beberapa perusahaan di Indonesia, seperti PT. Kimia Farma dengan KAP Hans Tuana- kotta & Mustofa (HT & M), PT. TELKOM de- ngan KAP Eddy Pianto, PT. KAI, KAP Johan Malonda & Rekan dengan PT. Great River International Tbk (Great River) tahun 2003, KAP Biasa Sitepu dengan perusahaan Raden Motor tahun 2009, serta kasus mafia pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan se- bagai akuntan internal pemerintahan tahun 2010.

Berbagai fenomena atas skandal etis profesi menggambarkan masih banyak para profesi akuntan yang melanggar prinsip dasar etika profesi. Dalam hal ini seharus- nya etika menjadi perhatian utama sebelum individu terjun ke dunia profesi akuntan. Selain itu, para akuntan harus mempu- nyai komitmen yang tinggi terhadap pro- fesi me-reka dalam mengungkapkan (disclo-

28 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 26-39 sure ) dan menginvestigasi (audit) pelaporan

keuang-an terutama ketika ditemukan ke- curangan (fraud) atas pelaporan keuangan suatu organisasi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntan mempu- nyai peranan dalam membuat dan menyaji- kan laporan keuangan. Larkin (2000) me- ngatakan bahwa auditor internal memiliki kewajiban untuk melakukan penilaian etis yang sehat untuk kepentingan organi- sasi atau perusahaan dan masyarakat, oleh karena itu mereka sering dihadapkan deng- an dilema etis atau situasi yang menantang etika mereka dalam memberikan keputusan etis. Sedangkan akuntan publik atau auditor eksternal mempunyai peran dalam meng- ungkapkan laporan keuangan (disclosure) dan memastikan bahwa laporan keuangan yang telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan tanpa mengandung un- sur rekayasa pelaporan keuangan atau ke- curangan (fraud).

Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempu- nyai pengetahuan, pemahaman dan kemau- an untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo 1999). Sehingga kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh se- belum mahasiswa akuntansi masuk di du- nia profesi akuntansi (Mastracchio 2005). Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa individu yang akan terjun ke dunia profesi akuntan atau mahasiwa akuntansi hendaknya dibekali pengenalan permasala- han yang berkaitan dengan etika sebagai pengembangan kurikulum. Sehingga dengan adanya pengembangan kurikulum tersebut diharapkan dapat mengetahui pertimbang- an etis dan keberanian dalam mengam- bil keputusan etis ketika melihat konflik- konflik yang berhubungan dengan perilaku yang mengarah pada tindakan kecurangan ( fraud ).

Novius (2008) menjelaskan kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis keper- cayaan dari masyarakat luas. Skandal etis yang selama ini terjadi khususnya di du- nia profesi akuntan dan corporate manager mencerminkan bahwa krisis etis telah me- landa dunia etika bisnis dan profesi akun- tan. Mengingat mahasiswa akuntansi se- bagai akuntan masa depan, maka peneliti

merasa bahwa pentingnya melakukan pene- litian berkenaan dengan persepsi atau per- timbangan etis mereka terhadap isu-isu skandal etika yang terjadi di dunia profesi akuntan. Persepsi menurut Gibson (1996) dalam Dewi (2010) adalah proses seseorang untuk memahami lingkungan yang meliputi orang, objek, simbol, dan sebagainya yang melibatkan proses kognitif. Kognitif meru- pakan proses-proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari, menemukan, atau mengetahui dan memahami informasi. Se- tiap individu memiliki penafsiran yang ber- beda dalam menerima dan merespon infor- masi, maka masing-masing individu dengan kognitif yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda pula. Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan dalam ke- hidupan yang diperoleh melalui pengala- man. S etiap mahasiswa mempunyai persepsi moral, penilaian dan perilaku yang berbe- da-beda, meskipun mereka telah diberikan pendidikan etika dengan porsi yang sama (Smith 2009).

Etika merupakan moral yang ditanam- kan di dalam diri individu yang membentuk suatu filsafat moralitas, dan pada umum- nya tidak tertulis. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi sebuah profesi, dimana profesi membutuhkan etika secara tertulis yang disebut kode etik. Ludigdo dan Mulawarman (2010) mengatakan bahwa banyak penelitian juga merujuk bagaimana aspek etis sebagai bagian dari proses pendidikan akuntansi un- tuk membekali mahasiswa agar memiliki ke- sadaran etis dalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu, pendidikan etika memiliki tujuan untuk membentuk perkembangan moral dan pola pikir mahasiswa untuk lebih menyadari dimensi sosial dan dimensi etika dalam setiap pengambilan keputusan etis mengenai berbagai isu skandal akuntansi yang selama ini terjadi. Pada dasarnya In- ternational Accounting Education Standards Board (2006) menyatakan bahwa lingkungan pendidikan harus mampu membentuk indi- vidu yang memiliki nilai etika dan perilaku profesional dengan mengajarkan tentang ni- lai-nilai profesional, serta mengembangkan dan menanamkan perilaku etis.

Pertimbangan moral (moral judgment) adalah semacam penghakiman normatif. Normatif merupakan keyakinan individu bahwa sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, seharusnya atau tidak seharus- nya. Psikolog Lawrence Kohlberg pada tahun 1969, melakukan penelitian selama lebih

Himmah, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis...29

Tabel 1 Tahapan Cognitive Moral Development Kohlberg

Level Apa yang “RIGHT” dan “WHY” Menghindari pelanggaran aturan untuk

Level 1: Pre-Conventional

menghindari hukuman atau kerugian. Tingkat 1: Orientasi ketaatan dan

Kekuatan otoritas superior menentukan “right”. hukuman (Punishment and Obedience

Mengikuti aturan ketika aturan tersebut sesuai Orientation )

dengan kepentingan pribadi dan membiarkan Tingkat 2: Pandangan Individualistik

pihak lain melakukan hal yang sama. “right” ( Instrumental Relativist Orientation )

didefinisikan dengan equal exchange, suatu kesepakatan yang fair.

Memperlihatkan stereotyp perilaku yang baik. Tingkat 3: Mutual ekspektasi Berbuat sesuia dengan apa yang diharapkan interpersonal, hubungan dan

Level 2: Conventional

pihak lain.

kesesuaian. Mengikuti aturan hukum dan masyarakat (“good boy or nice girl” orientation) (sosial, legal, dan sistem keagamaan) dalam Tingkat 4: Sistem sosial dan hati usaha untuk memelihara kesehjateraan nurani

masyarakat.

( Law and order orientation

Level 3: Post-Conventional

Mempertimbangkan relativism pandangan Tingkat 5: Kontak sosial dan hak

personal, tetapi masih menekankan aturan dan individual (Social-contract legal

hukum.

orientation ) Bertindak sesuai dengan pemilihan pribadi Tingkat 6: Prinsip etika universal

prinsip etika keadilan dan hak (perspektif ( Universal ethical principle orientation )

rasionalitas individu yang mengakui sifat moral) Sumber: Kohlberg (1982) dalam Crismastuti dan Purnamasari (2006)

dari 20 tahun dan mengindikasikan bah- viduals who engender a relativistic wa ada enam tingkatan yang teridentifikasi

ideology tend to be more skeptical dalam perkembangan kemampuan moral se-

or dismissive of the idea that moral seorang untuk berhadapan dengan isu-isu

principles are universal or uncondi- moral. Kohlberg mengelompokan tahapan

tionally absolute”.

perkembangan moral menjadi tiga tingkat, Forsyth (1980) menyatakan bahwa re- masing-masing berisi dua tahap dan enam

lativisme dan idealisme merupakan dimensi tahapan dapat disimpulkan dalam Tabel 1.

yang menggambarkan ideologi etika, ketika Selanjutnya, Forsyth (1980) yang me-

individu memiliki ideologi etika relativisme, nyatakan bahwa masing-masing individu

mereka akan menolak aturan moral se- memiliki ideologi etis yang mereka gunakan

cara universal ketika dihadapkan oleh per- untuk menilai dan menalar permasalahan

ta-nyaan-pertanyaan moral. Di sisi lain, yang berkenaan dengan isu-isu moral yang

ideologi etika idealisme menganggap bahwa mereka hadapi. Sedangkan, Smith (2009)

tindakan baik atau buruk akan membawa menjelaskan:

konsekuensinya, serta cenderung akan ber- “These ethical ideologies can be

perilaku sesuai dengan aturan dan prinsip- conceptualized according to two

prinsip moral.

dimensions: relativism and ideal- Penelitian ini merupakan replika dari ism. Individuals who espouse an

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh idealistic ideology generally be-

Comunale et al (2006) yang berjudul “Pro- lieve that desired outcomes should

fessional Ethical Crises : A Case Study of Ac-

be achieved without ever causing counting Majors ”. Perbedaan penelitian ini harm to others. By contrast, indi-

dengan penelitian Comunale et al (2006)

30 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 26-39

ditekankan pada objek penelitian, variable independen dan variabel dependennya. Co- munale et al (2006) menggunakan orientasi etis (Idealisme dan Relativisme), gender dan tingkat pengetahuan sebagai variabel inde- penden, serta menggunakan persepsi etis mahasiswa akuntansi mengenai tindak- an profesi akuntan dan corporate manager dalam skandal keuangan dan pemilihan karir akuntan publik oleh mahasiswa akun- tansi sebagai variabel dependennya. Peneli- tian ini, hanya menggunakan satu variabel dependen yaitu, persepsi etis mahasiswa akuntansi mengenai skandal etis profesi akuntan dan corporate manager. Selain itu variabel umur dalam penelitian ini tidak dipergunakan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengasumsikan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi etis mahasiswa akuntansi. Dimana faktor- faktor tersebut meliputi, orientasi etika (Ide- alisme dan Relativisme), gender dan tingkat pengetahuan sebagai variabel independen, sedangkan persepsi etis mahasiswa akun- tansi mengenai skandal akuntansi sebagai variabel dependen.

METODE

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh maha- siswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang telah atau sedang menempuh Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi. Tipe desain pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan pertimbangan tertentu yaitu, sampel penelitian adalah ma- hasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Eko- nomi dan Bisnis pada Universitas Brawijaya Malang angkatan 2010 ke atas yang telah

atau sedang menempuh mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi. Peneliti memilih sam- pel tersebut karena diasumsikan telah me- nempuh mata kuliah auditing I, sehingga mahasiswa dianggap dapat memahami dan mengidentifikasi perilaku etis dan tidak etis khususnya skandal akuntansi yang terjadi dalam dunia profesi akuntansi. Peneliti me- nentukan jumlah sampel berdasarkan Ros- coe (1975) dalam Sekaran (2006: 160). Ter- dapat 3 (tiga) pertimbangan dalam penen- tuan ukuran sampel, yaitu pertama, ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. Kedua, dalam penelitian multivariate (terma- suk analisis regresi berganda); ukuran sam- pel sebaiknya beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau lebih) atau lebih besar dari jum- lah variabel dalam studi. Ketiga, jika sampel dipecah ke dalam sub sampel seperti pria/ wanita, junior/senior dan sebagainya, ukur- an sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat. Sehingga, dengan berbagai pertimbangan di atas peneliti memutuskan untuk menggunakan 165 kuesioner untuk disebarkan kepada responden.

Variabel yang digunakan dalam pene- litian ini adalah variabel dependen (Y) dan variabel independen (X). Persepsi etis maha- siswa akuntansi mengenai skandal etis au- ditor dan corporate manager sebagai varia- bel dependen dipengaruhi oleh idealisme, relativisme, gender dan tingkat pengetahuan mengenai skandal keuangan yang terjadi se- bagai variabel independen. Dari setiap vari- abel memiliki instrumen-instrumen perta- nyaan yang dikembangkan oleh Comunale et al (2006) dan dapat mewakili variabel terse- but. Pengukuran dari kuesioner ini meng- gunakan skala likert 1 sampai 5 dan skala rasio.

Forsyth (1992) menemukan bahwa de- terminan perilaku individu dalam merespon

Gambar 1 Kerangka Konseptual Penelitian

Himmah, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis...31

Tabel 2 Forsyth’s Philosopy Etis Personal (PEPs)

Sumber: Forsyth (1980) isu etis adalah filosofi moral pribadi mereka

dari sifat idealisme dan relativisme mereka. yang terdiri dari idealisme dan relativisme.

Apabila idealisme dan relativisme sama-sa- Forsyth (1980) mengembangkan kuesio-

ma tinggi, maka termasuk dalam kategori ner posisis etis (EPQ) dan digunakan untuk

( situationism ). Apabila relativisme tinggi se- mengevaluasi orientasi etis (filosofi etis) se-

mentara idealisme rendah, maka termasuk seorang. Forsyth (1992) menjelaskan bahwa

dalam kategori (subjektivism). Apabila ideal- individu yang memiliki idealisme merupa-

isme tinggi tetapi relativisme rendah maka kan individu yang menganggap segala tin-

termasuk dalam kategori (absolutism). Apa- dakan benar akan membawa konsekuensi

bila idealisme dan relativisme sama-sama yang diharapkan. Ketika individu memi-

rendah maka termasuk dalam kategori (ex- liki idealisme yang tinggi cenderung meng-

ceptionism). Berikut tabel 2.2 merupakan hindari segala tindakan yang dapat merugi-

filosofi etis pribadi Forsyth’s Philosopy Etis kan orang lain, dan menolak tindakan yang

Personal (PEPs):.

dapat membawa dampak negatif. Individu Metode analisis data dalam penelitian yang memliki idealisme rendah mengang-

ini menggunakan pendekatan Partial Least gap prinsip mo-ral sebaiknya dihindari dan

Square (PLS). Menurut Jogiyanto (2009), tidak menutup kemungkinan perilaku nega-

model pengukuran (outer model) digunakan tif dibutuhkan dalam situasi tertentu. Se-

untuk uji validitas dan uji reliabilitas, se- dangkan, Relativisme akan menolak tegas

dangkan model struktural (inner model) di- prinsip dan aturan moral universal, dan

gunakan untuk uji kausalitas (pengujian hi- menganggap bahwa situasi yang berbeda

potesis dengan model prediksi). Sebelum di- akan mempengaruhi moralitas yang berbeda

lakukan analisis dengan Partial Least Square pula (Forsyth, 1992). Lebih lanjut, Forsyth

(PLS), digunakan analisis faktor untuk me- (1992) mengatakan di salah satu ujung dari

reduksi indikator pertanyaan menjadi fak- dimensi relativisme, individu dengan tingkat

tor yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah relativisme yang tinggi mendukung suatu fil-

indikator yang digunakan. Pengujian anali- safat moral pribadi berdasarkan skeptisme.

sis faktor ini dengan menggunakan metode Sikap skeptisme merupakan sikap yang

principal component analysis (PCA). mengamsusikan bahwa sesuatu hal yang tidak mungkin untuk teguh pada prinsip-

HASIL DAN PEMBAHASAN

prinsip moral secara universal ketika diha- Data diperoleh dengan menyebarkan dapkan dengan proses pembuatan keputu-

kuesioner secara langsung kepada para san etis (ethical decision making).

mahasiswa akuntansi sebagai responden di Menurut Forsyth (1980) terdapat 4

Universitas Brawijaya Malang. Responden kategori filosofi etis pribadi yang terbentuk

yang dimaksud oleh peneliti merupakan ma-

32 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 26-39

Tabel 3 Rincian Penyebaran dan Tingkat Pengembalian

Kuesioner yang dibagikan

Jumlah kuesioner yang kembali

Kuesioner yang tidak dapat dianalisis

Kuesioner yang dapat dianalisis

Presentasi kuesioner yang dapat diolah

hasiswa akuntansi yang telah atau sedang relativisme. Forsyth (1980) mengembangkan menempuh mata kuliah Etika Bisnis dan

Ethics Position Questionnaire (EPQ) dan di- Profesi. Penyebaran Kuesioner dilakukan se-

gunakan untuk mengevaluasi orientasi etis jak tanggal 13 Mei 2012 s/d 31 Mei 2013.

(filosofi etis) seseorang. Seperti penelitian Berikut merupakan rincian penyebaran dan

Forsyth (1980) yang dikembangkan oleh Co- pengembalian kuesioner (respon rate) dapat

munale et al (2006), terdapat pengklasifika- dilihat pada tabel 3.

sian filosofi etis seseorang ke dalam empat Pada penelitian ini menggunakan data

kategori yang disebut Personal Ethical Phi- demografi responden yang menyajikan in-

losophies (PEPs). Berikut merupakan rincian formasi mengenai jenis kelamin, semester,

data penelitian mengenai empat kategori ori- dan Indeks Prestasi Kumulatif serta riwayat

entasi etis dapat dilihat pada tabel 5. penempuhan mata kuliah Etika Bisnis dan

Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam Profesi. Tabel 4 berikut menunjukkan demo-

penelitian ini, 152 responden dimasukkan grafi responden berdasarkan jenis kelamin,

ke dalam empat kategori Personal Ethical Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan riwayat

Philosophies (PEPs). Data yang terkumpul penempuhan mata kuliah Etika Bisnis dan

dari 152 responden, terdapat 129 responden Profesi.

situationalist dan 23 responden absolutist. Perilaku etis ini dijadikan landasan

Definisi dari tinggi atau rendah pada skala bagi orientasi etis seseorang. Orang yang

ini menggunakan nilai median dari skala li- berperilaku etis cenderung mempunyai

kert yang digunakan yakni 3. orientasi etis. Forsyth (1992) menemukan

Penelitian tentang etika mahasiswa bahwa determinan perilaku individu dalam

akuntansi yang dilakukan oleh Comunale et merespon isu etis adalah filosofi moral pri-

al (2006) pada mahasiswa akuntansi di dua badi mereka yang terdiri dari idealisme dan

universitas di Amerika dengan judul Profes-

Tabel 4 Jenis Kelamin Responden Mahasiswa Akuntansi No.

Jenis Kelamin

100% IPK Responden Mahasiswa Akuntansi

100% Riwayat Penempuhan Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi

Riwayat Penempuhan MK “Etika No.

Presentase Bisnis dan Profesi”

Jumlah

1 Sedang menempuh

2 Telah menempuh

Himmah, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis...33

Tabel 5 Distribusi mahasiswa menurut 4 kategori (PEPs)

High Relativism = 129

Low Relativism = 23

PEP = 1

PEP = 2

High Idealism = 152

Low Idealism = 0

Sumber : Data Primer (diolah) sional Ethical Crises : A Case Study of Account-

Publik (KAP).

ing Majors menelaah orientasi etis, gender, Hasil dari penelitian ini menunjukkan umur dan tingkat pengetahuan sebagai vari-

bahwa orientasi etika (idealisme dan rela- able independen dengan pertimbangan atau

tivisme) tidak ada pengaruh yang signifikan persepsi etis, minat belajar akuntansi dan

terhadap opini mahasiswa akuntansi atas minat dalam berkarir di bidang akuntansi

tindakan auditor dan corporate manager sebagai variabel dependen. Hasil penelitian

dalam skandal keuangan, ketertarikan ma- mereka menunjukkan bahwa filosofi moral

hasiswa akuntansi untuk belajar akuntansi, atau orientasi etis yang dibedakan menjadi

serta ketertarika mahasiswa akuntansi un- dua karakteristik yaitu idealisme dan rela-

tuk bekerja di KAP. Sedangkan, tingkat pe- tivisme telah mengindikasihkan bahwa ma-

ngetahuan mengenai profesi akuntansi dan hasiswa yang memiliki idealisme tinggi akan

skandal keuangan mahasiswa akuntansi memberikan penilaian opini atau persepsi

tidak mempengaruhi opini mereka atas tin- negatif terhadap skandal akuntansi yang di-

dakan auditor dan corporate manager dalam lakukan oleh auditor dan corporate manager

skandal keuangan, ketertarikan mahasiswa yang terjadi di Enron, tetapi tingkat relativ-

akuntansi untuk belajar akuntansi, serta isme mahasiswa akuntansi menunjukkan

ketertarikan mahasiswa akuntansi untuk tidak ada hubungan yang signifikan terha-

bekerja di KAP.

dap persepsi etis atau keputusan etis men- Analisis statistik deskriptif yang di- genai skandal akuntansi yang dilakukan

lakukan terhadap 152 responden untuk oleh auditor dan corporate manager, serta

dianalisis. Dalam penelitian ini analisis minat belajar dan berkarir di bidang profesi

memberikan gambaran atau deskripsi data akuntansi.

yang terkumpul dilihat dari nilai rata-rata, Penelitian serupa dilakukan oleh Nu-

standar deviasi, data maksimum, dan data groho (2008) dengan judul Faktor-Faktor

minimum. Statistik deskriptif dimaksud- yang Mempengaruhi Penilaian Mahasiswa

kan untuk menganalisis data berdasarkan Akuntansi atas Tindakan Auditor dan Corpo-

atas hasil yang diperoleh dari jawaban re- rate Manager dalam Skandal Keuangan serta

sponden terhadap masing-masing indikator Tingkat Ketertarikan Belajar dan Berkarir di

pengukur variabel. Data yang terkumpul di- Bidang Akuntansi. Metode analisis dalam

hitung dengan menggunakan progam Micro- penelitian ini menggunakan regresi bergan-

soft Office Excel 2007. Berikut merupakan

da. Nugroho (2008) mengatakan bahwa per- analisis deskriptif dapat dilihat pada tabel masalahan yang dianalisis dalam penelitian

berikut:

ini yang pertama pengaruh orientasi etika, Tabel 6 menunjukkan bahwa statistik gender, dan pengetahuan tentang profesi

deskriptif dengan jumlah (n) sebesar 152 dan skandal keuangan mahasiswa akuntan-

responden telah menyajikan variabel peneli- si terhadap penilaian mereka mengenai tin-

tian, angka kisaran teoristis, angka kisaran dakan corporate manager dan auditor; yang

sesungguhnya, dan standar deviasi. Angka kedua adalah pengaruh orientasi etika, gen-

teoristis merupakan perhitungan jawaban der, umur dan pengetahuan tentang profesi

yang didesain secara teoristis dalam pene- dan skandal keuangan mahasiswa akun-

litian ini. Sedangkan angka sesungguhnya tansi terhadap tingkat ketertarikan belajar

merupakan perhitungan jawaban yang dite- akuntansi dan bekerja di Kantor Akuntan

mui dalam penelitian ini. Jika pada analisis

34 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 26-39

Tabel 6. Statistik Deskriptif

Aktual No.

Median Kisaran

Mean Deviasi

1. Idealisme (X1)

2. Relativisme (X2) 152

3. Gender (X3)

5. Pesepsi etis (Y)

deskriptif ini menunjukkan hasil perhitun- lebihi rata-rata sesungguhnya. Hal tersebut gan sesungguhnya lebih besar dari pada

menunjukkan bahwa pada setiap variabel hasil perhitungan teoristisnya, maka pe-

tidak terdapat outlier.

ngaruh variabel terhadap responden cen- Penelitian ini menggunakan teknik pe- derung tinggi. Sebaliknya, jika pada analisis

ngolahan data dengan metode Partial Least deskriptif ini menunjukkan hasil perhitung-

Squares (PLS). Sebelum melakukan analisis an sesungguhnya lebih rendah daripada per-

data dengan menggunakan metode Partial hitungan teoristisnya, maka pengaruh varia-

Least Square , digunakan analisis faktor un- bel terhadap responden cenderung rendah.

tuk mereduksi indikator pertanyaan menjadi Angka kisaran pada tabel 6 menunjukkan

faktor yang jumlahnya lebih kecil dari jum- nilai minimum dan nilai maksimun.

lah indikator yang digunakan. Pada tabel 6 terdapat mean yang di-

Pengujian analisis faktor ini menggu- gunakan untuk menghitung rata-rata pada

nakan metode Principal Component Analy- setiap item pertanyaan yang terdapat pada

sis (PCA) untuk menentukan klasifikasi dari variabel atas pendapat yang diberikan res-

tiap indikator ke dalam faktor yang terben- ponden. Pada tabel di atas menunjukkan

tuk. Faktor yang digunakan dalam analisis bahwa nilai mean untuk variabel idealisme

faktor adalah faktor confimatory, dengan be- dan relativisme lebih besar dari 30.00. Maka

gitu jumlah faktor dapat ditentukan terlebih dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon-

dahulu.

den memiliki idealisme dan relativisme yang Evaluasi model PLS dilakukan dengan cukup tinggi. Selanjutnya, ada perbanding-

mengevaluasi model pengukuran (outer an yang menunjukkan bahwa idealisme me-

model) dan model struktural (inner model). miliki nilai rata-rata lebih besar dari pada

Model pengukuran (outer model) merupakan variabel relativisme. Sehingga, dapat di-

model pengukuran untuk menilai validitas simpulkan bahwa responden cenderung me-

konvergen, menilai validitas diskriminan, miliki idealisme yang tinggi. Sedangkan un-

dan realibilitas. Sedangkan, untuk model tuk variabel persepsi etis mengenai skandal

struktural (inner model) dievaluasi dengan etis Auditor dan corporate manager memiliki

menggunakan R-square untuk konstruk mean lebih dari 12. Maka dapat dikatakan

dependen, nilai koefisien jalur (path) atau t- bahwa dari 152 responden rata-rata memi-

values tiap jalur (path) untuk uji signifikansi liki tingkat persepsi etis yang tinggi terhadap

antar konstruk dalam model struktural. skandal etis Auditor dan corporate manager.

Berdasarkan hasil pengolahan data Pada Tabel 6 standar deviasi yang

tersebut, didapatkan hasil bahwa validitas menunjukkan penyimpangan dari nilai rata-

konvergen telah terpenuhi. Terbukti dari ha- rata jawaban responden adalah kecil, maka

sil pengolahan data pada nilai AVE dan com- dapat dikatakan bahwa data yang telah dio-

munality untuk semua variabel di atas 0.5. lah lebih lanjut mengelompok di sekitar nilai

Selanjutnya, pengujian faktor loading (outer rata-rata. Pada semua variabel menghasil-

loading ) pada masing-masing variabel harus kan niai standart deviasi tidak ada yang me-

memiliki rule of thumbs di atas 0,7. Hasil

Himmah, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis...35

Gambar 2 Model Pengukuran (outer model)

pengujian data memperlihatkan bahwa vali- setiap indikator pada konstruk laten pokok ditas konvergen telah dapat terpenuhi kare-

pengukuran lebih besar daripada konstruk na nilai outer loading di atas 0.7.

laten lainnya.

Setelah melakukan pengujian pada Pada tahap selanjutnya adalah pengu- validitas konvergen, selanjutnya pengujian

jian reliabilitas dilakukan untuk mengukur pada validitas diskriminan yang meliputi

konsistensi internal alat ukur. Uji reliabilitas akar AVE atau nilai square root of average

dalam PLS menggunakan dua metode, yaitu variance extracted (AVE) dan cross loading.

Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability. Evaluasi model pengukuran dengan root

Seluruh variabel dianggap reliabel jika Cron- square AVE adalah dengan membandingkan

bach’s Alpha di atas 0,6 dan Composite Re- nilai akar AVE dengan korelasi antar kon-

liability di atas 0,7. Pada tabel alogaritma struk. Jika nilai akar AVE lebih besar dari

4.10 di atas memperlihatkan bahwa masing- korelasi antar konstruk, maka discriminant

masing variabel memiliki Cronbah’s Alpha > validity yang baik tercapai. Berdasarkan

0,6 dan Composite Reliability > 0,7. analisis tampak bahwa nilai root square AVE

Setelah melalui tahapan pengujian pada variabel laten di atas bernilai lebih be-

terhadap validitas konvergen, validitas dis- sar dari korelasi antar konstruk atau di atas

kriminan, dan pengujian reliabilitas, maka 0,5 dan dapat dikatakan bahwa secara dis-

menghasilkan gambar 2 sebagai model pen- criminant validity , model pengukuran terse-

gukuran (outer model).

but adalah baik. Setelah dilakukan pengujian terhadap Discriminant validity dari model pengu-

convergent validity , discriminant validity, dan kuran dinilai berdasarkan pengukuran cross

pengujian reliability, maka pengujian pene- loading dengan konstruk. Jika korelasi kon-

litian selanjutnya menunjukkan hasil se- struk dengan pokok pengukuran setiap indi-

bagaimana tampak pada Tabel 7. kator lebih besar daripada konstruk lainnya,

Tabel 7 memperlihatkan adanya maka konstruk laten mampu memprediksi

hubungan yang negatif dengan koefisien indikator lebih baik daripada konstruk lain-

parameter (-0,25897) dan signifikan antara nya. Berdasarkan hasil perhitungan, tampak

Idealisme (X1) terhadap Persepsi Etis Ma- bahwa setiap indikator pertanyaan mampu

hasiswa-Auditor (Y1) karena memiliki nilai diprediksi dengan baik oleh masing-masing

t statistik (2,93826) lebih besar dari nilai t konstruk laten, karena korelasi konstruk

tabel (1,976). Dengan demikian dapat disim-

36 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 26-39

Tabel 7 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)

Standard Error T Statistics

(STERR) (|O/STERR|) X1 -> Y1

Sample (O)

Mean (M)

Dev. (STDEV)

2,93826 X1 -> Y2

2,83790 X2 -> Y1

1,60659 X2 -> Y2

1,59075 X3 -> Y1

0,08358 2,92538 X3 -> Y2

0,08821 2,42103 X4 -> Y1

0,09471 2,93006 X4 -> Y2

0,09766 2,67657 Sumber: Data Primer (diolah)

pulkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan siswa akuntansi memiliki kepekaan dalam signifikan antara Idealisme (X1) terhadap

menanggapi permasalahan etis yang terjadi Persepsi Etis Mahasiswa-Auditor (Y1) den-

dalam bidang profesi akuntansi. Hal ini gan toleransi kesalahan (alpha) sebesar 5%.

dapat dikarenakan pendidikan dalam perku- Arah hubungan negatif menyatakan bahwa

liahan yang dapat mempengaruhi komitmen semakin tinggi Idealisme (X1) yang dimiliki

mereka dalam menilai etis tidaknya suatu oleh mahasiswa maka akan menurunkan

tindakan. Dimungkinkan ada anggapan Persepsi Etis Mahasiswa-Auditor (Y1).

bahwa auditor dan corporate manager se- Dari Tabel 7 juga dapat dilihat terdapat

bagai pihak yang bertanggung jawab penuh hubungan yang negatif dengan koefisien

atas terjadinya skandal tersebut. parameter (-0,31689) dan signifikan antara

Lebih lanjut, penelitian ini konsisten Idealisme (X1) terhadap Persepsi Etis Ma-

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ga- hasiswa - Corporate manager (Y2) karena

briel dan Van de Wiele (2005), menunjuk- memiliki nilai t statistik (2,83790) lebih be-

kan hasil bahwa individu dengan idealisme sar dari nilai t tabel (1,976). Hal ini mengi-

tinggi akan memberikan reaksi yang lebih syaratkan bahwa terdapat pengaruh negatif

negatif terhadap skandal akuntansi (ac- antara Idealisme (X1) terhadap Persepsi Etis

counting creative ) yang melibatkan akuntan Mahasiswa-Corporate manager (Y2) dengan

dan business managers dibandingkan indi- toleransi kesalahan (alpha) sebesar 5%. Arah

vidu yang memiliki idealisme rendah. Di sisi hubungan negatif menyatakan bahwa sema-

lain, hasil penelitian ini tidak konsisten de- kin tinggi Idealisme (X1) yang dimiliki oleh

ngan penelitian yang dilakukan oleh Nugro- mahasiswa maka akan menurunkan Persep-

ho (2008) dan Dewi (2010) yang mengung- si Etis Mahasiswa-Corporate manager (Y2).

kapkan bahwa idealisme tidak berpengaruh Hasil analisis data tersebut memperli-

terhadap opini mahasiswa akuntansi ter- hatkan bahwa idealisme berpengaruh secara

hadap tindakan auditor dan coporate man- signifikan terhadap persepsi etis mahasiswa

ager . Dapat disimpulkan bahwa mahasiswa akuntansi mengenai skandal etis Auditor

akuntansi Universitas Brawijaya sebagai re- dan corporate manager. Hasil ini konsisten

sponden sepenuhnya memahami mengenai dengan penelitian yang dilakukan oleh Co-

aturan-aturan profesi auditor yang seharus- munale at el (2006) yang mengungkapkan

nya tidak dilanggar, sehingga mereka dapat bahwa individu yang memiliki idealisme

memberikan respon atau persepsi etis yang tinggi dengan tegas memberikan penilaian

tinggi mengenai skandal etis yang selama ini negatif terhadap auditor. Akan tetapi hasil

terjadi di dunia profesi khususnya auditor penelitian ini tidak konsisten terhadap pene-

maupun corporate manager. Selain itu, fil- litian Comunale et al (2006) yang menunjuk-

safat etis mahasiswa akuntansi dapat mem- kan bahwa idealisme tidak mempengaruhi

pengaruhi penilaian etis (ethical judgment) persepsi etis mahisiswa akuntansi menge-

ataupun keputusan etis dalam mengenali nai skandal etis corporate manager. Hasil

isu-isu yang berkenaan dengan skandal etis penelitian memperlihatkan bahwa maha-

yang dilakukan oleh para pemangku tang-

Himmah, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai Skandal Etis...37 gung jawab, dalam hal ini adalah auditor se-

tinggi akan lebih memberi toleransi dalam bagai profesi yang akan digeluti mahasiswa

menemukan masalah moral serta dalam akuntansi kelak.

melaksanakan nilai-nilai (aturan) moral uni- Tabel 7 kemudian juga menunjuk-

versal yang berlaku atau yang membimbing kan adanya hubungan yang positif dengan

perilaku mereka (Nugroho 2008). Dapat di- koefisien parameter (0,15329) dan tidak sig-

simpulkan bahwa hasil penelitian bertolak nifikan antara Relativisme (X2) terhadap Per-

belakang dengan teori yang ada. Hal terse- sepsi Etis Mahasiswa - Auditor (Y1) karena

but dikarenakan lingkungan pendidikan memiliki nilai t statistik (1,60659) lebih kecil

yang membentuk komitmen mereka, se- dari nilai t tabel (1,976). Dari perhitungan

hingga mereka masih memperhatikan nilai- ini dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

nilai etika yang berlaku dalam memberikan pengaruh antara Relativisme (X2) terhadap

penilaian etis mengenai skandal etis auditor Persepsi Etis Mahasiswa-Auditor (Y1) deng-

yang terjadi. Dengan kata lain, meskipun an toleransi kesalahan (alpha) sebesar 5%.

mahasiswa akuntansi sebagai responden Arah hubungan positif menyatakan bahwa

memiliki relativisme yang tinggi tidak akan semakin tinggi Relativisme (X2) yang dimiliki

memberikan toleransi terhadap perilaku ti- oleh mahasiswa maka akan meningkatkan

dak etis auditor dan corporate manager. Persepsi Etis Mahasiswa-Auditor (Y1).

Tabel 7 berikutnya menunjukkan ada- Hubungan yang positif juga terjadi de-

nya hubungan yang positif dengan koefisien ngan koefisien parameter (0,14067) dan ti-

parameter (0,24451) dan tidak signifikan an- dak signifikan antara Relativisme (X2) ter-

tara Gender (X3) terhadap Persepsi Etis Ma- hadap Persepsi Etis Mahasiswa - Corporate

hasiswa-Auditor (Y1) karena memiliki nilai t manager (Y2) karena memiliki nilai t statistik

statistik (2,92538) lebih besar dari nilai t ta- (1,59075) lebih kecil dari nilai t tabel (1,976).

bel (1,976). Angka ini menghasilkan temuan Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

bahwa terdapat pengaruh antara gender (X3) pengaruh antara Relativisme (X2) terhadap

terhadap Persepsi Etis Mahasiswa-Auditor Persepsi Etis Mahasiswa-Corporate manager

(Y1) dengan toleransi kesalahan (alpha) sebe- (Y2) dengan toleransi kesalahan (alpha) sebe-

sar 5%. Arah hubungan positif menyatakan sar 5%. Arah hubungan positif menyatakan

bahwa variabel Gender (X3) pada mahasiswa bahwa semakin tinggi Relativisme (X2) yang

perempuan maka akan lebih meningkatkan dimiliki oleh mahasiswa maka akan mening-

Persepsi Etis Mahasiswa-Auditor (Y1). katkan Persepsi Etis Mahasiswa-Corporate

Hubungan yang positif dengan koefisien manager (Y2).

parameter (0,21356) dan tidak signifikan Angka statistik tersebut memperlihat-

antara gender (X3) terhadap Persepsi Etis kan bahwa relativisme individu berpenga-

Mahasiswa - Corporate manager (Y2) karena ruh tetapi tidak secara signifikan terhadap

memiliki nilai t statistik (2,42103) lebih be- persepsi etis mahasiswa akuntansi menge-

sar dari nilai t tabel (1,976) juga dapat ter- nai skandal etis auditor dan corporate ma-

baca dari Tabel 7. Jadi, terdapat pengaruh nager . Hasil ini konsisten dengan penelitian

antara gender (X3) terhadap Persepsi Etis yang dilakukan oleh Comunale et al (2006)

Mahasiswa-Corporate manager (Y2) dengan dan Nugroho (2008) yang menyatakan bah-

toleransi kesalahan (alpha) sebesar 5%. Arah wa relativisme tidak berpengaruh secara

hubungan positif menyatakan bahwa varia- signifikan terhadap opini mahasiswa akun-

bel gender (X3) pada mahasiswa perempuan tansi mengenai skandal auditor dan corpo-

(1) maka akan meningkatkan Persepsi Etis rate manager . Selain itu, Gabriel (2005) pun

Mahasiswa-Corporate manager (Y2). tidak menemukan adanya hubungan yang

Penelitian ini dengan demikian mengin- signifikan antara persepsi mahasiswa ter-

dikasikan pula tentang temuan bahwa gen- hadap accounting creative dan orientasi etis

der memiliki pengaruh terhadap persepsi masing-masing individu. Namun, hasil pene-

etis mahasiswa akuntansi mengenai skan- litian ini tidak konsisten dengan penelitian

dal etis Auditor dan corporate manager. Hasil yang dilakukan oleh Dewi (2010) yang meng-

ini tidak konsisten dengan penelitian Larkin ungkapkan bahwab relativisme berpengaruh

(2000), Comunale (2006), Nugroho (2008) secara positif terhadap persepsi mahasiswa

dan Dewi (2010) yang menyatakan bahwa atas perilaku tidak etis auditor.

gender mahasiswa tidak memberikan penga- Secara teoritis hasil penelitian ini ti-

ruh yang signifikan. Namun hasil penelitian dak sesuai dengan teori yang menyatakan

ini konsisten dengan penelitian yang dilaku- bahwa seseorang yang memiliki relativisme

kan oleh Hunt (2009) yang menyatakan bah-

38 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, Nomor 1, April 2013, Hlm. 26-39 wa skandal akuntansi baru-baru ini telah

siswa akuntansi mengenai skandal etis au- mempengaruhi persepsi etis mereka se-

ditor dan corporate manager. Pengecualian bagai akuntan perempuan, dimana perem-

hanya pada aspek relativisme dan gender puan akan lebih bereaksi negatif terhadap

yang tidak berpengaruh secara signifikan, perilaku tidak etis dibandingkan akuntan

berbeda dengan dugaan awal penelitian ini. laki-laki. Temuan lain dari Tabel 7 menampak-

SIMPULAN

kan adanya hubungan yang positif dengan Penelitian ini bertujuan untuk meng- koefisien parameter (0,27751) namun ti-

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dak signifikan antara Tingkat Pengetahuan

persepsi etis mahasiswa akuntansi menge- (X4) terhadap Persepsi Etis Mahasiswa-Au-

nai skandal etis auditor dan corporate man- ditor (Y1) karena memiliki nilai t statistik

ager. Faktor-faktor yang dimaksud yaitu, ori- (2,93006) lebih kecil dari nilai t tabel (1,976).

entasi etis (idealism dan relativism), gender, Terdapat pengaruh antara Tingkat Penge-

dan tingkat pengetahuan sebagai variabel tahuan (X4) terhadap Persepsi Etis Maha-

independen. Penelitian ini menarik simpul- siswa-Auditor (Y1) dengan toleransi kesala-

an bahwa tingkat idealisme, gender, tingkat han (alpha) sebesar 5%. Arah hubungan

pengetahuan mahasiswa akuntansi ber- positif menyatakan bahwa semakin tinggi

pengaruh terhadap persepsi etis mengenai Tingkat Pengetahuan (X4) yang dimiliki oleh

skandal etis auditor dan corporate manager. mahasiswa maka akan meningkatkan Per-

Sedangkan tingkat relativisme mahasiswa sepsi Etis Mahasiswa-Auditor (Y1).

akuntansi tidak berpengaruh terhadap per- Terakhir, Tabel 7 mengindikasikan

sepsi etis mengenai skandal etis auditor dan pula adanya hubungan yang positif dengan

corporate manager.

koefisien parameter (0,26140) dan signifikan Penelitian ini memilii keterbatasan antara Tingkat Pengetahuan (X4) terhadap

pada objek penelitian yang hanya pada ma- Persepsi Etis Mahasiswa-Corporate manager

hasiswa akuntansi dan satu universitas, se- (Y2) karena memiliki nilai t statistik (2,67657)

hingga dinilai kurang mewakili mahawiswa lebih besar dari nilai t tabel (1,976). Hal ini

akuntansi secara kseseluruhan. Selain itu, menarik simpulan bahwa terdapat penga-

hasil penelitian diperoleh dengan hanya me- ruh antara Tingkat Pengetahuan (X4) ter-

nyebarkan kuesioner kepada responden. In- hadap Persepsi Etis Mahasiswa-Corporate

strumen yang digunakan memiliki sifat close manager (Y2) dengan toleransi kesalahan

questionnaire dan open questionnaire. Pada (alpha) sebesar 5%. Arah hubungan positif

open questionnaire menghasilkan ungkapan menyatakan bahwa semakin tinggi Tingkat

yang heterogen. Sehingga penulis merasa Pengetahuan (X4) yang dimiliki oleh maha-

kesulitan dalam mendeskripsikan hasil atas siswa maka akan meningkatkan Persepsi

eksplorasi ungkapan-ungkapan responden. Etis Mahasiswa-Corporate manager (Y2).

Penelitian berikutnya dapat menerus- Hasil perhitungan terakhir ini menun-

kan penelitian ini dengan menambah jum- jukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki

lah sampel pada penelitian, tidak hanya pengaruh terhadap persepsi etis mahasiswa

pada mahasiswa akuntansi, melainkan bisa akuntansi mengenai skandal etis auditor

menggunakan objek penelitian pada prak- dan corporate manager. Hasil penelitian ini

tisi auditor dan corporate manager. Pene- konsisten dengan penelitian yang dilakukan

litian selanjutnya juga dapat menggunakan oleh Comunale (2006). Namun hasil temuan

variabel-variabel lain yang dapat memiliki penelitian ini tidak konsisten dengan peneli-

keterkaitan dengan persepsi etis mahasiswa tian yang dilakukan oleh Nugroho (2008) dan

akuntansi. Instrumen pengukuran varia- Dewi (2010). Dapat ditarik simpulan bahwa

bel sebaiknya dikembangkan sendiri untuk mahasiswa akuntansi Universitas Brawijaya

menghindari ketidaksesuaian maksud se- sebagai responden dengan tingkat penge-

benarnya dari petanyaan penelitian. tahuan yang tinggi dapat mengidentifikasi permasalahan etis yang selama ini terjadi dengan memberikan reaksi yang lebih nega-