1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

  Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dan beranekaragam corak budayanya. Bila kita amati dari Sabang dampai Merauke masing-masing suku bangsa memiliki bahasa, agama, budaya, dan adat istidat yang berbeda. Keragaman kebudayaan masyarakat Indonesia sangat berkaitan erat dengan kondisi alam tempat hidup masing-masing sukubangsa, serta terjadi proses akulturasi dengan kebudayaan lain yang bersamaan dengan interaksi yang terjalin antara budaya dan antar masyarakat. Salah satu perwujudan dari etnistas dapat ditemukan sebagai budaya politik. Di Indonesia sesuai dengan kemajemukan sukubangsa terdapat budaya politik dari kehidupan politik yang beraneka ragam, seperti yang terlihat bahwa, setiap etnis maupun daerah mempunyai ciri-ciri atau corak khas tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya dan setiap etnis yang ada di Indonesia tersebut mempunyai pola dan sistem budaya masing-

   masing yang mempengaruhi struktur dan sistem masyarakat dan politiknya .

  Proses akulturasi budaya dengan sendirinya akan mempengaruhi corak dan bentuk kebudayaan suatu kelompok masyarakat, baik unsur-unsur kebudayaan yang berhubungan dengan adat istiadat setempat. Dalam negara-negara baru pasca 1 kolonial, kesempatan menguatnya sentimen etnik tetap besar seiring dengan

  

Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan 1982 hal 48- 50. menguatnya sentimen primordial. Ini terkait dengan partisipasi setiap elemen masyarakat dalam Negara baru, terutama jika pemerintah mengganti aturan-aturan kolonial yang menciptakan kebijakan yang menguntungkan satu kelompok atau

   lebih atau membeda-bedakan kelompok.

  Keanekaragaman kebudayaan dalam kehidupan masyarakat, dapat terlihat dari perbedaan kepentingan yang dimiliki masing-masing kebudayaan. Sikap atau perilaku untuk mempertahankan pola tindakan dan cara hidup masing-masing dari anggota masyarakat akan menimbulkan Primordialisme. Primordialisme adalah sebuah pandangan atau sikap yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Primordialisme yang berlebihan juga dapat mengakibatkan munculnya sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat budaya orang lain hanya melalui sudut pandang budaya sendiri.

  Konflik etnis merupakan buah negatif dari pluralitas masyarakat yang ada di Indonesia. Konflik ini biasanya disebabkan oleh interaksi yang antar etnis yang berbeda yang didalamnya termuat perbedaan budaya, nilai, dan karakter yang cenderung berbeda. Sejumlah konflik komunal berdarah telah menggemparkan beberapa daerah di Indonesia terutama pada akhir 1990-an dan awal tahun 2000. Banyak korban yang berjatuhan akibat Konflik ini. Heru Cahyono (2008) menulis 2 bahwa ada pandangan yang menyatakan bahwa transisi Politik dari

  

Irene Hiraswari Gayatri. Nationalism, Democratisation and Primordial Sentimen in Indonesia: Problems of

Ethnicity Versus Indonesia-ness (The Cases of Aceh, Riau, Papua and Bali) , Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities Vol. 3, 2010 hal 196. Otoritarianisme menuju Demokratisasi sebagai salah satu pemicu terjadinya Konflik komunal ini. Namun ada juga pandangan yang mengaitkan Konflik ini sebagai akumulasi dari dampak negatif Pembangunan Orde Baru seperti ketidak- adilan, kesenjangan ekonomi serta menjadi rusaknya jaringan sosial budaya

  

  Ketidaksepahaman dalam sebuah lingkungan yang didiami dan ditinggali oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda identitas seperti : “SARA”(suku,agama dan ras) itu sendiri sangat rentan terhadap gesekan dan gejala-gejala yang melahirkan pertikaian (konflik). Disatu sisi perbedaan perilaku dan adat istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya yang menetap pada satu tempatmemang cenderung akan melahirkan sebuah konflik sosial baik itu dikarenakan oleh masalah ataupun ancaman terhadap kekhawatiran terhadap lingkungan, adat istiadat,agama,ekonomi, maupun politik.

  Jika dikaji dari undang-undang dasar (UUD) dapat disimpulkan bahwa, Negara sangat menjamin sebuah kebebasan, keamanan dan keberlangsungan hidup setiap individu manusia di indonesia untuk menetap pada satu tempat ketempat lainnya. dengan dilindungi secara hukum tanpa tindakan diskriminasi maupun tindak kekerasan untuk kemaslahatan warga negara. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak konflik sosial terjadi antaralain, seperti:kekerasan 3 komunal yang terjadi pada penghujung tahun 1990, dimana peristiwa pahit yang

  

Heru Cahyono dkk,ed, Konflik di Kalbar dan Kalteng: Jalan Panjang Menuju perdamaian, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2008 hal. 1-2. menimpa negeri ini di bidang sosial, dimana Suku Etnik Madura menjadi korban kekerasan komunal dan yang secara paksa harus begitu saja meninggalkan Sambas, kalimantan barat ( Klinken 2007:89-91; Maunati 2004). Bukan hanya sampai disitu pada waktu yang terbilang sama etnisitas seperti BBM (Buton, Bugis, Makassar) dengan berat dan keterpaksaan harus meninggalkan Ambon yang dilanda perang perselisihan etno-relegius (Klinken 2007 :147-152). Atas peristiwa ini, seperti yang disampaikan oleh Kolopaking (2011) mengingatkan bahwa pengorganisasian yang tidak tepat atas realitas keberadaan suku bangsa (etnik) yang beragam diera desentralisasi menyebabkan potensi Konflik yang akan terjadi di negara ini baik pedesaan dan perkotaan.

  Semua terjadi mungkin didasarkan pada beberapa asumsi yang menyatakan bahwa, lahirnya sistemReformasi telah menghasilkan Produk Politik desentralisasi yang sebagian kalangan intelektual beranggapanmenjadi faktor pendorong bangkitnya Politik identitas etnik, di karenakan tekanan rezim orde baru yang tidak memberikan “ruang ekspresi” bagi komunitas-komunitas berbasis etnik

  

  diarena sosial,politik, dan ekonomi (Sofyan sjaf 2014 :1). Hal yang sama menurut Joseph Rothschild terjadi konflik sosial dikarenakan kelompok etnik yang pada awalnya menjadi bagian sebuah bangsa yang kemudian kehilangan

  

  orientasi nasionalis yakni; 1. karena adanya permasalahan ketidakadilan atau diskriminasi dalam bidang 4 politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.

  

Sofyan Sjaf.Politik Etnik: Dinamika Politik Lokal Di Kendari. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

5 2014 hal : 1 Irene Hiraswari Gayatri. op.cit. hal 196-198

  2. adanya budaya yang berkontribusi dalam penguatan identitas etnik dengan peran pemimpin (tokoh masyarakat) yang dapat memobilisasi kelompok etniknya sehingga muncul kesadaran identitas yang akan mengarah pada formasi bangsa merdeka.

  Berangkat dari asumsi tersebut,Konflik etnik secara terbuka telah terjadi di tapanuli selatan yang mengakibatkan gejolak dan tindakan yang bisa dikatakan pada tindakan kekerasan.Seperti pada pemberitaan dimedia elektronik dan disebar luaskan dengan baik oleh media cetak. yangmengabarkan bahwa :

  Padasenin 23 Desember 2013 telah terjadi bentrokan antar warga suku Nias di Dusun Adian Nagoti dengan Warga Desa Tolang, Kecamatan Sayurmatinggi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sedikitnya 10 rumah dan satu tempat ibadah milik warga suku Nias dibakar. Kepolisian dari Polres Tapanuli Selatan dibantu Satuan Brimob Detasemen C Maragordong Polda Sumatera Utara dan TNI, langsung mengamankan lokasi bentrok, petugas langsung mengamankan puluhan warga Desa Tolang setelah melakukan aksi pembakaran. Hingga kini, motif bentrokan belum diketahui pasti. Namun, konflik antar warga itu diketahui sudah berlangsung sekitar setahun terakhir. Warga Desa Tolang Jae diduga berang lantaran warga suku Nias melakukan penggarapan tanah dan pembangunan rumah di atas kawasan hutan register enam Angkola.Warga Desa Tolang sudah menyampaikan tuntutan tersebut ke Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan. Namun, hingga kini belum ada tanggapan. Mereka pun kecewa, hingga akhirnya, warga Desa Tolang melakukan penyerangan ke pemukiman suku Nias (Dusun Adian Goti).Sementara, Kasat Reskrim AKP Edison Siagian, mengatakan keributan antar warga ini sudah terjadi Sabtu 21 desember 2013 lalu. Saat itu, warga Desa Tolang juga menyerang dan membakar dua rumah warga suku nias."Dalam peristiwa penyerangan tersebut, seorang warga Desa Tolang Jae, mengalami luka pada bagian tubuhnya," . Hingga kabar ini diturunkan, suasana di Desa Tolang

   maupun di Dusun Adian Goti, masih mencekam .

  Kemudian pada situasi yang sama seperti yang diberitakan media online oleh metro siantar anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan (DPRD TAPSEL) yang diketahui bernama Ali Imran Hasibuan dan Asgul Idihan Dalimunthe, mencoba merundingkan bagaimana jalan terbaiknya untuk melakukan mediasi yang ternyata mediasinya bisa dikatakan cukup alot dan tak berhasil. Mereka anggota DPRD Tapsel menjanjikan kepada seluruh warga bahwa permasalahan paling lama dituntaskan tahun 2014 dan siap mengundurkan diri jika permasalahan belum tuntas. “Kami anggota dewan dari Dapil sini siap mundur jika permasalahan ini belum selesai pada tahun 2014 mendatang,” ungkap anggota DPRD Tapsel Dapil Kecamatan Sayur Matinggi Asgul dan Ali

  sgul mengatakan, atas nama perwakilan anggota DPRD Tapsel dirinya siap memperjuangkan agar pertikaian antar warga ini secepatnya dituntaskan.

  6 LAPORAN : Dedi Herianto Tvone Tapanuli Selatan

di akses pada 19 maret 2014 pukul

7 16:50

Sipirok net,

diakses pada 19 maret 2014 pukul 17:20

  Dari latar belakang kehidupan sosial dan budaya masyarakat desa tolang jae dan dusun adian goti memang jauh berbeda.

  Secara budaya masyarakat diDesa Tolang Jaedengan Dusun Adian Goti yang saat ini berselisih antara kelompok masyarakatnya memang sangat berbeda dan memiliki latarbelakang kehidupan yang berbeda juga seperti yang diberitakan diatas.

  Jika dikaji sedikitdalam sejarahnya,Dusun Adian Goti adalah wargamasyarakat yang melakukantransmigrasi (pendatang) dari Pulau Nias dan menetap di Tapanuli Selatan tepatnya di Desa Tolang Jae, pada awalnya Tokoh Masyarakat baik itu Kepala Desa dan Kepala Lingkungan Desa Tolang Jae merasa tidak ada masalah terhadap menetapnya Warga Suku Nias ini tetapi lama kelamaan Warga Desa Tolang Jae merasa bahwa kedatangan Warga Nias inidapat mengganggu mereka dan mencemari lingkungan atau mengotori sungaiyang telah menjadi kebutuhan warga masyarakat Desa Tolang Jae tersebut dengan asumsinya bahwa Warga Dusun Adian Goti yang mayoritas memiliki kebiasaan dan cara hidup yang berbeda dengan Desa Tolang Jae, sering melakukan aktivitas seperti mencuci hewan ternak tertentu seperti : Babi dan Anjing, yang dianggap masyarakat desa tolang jae sangat dilarang untuk dipelihara.

  Untuk menyelesaikan persoalan itu jauh sebelumnya warga Desa Tolang Jae dan para Tokoh Masyarakat telah berkali kali melakukan Musyawarah (Mediasi) dengan Dusun Adian Goti guna membuat social order (tertib sosial) terhadap lingkungan mereka seperti larangan menternakkan hewan-hewan jenis tertentu dan Penggarapan Hutan secara membabi buta. Akan tetapi, Musyawarah yang dilakukan masyarakat beserta tokoh masyarakat (hanya sebatas tindakan

  

formalitas saja. Kesepakatan yang sudah ditetapkan tetap saja tidak

diindahkan)keinginanuntuk memperluas areal lahan perkebunan dan

  menternakkan jenis hewan ternak tertentu telah mendorong warga Dusun Adian Goti untuk beternak dan menggarap hutan register 6 yang dianggap Masyarakat Desa Tolang harus dilestarikan. Penguasaan tanah, Penggarapan Hutan register 6 dan penjanjian yang telah dilanggar secara jelasdilingkungan desa tolang jae yang dilakukan oleh warga dusun adian goti telah menjadi pemicu terjadinya Konflik antara Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti. masyarakat Desa Tolang merasa bahwa kegiatan warga Dusun Adian Goti melakukan penggarapan dan memelihara hewan tertentu itu dinilai tidak wajar karena hutan register enam diyakini oleh masyarakat desa tolang jaesebagai penjaga ekosistem alam untuk melindungi kemurnian sungai yang telah menjadi kebutuhan masyarakat desa tolang jae selama puluhan tahun.

  Dilihat dan diamati Lingkungan sekitar sosial yang mendominasi wilayah Desa Tolang Jae adalah warga yang berlatarbelakang identitas dari suku Mandailing, sedangkan warga SukuNias yang berada di Adian Goti (bagian dari wilayah Desa Tolang) sebagai pendatang yg hanya kelompok minoritas dari lingkungan sosial tersebut.

  Istilah Dominasi Identik didefenisikan sebagai penguasaan oleh pihak tertentu yang lebih kuat terhadap pihak lainnya yang lebih lemah. Dengan itu, seperti yang diungkapkan oleh (sofyan sjaf : 2014) dalam studinya dikendari menunjukkan bahwa, Praktik Dominasi identitas etnik dalam arena ekonomi politik dapat didefenisikan sebagai bentuk pertarungan yang terjadi antaraktor dari basis etnisitas berbeda untuk memperebutkan sumber-sumber arena ekonomi politik. Dari pertarungan tersebut akan tampil aktor (kelompok) etnik tertentu sebagai pemenang yang lebih kuat dan memiliki penguasaan atas sumber-sumber ekonomi politik terhadap aktor (kelompok) etnik lainnya yang kalah dan berada

   pada posisi yang lebih lemah.

  Dalam arena sosial politik, kekuasaan identitas etnik yang terbilang terintegrasi didalam diri elit lokal yang dikonstruksikan untuk membangun sebuah kesadaran baru dari tekanan nilai-nilai luar dari identitasnya berada. Pada penelitian ini Penulis ingin mengetahui pada kasus yang terjadi di Desa Tolang Jae. apakah Peran Tokoh Masyarakat Desa Tolang (elit) dalam konflik disini sangat terlihat jelas ?, dan bagaimana para tokoh masyarakat melahirkan sebuah

  

doxa “Wacana Dominan”,orthodoxy (wacana yang mendukungdoxa), dan

heterodoxy (wacana yang menolak doxa) dengan memobilisasi massa, dan

  berupaya keras mendapatkan dukungan dari Dinas-Dinas Pemerintahan terkaityang menyatakan bahwa bertempatnya suku nias di Wilayah Adian Goti cukup meresahkan dan melanggar aturan (undang-undang)?. Dan apakah para elit ( Dominasi Aktor yang Berkuasa) dengan dukungan dari Gelar Simbolik yang 8 dimilikinya seperti keturunan bangsawan (golongan atas dari pelapisan sosial

Sofyan Sjaf. Politik Etnis : Dinamika Politik Lokal Di Kendari . Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

  2014 hal :203 tradisional) “Putra Daerah”, mampu melegitimasi kekuasaan dan membuat berbagai macam surat dan pengaduan kepada pihak-pihak instansi pemerintah bahwa daerah yang ditinggali oleh Warga Adian Goti adalah daerah yang dilarang untuk ditinggali.

  Kembali untuk menggali sejarah, Yang menjadi pertanyaan buat penulis mengapa dulunyaTokoh Masyarakat memperbolehkan warga Suku Nias untuk menetap di Desa Tolang dan apa kepentingan mereka ?.

  Sedikit kabar yang didapat dari salah satu Harajaon (dalam istilah mandailing adalahgolongan atas lapisan sosial tradisonal) di Desa Tolang Jae yaitu Bapak Mara Tandanan Rangkuti mengatakan bahwa Sejak tahun 1982 warga Suku Nias telah berada di Desa Tolang Jae dan membentuk suatu Identitas (Kelompok Baru), mereka menetap di Desa Tolang Jae atas izin dari Kepala Desa (Salah satu tokoh masyarakat) pada saat itu bernama Monang Lubis.

  Mereka meminta izin pada Kepala Desa (Bapak Monang Lubis) untuk bisa tinggal disana dan meminjam lahan untuk dijadikan alat produksi mereka, pada saat itu menurut Bapak Mara Tandanan, jumlah warga yang menetap di Desa Tolang dan memiliki lahan sebagai alat produksinya masih terbilang mencukupi untuk semua warga desa tolang tapi lama kelamaan lanjutnya, pertumbuhan penduduk di Desa Tolang jae semakin hari semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan lahanpun ikut semakin meningkat. Ini yang menurutnya di Desa Tolang Jae terjadinya Konflik antar warga yang melibatkan Aktor berkuasa (Tokoh Masyarakat)karena Dominasi dari identitas tersebut merasa terancam akan menetapnya warga Adian Goti.

  Berkaitan dengan sebab-sebab terjadinya Konflik Etnis diatas dan Peranan Tokoh Masyarakat yang nampaknya mengalami ketidak netralan dalam Proses Mediasi yang mungkin saja disebabkan oleh Dominasi etnik atau aktor yang berkuasa dan penguasaan akan arena ekonomi Politik serta dinamika sejarah dan kebudayaan etnisitasnya.Yang secara singkatnya membuat penulis tertarik ingin mengamati bagaimana peranan tokoh dalam Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ?,

1.2 Rumusan Masalah

  Berangkat dari latarbelakang diatas maka peneliti berkeinginan untuk membahas serta meneliti Bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti dalam hal upaya Resolusi untuk Penanganan Konflik. Karena sejauh ini proses daripada Mediasi yang kerap dilakukan oleh para Tokoh Masyarakat melalui jalan Resolusi tetap terjadi jalan buntu, kedua belah pihak yang bertikai dan ikut dalam proses mediasi pun tetap saja bentrok dan bertikai satu sama lain dan mengabaikan norma atau nilai aturan yang telah dibuat pada proses mediasi sebelumnya yang secara bersama dibuat oleh Tokoh Masyarakat. disini Secara singkat penulis merumuskan masalah dalam Penelitian ini adalah : “ Bagaimana Peranan TokohMasyarakat Dalam

  

mediasi Konflik di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti Di Tapanuli

Selatan”.

1.3 Pembatasan Masalah

  Dalam membuat sebuah penelitian, penulis diharapkan perlu membuat pembatasan terhadap hal-hal apa saja dari masalah yang akan diulas dan dibahas penulis. dengan maksud dan tujuan, untuk memperjelas secara sistematis batasan- batasan ruang lingkup penelitian yang ingin diteliti, serta dapat menghasilkan sebuah uraian yang lebih dinamis serta sistematis. Sehingga penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai .Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.

  Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif dengan penyajian materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan.

  2. Informan penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat,perangkat desa ,pelaku kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema ini.

  3. Penelitian ini intinya hanya melihat sejauh mana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti.

  1.4 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan diatas , adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi sebuah Konflik. dengan maksud melihat sejauh mana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Memediasi konflik Di indonesia khususnya tapanuli selatan.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : a.

  Secara akademis, kajian ini dibidang ilmu sosial dan ilmu politik diharapkan mampu memberikan sebuah kontribusi terhadap penangan sebuah konflik sosial dan mencari solusi terbaik guna konflik-konflik sosial dapat diminimalisir.

  b.

  Secara praktis , penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan referensi kepada civitas akademik dan juga komunitas pecinta damai khususnya para aktivis pluralis dan juga nasionalis didalam berjuang, menimbang dan memutuskan untuk tercapainya kesatuan indonesia yang sebenarnya.

  c.

  Secara pribadi, penulis mengharapkan penelitian ini mampu memberi motivasi dan inspirasi bahwasanya perbedaan bukanlah sebuah kelemahan ,tapi perbedaan adalah sebuah kekuatan untuk bersatu dan berdaulat tanpa tindakan diskriminasi.

1.6 Kerangka Teori

  Dalammempermudah sebuah penelitian, kerangka teori sangat diperlukan karena diharapkan mampu sebagai dasar pedoman pemikiran dari penelitian. kerangka teori dapat dikatakan sebagai unsur yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi ,defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

  

  merumuskan hubungan antara konsep. Dengan menerangkan dan menjelaskan mengenai gejala-gejala spesifik mengapa proses tertentu dapat terjadi, sebuah teori harus dapat diuji melalui fakta-fakta ataupun realitas yang sebenarnya. Penelitian akan menggunakan teoriyang berkaitan dengan Konflik, Mediasi Dan Tokoh Masyarakat.

1.6.1 Teori Elit

  Elit dalam konteks ilmu politik menunjuk pada sekelompok kecil orang yang memiliki kekuasaan, sebaliknya massa adalah bagian terbesar yang justru

  

  tidak memiliki kekuasaan. Demokrasi adalah pemerintahan oleh banyak orang, tetapi dalam prakteknya demokrasi bergantung kepada sekelompok kecil orang dalam menjalankannya, dan bagi Harold Lasswell inilah yang disebut dengan

  

  ironi demokrasi. Bahkan dalam Demokrasi, pembagian masyarakat ke dalam elit 9 dan massa bersifat universal. Elit tidak dibentuk atau dilahirkan oleh sosialisme 10 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi , metode penelitian survei ,jakarta LP3ES,1995,hal 37

Thomas R. Dye & Harmon Ziegler, The Irony of Democracy: An Uncommon Introduction to American

11 Politics , (Duxburry Press, 1998), hlm. 1.

  

Harold Lasswell & Abraham Kaplan. Power and Society, (New Haven: Conn, Yale University Press 1950), hlm. 219. atau kapitalisme, oleh sistem represif atau demokratis tetapi karena semua masyarakat membutuhkan elit.

  Para ilmuwan politik penganut teori ini percaya bahwa dalam semua masyarakat, apakah pemerintahannya bersifat Otoriter atau Demokratis dimana saja dan kapan saja, selalu ada unsur oligarki dalam Kepemimpinan Masyarakat. Kelompok kecil ini dinamakan Elit. Keberadaan Elit yang menonjol merupakan bagian dari Minoritas kecil yang terorganisir rapi dan massa rakyat merupakan mayoritas yang tidak terorganisir dan apatis sehingga cenderung menerima

12 Kepemimpinan Elit.

  Menurut Pareto pusat perhatian harusnya terletak pada elit yang memerintah, yang menurut dia memiliki kekuasaan karena Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik dan merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari pengacara, mekanik, bajingan atau para gundik. Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari 2 kelas : yaitu (1) lapisan atas, yaitu elit yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elit) dan Elit yang tidak Memerintah (Non Governing elit), (2) lapisan yang rendah, yaitu

12 Miriam Budiardjo, (ed), Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, (Jakarta: Sinar Harapan, 1986), hlm. 22.

  non-elit. Arena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan yang dilihatnya

   sebagai hal yang penting.

  Pareto menyebut elit sebagai the rulling class, yaitu kelas elit yang memerintah, yang terdiri dari individu yang secara tidak langsung atau langsung, memainkan perannya, sementara di pihak lain ada kelas yang dikuasai dan yang diperintah. Secara umum, elit lokal adalah individu-individu yang menduduki jabatan strategis pada pemerintahan dan birokrasi, yang mempunyai kecenderungan kekuasaan dengan tujuan untuk mengatur dan menguasai masyarakat dan dipilih melalui pemilihan umum dan dalam proses politik yang demokratis ditingkat lokal. Elit politiknya seperti gubernur, bupati, walikota,

   Ketua DPRD, anggota DPRD, dan pemimpin-pemimpin partai politik.

  Menurut Sartono Kartodirdjo, Elite terbentuk karena terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang menyangkut perubahan kedudukan golongan-golongan sosial yang mempunyai Peranan dan Kekuasaan dalam

  

  menentukan arah dari gerakan tersebut. Sedangkan Mosca berpendapat bahwa di dalam masyarakat terdapat distribusi kekuasaan, yang digambarkan dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol. Pertama adalah kelas yang Memerintah. Yaitu sekelompok anggota masyarakat yang melaksanakan fungsi Politik, Memonopoli Kekuasaan, dan Menikmati keuntungan-keuntungan akibat kekuasaan. Dan kelas ini terdiri dari sedikit orang. Kedua adalah kelas yang

  13 14 SP. Varma (terj), Teori Politik Modern. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2001), hlm. 200. 15 Moch Nurhasim (Editor). Konflik Antar Elit Politik Lokal. (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 13.

  Sartono Kartodirjo. Elite Dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1981), hlm. Vii. diperintah. Yaitu kelas yang diarahkan dan dikendalikan oleh penguasa dengan

   cara-cara yang kurang lebih berdasarkan hukum dan paksaan.

  Sedangkan menurut Bottomore, Elit dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah Elit Formal, yaitu individu-individu yang secara langsung ikut dalam pemerintahan. Sedangkan yang kedua adalah Elit Informal, yaitu individu-individu yang tidak terlibat dalam Pemerintahan namun memiliki pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Contoh dari kelompok yang kedua adalah Tokoh Masyarakat, Elit Partai Politik, dan Ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut

  

JW. Schroll berpendapat jika melihat Elit ditingkatan lokal biasanya memiliki

  jabatan maupun kedudukan dalam organisasi lokal yang bersifat formal dan

   informal.

  Disini peneliti menggunakan teori elit untuk dapat menjelaskan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi di Desa Tolang Jae dengan Dusun adian goti.karena ada dugaan bahwa, terjadi dan munculnya konflik antar warga justru diawali oleh adanya kepentingan Tokoh Masyarakat Yang menunjukkan adanya Peran Elit didalamnya.

1.6.2 Teori Konflik

  Konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat dalam setiapmasyarakat dan dalam setiap kurun waktu.Mengenai pengertian konflik 16 definisinya dipahami mulai dari hal yang bersifat lunak sampai pada pengertian 17 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta:PT.Grasindo,1992), hlm.75.

  T.B Bottomore, Elite dan Masyarakat, (Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2006), hlm. 3. yang mengandung unsur kekerasan didalamnya.Salah satu teori konflik yang menganut paham kekerasan adalah teori yang dikemukakan oleh Robert Ted

  

Gurr. Menurutnya agar sebuah hubungan sosial dapat disebut konflik, maka

  

  paling tidak harus memenuhi empat kriteria yaitu : 1.

  Ada dua atau lebih pihak yang terlibat 2. Mereka terlibat dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi 3. Mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya

4. Interaksi yang bersifat bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi dengan mudah oleh para pengamat independen.

  Sementara itu alo Liliweri merangkum definisi konflik dari berbagi

  

  sumber sebagai berikut: 1.

  Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh Individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan.

  2. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih(individu maupun kelompok)yang memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan.

3. Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan,

  18 nilai, dan motivasi pelaku atau yang terlibat didalamnya.

  

Ted Robert Gurr, Handbook of Political Conflict, Theory and Research, New York, The Free Press, 1980,

19 hal. 2

Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, Yogyakarta,

LKiS, 2005, hal. 249-250

  4. Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan serta fisiknya terganggu.

  5. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbarui tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang sudah ada.

  6. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan menyingkirkan atau melemahkan pesaing.

  7. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis.

  8. Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu. Dari dua pengertian yang didefenisikan yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi karena ada dua pihak atau lebih yang saling bertentangan untuk mencapai tujuan yang diperebutkan.untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat harus diketahui penyebab konflik yang melatarbelakanginya.

  Menurut William Chang “ Konflik sosial tidak hanya berakar pada kepada ketidak puasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah kekuasaan. Namun menurutnya, emosi manusia sesaat pun bisa memicu terjadinya

   20 konflik sosial.

  William Chang, “Dimensi Etis Konflik Sosial” dalam Kompas, Rabu 2 Februari 2001

  Maswadi Rauf mengidentifikasi adanya tiga hal terkait penyebab terjadinya

  konflik, yakni: “pertama, posisi dan sumber-sumber kekuasaan, kedua, tingginya penghargaan terhadap posisi politik, serta ketiga, kesempatan untuk memperoleh sumber daya yang langka Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di

  

  masyarakat. Sejalan dengan dua pemikiran diatas Michel foucault memasukan kekuasaan kepada salah satu penyebab konflik, dia mengatakan “disetiap momen, relasi kekuasaan dapat menjadi konfrontasi antara dua pihak yang berlawanan. Begitu pula hubungan antara dua pihak yang bertentangan dalam masyarakat

   dapat memberi jalan bagi beroperasinya kekuasaan”.

  Simon Fisher dan Deka Ibrahimdkk(Th. 2002) menjelaskan dua teori yang

  

  menjelaskan faktor penyebab konflik sosial yaitu : Teori Kebutuhan Manusia :

  

“ berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar

manusia- fisik , mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau yang dihalangi.”

  Teori Identitas :

  

berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh karena identitas yang terancam yang

sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak

terselesaikan.

  21 Maswadi Rauf, Konsensus Politik, Sebuah Penjajagan Teoritis, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan 22 Tinggi, Depdiknas, 2000, hal. 2 23 Michel Foucault, Subject and Power,University Of Chicago Press.1976

Simon Fisher, Dekka Ibrahim Abdi dkk. “Working With Conflict; Skills& Strategies for Action, New

York, 2002. Responding To Conflict.

  Dari teori-teori yang dimuat penulis diatas Ada juga beberapa teori konflik yang digunakan oleh penulis untuk memecahkan masalah-masalah dalam proposal ini antara lain : 1.

  Teori Konflik Ralf Dahrendorf 2. Teori Konflik Karl Marx

1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf

  Sebagaimana dikemukakan oleh Rlaf Dahrendorf bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelas atas dasar pemilikan kewenangan (authority), yaitu kelas yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki kewenangan (subjeksi). Menurut teori ini , masyarakat terintegarasi karena adanya kelompok kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Garis besar dari teori Ralf Dahrendorf adalah : 1.

  Setiap kehidupan sosial selalu berada dalam proses perubahan, sehingga perubahan merupakan gejala yang bersifat permanen yang mengisi setiap perubahan kehidupan sosial. Gejala perubahan kebanyakan sering diikuti oleh konflik baik secara personal maupun secara interpersonal.

  2. Setiap kehidupan sosial selalu terdapat konflik didalam dirinya sendiri, oleh sebab itu konflik merupakan gejala yang permanen yang mengisi setiap kehidupan sosial. Gejala konflik akan berjalan seiring dengan kehidupan sosial itu sendiri, sehingga lenyapnya konflik juga akan bersamaan dengan lenyapnya kehidupan sosial.

  3. Setiap elemen dalam kehidupan sosial memberikan andil bagi perubahan dan konflik sosial, sehingga antara konflik dan perubahan merupakan dua variabel yang saling berpengaruh. Elemen-elemen tersebut akan selalu dihadapkan pada persamaan dan perbedaan, sehingga persamaan akan mengantarkan pada sakomodasi sedangkan perbedaan akan mengantarkan timbulnya situasi konflik.

  4. Setiap kehidupan sosial, masyarakat akan terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi sejumlah kekuatan-kekuatan lain.Dominasi kekuatan secara sepihak akan menimbulkan konsiliasi, akan tetapi mengandung simpanan benih-benih konflik yang bersifat laten , yang sewaktu-waktu akan

   meledak menjadi konflik manifes (terbuka).

1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx

   Beberapa pandangan Karl Marx tentang kehidupan sosial yaitu : 1.

  Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk pertentangan.

  2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berpihak pada kekuatan yang dominan.

  3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor 24 utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi

  

Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan

25 Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 369 -370

Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan

  Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 364 - 365

  (property) , perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan ,penipuan, dan penindasan.

  Dengan demikian , titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.

  5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain , sehingga konflik tak terelakkan lagi. Secara garis besar Karl Marx melihat konflik melalui dua pendekatan yaitu : a.

  Antara Pemilik Modal dan Buruh b. Kaum Borjuis dan Proletariat

  Menurut Marx , ,masyarakat terintegrasi karena adannya terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan hukum untuk mendominasi kaum proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana didalam proses produksi terjadi kegiatan pengekspoitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru membawa dampak yan buruk bagi nasib kaum buruh (proletar) karena perubahan sosial berdampak pada semakin banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan kehidupan kelompok proletariat karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin tinggi sedangkan jmlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan). Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya kian buruk. Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial. Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah

   karena tajamnya ketimpangan sosial berikut eksploitasinya.

1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik

  Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat

   diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini.

  A.

  Berdasarkan Sifatnya: Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi: 1)

  Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang maupun kelompok terhadap pihak lain.

  26 Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 365 - 366 diakses tanggal 8 september 2014

  2) Konflik konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu masalah.

  B.

  Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik 1)

  Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, konflik dibedakan menjadi: 2)

  Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki hierarki.

  3) Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama.

  4) Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim C.

  Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik 1)

  Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui oleh semua pihak.

  2) Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.

  D.

  Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di dalam Masyarakat 1)

  Konflik dibedakan menjadi konflik sosial, konflik politik, konflik ekonomi, konflik budaya, dan konflik ideologi.

  2) Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik: i.

  Konflik sosial vertikal ii. Konflik sosial horizontal

  3) Konflik politik merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.

  4) Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.

  5) Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.

  6) Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya perbedaan paham yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.

1.6.3 Mediasi

  Mediasi merupakan salah satu upaya Penyelesaian sengketa dimana para pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan Pihak Ketiga yang independen guna bertindak sebagai Mediator (penengah). Mediasi sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dewasa ini digunakan oleh pengadilan sebagai proses penyelesaian sengketa. Bentuk penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi yang sekarang, dipraktikkan bersifat

   terintegrasi dengan proses peradilan.

1.6.3.1 Teori Mediasi

  Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yangditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankantugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.Penjelasan mediasi dari segi kebahasaan ini belum lengkap,oleh karena itu perlu ditambah dengan penjelasan lain secaraterminologi yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik,diantaranya:

1. Menurut Laurence Boulle, mediation is a decision making process in

  wich the parties are assisted by a mediator, the mediator attempt to improve the process of decision making and to assist the parties the reach an out come to wich of them can assent ( mediasiadalah prosespengambilan keputusandi yangpara pihakdibantu olehmediator , mediatorupayauntuk meningkatkan prosespengambilan keputusan danuntukmembantu para pihakmencapaikeluardatang kepuritan yangmerekadapatpersetujuan)

28 Mediasi dalam proses hukum acara perdata dilihat dari segi administrasi akanmengurangi tekanan perkara

  di pengadilan sehingga pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih bermutu (karena tidak ada ketergesa- gesaan), efektif, efisien dan mudah dikontrol. Lihat dalam Bagir Manan, “Peran Sosok Hakim Agama sebagai Mediator dan Pemutus Perkara serta Kegamangan masyarakat terhadap Keberadaan lembaga Peradilan,” sambutan Ketua Mahkamah Agung RI. Pada Serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. (22 Agustus 2003) hlm : 4di akses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:00

2. Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

  Pengadilan dinyatakan bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

  

1.6.3.2 Tujuan dan Manfaat Mediasi

  Tujuan dan mamfaat kenapa mediasi dilakukan sebagai berikut

   1.

  Mempercepat proses penyelesaian sengketa dan menekan biaya; : 2.

  Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan perkara. “Menangjadi arang kalah jadi abu”;

3. Untuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court congestion ) di pengadilan.

  4. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum) atau memberdayakan pihak pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian sengketa; 5. Untuk memperlancar jalur keadilan (acces to justice) di masyarakat 6. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi ; 29 Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam

  

Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat ) hal:1

akses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:30 30 Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam

Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat ) hal:11 -12

diakses pada tanggal 25 maret 2014

pukul 15:35

7. Bersifat tertutup/rahasia (confidential) ; 8.

  Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, sehingga hubungan pihak-pihak yang bersengketa dimasa depan masih di mungkinkan terjalin dengan baik;

  1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi

  Adapun tahap-tahap dalam mediasi sebagai berikut

   1.

  Setuju untuk menengahi (Agree to mediate), 2. menghimpun sudut pandang (Gather points of view), memusatkan perhatian pada kebutuhan (Focus on interest),

  3. menciptakan pilihan terbaik (Createwin-win options), 4. mengevaluasi pilihan (Evaluate options) 5. dan menciptakan kesepakatan (Create an agreement)

  1.6.3.4 Proses Mediasi

  Proses mediasi dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu

   1.

  tahap pra mediasi, : 2. tahap pelaksaaan mediasi dan 31 Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam

  

Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat ) hal:11 -12

iakses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:35 32 Ronal S. Kraybill, Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans, Peace Skill, Panduan Mediator terampil

Membangun Perdamaian. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006). Hlm. 63-67. Teori Dan Implementasi

Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di

Pengadilan Agama Jawa Barat ) hal :1

akses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:40

  3. tahap akhir mediasi.

  Pada tahap pra mediasi mediator melakukan beberapa langkah antara lain, membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengoordinasikan pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan mereka.

  Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap di mana pihak-pihak yang bertikai sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Dalam tahap ini, terdapat beberapa langkah penting antara lain, sambutan pendahuluan mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati, menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan dan penutup mediasi. Tahap Akhir Hasil Mediasi. Tahap ini merupakan tahap di mana para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan, yang telah mereka tuangkan

   bersama dalam suatu perjanjian tertulis.

33 Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama(Kajian Implementasi Mediasi dalam

  Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat ) hal:1 akses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:50

1.6.3.5 Peran Dan Fungsi Mediator

  Melalui beberapa definis yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan seorang mediator dalam proses negosiasi atau perundingan adalah memberikan bantuan secara sukarela kepada para pihak yang bersengketa dalam proses perundingan untuk jalan damai. Dengan menggunakan istilah peran sebagai sebuah arti kerja, tugas dan kedudukan dari mediator didalam proses mediasi yang tengah berlangsung .

  Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah kontinum atau garis rentang.

   Yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat. Sisi peran

  

  1. Penyelenggaraan pertemuan 2.