Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan.

(1)

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik

(Studi kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti Di Tapanuli Selatan)

Disusun Oleh : Asrul Azis Lubis

090906017

Dosen Pembimbing : Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Asrul Azis Lubis (090906017)

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) Rincian isi Skripsi, 102 halaman, 5 tabel, 5 gambar, 22 buku, 11 artikel internet, 2 artikel Koran, serta 5 wawancara. (kisaran buku dari tahun 1990-2014)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi antara Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.dalam hal konflik Seperti yang kita ketahui, Budaya kekerasan merupakan suatu fenomena yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Konflik ataupun gesekan dalam suatu kelompok masyarakat dapat berakhir dengan tindakan pembunuhan atau perkelahian massal seperti yang terjadi di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2013.Pemicu munculnya aksi kekerasan di Desa Tolang Jae berawal dari konflik individu, namun berubah dan meletus menjadi konflik kolektif besar. Aksi kekerasan massal tersebut terjadi di atas bukit Dusun Adian Goti yang merupakan wilayah Desa Tolang Jae tepatnya di Dolok Sabottar dimana, intensitas konflik yang cukup luas dan jumlah massanya pun yang tidak sedikit.

Ada dua tahapan dalam proses untuk penyelesaian konflik di Desa Tolang Jae Tapanuli Selatan. Pertama, yang didominasi Negara melalui para aparat keamanan setempat untuk mengendalikan aksi kekerasan yang terjadi, namun dalam tahapannya ini gagal menghentikan suatu aksi kekerasan. Kedua, menggunakan proses mediasi dimana intervensi pihak ketiga sangat perperan penting, berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi akan sangat tergantung dengan seberapa besar peran mediator sebagai pihak netral yang menjembatani kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan. Dengan peran aktif para mediator dalam proses tersebut, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk kembali berkomunikasi agar dapat mengakhiri konflik secara damai. Seperti pada konflik di Desa Tolang Jae yang akhirnya dapat berakhir melalui proses mediasi tersebut.

Adapun Teori yang digunakan untuk menjelaskan permaslahan ini adalah teori elit Pareto dan Sartono Kartodirjo. Teori konflik Maswadi Rauf, Karl Marx,


(3)

dilakukan dengan desain studi kasus menggunakan metode kualitatif dengan pengayaan materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan dan mengandalkan hasil analisis yang diperoleh. Informan penelitian ini terdiri dari Tokoh-Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, Pelaku Kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.


(4)

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Asrul Aziz Lubis (090906017)

Public Figure Role in Conflict Mediating (Case Study: Public Figure Role in Mediating Conflict Among Villager of Tolang Jae and Adion Goti in South Tapanuli)

Paper Content Details, 102 pages, 5 tables, 5 images, 22 books, 11 internet article, 2 newspaper article and 5 interview. (Books years range in 1990-2014)

ABSTRACT

The Research tries to elaborate how the role of public figure in mediating conflict that occurs among Tolang Jae and Adian Goti Villagers such violence is one of phenomena in Indonesian people. Conflict or sentiment in a community is able to stimulate the killing action or mass fighting such recently happened in Sayur Matinggi sub district of South Tapanuli in 2013. The trigger of violence action in Tolang Jae village was started by individual conflict then convert to be a big collective conflict. The mass violence was occurred in the top of Adian Goti hill the region of Toang Jae as well specifically in Dolok Sabottar where a big conflict intensity with crowded people.

There are two steps in arbitrating the conflict of Tolang Jae Village of South Tapanuli. The First, through country policy by local security apparatuses to handle the conflict but it’s not worked well. The second, using mediating proses where the intervention of third person side has a crucial role. The successfulness of mediating depend on how big the mediator role as a neutral part in connecting two community with conflict in Tolang Jae and Adian Goti Villager of South Tapanuli. In order the active role of mediator in that process, it will so much helpful the conflict stakeholder to return communicating and ending the conflict in peace. The conflict in Tolang Jae Village finally ended by mediating process.

The theory that’s used to explain the case is Elit Pareto and Sartono Kartodirjo theory, Maswandi Rauf Conflict Theory, Karl Max and Ralf Dahrendorf. Mediating Theory of Raiffa and Leonard L.Riskin. This research is done with study case design using qualitative method with enrichment matter through literature study (documentation) and deep interview with some related informant in case field and empowering the result of analysis. The research informant consist of public figures, Village stakeholder, violence doer and other related informant of the research theme.


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Dosen Pembimbing

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetuji untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama : Asrul Azis Lubis

Nim : 090906017 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan.

Menyetujui :

Ketua departemen Ilmu Politik

Dra. T. Irmayani, M.Si. NIP.196806301994032001

Mengetahui : Dekan FISIP USU

(Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D) NIP. 196207181987101001

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa bersyukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah swt, karena hanya atas berkat, kasih sayang dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dan tak lupa shalawat kepada Rasulullah Muhammad saw sebagai Panutan penulis di Dunia dan di Akhirat, usaha serta diiringi doa maupun bantuan orang-orang sekitar merupakan hal-hal yang juga memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik (Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) ini penulis tulis dan susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Politik pada jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Kota Medan.

Selama Penulisan skripsi ini tidak sedikit penulis mendapatkan kesulitan yang pada akhirnya juga berdampak pada sedikit banyaknya mempengaruhi penulis dalam menyelesaikann skripsi ini, namun kendala maupun kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga akhirnya bisa dijadikan motivasi.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnyakepada :

1. Bapak Dr. Baharuddin M.A, selaku Dekan Fakultas ilmu-ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.


(7)

2. ibu Dra. T Irmayani, selaku ketua Departemen S-1 Ilmu Politik, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D selaku Dosen pembimbing penulis yang

sudah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan penghargaan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak/Ibu Dosen Departemen Ilmu Politik S-1 Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Orang Tua Penulis yaitu ayahanda H. Muhammad Arif Lubis dan Ibunda Hj. Dermawati Rangkuti yang selalu mendoakan dan memberi banyak dukungan agar penulis selalu sehat dan semangat dalam belajar. Dan telah banyak juga memberikan dukungan moral dan material yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang telah dicita-citakan, dan tanpa kedua orang tua penulis, penulis tidak akan mampu menjadi seperti saat ini.

6. Abang dan Kakak penulis Henry Adi Lubis, Rusdi Hamka Lubis, Nur Milan Lubis, Rizal Efendi Lubis dan Damayanti Lubis yang juga telah mendukung dan memotivasi penulis.

7. Kepada seluruh teman-teman penulis di Departemen Ilmu Politik Stambuk 2009, maaf tidak bisa nyebut namanya satu-satu karena terlalu banyak sekali.penulis berharap semoga kita terus bertemandan saling mendukung.


(8)

8. Kepada kakak-kakak senior dan adik-adik junior di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Kepada kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Bung Rahmad, Bung Janter, Bung Jeki, Bung Halim, Bung Tariq, Bung Amar, Bung naswir , Bung Kosner, dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

10. Kepada kawan-kawan veteran, sekaligus Aliansi Parhuta-huta Mantan Presidium Imakopasid (Ikatan Mahasiswa Kota Padang Sidimpuan) kawan Bonar Ayah siddiq, kawan Sandy pejuang Daerah, kawan aditia, kawan Maul Jenderal Perang yang punya cerita sendiri, kawan Samsuri cajakgung (calon Jaksa Agung), kawan Aswan, kawan Andi Azis, kawan Roihan (cuy), kawan Basrah, kawan Buyung, kawan Harmen, kawan Umar dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga harapannya kita selalu berteman.

11.Kepada narasumber, Bapak Mara Indo lubis Kepala selaku Kepala Desa Tolang Jae, Abanghanda Baharuddin selaku anggota BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Desa Tolang Jae, Kepada Bapak Faoato Lawolo/Kaduo selaku Kepala Dusun Adian Goti, kepada bapak Ahmad Azhari selaku Tokoh Masyarakat setempat dan terakhir kepada Bapak Mara Tandanan Rangkuti selaku Tokoh Adat Desa Tolang Jae.


(9)

Penulis menilai masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, terutama isinya.Skripsi ini masih bisa dikatakan jauh dari sempurna, untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga kiranya Skripsi ini bermamfaat bagi para pembaca dan juga bagi peneliti yang juga memiliki keterkaitan dengan isi Skripsi Ini.

Wassalam

Medan, Desember 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 12

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Kerangka Teori ... 14

1.6.1 Teori Elit ... 14

1.6.2 Teori Konflik ... 17

1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf ... 21

1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx ... 22

1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik ... 24

1.6.3 Mediasi ... 26

1.6.3.1 Teori Mediasi ... 27


(11)

1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi ... 29

1.6.3.4 Proses Mediasi ... 29

1.6.3.5 Peran dan Fungsi Mediator ... 31

1.6.4 Budaya-Budaya Dalam Resolusi Konflik ... 34

1.7 Metodologi Penelitian ... 38

1.7.1 Metode Penelitian ... 38

1.7.2 Jenis Penelitian ... 39

1.7.3 Lokasi Penelitian ... 40

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

1.7.5 Tekhnik Analisa Data ... 41

1.7.6 Sistematika Penulisan ... 41

BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Desa Tolang Jae ... 43

2.1.1 Letak Lokasi dan Batas- Batas Wilayah ... 43

2.1.2 Keadaan Alam ... 47

2.1.3 Kecamatan Sayur Matinggi ... 50

2.1.4 Asal – Mula Desa ... 51

2.1.4.1 Sejarah Desa Tolang Jae ... 51

2.1.4.2 Keadaan Politik Desa dari Tahun 1894 keMasa Aturan Pasca Reformasi di DesaTolang Jae ... 53


(12)

2.1.4.3 Peraturan Desa ... 61

2.1.4.4 Desa Tolang Jae Sekarang ... 63

2.1.4.5 Letak Desa Tolang Jae ... 63

2.1.5 Jumlah Penduduk ... 64

2.1.5.1 Jumlah Penduduk Desa Tolang Jae Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

2.1.5.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 65

2.1.5.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67

2.1.6 Sejarah Dusun Adian Goti ... 68

2.1.7 Hubungan Penduduk Asli dan Pendatang ... 70

2.1.8 Sarana Dan Prasarana di DesaTolang Jae ... 72

2.1.9 Organisasi Sosial ... 75

BAB III PERANAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MEDIASI KONFLIK ANTAR WARGA DESA TOLANG JAE DENGAN WARGA DUSUN ADIAN GOTI 3.1 Kronologi Konflik ... 77

3.1.1 Faktor – Faktor Penyebab Konflik ... 79

3.1.2 Kondisi Konflik Saat Ini ... 87 3.2 Peranan Tokoh Masyarakat/TokohAdat Dalam Mediasi di


(13)

Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ... 89 3.2.1 Upaya Mediasi Yang Di Lakukan Tokoh Masyarakat ... 95 3.2.2 Dampak Mediasi yang dilakukan oleh Tokoh

Masyarakat terhadap Konflik di Desa Tolang Jae ... 97

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 99 4.2 Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli

Selatan ... 45

Tabel 2 Jumlah dan Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Sayur Matinggi ... 50

Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 66


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : jalan lintas sumatera yang menghubungkan Provinsi sumatera utara dengan Sumatera barat macet total diakibatkan Konflik antar Warga Di Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.

Gambar 2 : kepolisian dan satuan Brigade Mobil (Brimob) sedang melakukan penjagaan dan pengaman di Desa Tolang Jae.

Gambar 3 : Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel) mengamankan beberapa warga yang diduga terlibat bentrok dengan warga Dusun Adian.

Gambar 4 : Masyarakat Memblokade jalan raya sebagai tuntutan dikembalikannya anggota keluarganya yang diamankan di Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel).

Gambar 5 : Masyarakat Desa Tolang Jae melakukan Aksi Memblokade Jalan Raya sebagai sikap kekesalan mereka akan ditahannya 63 Warga Desa Tolang Jae Di Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polret Tapsel).


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Asrul Azis Lubis (090906017)

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) Rincian isi Skripsi, 102 halaman, 5 tabel, 5 gambar, 22 buku, 11 artikel internet, 2 artikel Koran, serta 5 wawancara. (kisaran buku dari tahun 1990-2014)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi antara Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.dalam hal konflik Seperti yang kita ketahui, Budaya kekerasan merupakan suatu fenomena yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Konflik ataupun gesekan dalam suatu kelompok masyarakat dapat berakhir dengan tindakan pembunuhan atau perkelahian massal seperti yang terjadi di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2013.Pemicu munculnya aksi kekerasan di Desa Tolang Jae berawal dari konflik individu, namun berubah dan meletus menjadi konflik kolektif besar. Aksi kekerasan massal tersebut terjadi di atas bukit Dusun Adian Goti yang merupakan wilayah Desa Tolang Jae tepatnya di Dolok Sabottar dimana, intensitas konflik yang cukup luas dan jumlah massanya pun yang tidak sedikit.

Ada dua tahapan dalam proses untuk penyelesaian konflik di Desa Tolang Jae Tapanuli Selatan. Pertama, yang didominasi Negara melalui para aparat keamanan setempat untuk mengendalikan aksi kekerasan yang terjadi, namun dalam tahapannya ini gagal menghentikan suatu aksi kekerasan. Kedua, menggunakan proses mediasi dimana intervensi pihak ketiga sangat perperan penting, berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi akan sangat tergantung dengan seberapa besar peran mediator sebagai pihak netral yang menjembatani kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan. Dengan peran aktif para mediator dalam proses tersebut, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk kembali berkomunikasi agar dapat mengakhiri konflik secara damai. Seperti pada konflik di Desa Tolang Jae yang akhirnya dapat berakhir melalui proses mediasi tersebut.

Adapun Teori yang digunakan untuk menjelaskan permaslahan ini adalah teori elit Pareto dan Sartono Kartodirjo. Teori konflik Maswadi Rauf, Karl Marx,


(17)

dilakukan dengan desain studi kasus menggunakan metode kualitatif dengan pengayaan materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan dan mengandalkan hasil analisis yang diperoleh. Informan penelitian ini terdiri dari Tokoh-Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, Pelaku Kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.


(18)

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Asrul Aziz Lubis (090906017)

Public Figure Role in Conflict Mediating (Case Study: Public Figure Role in Mediating Conflict Among Villager of Tolang Jae and Adion Goti in South Tapanuli)

Paper Content Details, 102 pages, 5 tables, 5 images, 22 books, 11 internet article, 2 newspaper article and 5 interview. (Books years range in 1990-2014)

ABSTRACT

The Research tries to elaborate how the role of public figure in mediating conflict that occurs among Tolang Jae and Adian Goti Villagers such violence is one of phenomena in Indonesian people. Conflict or sentiment in a community is able to stimulate the killing action or mass fighting such recently happened in Sayur Matinggi sub district of South Tapanuli in 2013. The trigger of violence action in Tolang Jae village was started by individual conflict then convert to be a big collective conflict. The mass violence was occurred in the top of Adian Goti hill the region of Toang Jae as well specifically in Dolok Sabottar where a big conflict intensity with crowded people.

There are two steps in arbitrating the conflict of Tolang Jae Village of South Tapanuli. The First, through country policy by local security apparatuses to handle the conflict but it’s not worked well. The second, using mediating proses where the intervention of third person side has a crucial role. The successfulness of mediating depend on how big the mediator role as a neutral part in connecting two community with conflict in Tolang Jae and Adian Goti Villager of South Tapanuli. In order the active role of mediator in that process, it will so much helpful the conflict stakeholder to return communicating and ending the conflict in peace. The conflict in Tolang Jae Village finally ended by mediating process.

The theory that’s used to explain the case is Elit Pareto and Sartono Kartodirjo theory, Maswandi Rauf Conflict Theory, Karl Max and Ralf Dahrendorf. Mediating Theory of Raiffa and Leonard L.Riskin. This research is done with study case design using qualitative method with enrichment matter through literature study (documentation) and deep interview with some related informant in case field and empowering the result of analysis. The research informant consist of public figures, Village stakeholder, violence doer and other related informant of the research theme.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dan beranekaragam corak budayanya. Bila kita amati dari Sabang dampai Merauke masing-masing suku bangsa memiliki bahasa, agama, budaya, dan adat istidat yang berbeda. Keragaman kebudayaan masyarakat Indonesia sangat berkaitan erat dengan kondisi alam tempat hidup masing-masing sukubangsa, serta terjadi proses akulturasi dengan kebudayaan lain yang bersamaan dengan interaksi yang terjalin antara budaya dan antar masyarakat. Salah satu perwujudan dari etnistas dapat ditemukan sebagai budaya politik. Di Indonesia sesuai dengan kemajemukan sukubangsa terdapat budaya politik dari kehidupan politik yang beraneka ragam, seperti yang terlihat bahwa, setiap etnis maupun daerah mempunyai ciri-ciri atau corak khas tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya dan setiap etnis yang ada di Indonesia tersebut mempunyai pola dan sistem budaya masing-masing yang mempengaruhi struktur dan sistem masyarakat dan politiknya1

Proses akulturasi budaya dengan sendirinya akan mempengaruhi corak dan bentuk kebudayaan suatu kelompok masyarakat, baik unsur-unsur kebudayaan yang berhubungan dengan adat istiadat setempat. Dalam negara-negara baru pasca kolonial, kesempatan menguatnya sentimen etnik tetap besar seiring dengan

.

1

Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan 1982 hal 48-50.


(20)

menguatnya sentimen primordial. Ini terkait dengan partisipasi setiap elemen masyarakat dalam Negara baru, terutama jika pemerintah mengganti aturan-aturan kolonial yang menciptakan kebijakan yang menguntungkan satu kelompok atau lebih atau membeda-bedakan kelompok.2

Konflik etnis merupakan buah negatif dari pluralitas masyarakat yang ada di Indonesia. Konflik ini biasanya disebabkan oleh interaksi yang antar etnis yang berbeda yang didalamnya termuat perbedaan budaya, nilai, dan karakter yang cenderung berbeda. Sejumlah konflik komunal berdarah telah menggemparkan beberapa daerah di Indonesia terutama pada akhir 1990-an dan awal tahun 2000. Banyak korban yang berjatuhan akibat Konflik ini. Heru Cahyono (2008) menulis bahwa ada pandangan yang menyatakan bahwa transisi Politik dari

Keanekaragaman kebudayaan dalam kehidupan masyarakat, dapat terlihat dari perbedaan kepentingan yang dimiliki masing-masing kebudayaan. Sikap atau perilaku untuk mempertahankan pola tindakan dan cara hidup masing-masing dari anggota masyarakat akan menimbulkan Primordialisme. Primordialisme adalah sebuah pandangan atau sikap yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Primordialisme yang berlebihan juga dapat mengakibatkan munculnya sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat budaya orang lain hanya melalui sudut pandang budaya sendiri.

2

Irene Hiraswari Gayatri. Nationalism, Democratisation and Primordial Sentimen in Indonesia: Problems of Ethnicity Versus Indonesia-ness (The Cases of Aceh, Riau, Papua and Bali), Journal of Indonesian Social


(21)

Otoritarianisme menuju Demokratisasi sebagai salah satu pemicu terjadinya Konflik komunal ini. Namun ada juga pandangan yang mengaitkan Konflik ini sebagai akumulasi dari dampak negatif Pembangunan Orde Baru seperti ketidak-adilan, kesenjangan ekonomi serta menjadi rusaknya jaringan sosial budaya lokal-tradisional3

Jika dikaji dari undang-undang dasar (UUD) dapat disimpulkan bahwa, Negara sangat menjamin sebuah kebebasan, keamanan dan keberlangsungan hidup setiap individu manusia di indonesia untuk menetap pada satu tempat ketempat lainnya. dengan dilindungi secara hukum tanpa tindakan diskriminasi maupun tindak kekerasan untuk kemaslahatan warga negara. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak konflik sosial terjadi antaralain, seperti:kekerasan komunal yang terjadi pada penghujung tahun 1990, dimana peristiwa pahit yang

.

Ketidaksepahaman dalam sebuah lingkungan yang didiami dan ditinggali oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda identitas seperti : “SARA”(suku,agama dan ras) itu sendiri sangat rentan terhadap gesekan dan gejala-gejala yang melahirkan pertikaian (konflik). Disatu sisi perbedaan perilaku dan adat istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya yang menetap pada satu tempatmemang cenderung akan melahirkan sebuah konflik sosial baik itu dikarenakan oleh masalah ataupun ancaman terhadap kekhawatiran terhadap lingkungan, adat istiadat,agama,ekonomi, maupun politik.

3

Heru Cahyono dkk,ed, Konflik di Kalbar dan Kalteng: Jalan Panjang Menuju perdamaian, Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2008 hal. 1-2.


(22)

menimpa negeri ini di bidang sosial, dimana Suku Etnik Madura menjadi korban kekerasan komunal dan yang secara paksa harus begitu saja meninggalkan Sambas, kalimantan barat ( Klinken 2007:89-91; Maunati 2004). Bukan hanya sampai disitu pada waktu yang terbilang sama etnisitas seperti BBM (Buton, Bugis, Makassar) dengan berat dan keterpaksaan harus meninggalkan Ambon yang dilanda perang perselisihan etno-relegius (Klinken 2007 :147-152). Atas peristiwa ini, seperti yang disampaikan oleh Kolopaking (2011) mengingatkan bahwa pengorganisasian yang tidak tepat atas realitas keberadaan suku bangsa (etnik) yang beragam diera desentralisasi menyebabkan potensi Konflik yang akan terjadi di negara ini baik pedesaan dan perkotaan.

Semua terjadi mungkin didasarkan pada beberapa asumsi yang menyatakan bahwa, lahirnya sistemReformasi telah menghasilkan Produk Politik desentralisasi yang sebagian kalangan intelektual beranggapanmenjadi faktor pendorong bangkitnya Politik identitas etnik, di karenakan tekanan rezim orde baru yang tidak memberikan “ruang ekspresi” bagi komunitas-komunitas berbasis etnik diarena sosial,politik, dan ekonomi (Sofyan sjaf 2014 :1).4Hal yang sama menurut Joseph Rothschild terjadi konflik sosial dikarenakan kelompok etnik yang pada awalnya menjadi bagian sebuah bangsa yang kemudian kehilangan orientasi nasionalis yakni;5

1. karena adanya permasalahan ketidakadilan atau diskriminasi dalam bidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.

4


(23)

2. adanya budaya yang berkontribusi dalam penguatan identitas etnik dengan peran pemimpin (tokoh masyarakat) yang dapat memobilisasi kelompok etniknya sehingga muncul kesadaran identitas yang akan mengarah pada formasi bangsa merdeka.

Berangkat dari asumsi tersebut,Konflik etnik secara terbuka telah terjadi di tapanuli selatan yang mengakibatkan gejolak dan tindakan yang bisa dikatakan pada tindakan kekerasan.Seperti pada pemberitaan dimedia elektronik dan disebar luaskan dengan baik oleh media cetak. yangmengabarkan bahwa :

Padasenin 23 Desember 2013 telah terjadi bentrokan antar warga suku Nias di Dusun Adian Nagoti dengan Warga Desa Tolang, Kecamatan Sayurmatinggi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sedikitnya 10 rumah dan satu tempat ibadah milik warga suku Nias dibakar. Kepolisian dari Polres Tapanuli Selatan dibantu Satuan Brimob Detasemen C Maragordong Polda Sumatera Utara dan TNI, langsung mengamankan lokasi bentrok, petugas langsung mengamankan puluhan warga Desa Tolang setelah melakukan aksi pembakaran. Hingga kini, motif bentrokan belum diketahui pasti. Namun, konflik antar warga itu diketahui sudah berlangsung sekitar setahun terakhir. Warga Desa Tolang Jae diduga berang lantaran warga suku Nias melakukan penggarapan tanah dan pembangunan rumah di atas kawasan hutan register enam Angkola.Warga Desa Tolang sudah menyampaikan tuntutan tersebut ke Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan. Namun, hingga kini belum ada tanggapan. Mereka pun kecewa, hingga akhirnya, warga Desa Tolang melakukan penyerangan ke pemukiman suku Nias (Dusun Adian


(24)

Goti).Sementara, Kasat Reskrim AKP Edison Siagian, mengatakan keributan antar warga ini sudah terjadi Sabtu 21 desember 2013 lalu. Saat itu, warga Desa Tolang juga menyerang dan membakar dua rumah warga suku nias."Dalam peristiwa penyerangan tersebut, seorang warga Desa Tolang Jae, mengalami luka pada bagian tubuhnya," . Hingga kabar ini diturunkan, suasana di Desa Tolang maupun di Dusun Adian Goti, masih mencekam6

Kemudian pada situasi yang sama seperti yang diberitakan media online oleh metro siantar anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan (DPRD TAPSEL) yang diketahui bernama Ali Imran Hasibuan dan Asgul Idihan Dalimunthe, mencoba merundingkan bagaimana jalan terbaiknya untuk melakukan mediasi yang ternyata mediasinya bisa dikatakan cukup alot dan tak berhasil. Mereka anggota DPRD Tapsel menjanjikan kepada seluruh warga bahwa permasalahan paling lama dituntaskan tahun 2014 dan siap mengundurkan diri jika permasalahan belum tuntas. “Kami anggota dewan dari Dapil sini siap mundur jika permasalahan ini belum selesai pada tahun 2014 mendatang,” ungkap anggota DPRD Tapsel Dapil Kecamatan Sayur Matinggi Asgul dan Ali Imran

.

7

6

LAPORAN : Dedi Herianto Tvone Tapanuli Selatan

.Asgul mengatakan, atas nama perwakilan anggota DPRD Tapsel dirinya siap memperjuangkan agar pertikaian antar warga ini secepatnya dituntaskan.

16:50 7


(25)

Dari latar belakang kehidupan sosial dan budaya masyarakat desa tolang jae dan dusun adian goti memang jauh berbeda.

Secara budaya masyarakat diDesa Tolang Jaedengan Dusun Adian Goti yang saat ini berselisih antara kelompok masyarakatnya memang sangat berbeda dan memiliki latarbelakang kehidupan yang berbeda juga seperti yang diberitakan diatas.

Jika dikaji sedikitdalam sejarahnya,Dusun Adian Goti adalah wargamasyarakat yang melakukantransmigrasi (pendatang) dari Pulau Nias dan menetap di Tapanuli Selatan tepatnya di Desa Tolang Jae, pada awalnya Tokoh Masyarakat baik itu Kepala Desa dan Kepala Lingkungan Desa Tolang Jae merasa tidak ada masalah terhadap menetapnya Warga Suku Nias ini tetapi lama kelamaan Warga Desa Tolang Jae merasa bahwa kedatangan Warga Nias inidapat mengganggu mereka dan mencemari lingkungan atau mengotori sungaiyang telah menjadi kebutuhan warga masyarakat Desa Tolang Jae tersebut dengan asumsinya bahwa Warga Dusun Adian Goti yang mayoritas memiliki kebiasaan dan cara hidup yang berbeda dengan Desa Tolang Jae, sering melakukan aktivitas seperti mencuci hewan ternak tertentu seperti : Babi dan Anjing, yang dianggap masyarakat desa tolang jae sangat dilarang untuk dipelihara.

Untuk menyelesaikan persoalan itu jauh sebelumnya warga Desa Tolang Jae dan para Tokoh Masyarakat telah berkali kali melakukan Musyawarah (Mediasi) dengan Dusun Adian Goti guna membuat social order (tertib sosial) terhadap lingkungan mereka seperti larangan menternakkan hewan-hewan jenis


(26)

tertentu dan Penggarapan Hutan secara membabi buta. Akan tetapi, Musyawarah yang dilakukan masyarakat beserta tokoh masyarakat (hanya sebatas tindakan formalitas saja. Kesepakatan yang sudah ditetapkan tetap saja tidak diindahkan)keinginanuntuk memperluas areal lahan perkebunan dan menternakkan jenis hewan ternak tertentu telah mendorong warga Dusun Adian Goti untuk beternak dan menggarap hutan register 6 yang dianggap Masyarakat Desa Tolang harus dilestarikan. Penguasaan tanah, Penggarapan Hutan register 6 dan penjanjian yang telah dilanggar secara jelasdilingkungan desa tolang jae yang dilakukan oleh warga dusun adian goti telah menjadi pemicu terjadinya Konflik antara Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti. masyarakat Desa Tolang merasa bahwa kegiatan warga Dusun Adian Goti melakukan penggarapan dan memelihara hewan tertentu itu dinilai tidak wajar karena hutan register enam diyakini oleh masyarakat desa tolang jaesebagai penjaga ekosistem alam untuk melindungi kemurnian sungai yang telah menjadi kebutuhan masyarakat desa tolang jae selama puluhan tahun.

Dilihat dan diamati Lingkungan sekitar sosial yang mendominasi wilayah Desa Tolang Jae adalah warga yang berlatarbelakang identitas dari suku Mandailing, sedangkan warga SukuNias yang berada di Adian Goti (bagian dari wilayah Desa Tolang) sebagai pendatang yg hanya kelompok minoritas dari lingkungan sosial tersebut.

Istilah Dominasi Identik didefenisikan sebagai penguasaan oleh pihak tertentu yang lebih kuat terhadap pihak lainnya yang lebih lemah. Dengan itu,


(27)

seperti yang diungkapkan oleh (sofyan sjaf : 2014) dalam studinya dikendari menunjukkan bahwa, Praktik Dominasi identitas etnik dalam arena ekonomi politik dapat didefenisikan sebagai bentuk pertarungan yang terjadi antaraktor dari basis etnisitas berbeda untuk memperebutkan sumber-sumber arena ekonomi politik. Dari pertarungan tersebut akan tampil aktor (kelompok) etnik tertentu sebagai pemenang yang lebih kuat dan memiliki penguasaan atas sumber-sumber ekonomi politik terhadap aktor (kelompok) etnik lainnya yang kalah dan berada pada posisi yang lebih lemah.8

Dalam arena sosial politik, kekuasaan identitas etnik yang terbilang terintegrasi didalam diri elit lokal yang dikonstruksikan untuk membangun sebuah kesadaran baru dari tekanan nilai-nilai luar dari identitasnya berada. Pada penelitian ini Penulis ingin mengetahui pada kasus yang terjadi di Desa Tolang Jae. apakah Peran Tokoh Masyarakat Desa Tolang (elit) dalam konflik disini sangat terlihat jelas ?, dan bagaimana para tokoh masyarakat melahirkan sebuah

doxa “Wacana Dominan”,orthodoxy (wacana yang mendukungdoxa), dan

heterodoxy (wacana yang menolak doxa) dengan memobilisasi massa, dan berupaya keras mendapatkan dukungan dari Dinas-Dinas Pemerintahan terkaityang menyatakan bahwa bertempatnya suku nias di Wilayah Adian Goti cukup meresahkan dan melanggar aturan (undang-undang)?. Dan apakah para elit ( Dominasi Aktor yang Berkuasa) dengan dukungan dari Gelar Simbolik yang dimilikinya seperti keturunan bangsawan (golongan atas dari pelapisan sosial

8

Sofyan Sjaf. Politik Etnis : Dinamika Politik Lokal Di Kendari . Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2014 hal :203


(28)

tradisional) “Putra Daerah”, mampu melegitimasi kekuasaan dan membuat berbagai macam surat dan pengaduan kepada pihak-pihak instansi pemerintah bahwa daerah yang ditinggali oleh Warga Adian Goti adalah daerah yang dilarang untuk ditinggali.

Kembali untuk menggali sejarah, Yang menjadi pertanyaan buat penulis mengapa dulunyaTokoh Masyarakat memperbolehkan warga Suku Nias untuk menetap di Desa Tolang dan apa kepentingan mereka ?.

Sedikit kabar yang didapat dari salah satu Harajaon (dalam istilah mandailing adalahgolongan atas lapisan sosial tradisonal) di Desa Tolang Jae yaitu Bapak Mara Tandanan Rangkuti mengatakan bahwa Sejak tahun 1982 warga Suku Nias telah berada di Desa Tolang Jae dan membentuk suatu Identitas (Kelompok Baru), mereka menetap di Desa Tolang Jae atas izin dari Kepala Desa (Salah satu tokoh masyarakat) pada saat itu bernama Monang Lubis.

Mereka meminta izin pada Kepala Desa (Bapak Monang Lubis) untuk bisa tinggal disana dan meminjam lahan untuk dijadikan alat produksi mereka, pada saat itu menurut Bapak Mara Tandanan, jumlah warga yang menetap di Desa Tolang dan memiliki lahan sebagai alat produksinya masih terbilang mencukupi untuk semua warga desa tolang tapi lama kelamaan lanjutnya, pertumbuhan penduduk di Desa Tolang jae semakin hari semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan lahanpun ikut semakin meningkat. Ini yang menurutnya di Desa Tolang Jae terjadinya Konflik antar warga yang melibatkan


(29)

Aktor berkuasa (Tokoh Masyarakat)karena Dominasi dari identitas tersebut merasa terancam akan menetapnya warga Adian Goti.

Berkaitan dengan sebab-sebab terjadinya Konflik Etnis diatas dan Peranan Tokoh Masyarakat yang nampaknya mengalami ketidak netralan dalam Proses Mediasi yang mungkin saja disebabkan oleh Dominasi etnik atau aktor yang berkuasa dan penguasaan akan arena ekonomi Politik serta dinamika sejarah dan kebudayaan etnisitasnya.Yang secara singkatnya membuat penulis tertarik ingin mengamati bagaimana peranan tokoh dalam Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ?,

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latarbelakang diatas maka peneliti berkeinginan untuk membahas serta meneliti Bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti dalam hal upaya Resolusi untuk Penanganan Konflik. Karena sejauh ini proses daripada Mediasi yang kerap dilakukan oleh para Tokoh Masyarakat melalui jalan Resolusi tetap terjadi jalan buntu, kedua belah pihak yang bertikai dan ikut dalam proses mediasi pun tetap saja bentrok dan bertikai satu sama lain dan mengabaikan norma atau nilai aturan yang telah dibuat pada proses mediasi sebelumnya yang secara bersama dibuat oleh Tokoh Masyarakat. disini Secara singkat penulis merumuskan masalah dalam Penelitian ini adalah : “ Bagaimana Peranan TokohMasyarakat Dalam mediasi Konflik di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti Di Tapanuli Selatan”.


(30)

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam membuat sebuah penelitian, penulis diharapkan perlu membuat pembatasan terhadap hal-hal apa saja dari masalah yang akan diulas dan dibahas penulis. dengan maksud dan tujuan, untuk memperjelas secara sistematis batasan-batasan ruang lingkup penelitian yang ingin diteliti, serta dapat menghasilkan sebuah uraian yang lebih dinamis serta sistematis. Sehingga penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai .Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif dengan penyajian materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan.

2. Informan penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat,perangkat desa ,pelaku kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema ini. 3. Penelitian ini intinya hanya melihat sejauh mana Peranan Tokoh

Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti.


(31)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan diatas , adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi sebuah Konflik. dengan maksud melihat sejauh mana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Memediasi konflik Di indonesia khususnya tapanuli selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

a. Secara akademis, kajian ini dibidang ilmu sosial dan ilmu politik diharapkan mampu memberikan sebuah kontribusi terhadap penangan sebuah konflik sosial dan mencari solusi terbaik guna konflik-konflik sosial dapat diminimalisir.

b. Secara praktis , penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan referensi kepada civitas akademik dan juga komunitas pecinta damai khususnya para aktivis pluralis dan juga nasionalis didalam berjuang, menimbang dan memutuskan untuk tercapainya kesatuan indonesia yang sebenarnya.

c. Secara pribadi, penulis mengharapkan penelitian ini mampu memberi motivasi dan inspirasi bahwasanya perbedaan bukanlah sebuah kelemahan ,tapi perbedaan adalah sebuah kekuatan untuk bersatu dan berdaulat tanpa tindakan diskriminasi.


(32)

1.6 Kerangka Teori

Dalammempermudah sebuah penelitian, kerangka teori sangat diperlukan karena diharapkan mampu sebagai dasar pedoman pemikiran dari penelitian. kerangka teori dapat dikatakan sebagai unsur yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi ,defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.9

Elit dalam konteks ilmu politik menunjuk pada sekelompok kecil orang yang memiliki kekuasaan, sebaliknya massa adalah bagian terbesar yang justru tidak memiliki kekuasaan.

Dengan menerangkan dan menjelaskan mengenai gejala-gejala spesifik mengapa proses tertentu dapat terjadi, sebuah teori harus dapat diuji melalui fakta-fakta ataupun realitas yang sebenarnya. Penelitian akan menggunakan teoriyang berkaitan dengan Konflik, Mediasi Dan Tokoh Masyarakat.

1.6.1 Teori Elit

10

Demokrasi adalah pemerintahan oleh banyak orang, tetapi dalam prakteknya demokrasi bergantung kepada sekelompok kecil orang dalam menjalankannya, dan bagi Harold Lasswell inilah yang disebut dengan ironi demokrasi.11

9

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi , metode penelitian survei ,jakarta LP3ES,1995,hal 37 10

Thomas R. Dye & Harmon Ziegler, The Irony of Democracy: An Uncommon Introduction to American Politics, (Duxburry Press, 1998), hlm. 1.

11

Bahkan dalam Demokrasi, pembagian masyarakat ke dalam elit dan massa bersifat universal. Elit tidak dibentuk atau dilahirkan oleh sosialisme


(33)

atau kapitalisme, oleh sistem represif atau demokratis tetapi karena semua masyarakat membutuhkan elit.

Para ilmuwan politik penganut teori ini percaya bahwa dalam semua masyarakat, apakah pemerintahannya bersifat Otoriter atau Demokratis dimana saja dan kapan saja, selalu ada unsur oligarki dalam Kepemimpinan Masyarakat. Kelompok kecil ini dinamakan Elit. Keberadaan Elit yang menonjol merupakan bagian dari Minoritas kecil yang terorganisir rapi dan massa rakyat merupakan mayoritas yang tidak terorganisir dan apatis sehingga cenderung menerima Kepemimpinan Elit.12

Menurut Pareto pusat perhatian harusnya terletak pada elit yang memerintah, yang menurut dia memiliki kekuasaan karena Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik dan merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari pengacara, mekanik, bajingan atau para gundik. Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari 2 kelas : yaitu (1) lapisan atas, yaitu elit yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elit) dan Elit yang tidak Memerintah (Non Governing elit), (2) lapisan yang rendah, yaitu

12

Miriam Budiardjo, (ed), Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, (Jakarta: Sinar Harapan, 1986), hlm. 22.


(34)

non-elit. Arena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan yang dilihatnya sebagai hal yang penting.13

Pareto menyebut elit sebagai the rulling class, yaitu kelas elit yang memerintah, yang terdiri dari individu yang secara tidak langsung atau langsung, memainkan perannya, sementara di pihak lain ada kelas yang dikuasai dan yang diperintah. Secara umum, elit lokal adalah individu-individu yang menduduki jabatan strategis pada pemerintahan dan birokrasi, yang mempunyai kecenderungan kekuasaan dengan tujuan untuk mengatur dan menguasai masyarakat dan dipilih melalui pemilihan umum dan dalam proses politik yang demokratis ditingkat lokal. Elit politiknya seperti gubernur, bupati, walikota, Ketua DPRD, anggota DPRD, dan pemimpin-pemimpin partai politik.14

Menurut Sartono Kartodirdjo, Elite terbentuk karena terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang menyangkut perubahan kedudukan golongan-golongan sosial yang mempunyai Peranan dan Kekuasaan dalam menentukan arah dari gerakan tersebut.15

13

SP. Varma (terj), Teori Politik Modern. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2001), hlm. 200. 14

Sedangkan Mosca berpendapat bahwa di dalam masyarakat terdapat distribusi kekuasaan, yang digambarkan dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol. Pertama adalah kelas yang Memerintah. Yaitu sekelompok anggota masyarakat yang melaksanakan fungsi Politik, Memonopoli Kekuasaan, dan Menikmati keuntungan-keuntungan akibat kekuasaan. Dan kelas ini terdiri dari sedikit orang. Kedua adalah kelas yang


(35)

diperintah. Yaitu kelas yang diarahkan dan dikendalikan oleh penguasa dengan cara-cara yang kurang lebih berdasarkan hukum dan paksaan.16

Sedangkan menurut Bottomore, Elit dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah Elit Formal, yaitu individu-individu yang secara langsung ikut dalam pemerintahan. Sedangkan yang kedua adalah Elit Informal, yaitu individu-individu yang tidak terlibat dalam Pemerintahan namun memiliki pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Contoh dari kelompok yang kedua adalah Tokoh Masyarakat, Elit Partai Politik, dan Ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut JW. Schroll berpendapat jika melihat Elit ditingkatan lokal biasanya memiliki jabatan maupun kedudukan dalam organisasi lokal yang bersifat formal dan informal.17

Konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat dalam setiapmasyarakat dan dalam setiap kurun waktu.Mengenai pengertian konflik definisinya dipahami mulai dari hal yang bersifat lunak sampai pada pengertian

Disini peneliti menggunakan teori elit untuk dapat menjelaskan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi di Desa Tolang Jae dengan Dusun adian goti.karena ada dugaan bahwa, terjadi dan munculnya konflik antar warga justru diawali oleh adanya kepentingan Tokoh Masyarakat Yang menunjukkan adanya Peran Elit didalamnya.

1.6.2 Teori Konflik

16

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta:PT.Grasindo,1992), hlm.75. 17


(36)

yang mengandung unsur kekerasan didalamnya.Salah satu teori konflik yang menganut paham kekerasan adalah teori yang dikemukakan oleh Robert Ted Gurr. Menurutnya agar sebuah hubungan sosial dapat disebut konflik, maka paling tidak harus memenuhi empat kriteria yaitu18

1. Ada dua atau lebih pihak yang terlibat

:

2. Mereka terlibat dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi

3. Mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya

4. Interaksi yang bersifat bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi dengan mudah oleh para pengamat independen.

Sementara itu alo Liliweri merangkum definisi konflik dari berbagi sumber sebagai berikut:19

1. Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh Individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan.

2. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih(individu maupun kelompok)yang memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan.

3. Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, dan motivasi pelaku atau yang terlibat didalamnya.

18

Ted Robert Gurr, Handbook of Political Conflict, Theory and Research, New York, The Free Press, 1980, hal. 2


(37)

4. Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan serta fisiknya terganggu.

5. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbarui tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang sudah ada.

6. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan menyingkirkan atau melemahkan pesaing.

7. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis. 8. Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.

Dari dua pengertian yang didefenisikan yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi karena ada dua pihak atau lebih yang saling bertentangan untuk mencapai tujuan yang diperebutkan.untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat harus diketahui penyebab konflik yang melatarbelakanginya.

Menurut William Chang “ Konflik sosial tidak hanya berakar pada kepada ketidak puasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah kekuasaan. Namun menurutnya, emosi manusia sesaat pun bisa memicu terjadinya konflik sosial.20

20


(38)

Maswadi Rauf mengidentifikasi adanya tiga hal terkait penyebab terjadinya konflik, yakni: “pertama, posisi dan sumber-sumber kekuasaan, kedua, tingginya penghargaan terhadap posisi politik, serta ketiga, kesempatan untuk memperoleh sumber daya yang langka Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat.21 Sejalan dengan dua pemikiran diatas Michel foucault memasukan kekuasaan kepada salah satu penyebab konflik, dia mengatakan “disetiap momen, relasi kekuasaan dapat menjadi konfrontasi antara dua pihak yang berlawanan. Begitu pula hubungan antara dua pihak yang bertentangan dalam masyarakat dapat memberi jalan bagi beroperasinya kekuasaan”.22

Simon Fisher dan Deka Ibrahimdkk(Th. 2002) menjelaskan dua teori yang menjelaskan faktor penyebab konflik sosial yaitu :23

21

Maswadi Rauf, Konsensus Politik, Sebuah Penjajagan Teoritis, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2000, hal. 2

22

Michel Foucault, Subject and Power,University Of Chicago Press.1976 23

Teori Kebutuhan Manusia :

“ berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia- fisik , mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau yang dihalangi.”

Teori Identitas :

berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh karena identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak terselesaikan.


(39)

Dari teori-teori yang dimuat penulis diatas Ada juga beberapa teori konflik yang digunakan oleh penulis untuk memecahkan masalah-masalah dalam proposal ini antara lain :

1. Teori Konflik Ralf Dahrendorf 2. Teori Konflik Karl Marx

1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Sebagaimana dikemukakan oleh Rlaf Dahrendorf bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelas atas dasar pemilikan kewenangan (authority), yaitu kelas yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki kewenangan (subjeksi). Menurut teori ini , masyarakat terintegarasi karena adanya kelompok kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Garis besar dari teori Ralf Dahrendorf adalah :

1. Setiap kehidupan sosial selalu berada dalam proses perubahan, sehingga perubahan merupakan gejala yang bersifat permanen yang mengisi setiap perubahan kehidupan sosial. Gejala perubahan kebanyakan sering diikuti oleh konflik baik secara personal maupun secara interpersonal.

2. Setiap kehidupan sosial selalu terdapat konflik didalam dirinya sendiri, oleh sebab itu konflik merupakan gejala yang permanen yang mengisi setiap kehidupan sosial. Gejala konflik akan berjalan seiring dengan kehidupan sosial itu sendiri, sehingga lenyapnya konflik juga akan bersamaan dengan lenyapnya kehidupan sosial.


(40)

3. Setiap elemen dalam kehidupan sosial memberikan andil bagi perubahan dan konflik sosial, sehingga antara konflik dan perubahan merupakan dua variabel yang saling berpengaruh. Elemen-elemen tersebut akan selalu dihadapkan pada persamaan dan perbedaan, sehingga persamaan akan mengantarkan pada sakomodasi sedangkan perbedaan akan mengantarkan timbulnya situasi konflik.

4. Setiap kehidupan sosial, masyarakat akan terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi sejumlah kekuatan-kekuatan lain.Dominasi kekuatan secara sepihak akan menimbulkan konsiliasi, akan tetapi mengandung simpanan benih-benih konflik yang bersifat laten , yang sewaktu-waktu akan meledak menjadi konflik manifes (terbuka).24

1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx

Beberapa pandangan Karl Marx tentang kehidupan sosial yaitu :25

1. Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk pertentangan.

2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berpihak pada kekuatan yang dominan.

3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi

24

Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 369 -370


(41)

(property) , perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan ,penipuan, dan penindasan. Dengan demikian , titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.

5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain , sehingga konflik tak terelakkan lagi.

Secara garis besar Karl Marx melihat konflik melalui dua pendekatan yaitu :

a. Antara Pemilik Modal dan Buruh b. Kaum Borjuis dan Proletariat

Menurut Marx , ,masyarakat terintegrasi karena adannya terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan hukum untuk mendominasi kaum proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana didalam proses produksi terjadi kegiatan pengekspoitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru membawa dampak yan buruk bagi nasib kaum buruh (proletar) karena perubahan sosial berdampak pada semakin


(42)

banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan kehidupan kelompok proletariat karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin tinggi sedangkan jmlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan). Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya kian buruk. Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial. Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah karena tajamnya ketimpangan sosial berikut eksploitasinya.26

Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini.

1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik

27

A.Berdasarkan Sifatnya:

Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi:

1) Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang maupun kelompok terhadap pihak lain.

26


(43)

2) Konflik konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu masalah.

B.Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik

1) Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, konflik dibedakan menjadi:

2) Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki hierarki.

3) Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama.

4) Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim

C.Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik

1) Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui oleh semua pihak.

2) Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.

D.Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di dalam Masyarakat 1) Konflik dibedakan menjadi konflik sosial, konflik politik, konflik


(44)

2) Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik:

i. Konflik sosial vertikal ii. Konflik sosial horizontal

3) Konflik politik merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.

4) Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.

5) Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.

6) Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya perbedaan paham yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.

1.6.3 Mediasi

Mediasi merupakan salah satu upaya Penyelesaian sengketa dimana para pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan Pihak Ketiga yang independen guna bertindak sebagai Mediator (penengah). Mediasi sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dewasa ini digunakan oleh pengadilan sebagai proses penyelesaian sengketa. Bentuk


(45)

penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi yang sekarang, dipraktikkan bersifat terintegrasi dengan proses peradilan.28

1. Menurut Laurence Boulle, mediation is a decision making process in wich the parties are assisted by a mediator, the mediator attempt to improve the process of decision making and to assist the parties the reach an out come to wich of them can assent (mediasiadalah

prosespengambilan keputusandi yangpara pihakdibantu olehmediator,

mediatorupayauntuk meningkatkan prosespengambilan keputusan danuntukmembantu para pihakmencapaikeluardatang kepuritan yangmerekadapatpersetujuan)

1.6.3.1 Teori Mediasi

Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yangditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankantugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.Penjelasan mediasi dari segi kebahasaan ini belum lengkap,oleh karena itu perlu ditambah dengan penjelasan lain secaraterminologi yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik,diantaranya:

28

Mediasi dalam proses hukum acara perdata dilihat dari segi administrasi akanmengurangi tekanan perkara di pengadilan sehingga pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih bermutu (karena tidak ada ketergesa-gesaan), efektif, efisien dan mudah dikontrol. Lihat dalam Bagir Manan, “Peran Sosok Hakim Agama sebagai Mediator dan Pemutus Perkara serta Kegamangan masyarakat terhadap Keberadaan lembaga Peradilan,”

sambutan Ketua Mahkamah Agung RI. Pada Serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. (22

Agustus 2003) hlm : 4


(46)

2. Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.29

1.6.3.2 Tujuan dan Manfaat Mediasi

Tujuan dan mamfaat kenapa mediasi dilakukan sebagai berikut30 1. Mempercepat proses penyelesaian sengketa dan menekan biaya;

:

2. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan perkara. “Menangjadi arang kalah jadi abu”;

3. Untuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court congestion) di pengadilan.

4. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum) atau memberdayakan pihak pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian sengketa;

5. Untuk memperlancar jalur keadilan (acces to justice) di masyarakat 6. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa

yang menghasilkan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi ;

29

Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam

Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:1

30

Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam


(47)

7. Bersifat tertutup/rahasia (confidential) ;

8. Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, sehingga hubungan pihak-pihak yang bersengketa dimasa depan masih di mungkinkan terjalin dengan baik;

1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi

Adapun tahap-tahap dalam mediasi sebagai berikut31 1. Setuju untuk menengahi (Agree to mediate),

:

2. menghimpun sudut pandang (Gather points of view), memusatkan perhatian pada kebutuhan (Focus on interest),

3. menciptakan pilihan terbaik (Createwin-win options), 4. mengevaluasi pilihan (Evaluate options)

5. dan menciptakan kesepakatan (Create an agreement)

1.6.3.4 Proses Mediasi

Proses mediasi dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu32 1. tahap pra mediasi,

:

2. tahap pelaksaaan mediasi dan

31

Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam

Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:11 -12

32

Ronal S. Kraybill, Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans, Peace Skill, Panduan Mediator terampil Membangun Perdamaian. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006). Hlm. 63-67. Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di

Pengadilan Agama Jawa Barat) hal :1


(48)

3. tahap akhir mediasi.

Pada tahap pra mediasi mediator melakukan beberapa langkah antara lain, membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengoordinasikan pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan mereka.

Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap di mana pihak-pihak yang bertikai sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Dalam tahap ini, terdapat beberapa langkah penting antara lain, sambutan pendahuluan mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati, menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan dan penutup mediasi. Tahap Akhir Hasil Mediasi. Tahap ini merupakan tahap di mana para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan, yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis.33

33


(49)

1.6.3.5 Peran Dan Fungsi Mediator

Melalui beberapa definis yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan seorang mediator dalam proses negosiasi atau perundingan adalah memberikan bantuan secara sukarela kepada para pihak yang bersengketa dalam proses perundingan untuk jalan damai. Dengan menggunakan istilah peran sebagai sebuah arti kerja, tugas dan kedudukan dari mediator didalam proses mediasi yang tengah berlangsung .

Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah kontinum atau garis rentang. Yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat.34 Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya menjalankan perannya sebagai berikut.35

1. Penyelenggaraan pertemuan 2. Pemimpin diskusi rapat

3. Pemeliharaan atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradab

4. Pengendali emosi para pihak

5. Pendorong pihak/perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya

Sedangkan dari sisi peran terkuat diperlihatkan oleh mediator, apabila mediator bertindak atau mengerjakan hal-hal dalam proses perundingan, sebagai berikut:

34

Ibid., dikutip dari howard Raiffa, The Art & Science of Negotiation, (Cambridge: Harvard University Press, 1982), hlm. 218-219. Lihat juga dalam Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.

35

lihat Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.


(50)

1. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan

2. Merumuskan titik temu atau kesepakatan dari para pihak

3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi diselesaikan.

4. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah. 5. Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah. Menurut Kovach peran mediator mencakup hal-hal berikut.36

1. Mengarahkan komunikasi di antara para pihak. 2. Memfasilitasi atau memimpin proses perundingan. 3. Mengevaluasi kemajuan proses perundingan.

4. Membantu para pihak untuk mempelajari dan memahami pokok masalah dan berlangsungnya proses perundingan secara baik.

5. Mengajukan usul atau gagasan tentang proses dan penyelesaian sengketa.

6. Mendorong para pihak ke arah penyelesaian. 7. Mengendalikan jalannya proses perundingan.

Leonard L. Riskin menyebutkan peran mediator sebagai berikut:37

1. Mendesak para juru runding agar setuju atau berkeinginan untuk berbicara.

36

Lihat M. Zaidun, Op.Cit.. hlm 3.,dikutip dari Kimberlee K. Kovach, Mediation Principle and Practice,

(West Publishing Co., St. Paul, 1994), hal 28-29. Lihat juga Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.

37


(51)

2. Membantu para peserta perundingan untuk memahami proses mediasi. 3. Membawa pesan para pihak.

4. Membantu para juru runding untuk menyepakati agenda perundingan. 5. Menyusun agenda.

6. Menyediakan suasana yang menyenangkan bagi berlangsungnya proses perundingan.

7. Memelihara ketertiban perundingan.

8. Membantu para juru runding untuk memahami masalah. 9. Melarutkan harapan-harapan yang tidak realistis.

10.Membantu juru runding untuk mengembangkan usulan-usulan mereka. 11.Memabantu juru runding untuk melaksanakan perundingan.

12.Membujuk juru runding agar menerima sebuah penyelesaian tertentu. Leonard L.Riskin, mengatakan bahwa mediator tersebut mempunyai tujuh fungsi yaitu : sebagai katalis, pendidik, penerjemah, narasumber, pembawa berita buruk, agenrealitas, dan kambing hitam.38

38

Lihat Sujud Margono, Op. Cit., hlm. 60, dikutip dari Leonard L.Riskin dan James E. Westbrook, Dispute Resolution and Lawyers, (Minnesota: West Publishing Co.,St. Paul, 1987), hlm.96. lihat juga Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 64-65


(52)

1.6.3.7 Budaya Dalam Teori-Teori Resolusi Konflik

Salah satu ciri khas dari pandangan konstruktivisme (mengenai susunan dari bagian-bagian sosial) bahwa argumen kebudayaan adalah konsepsional (pikiran dan cita-cita) dari realitas manusia. Budaya menawarkan tata bahasa untuk bertindak dan menafsirkan dunia untuk mengacu pada praktek hidup bersama secara luas dengan asumsi yang umumnya dipegang dan pengandaian bahwa individu dan kelompok terus tentang dunia.

Karena budaya adalah konstitutif dari realitas sosial, resolusi konflik relatif terhadap budaya. Konflik adalah acara budaya yang berkembang dalam kerangka norma-norma budaya dan nilai-nilai apa yang kondisinya patut diperjuangkan, apakah dalam cara normal untuk melawan, maupun apa yang menjamin tindakan konfliktual dan apa jenis solusi yang dapat diterima.

Sifat realitas serta konflik dan praktik resolusi konflik difokuskan oleh peningkatan jumlah penulis feminis. Penelitian merekabertujuan untuk menunjukkan interogasi hubungan antara gender. Identitas dan kekerasan. Asosiasi antara laki-laki, militerisme, dan maskulinitas di satu sisi dan perdamaian perempuan dan feminitas padalain problematis.

Analisis kerangka berpendapat bahwa musuh dalam konflik memiliki kerangka saling terpisah satu referensi yang menghalangi kerjasama antara mereka. Ini adalah kerangka acuan psikologis yang tergantung pada pola gigih perilaku, yaitu, mereka mencerminkan struktur sosial. Resolusi konflik, karenanya


(53)

didefinisikan berarti pembubaran ataupun perdamaian bentuk konflik dan substitusi satunya dengan bentuk lain.

Interaksi ini terlihat dalam analisis kerangka juga menjadi arena di mana aktor datang bersama-sama dengan perspektif yang berbeda berpotensi pada situasi, makna dan peluang untuk mencapai tujuan mereka. Arti dari perilaku dan peristiwa selalu terbuka untuk interpretasi yang berbeda.39

Singkatnya studi yang menekankan pada peran budaya bahasa dan identitas yang dilakukan oleh aktor (elit) dalam resolusi konflik internasional menunjukkan bahwa konflik tidak hanya berasal dari perbedaan kepentingan. Sebaliknya, konflik lebih dari makna atas konstruksi (susunan) sosial dan manajemen makna (proses pengartian). Resolusi konflik melibatkan para pihak

Ia berpendapat bahwa bahasa memiliki fungsi konstitutif dalam praktik resolusi konflik. itu diperkirakan merupakan kenyataan untuk para pihak. Mengingat fundamental doxa (Wacana Dominan), orthodoxy (Wacana yang mendukung Doxa) dan Heterodoxy (wacana yang menolak doxa) adalah fokus utama dari analisis wacana. Wacana dilihat sebagai cara di mana proses sosial muncul menyusun kembali diri mereka sendiri dan berubah Dalam menganalisis konflik berdasarkan pendekatan analisis wacana yang ditawarkan.

39

Hendrasyahputra (2008) “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : 02 September 2014 pukul 14:50 wib


(54)

dalam upaya untuk menemukan makna bersama dan bentuk untuk bertindak dalam dunia sosial.40

Cara penyelesaian konflik lebih tepat jika menggunakan model-model penyelesaian yang disesuaikan dengan kondisi wilayah serta budaya setempat. penyelesaian tersebut dilakukan atas inisiatif penuh dari masyarakat bawah yang

Umumnya konflik mengenai identitas dalam suatu masyarakat lebih cenderung rumit, bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang sifatnya primordial sulit dipecahkan karena sangat emosional. Untuk mengatasi itu semua, tidak ada resep mujarab yang langsung menyembuhkan karena selalu muncul interaksi rumit antarkekuatan berbeda di samping variabel kondisi sosial wilayah tanah air.

Pola penyelesaian konflik di suatu daerah tak mungkin diterapkan di daerah lain. Oleh karena itu, dalam menentukan langkah penyelesaian berbagai peristiwa konflik perlu dicermati dan dianalisis, tidak saja berdasarkan teori-teori konflik universal, tetapi perlu juga menggunakan paradigma nasional atau lokal agar objektivitas tetap berada dalam bingkai kondisi, nilai, dan tatanan kehidupan bangsa kita. Faktor-faktor sebagai pendukung analisis pemecahan konflik tersebut antara lain: aktornya, isu, faktor penyebab, lingkupnya, usaha lain yang pernah ada, jenis konflik, arah/potensi, sifat kekerasan, wilayah, fase dan intensitas, kapasitas dan sumbernya, alatnya, keadaan hubungan yang bertikai, dan sebagainya.

40


(55)

masih memegang teguh adat lokal serta sadar akan pentingnya budaya lokal dalam menjaga dan menjamin keutuhan masyarakat. Di antara kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang antara lain dalihan natolu (Tapanuli), rumah betang (Kalimantan Tengah), menyama braya (Bali), saling Jot dan saling pelarangan (NTB), siro yo ingsun, ingsun yo siro (Jawa Timur), alon-alon asal kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), dan basusun sirih (Melayu/Sumatra). Tradisi dan kearifan lokal yang masih ada serta berlaku di masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong keinginan hidup rukun dan damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya mengajarkan perdamaian dengan sesamanya, lingkungan, dan sikap dan tindakan terhadap ketuhanan.41

Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat. Oleh karena itu kearifan lokal adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanyatidak hanya berorientasi profan (hal yang sifatnya duniawi) semata, tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan mudah diterima oleh masyarakat. Dengan adat lokal ini diharapkan resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga tidak ada lagi konflik laten yang tersembunyi dalam masyarakat.

41

Lihat Hendrasyahputra (2008) “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : 02 September 2014 pukul 14:50 wib


(56)

keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan bagi masyarakat.

Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.42

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriftif. Yang dimana metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan atau menggambarkan secara khusus tentang situasi atau proses yang diteliti. atau dengan kata lain, ”metodologi kualitatif” sebagai prosedurpenelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisandari orang-1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Metode Penelitian

42

Hendrasyahputra (2008) “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : 02 September 2014 pukul 14:50 wib


(57)

orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian inidisebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakanperhitungan.43

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan,kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.

1.7.2 Jenis Penelitian

44

43

BAB III Metode Penelitia

Selain itu untuk penelitian deskriftif ini meliputi cara pengumpulan data melalui sebuah pertanyaan maupun sebuah kuisioner. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah menilai sikap atau sebuah pendapat dari individu, kelompok organisasi, keadaan ataupun prosedur yang nantinya berhasil dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam wawancara dan observasi.

44

Bruce A.Chodwick.1991.”Sosial Science Research Methods,ter.Sulistia (dkk),” Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Semarang : IKIP Semarang Press. Hal : 234-243.


(58)

1.7.3 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi pada penelitian ini bertempat di Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti Tapanuli Selatan.,

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian kualitatif terdapat tiga macam atau lebih teknik dalam mengumpulkan data,45

1. Wawancara dilakukan kepada para tokoh masyarakat setempat seperti kepada Bapak Mara Indo Lubis sekaligus menjabat sebagai kepala Desa Tolang Jae, kepada Bapak Mara tandanan selakuharajaon (strata masyarakat kelas atas dalam budaya tapanuli) dan kepada alimulama.

Adapun bentuk teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis sebagai berikut :

2. Berdialog, serta mencari tahu bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik di Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti dan data-data mengenai kondisi sekitar lokasi Konflik yang berkaitan dengan studi penulis. Seperti berkas resume konflik antar warga di Desa Tolang Jae dan surat- surat perjanjian yang selama ini berhasil dikeluarkan seusai mediasi.

3. Adapun buku yang digunakan penulis untuk menganalisis penelitian ini Seperti buku politik etnis, peran elit dan pengaruh terhadap masyarakat dll, serta buku-buku yang mendukung studi penulis.


(59)

1.7.5 Teknik Analisa Data

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriftif, tujuannya memberi gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif . data data yang tadinya dikumpul, baik itu sebuah data sekunder maupun data yang diperoleh secara langsung dari lapangan tempat penelitian berlangsung akan digabungkan atau dieksplorasi secara ringkas, yang harapan penulis dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

1.7.6 Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan yang dilakukan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan yang ingin dibahas dan alasan mengapa diadakan penelitian ini,kerangka teori yang merupakan cikal bakal ataupun landasan pembahasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.


(60)

BAB II :KEADAAN UMUM DAN DESKRIPSI LOKASI DESA TOLANG JAE DAN DUSUN ADIAN GOTI

Dalam bab ini akan membahas tentang profil sejarah dari kedua tempat danmenggambarkan secara terperinci mengenai keadaan lokasi penelitian, serta menguraikan fakta-fakta khusus di Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti untuk memperkuat analisis secara politik.

BAB III : PERANAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MEDIASI KONFLIK Bab ini akan membahas mengenai sejauh mana kedua kelompok masyarakat dalam berselisih yang berujung pada konflik yang lebih besar dan bagaimana peranan tokoh masyarakat sebagai mediator untuk melakukan resolusi konflik.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil-hasil yang telah dibahas pada bab-bab yang dibahas sebelumnya , serta berisi kritik dan saran yang berguna bagi penulis terkait dengan penelitian.


(61)

BAB II

PROFIL LOKASI PENELITAN

2.1Gambaran Umum Desa Tolang Jae

2.1.1 Letak Lokasi dan Batas-Batas Wilayah

Desa Tolang Jae berada di kecamatan Sayur Matinggi,Kabupaten Tapanuli Selatan. Secara geografis, Kabupaten Tapanuli Selatan terletak diantara 00 - 20 Lintang Utara dan 980 -990 Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 1985 meter diatas permukaan laut. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 444 482,30 Hadengan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah

• Sebelah Timur dengan Kab. Padang Lawas Utara, Kab Padang Lawas dan Kab Labuhan Batu

• Sebelah Selatan dengan Kabupaten Mandailing Natal

• Sebelah Barat dengan Kab. Mandailing Natal dan Samudera Indonesia • Dan, ditengah Kabupaten ini terletak Kota Padang Sidimpuan

Kabupaten Tapanuli Selatan adalah kabupaten yang banyak memekarkan daerah otonomi baru, sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2008 tentang pembentukan otonomi daerah. Dimana Daerah diberi hak kebebasan hak untuk berkreasi dan bekerja untuk pembangunan wilayahnya, adapun daerah


(62)

daerah-daerah otonomi yang berpisah dari kabupaten induk tapanuli selatan antara lain :

• Kabupaten Mandailing Natal (Madina) • Kabupaten Padang Lawas utara (Paluta) • Kabupaten Padang Lawas (Palas)

• Kota Padang Sidimpuan

Kabupaten Tapanuli Selatan terbagi ke dalam 14 wilayah kecamatan dan 248 desa/kelurahan. Empat belas kecamatan itu antara lain :

1. Kecamatan Batang Angkola 2. Kecamatan Sayur Matinggi 3. Kecamatan Angkola Timur 4. Kecamatan Angkola Selatan 5. Kecamatan Angkola Barat 6. Kecamatan Batang Toru 7. Kecamatan Marancar 8. Kecamatan Sipirok 9. Kecamatan Arse

10.Kecamatan Saipar Dolok Hole 11.Kecamatan Aek Bilah

12.Kecamatan Muara Batang Toru

13.Kecamatan Tano Tombangan Angkola 14.Dan, Kecamatan Angkola Sangkunur


(63)

Untuk memperjelas lihat tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1.

Jumlah Kecamatan dan Desa/ Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Sumber: Badan Pusat Statistik Daerah Tapanuli Selatan Kecamatan

Kategori Desa atau Kelurahan / Category Village or Urban Village

Swadaya Swakarsa Swasembada

Jumlah (total)

(1) (2) (3) (4) (5)

1.Batang Angkola - 26 10 36

2. Sayur Matinggi - 17 2 19

3.Angkola Timur 1 8 6 15

4.Angkola Selatan 3 12 2 17

5.Angkola Barat - 7 7 14

6.Batang Toru 1 12 10 23

7.Marancar 1 9 2 12

8.Sipirok 8 19 13 40

9.Arse 1 5 4 10

10.Saipar Dolok Hole 5 7 2 14

11.Aek Bilah 6 6 - 12

12.Muara Batang Toru 2 5 2 9

13.Tano Tombangan

Angkola - 17 - 17

14.AngkolaSangkunur 1 9 - 10

2012 29 159 60 248

2011 29 159 60 248


(1)

Parsudi Suparlan, Hananto Sigit (1980). Culture and Fertility The Case of IndonesiaSingapore ,Institute of Southeast Asian Studies. Subanindyo Hadiluwih ,KonflikEtnis Di Indonesia , USU PRESS , Medan ;2008 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta:PT.Grasindo,1992). Sartono Kartodirjo. Elite Dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1981). SP. Varma (terj), Teori Politik Modern. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2001). Sofyan Sjaf. 2014.Politik Etnik: Dinamika Politik Lokal Di Kendari. Jakarta:

YayasanPustaka Obor Indonesia.

Subandiyo Hadiluwih. 2008.Konflik Etnis Di Indonesia,Medan ,USU PRESS. T.B Bottomore, Elite dan Masyarakat, (Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2006). Ted Robert Gurr. 1980.Handbook of Political Conflict, Theory and Research,

New York, The Free Press.

Thomas R. Dye & Harmon Ziegler. 1998.The Irony of Democracy: An Uncommon Introduction to American Politics, Duxburry Press. Situs internet :

Eni , “suara publik

maret 2014 pukul 16:02 wib

Floranesia lantang konstruktivisme dan penyelesaian konflik secara damai

wib

Hendra syah putra (2008) “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from : 14:50 wib

UU NO. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusi


(2)

Laporan : Dedi Herianto Tvone Tapanuli Selatan 23

desember

akses pada 19 maret 2014 pukul 16:50 wib

Sopriadi Ahmad, Makalah Konflik Dayak Dan Etnik Madura, Makalah Konflik Pluralisme 20 Februari 2

15 April 2014 pukul 22:18

wib Sipirok net

Mediasi dalam proses hukum acara perdata dilihat dari segi administrasi akan

mengurangi tekanan perkara di pengadilan sehingga pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih bermutu (karena tidak ada ketergesa-gesaan), efektif, efisien dan mudah dikontrol. Lihat dalam Bagir Manan, “Peran Sosok Hakim Agama sebagai Mediator dan Pemutus Perkara serta Kegamangan masyarakat terhadap Keberadaan lembaga Peradilan,” sambutan Ketua Mahkamah Agung RI. Pada Serah Terima Ketu Pengadilan Tinggi Agama Medan. (22 Agustus 2003) hlm :

akses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:00 wib

Teori DanImplementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian . Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:11. http://www.pta

bandung.go.id/uploads/arsip/888Sinopsis_Disertasi.pdf

Ronal S. Kraybill, Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans, Peace Skill, Panduan Mediator terampil Membangun Perdamaian. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006). Hlm. 63 67. TEORI DAN IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM SISTEM PERADILAN AGAMA (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan

Agama Jawa Barat) hal :13

diakses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:30

akses pada tanggal 25 maret 2014 pukul 15:40


(3)

Artikel – Artikeldan Koran

William Chang, “Dimensi Etis Konflik Sosial” dalam Kompas, Rabu 2 Februari 2001

Irene Hiraswari Gayatri. Nationalism, Democratisation and Primordial Sentimen inIndonesia: Problems of Ethnicity VersusIndonesia-ness (The Cases of Aceh,Riau, Papua and Bali), Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities Vol. 3, 2010.

Sumberwawancara :

1. Wawancara dilakukan kepada Tokoh Masyarakat yang ikut serta dalam Media siantar warga di DesaTolang Jae Dengan Dusun Adian Goti, Kecamatan Sayur Matinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan.

• Wawancara kepada bapak Mara Indo Lubis selaku Kepala Desa Tolang Jae dan juga Tokoh Masyarakat yang berada di DesaTolang Jae. yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2014 pukul 19:20 WIB

• Wawancara kepada Bapak Baharuddin selaku Pimpinan BPD (Badan Pemusyawarahan Desa) di Desa Tolang Jae. yang dilaksanakan pada 4 Juni 2014 Pukul 14:30 WIB

• Wawancara kepada Bapak Faoato Lawolo/Kaduo selaku Kepala Dusun Adian Goti. Yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2014 10:30 WIB

• Wawancara kepada Bapak Ahmad Azhari selaku Tokoh Masyarakat yang mewakili keberatan 7 DesaterhadapPemukimanWargaAdianGoti. Yang dilaksanakanpadatanggal5 Juni 2014 padaPukul 17:00 WIB

• Wawancara kepada Bapak mara tandanan Rangkuti salah satu actor Adat di Desa Tolang Jae, yang dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2014 pada Pukul 08:00 WIB


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Gambar 1 : jalan lintas sumatera yang menghubungkan Provinsi sumatera utara dengan Sumatera barat macet total diakibatkan Konflik antar Warga Di Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.


(5)

Gambar 2

Gambar 2 : kepolisian dan satuan Brigade Mobil (Brimob) sedang melakukan penjagaan dan pengaman di Desa Tolang Jae.

Gambar 3

Gambar 3 : Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel) mengamankan beberapa warga yang diduga terlibat bentrok dengan warga Dusun Adian


(6)

Gambar 4.

Gambar 4 : Masyarakat Memblokade jalan raya sebagai tuntutan dikembalikannya anggota keluarganya yang diamankan di Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel).

Gambar 5

Gambar 5 : Masyarakat Desa Tolang Jae melakukan Aksi Memblokade Jalan Raya sebagai sikap kekesalan mereka akan ditahannya 63 Warga Desa Tolang Jae Di Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polret Tapsel).