Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya terhadap Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada Remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

(1)

PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERKEMBANGAN PEMULIHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

PADA REMAJA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

HIDAYATNA HUSNI 097032089/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE PARENTAL SUPPORT AND PEERS TO THE DEVELOPMENT OF DOING ABUSE RECOVERY IN THE TEENAGERS

IN THE SOCIAL INSTITUTION OF PAMARDI PUTRA INSYAF SUMATERA UTARA

THESIS

BY

HIDAYATNA HUSNI 097032089/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERKEMBANGAN PEMULIHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

PADA REMAJA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HIDAYATNA HUSNI 097032089/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP

PERKEMBANGAN PEMULIHAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA REMAJA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Hidayatna Husni Nomor Induk Mahasiswa : 097032089

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Asfriyati, S.K.M, M. Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 April 2012 0 September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M. Kes

2.Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D 3. drh. Hiswani, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERKEMBANGAN PEMULIHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

PADA REMAJA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA INSYAF SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2012

Hidayatna Husni 097032089/IKM


(7)

ABSTRAK

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan. Prevalensi penyalahgunaan narkotika di lingkungan pelajar Sumatera Utara tahun 2009 mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang. Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara pada tahun 2011, jumlah klien yang menjalani rehabilitasi sebanyak 104 orang (44 orang di kelas terpadu/ masih ketergantungan zat, dan 60 orang di kelas konvensional/ tidak lagi ketergantungan zat).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan orang tua dan teman sebaya (emosional, penghargaan, instrumental, informasi, jaringan sosial) terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory, dengan populasi 60 orang dan sampel 60 orang (total

sampling). Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dan pengambilan data perkembangan responden pada bulan Januari sampai Desember 2011, analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika dipengaruhi oleh dukungan orang tua dan teman sebaya. Sedangkan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika adalah dukungan orang tua.

Disarankan kepada: ketua, dan staf pelaksana program Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara perlu menyusun kebijakan, program, dan rencana kegiatan yang melibatkan teman sebaya dan anggota keluarga khususnya orang tua, dan bekerja lebih aktif dalam memberikan dukungan serta penyuluhan kepada pasien rehabilitasi, dan kepada peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan penelitian pada orang tua yang memiliki anak pecandu narkotika, untuk melihat reaksi dan penerimaan orang tua serta tindakan dan upaya penyembuhan dari penyalahgunaan narkotika.

Kata kunci : Dukungan Orang Tua, Dukungan Teman Sebaya, Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika


(8)

ABSTRACT

Narcotics are substances or drugs derived from plants or non-plants, either synthetic or semi-shyntetic, which can cause a decrease or change of consciousness, loss of sense, reducing up to eliminating pain, and can lead to addiction, which is devided into some categories. In 2009, the prevalence of drug abuse in the students in Sumatera Utara reached 4.7 percent of the total number of about 921,695 students.In Social Institution of Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara in 2011, the number of clients who were undergoing rehabilitation reached 104 people (44 people in an integrated class/ still addicted to the drug, and 60 people in a conventional classroom/ no longer adicted to the drug).

This study aims to analyzing the influence of the parental support and peers (emotion, appreciation, instrumental, information, social network) to the development of doing abuse recovery in the teenagers in the Social Institution of Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. The populations of this explanatory survey study were 60. All of them were selected to be the respondents of this study through total sampling method. The data for this study were obtained by distributing questionnaires, and were collected from respondents from Januari to December 2011, and the data were

analyzed by using multiple logistic regression test at α = 0.05.

The research findings showed that the recovery of narcotic abused was

influenced by parents and peers. While the most dominant variables with significantly had influenced on the development of drug abuse recovery is parental support.

Is it sugested that: the head and executive staff of social institution of Pamardi Putra Insyaf expected to the chairman, and the operating staff of Social Institution program Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara need to set up policies, programs, and activity plan by involving peers and family members, especially parents, and work more actively to provide support and counseling to the patients of

rehabilitation, and the coming researchchers should conduct research on the parents having addicted children, to identify the reaction and acceptance of the parents as well as the action and attempts done to help their children get recovered from drug abused.

Keywords: Parental Support, Peer Suport, Development of Narcotic Abuse Recovery


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, karena atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya terhadap Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada Remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.SC. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan terus menerus sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.


(10)

5. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan terus menerus sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

6. Namora Lumongga Lubis, M.S, Ph.D selaku pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

7. drh. Hiswani, M.Kes selaku pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Orang tua Drs. Husni H. Benseh (Alm), dan Hj. Nuraini Hamzah, S.Pd, dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan serta doanya.

9. Suami tercinta dr. Suprinardi yang telah mendoakan, mengizinkan melanjutkan pendidikan, memberi banyak motivasi dan kesabaran, serta putra tersayang M. Amru Hudzaifah yang telah menghibur dan menemani masa pendidikan dengan senyum dan tawa ceria yang menyemangatkan.

10. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, April 2012


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkotika ... 11

2.1.1. Pengertian Narkotika ... 11

2.1.2. Jenis Narkotika ... 11

2.1.3. Penyalahgunaan Narkotika ... 16

2.1.4. Remaja dan Narkotika ... 17

2.1.5. Epidemiologi Penyalahgunaan Narkotika ... 18

2.1.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyalahgunaan Narkotika ... 18

2.1.5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyalahgunaan Narkotika ... 20

2.1.5.3. Faktor Risiko ... 23

2.1.6. Pengobatan dan Rehabilitasi Narkotika ... 24

2.1.6.1. Indikator dan Tujuan Penanganan ... 27

2.1.6.2. Perkembangan Proses Rehabilitasi Narkotika 28 2.1.6.3. Pemulihan/ Kesembuhan dari Penyalahgunaan Narkotika ... 29

2.2. Remaja ... 30

2.2.1. Pengertian Remaja ... 30

2.2.2. Batasan Usia Remaja ... 31


(12)

2.2.4. Karakteristik Umum Perkembangan Remaja ... 33

2.2.5. Remaja dan Orang Tua ... 35

2.2.6. Remaja dan Teman Sebaya ... 37

2.3. Dukungan Sosial ... 38

2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial ... 38

2.3.2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 38

2.3.3. Sumber Dukungan Sosial ... 40

2.3.4. Faktor-faktor Terbentuknya Dukungan Sosial ... 40

2.3.5. Manfaat Dukungan Sosial ... 41

2.3.6. Dukungan Sosial dari Orang Tua ... 41

2.3.7. Dukungan Sosial dari Teman Sebaya ... 42

2.4. Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Insyaf Sumatera Utara ... 43

2.5. Landasan Teori ... 48

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 51

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 52

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

3.3. Populasi dan Sampel ... 53

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 54

3.5. Variabel dan Definisi Operasional. ... 55

3.6. Metode Pengukuran ... 59

3.7. Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 62

4.1.1. Distribusi Sarana Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 62

4.1.2. Fasilitas Sumber Daya Manusia ... 63

4.2. Analisis Univariat ... 63

4.2.1. Distribusi Dukungan Orang Tua di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 63

4.2.2 Distribusi Dukungan Teman Sebaya di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 70

4.2.3. Distribusi Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada Remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 76

4.3. Analisis Bivariat ... 76


(13)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Dukungan Orang Tua terhadap Perkembangan

Pemulihan Ketergantungan Narkotika ... 81

5.2. Pengaruh Dukungan Teman Sebaya terhadap Perkembangan Pemulihan Ketergantungan Narkotika ... 84

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 94


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 59 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 60 4.1. Distribusi Frekuensi Pernyataan Dukungan Orang Tua/Favourable

di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 64 4.2. Distribusi Frekuensi Pernyataan Dukungan Orang Tua/

Unfavourable di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 66 4.3. Penjelasan Jawaban Tidak Selalu Sesuai oleh Responden pada

Pernyataan Dukungan Orang Tua di Panti Sosial Pamardi Putra

Insyaf Sumatera Utara ... 67 4.4. Distribusi Frekuensi Kategori Dukungan Orang Tua di Panti Sosial

Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 70 4.5. Distribusi Frekuensi Pernyataan Dukungan Teman Sebaya/

Favourable di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 71 4.6. Distribusi Frekuensi Pernyataan Dukungan Teman Sebaya/

Unfavourable di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 73 4.7. Penjelasan Jawaban Tidak Selalu Sesuai oleh Responden pada

Pernyataan Teman Sebaya di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf

Sumatera Utara ... 74 4.8. Distribusi Frekuensi Kategori Dukungan Teman Sebaya di Panti

Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 77 4.9. Distribusi Frekuensi Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan

Narkotika pada Remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf


(15)

4.10. Hubungan Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya dengan Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada

Remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara ... 79 4.11. Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya terhadap

Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian ... 95

2. Formulir- 02 Catatan Kasus dan Perkembangan Klien ... 96

3. Kuesioner Penelitian ... 105

4. Contoh Pencatatan pada Lembar Catatan Perkembangan/ Kasus ... 109

5. Uji Univariat, Bivariat dan Hasil Uji Regresi ... 111

6. Surat Izin Survei Pendahuluan kepada PSPP Insyaf Sumut ... 129

7. Surat Izin Melakukan Survei Pendahuluan dari PSPP Insyaf Sumatera Utara ... 130

8. Surat Izin Penelitian kepada PSPP Insyaf Sumatera Utara ... 131

9. Surat Izin Melakukan Penelitian dari PSPP Insyaf Sumatera Utara .... 132

10. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di PSPP Insyaf Sumatera Utara ... 133


(17)

ABSTRAK

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan. Prevalensi penyalahgunaan narkotika di lingkungan pelajar Sumatera Utara tahun 2009 mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang. Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara pada tahun 2011, jumlah klien yang menjalani rehabilitasi sebanyak 104 orang (44 orang di kelas terpadu/ masih ketergantungan zat, dan 60 orang di kelas konvensional/ tidak lagi ketergantungan zat).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan orang tua dan teman sebaya (emosional, penghargaan, instrumental, informasi, jaringan sosial) terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory, dengan populasi 60 orang dan sampel 60 orang (total

sampling). Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dan pengambilan data perkembangan responden pada bulan Januari sampai Desember 2011, analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika dipengaruhi oleh dukungan orang tua dan teman sebaya. Sedangkan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika adalah dukungan orang tua.

Disarankan kepada: ketua, dan staf pelaksana program Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara perlu menyusun kebijakan, program, dan rencana kegiatan yang melibatkan teman sebaya dan anggota keluarga khususnya orang tua, dan bekerja lebih aktif dalam memberikan dukungan serta penyuluhan kepada pasien rehabilitasi, dan kepada peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan penelitian pada orang tua yang memiliki anak pecandu narkotika, untuk melihat reaksi dan penerimaan orang tua serta tindakan dan upaya penyembuhan dari penyalahgunaan narkotika.

Kata kunci : Dukungan Orang Tua, Dukungan Teman Sebaya, Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika


(18)

ABSTRACT

Narcotics are substances or drugs derived from plants or non-plants, either synthetic or semi-shyntetic, which can cause a decrease or change of consciousness, loss of sense, reducing up to eliminating pain, and can lead to addiction, which is devided into some categories. In 2009, the prevalence of drug abuse in the students in Sumatera Utara reached 4.7 percent of the total number of about 921,695 students.In Social Institution of Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara in 2011, the number of clients who were undergoing rehabilitation reached 104 people (44 people in an integrated class/ still addicted to the drug, and 60 people in a conventional classroom/ no longer adicted to the drug).

This study aims to analyzing the influence of the parental support and peers (emotion, appreciation, instrumental, information, social network) to the development of doing abuse recovery in the teenagers in the Social Institution of Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. The populations of this explanatory survey study were 60. All of them were selected to be the respondents of this study through total sampling method. The data for this study were obtained by distributing questionnaires, and were collected from respondents from Januari to December 2011, and the data were

analyzed by using multiple logistic regression test at α = 0.05.

The research findings showed that the recovery of narcotic abused was

influenced by parents and peers. While the most dominant variables with significantly had influenced on the development of drug abuse recovery is parental support.

Is it sugested that: the head and executive staff of social institution of Pamardi Putra Insyaf expected to the chairman, and the operating staff of Social Institution program Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara need to set up policies, programs, and activity plan by involving peers and family members, especially parents, and work more actively to provide support and counseling to the patients of

rehabilitation, and the coming researchchers should conduct research on the parents having addicted children, to identify the reaction and acceptance of the parents as well as the action and attempts done to help their children get recovered from drug abused.

Keywords: Parental Support, Peer Suport, Development of Narcotic Abuse Recovery


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkotika dapat menimbulkan ketergantungan dan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda (UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Ketergantungan narkotika merupakan masalah dunia. Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2006, pemakai narkotika di dunia sebanyak 162,4 juta orang pada tahun 2008, diperkirakan terjadi peningkatan 4 % penyalahgunaan narkotika di seluruh dunia, dari 200 juta orang pada tahun 2006 menjadi 208 juta orang pada tahun 2007. Jumlah pengguna diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan 2013, dari 24 % pengguna ditahun 2004 menjadi 28 % ditahun 2013. Sasaran utama peredaran narkotika yang sangat potensial bagi bandar atau pengedar narkotika adalah pelajar dan mahasiswa, dengan populasi yang cukup besar di dunia yaitu sekitar 16,9 juta orang pada tahun 2008 dan diperkirakan meningkat menjadi 22,3 juta orang pada tahun 2013 (Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia, 2008).

Di Amerika, hampir 90 % remajanya menggunakan zat atau obat-obatan, mulai dari alkohol, tembakau, marijuana sampai heroin. Di Indonesia, berdasarkan data dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), penyalahgunaan zat atau obat-obatan cukup banyak, tercatat 622 kasus pada tahun 1997 meningkat menjadi 1833 kasus


(20)

pada tahun 1999. Pada tahun 1999, RSKO menangani 80 % pasien berusia antara 16-24 tahun (Soetjiningsih, 2007).

Jumlah penyalahgunaan narkotika sebanyak 3,1-3,6 juta orang atau dengan nilai rate sekitar 1,99% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkotika pada tahun 2008. Menurut data Markas besar Polisi Republik Indonesia (Mabes POLRI) tahun 2003 tercatat dari tahun 1999-2003 terdapat sebanyak 16408 kasus penyalahgunaan narkotika, dengan perincian; 1883 kasus pada tahun 1999, 3478 kasus pada tahun 2000, 3617 kasus pada tahun 2001, 3751 kasus pada tahun 2002 dan 3729 kasus pada tahun 2003 (Yurliani, 2007).

Prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia mengalami peningkatan mulai 1,5 % penduduk Indonesia pada 2004 menjadi 2,8 % atau setara 5,6 Juta juta jiwa. Pada tahun 2008 sebanyak 2 juta orang, mayoritas berumur 20-25 tahun, dengan pengguna laki-laki yaitu 90 %, usia 20-29 tahun sebanyak 68 % terdiri dari perempuan sebanyak 9 %, laki-laki 59 %, sebagian besar telah menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi sebanyak 80 % . Sementara itu, jumlah kerawanan penyalahgunaan narkotika pada 2008 hingga 2010, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan tingkat kerawanan konsumsi sebesar 4,76 dari total populasi 7 juta jiwa. Sementara Kalimantan Selatan berada pada ururtan ke 25 dengan tingkat kerawanan 1, 89 dari jumlah populasi sebanyak 2 juta jiwa (Laporan Survei Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia_Studi Kerugian Ekonomi, Sosial Akibat Narkotika Tahun 2008).

Prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar Sumatera Utara tahun 2009 mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar


(21)

921.695 orang. Dari jumlah tersebut, 61 persen di antaranya menggunakan narkoba jenis analgesik dan 39 persen jenis ganja, amphetamine, ekstasi dan lem (Badan Narkotika Nasional, 2010).

Menurut Muhdi, psikiater Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetomo Surabaya, kelompok potensial yang mudah terpengaruh narkotika terdiri atas 3 kelompok, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder, dan kelompok ketergantungan yang sangat reaktif. Kelompok primer yaitu kelompok yang mengalami masalah kejiwaan, penyebabnya karena kecemasan, depresi dan ketidakmampuan menerima kenyataan hidup yang dijalani, memiliki kepribadian tertutup (introvert), dan sangat mudah dipengaruhi. Kelompok sekunder yaitu kelompok yang mempunyai sifat anti sosial, kepribadiannya selalu bertentangan dengan norma-norma masyarakat, memiliki sifat egosentris yang sangat kental dalam diri sehingga melakukan apa saja semaunya. Kelompok ketergantungan yang sangat reaktif biasanya terjadi pada remaja yang labil dan mudah terpengaruh dengan kondisi lingkungannya, juga pada mereka yang kebingungan mencari identitas diri (Sasangka, 2003).

Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, berkhayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau ‘tidak dianggap’. Untuk itu, mereka sangat memerlukan keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empati dari orang dewasa. Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu banyak menyaksikan ketidakkonsistenan


(22)

dimasyarakat yang dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini berpengaruh terhadap tingkah laku remaja, antara lain merokok, seks bebas, berjudi, mabuk, termasuk mengkonsumsi narkotika (Asrori, 2009).

Orang tua berperan mendidik, mengawasi anak, termasuk memantau teman bergaul anaknya. Anak remaja memiliki pola pergaulan yang lebih erat dengan teman seusia (sebaya) karena memiliki banyak kesamaan dalam sikap dan perilakunya. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya dapat memberi manfaat positif dan negatif, tergantung dari kepribadian anak dan lingkungan pergaulannya. Ketika orang tua lengah dalam mengawasi anaknya sehingga anak mendapat teman dan lingkungan pergaulan yang tidak baik, maka akan terjadi penyimpangan perilaku. Saat seperti itu, orang tua tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, sebagai orang tua yang baik, maka hal tersebut haruslah ditangani, misalnya keterlibatan anak dengan narkotika dapat ditangani dengan membawa anak ke tempat rehabilitasi yang diselenggarakan pemerintah atau yang dikelola oleh masyarakat/ swasta. Selama mengikuti rehabilitasi, orang tua harus terus berkontribusi utama dan tidak boleh hanya menyerahkan upaya penanganan kepada pelayanan rehabilitasi, hal ini untuk membantu anak menyelesaikan masalahnya (Amriel, 2008).

Menurut Yurliani (2007) yang mengutip pendapat Orford, dukungan sosial (sosial support) bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu. Mengingat hal tersebut, maka dukungan sosial dari keluarga, teman, sahabat, dan lainnya sangat berperan bagi individu yang mengalami ketergantungan narkotika.


(23)

Kementrian Sosial Republik Indonesia (RI) telah mengadakan beberapa tempat rehabilitasi dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSJO) bagi para pecandu narkotika. Angka penyembuhan penderita narkotika secara teoritis dapat berhasil 65-85 % selama 2 tahun pengobatan. Di Sumatera Utara, terdapat Pusat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkoba PSPP “Insyaf” yang merupakan unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Sosial RI dari dana APBN (kecuali biaya jajan harian klien). Tempat ini didirikan atas pertimbangan bertambahnya jumlah korban penyalahgunaan narkotika dengan dimensi yang beragam terhadap perorangan, keluarga, dan masyarakat sehingga perlu penanganan secara terpadu dan profesional. Sasaran pelayanan rehabilitasi terdiri dari dua macam, yaitu sasaran pelayanan pada penyalahguna narkotika yang tidak ketergantungan (klien konvensional) dan sasaran pelayanan pada penyalahguna narkotika yang masih ketergantungan (klien terpadu). Alumni dari PSPP “Insyaf” berasal dari berbagai wilayah Sumatera dan setelah menyelesaikan rehabilitasi, mereka kembali ke daerahnya masing-masing dan membuka usaha sesuai dengan keterampilan yang telah dikuasai, ada beberapa yang bekerja di bengkel-bengkel alumni di Medan dan wilayah lain, dan ada pula yang menjadi kakak pengasuh di PSPP Insyaf.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, dari hasil wawancara dengan ketua subbagian tata usaha, ketua seksi program dan advokasi sosial, ketua seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja sosial di PSPP “Insyaf”, diperoleh data klien terpadu dari tahun 2005-2008, yaitu tahun 2005 jumlah pengguna narkotika 21 orang, psikotropika 4 orang, dan zat adiktif 1 orang, tahun 2006 jumlah pengguna narkotika


(24)

18 orang, psikotropika 14 orang, dan zat adiktif 5 orang, tahun 2007 jumlah pengguna narkotika 23 orang, psikotropika 8 orang, dan zat adiktif 4 orang, dan pada tahun 2008 jumlah pengguna narkotika 33 orang, psikotropika 17 orang, dan zat adiktif 2 orang. Pada tahun 2011, jumlah klien yang menjalani rehabilitasi sebanyak 104 orang (44 klien terpadu, dan 60 klien konvensional), dan pekerja sosial (peksos) sebanyak 15 orang (9 orang peksos pada pelayanan klien terpadu, dan 6 orang peksos pada pelayanan klien konvensional).

Klien konvensional adalah anak remaja (laki-laki), berusia 14-24 tahun, yang diantarkan oleh orang tua, atau wali untuk menjalani rehabilitasi. Penerimaan klien ini di awal tahun, dengan masa rehabilitasi selama 8-12 bulan dan akan dicatat perkembangannya setiap minggu dan dievaluasi setiap bulan oleh konselor dan psikiater. Selama menjalani rehabilitasi, klien dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan dapat dijenguk oleh keluarga kapan saja dengan izin petugas. Klien dibekali dengan keterampilan kerja, yaitu keterampilan sepeda motor, mobil, dan elektro, praktek belajar kerja (PBK), bimbingan kewirausahaan, penyaluran di dunia usaha perbengkelan, dan peningkatan kompetensi di bengkel kerja (sheltered workshop). Masalah yang dihadapi oleh klien ini adalah ketidaksiapan menjalani kembali fungsi sosialnya di masyarakat, hilangnya kepercayaan diri, kepercayaan dari keluarga dan masyarakat, klien takut dikucilkan, dianggap tidak berguna tanpa adanya pengalaman kerja atau keterampilan. Tujuan rehabilitasi pada klien ini terfokus pada persiapan menjalani peran sosial dimasyarakat dengan kemampuan


(25)

produktif dan meningkatkan kesadaran untuk tidak lagi terjerumus pada pemakaian narkotika.

Klien terpadu terdiri dari orang-orang dengan cakupan usia beragam, penerimaan klien ini dapat dilakukan kapan saja, dengan masa rehabilitasi 12 bulan sampai dengan tidak terbatas (tergantung dari proses pemulihan klien), klien ditempatkan diruangan khusus yang dijaga ketat oleh petugas, tidak dapat berinteraksi dengan orang lain yang mengunjungi terkecuali pada jadwal yang ditentukan, bagi klien yang baru masuk, dapat dikunjungi keluarga setelah menjalani 1 ½ bulan masa rehabilitasi. Masalah pada klien ini adalah ketidakmampuan untuk terbebas dari ketergantungan penyalahgunaan narkotika, hilangnya kontrol diri, kesadaran dan sulitnya berinteraksi dengan lingkungan, bahkan keluarga atau orang tua. Tujuan rehabilitasi pada klien ini terfokus pada perubahan perilaku.

Pelayanan pada klien dipandu oleh pekerja sosial yang juga berperan sebagai orang tua asuh dan konselor. Pekerja sosial mengetahui segala hal mengenai kondisi klien yang dipantau per minggu dan dicatat pada catatan perkembangan klien. Pekerja sosial juga berperan sebagai penghubung komunikasi klien dan keluarganya terutama orang tua/ wali klien. Klien yang telah pulih akan dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat dan dapat menjalani fungsi sosialnya dengan bekal ketrampilan yang diperoleh di tempat rehabilitasi dan klien tersebut akan dievaluasi setelah 5 bulan dengan cara kunjungan rumah (home visite), bimbingan lanjut (binjut), dan konsultasi keluarga oleh staf rehabilitasi.


(26)

Pada masa rehabilitasi, kunjungan dan dukungan keluarga, terutama orang tua tidak terpenuhi sesuai harapan, ada beberapa orang tua yang rutin mengunjungi anaknya, ada yang mengunjungi pada waktu-waktu tertentu, ada pula orang tua yang memantau perkembangan anaknya melalui komunikasi telepon kantor, bahkan ada beberapa orang tua yang tidak mengunjungi anaknya. Pekerja sosial merasa sulit untuk membina komunikasi dengan beberapa orang tua klien, beberapa orang tua juga mempunyai hubungan yang tidak baik dengan anaknya, ada perasaan malu yang dirasakan orang tua karena mempunyai anak pengguna narkotika dan berfikir bahwa tempat rehabilitasi sudah sepenuhnya dapat menangani masalah anaknya. Pada kegiatan Persatuan Operasional Klien (POK), Seksi Program dan Advokasi Sosial merasa kesulitan mengundang beberapa orang tua klien, baik dengan menyurati atau berkomunikasi langsung dengan orang tua klien.

Selama mengikuti rehabilitasi, klien memiliki sikap yang berbeda-beda, ada yang bersikap cuek, tidak bahagia, tidak konsentrasi dalam mengikuti kegiatan, atau tidak ingin berbicara dengan konselor secara terbuka, namun ada beberapa remaja yang mengikuti kegiatan dengan antusias dan gembira. Segala kegiatan remaja telah disusun menurut standar kegiatan rehabilitasi oleh Kementrian Sosial RI. Pekerja sosial juga mengatakan, selama masa rehabilitasi, teman juga berperan penting dalam hal memberi dukungan kepada teman lainnya, baik dukungan yang bersifat positif maupun negatif, contohnya; teman satu daerah asal dapat memberi nasehat, ajakan, dan penjelasan dengan lebih akrab; teman yang telah lebih dulu menjalani rehabilitasi dapat menjelaskan manfaat yang diperoleh selama rehabilitasi, mengajak untuk


(27)

bersemangat dan bertekad sembuh, dan mau berbagi cerita (curhat) dengan pekerja sosial untuk mendapatkan masukan dan nasehat yang baik; teman yang lebih tua dapat memberi tingkah laku yang lebih baik, namun juga ada yang tidak baik; teman dengan usia yang sama (teman sebaya) dapat lebih mudah curhat dan berbagi informasi; dan ada pula teman yang memberi dukungan negatif, mengajak teman yang lain untuk malas-malasan mengikuti kegiatan, mengajak merokok, dan ketika keluar dari rehabilitasi mengajak teman kembali memakai narkotika (releapse).

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan orang tua dan teman sebaya terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh dukungan orang tua dan teman sebaya terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh dukungan orang tua dan teman sebaya terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.


(28)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Menjadi masukan bagi Kementrian Sosial pada bidang rehabilitasi narkotika dalam penyusunan program rehabilitasi yang melibatkan peran orang tua dan teman sebaya.

b. Penelitian ini memberi masukan bagi pengembangan teori-teori ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang penanganan pemulihan ketergantungan narkotika pada remaja.

c. Menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya guna memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang penanganan pemulihan ketergantungan narkotika pada remaja.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkotika

2.1.1. Pengertian Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis (hasil olahan) maupun semisintetis (mengalami sebagian pegolahan), yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan (UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

2.1.2. Jenis Narkotika

Jenis-jenis narkotika berdasarkan UU RI Nomor 35 Tahun 2009, adalah:

a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Jenisnya antara lain:

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.


(30)

3. Opium masak terdiri dari; candu yaitu hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan; jicing yaitu sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain; jicingko yaitu hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia. 6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat

diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina. 7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9. Dan lainnya.

b. Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan


(31)

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Jenisnya antara lain:

1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana

2. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-Noksida 3. Morfina

4. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina 5. Norasimetadol

6. Dan lainnya.

c. Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Jenisnya antara:

1. Asetildihidrokodeina 2. Dekstropropoksifena 3. Dihidrokodeina

4. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika 5. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika 6. Dan lainnya.


(32)

Klasifikasi zat atau obat yang sering disalahgunakan (Soetjiningsih, 2007) adalah sebagai berikut:

1. Cannabinoids. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah marijuana dan hashish.

2. Depresan. Obat yang termasuk kategori ini adalah sedatif dan tranquilizers mayor dan minor.

a. Sedatif adalah obat yang dapat mengurangi rasa cemas dan membuat tertidur, dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun psikologis. Obat yang termasuk kategori sedatif adalah alkohol, barbiturat (amytal, nembutal, seconal, phenobarbital), methaqualone (qualude), gluthemide (doriden), flunitrazepam (rohypnol), gamma-hydroxybutyrate (GHB).

b. Tranquilizer minor adalah obat yang mengurangi rasa cemas, meliputi diazepam (valium), alprazolam (vanax), chlordiazepoxide ( librium), triazolam (halcion) dan lorazepam (ativan). Kelompok ini menyebabkan ketergantungan fisik maupun psikologis.

c. Tranquilizer mayor. Obat yang termasuk kelompok ini adalah fenotiazin seperti tioridazin (mellaril), trifluoferazin (stelazine) dan klorpromazin (thorazine).

3. Stimulan. Stimulan dapat menyrbabkan ketergantungan psikologis yang sangat kuat.

Obat stimulan Susunan Saraf Pusat (SSP) yang dapat meningkatkan kewaspadaan dan aktifitas adalah:


(33)

a. Amfetamin: obat yang termasuk kelompok ini meliputi clandestine methamphetamin, pharmaccutical methamphetamin (desoxyn) dan amfetamin (biphetamin, adderall, dexwdrine).

b. Nikotin c. Kafein d. Kokain

e. MDMA (methylenedioxymethamphetamine ecstasy) f. Methylphenidate (ritalin)

g. Betel nut

4. Halusinogen. Obat ini mempengaruhi sensasi, emosi dan kewaspadaan, dan menyebabkan distorsi persepsi realitas. Obat ini menyebabkan ketergantungan psikologis namun tidak menyebabkan ketergantungan fisik. Obat yang termasuk halusinogen adalah:

a. LSD (D-lysergic acid diethylamide) b. Mescaline

c. DMT (dimethyltryptamine)

d. DOM (2,5-dimethoxy-4-methylamphetamine) e. PCP (phencyclidyne hydrochloride)

f. Pcilocybin/ psilocin

g. MDA (methylenedioxyamphethamine)


(34)

5. Derivat opium dan morfin. Opium bermanfaat untuk menghilangkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik dan psikologis. Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

a. Morfin b. Heroin c. Kodein

d. Meferidin (demerol) e. Methadon

f. Fentanil (actiq, duragesic, sublimaze) g. Opium

6. Anastesi. Obat yang tergolong kelompok ini adalah ketamin (ketalar SV) dan phencyclidine (PCP) dan analognya.

2.1.3. Penyalahgunaan Narkotika

Penyalahgunaan zat adalah suatu kelainan yang menunjukkan jiwa tidak lagi berfungsi secara wajar sehingga terjadi perilaku meladatif dan negatif dalam masyarakat. Ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menghentikan pemakaian zat menimbulkan gangguan fisik yang hebat jika dihentikan. Penyalahgunaan zat tidak saja berbahaya dan merugikan keluarga dan menimbulkan dampak sosial yang luas (Hawari, 2002).

Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum (UU RI Nomor 35 Tahun 2009).


(35)

2.1.4. Remaja dan Narkotika

Pada remaja, sikap dan keyakinan mereka akan narkoba, termasuk risiko yang diakibatkannya cenderung berubah dengan cepat. Sering laju proses perkembangan keremajaan, tingkat toleransi mereka terhadap narkoba umumnya meningkat. Pemuda, dibandingkan dengan kelompok usia dewasa cenderung mengecilkan makna risiko narkoba, kecendrungan ini lebih kentara pada pemuda berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan, karena lazimnya orang-orang muda menaruh perhatian kecil pada risiko jangka panjang, termasuk diakibatkan oleh pemakaian narkoba (Surbakti, 2008).

Berikut ini adalah sejumlah alasan (dalih) yang lazim dikemukakan oleh para pengguna narkoba (Surbakti, 2008):

1. Individu menggunakan narkoba karena ingin masuk ke tengah kelompok 2. Individu menggunakan narkoba karena ingin bereksperimen

3. Individu menggunakan narkoba karena ingin melarikan diri dari kompleksitas hidup sekaligus menjalani hidup secara lebih tenang.

4. Individu menggunakan narkoba karena memasukkan dirinya ke dalam kategori ‘dewasa’

5. Individu menggunakan narkoba karena bosan

6. Individu menggunakan narkoba sebagaai wujud pemberontakan

7. Individu menggunakan narkoba karena lingkungan mengasosiasikan narkoba dengan nilai-nilai positif


(36)

2.1.5. Epidemiologi Penyalahgunaan Narkotika

2.1.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyalahgunaan Narkotika

Prevalensi pengguna narkotika semakin meningkat dari tahun ke tahun dan menunjukkan fenomena gunung es (ice berg fenomena), dimana kasus yang tampak pada permukaan lebih sedikit dibandingkan kasus yang tidak tampak (Badan Narkotika Nasional, 2006).

Alkohol merupakan zat yang sering disalahgunakan disemua negara di dunia. Point prevalence penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa berkisar 1,7 % di dunia berdasarkan analisis GBD (Global Burden of Disease) pada tahun 2000. Prevalensi penyalahgunaan alkohol sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari sangat rendah di beberapa negara di Asia tengah sampai lebih dari 5 % di Amerika Utara dan beberapa negara Eropa Timur. Periode prevalensi dari penyalahgunaan dan ketergantungan zat berkisar antara 0,4% hingga 4% tetapi cara penyalahgunaan zat sangat bervariasi. Diperkirakan 5 juta manusia di dunia menggunakan jarum suntik dalam menyalahgunakan narkotika (World Health Organization, 2001).

Jumlah pengguna narkotika tahun 2003 di Indonesia mencapai 1,99% dari populasi penduduk atau 3,2 juta hingga 3,6 juta orang. Jumlah tersebut terdiri dari 26% coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik, dan tujuh persen pecandu suntik, sedangkan jumlah kasus narkotika di Indonesia tahun 2003 tercatat sebanyak 7.140 kasus dan tahun 2008 meningkat menjadi 29.359 kasus, atau terjadi kenaikan kasus sebanyak 23,2 % per tahun. Dari kasus-kasus tersebut, tercatat bahwa


(37)

jumlah pengguna narkotika meningkat dari 9.717 orang pada tahun 2003 menjadi 44.694 orang pada tahun 2008 (Badan Narkotika Nasional, 2010).

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) melalui SIP2NAPZA (Sistem Informasi Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA), dari 5321 responden pada tahun 2001, 51,1 % adalah penyalahguna yang berumur 20- 24 tahun, 25,7 % adalah penyalahguna yang berumur 25-29 tahun, dan selebihnya secara berurutan adalah penyalahguna yang berumur 15-19 tajun (14,7 %), 30-34 tahun (5,4 %), >35 tahun (2,5 %), dan 10-14 tahun (0,6 %), sedangkan pada tahun 2002 dari 3860 orang, jumlah penyalahguna narkotika, 48,2 5 adalah kelompok umur 2-0-24 tahun, diikuti dengan 24 % dari kelompok umur 25-29 tahun, 17, 8 % dari kelompok umur 15-19 tahun, 5, 9 % dari umur 30-34 tahun, 3,3 % dari umur > 34 tahun, dan 0,7 % dari umur 10-14 tahun (Badan Narkotika Nasional, 2006).

Pada tahun 2003 dari 3583 orang jumlah penyalahguna narkotika, 40 % adalah kelompok umur 20-24 tahun, diikuti dengan 28, 3 % dari kelompok umur 25-29 tahun, 10,9 % dari kelompok umur 15-19 tahun, 10,2 % kelompok umur 30-34 tahun, 9,4 kelompok umur > 34 tahun, dan 1,3 % kelompok umur 10-14 tahun. Tahun 2004, dari 6218 orang penyalahguna narkotika, 34, 2 % berumur 20-24 tahun, diikuti 28, 9 % yang berumur 25-29 tahun, 13,3 % kelompok umur 30=-34 tahun, 12,5 % kelompokumur > 34 tahun, 8,7 % berumur 15-19 tahun, dan 0,5 % kelompok umur 10-14 tahun (Badan Narkotika Nasional, 2006).

Berdasarkan data yang dikumpulkan Badan Narkotika Nasional dari 641 responden tahun 2001 sebagian besar adalah penyalahguna yang menggunakan


(38)

narkotika dengan cara hisap (26, 7 %) dan suntik (22,2 %). Pada tahun 2002, dari 1936 penyalahguna narkotika yang mengkonsumsi narkotika dengan cara hisap adalah 42,3% kemudian pengguna narkotika dengan cara suntik 24, 4 %, sisanya adalah dengan cara oral (Badan Narkotika Nasional, 2006).

2.1.5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyalahgunaan Narkotika

Pada dasarnya, terjadinya peenyalahgunaan narkotika sebagai hasil interaksi dari tiga faktor, yaitu faktor zat, individu dan lingkungan.

1. Faktor Zat

Tidak semua zat dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat, hanya zat dengan khasiat farmakologik tertentu dapat menimbulkan ketergantungan. Apabila disuatu tempat zat yang dapat menimbulkan ketergantungan dapat dngan mudah diperoleh, maka di tempat itu akan banyak terdapat kasus penyalahgunaan zat. Oleh karena itu, zat yang dapat menimbulkan ketergantungan harus diatur dengan aturan-aturan yangg efektif tentang penanamannya, pengolahannya, impor dan distribusinya, serta pemakaiannya (Badan Narkotika Nasional, 2003). 2. Faktor Individu

Resiko untuk menyalahgunakan zat berbeda-beda pada setiap orang. Faktor kepribadian dan faktor konstitusi seseorang merupakan dua faktor yang ikut menentukan seseorang teergolong kelompok berisiko tinggi atau tidak. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar gangguan penggunaan zat dimulai pada usia remaja. Ada beberapa ciri perkembangan remaja yang dapat


(39)

menjerumuskan seseorang kepada penyalahgunaan zat (Badan Narkotika Nasional, 2003).

Hasil survei BNN pada pelajar dan mahasiswa pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 40% penyalahguna mulai mamakai narkotika pada usia 11 tahun atau lebih muda, selain itu penelitian Fransisca di Rumah Sakit Jiwa Medan pada Juni 2001-Juli 2002, menyatakan bahwa 50 orang (51 %) penyalahguna yang dirawat jalan merupakan anak tengah di dalam keluarga diikuti anak bungsu ssebanyak 24 orang (24,7%) dan anak sulung sebanyak 19 orang (19,6%) (Fransisca, S, 2003).

Berdasarkan penelitian Widianingsih tahun 2009 tentang penyesuaian diri mantan pengguna narkotika berdasarkan jenis kelamin dengan menngunakan skor Z diperoleh (-0,023 pada pria < 0,185 pada wanita), angka ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri wanita lebih baik dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih dapat memecah konflik yang dihadapi dan dapat menghadapi masalah hidup serta frustasi dengan cara yang efektif dibandingkan pria. Jika berdasarkan rentang umur, penyesuaian diri remaja usia 201-21 tahun lebih tinggi dibandingkan penyesuaian pada usia 18-19 tahun (29,86 > 27,18). Hal ini dikarenakan usia 20-21 tahun lebih matang dalam berfikir, sehingga mampu mengendalikan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta menyelesaikan konfliik frustasi maupun kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.


(40)

3. Faktor Lingkungan

Berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional pada tahun 2004 pada siswa SMU diketahui bahwa sebagian besar responden (89,9 %) berada dalam keluarga yang komunikasinya buruk dan sebanyak 49 % responden mempunyai teman yang menggunakan narkotika (Raharni, 2005).

Faktor lingkungan (Badan Narkotika Nasional, 2003), meliputi: a. Lingkungan Keluarga

Hubungan ayah dan ibu yang tidak harmonis, komunikasi kurang efektif antara orang tua dan anak, dan kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga merupakan faktor yang ikut mendorong seseorang pada penyalahgunaan zat. b. Lingkungan Sekolah

Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat dengan tempat hiburan, kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid pengguna narkotika merupakan faktor kontributif terjadinya penyalahgunaan narkotika.

c. Lingkungan Teman Sebaya

Adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya. Ada kalanya menggunakan narkotika merupakan kebiasaan penting bagi remaja agar dapat diterima kelompoknya dan dianggap sebagai orang dewasa.


(41)

d. Lingkungan Masyarakat/ Sosial

Gangguan penggunaan zat dapat juga timbul sebagai suatu protes terhadap sistem atau norma-norma. Lemahnya penegak hukum, situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung mendorong remaja untuk mencari kesenangan dengan menyalahgunakan narkotika.

2.1.5.3. Faktor Risiko

Semua remaja mempunyai risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan. Namun ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan obat di kalangan para remaja meningkat seperti faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan dan karekteristik individu (Soetjiningsih, 2007).

Resiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot. Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan obat pada remaja. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan obat pada remaja lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat, disamping itu keluarga yang antisosial dan kriminal mempunyai risiko penyalahgunaan obat pada remaja lebih besar pula.

Dalam pergaulan sehari-hari, pengaruh oleh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal.


(42)

Remaja-remaja yang mempunyai riwayat kejahatan, bolos sekolah, gagal di sekolah, atau perilaku seks bebas mempunyai risikp menyalahgunakan obat lebih besar.

Penyalahgunaan obat oleh remaja pada usia dini (dibawah 15 tahun) atau lebih lanjut (diatas 24 tahun), cenderung didasari oleh gangguan psikiatri seperti depresi atau gangguan kecemasan dan mempunyai risiko penyalahgunaan obat dua kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang tidak mempunyai riwayat depresi.

2.1.6. Pengobatan dan Rehabilitasi Narkotika

Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan narkotika golongan II atau golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika untuk dirinya sendiri. Pasien harus mempunyai bukti yang sah bahwa narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 53, ayat 1-3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 54 UU RI Nomor 35 Tahun 2009). Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri


(43)

atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor diatur dengan peraturan pemerintah (Pasal 55, ayat 1-3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu narkotika setelah mendapat persetujuan menteri. Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat (Pasal 56-58 UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional sebagai upaya untuk memulihkan fungsi penyesuaian secara optimal dan mempersiapkan pasien/ pengguna kembali pada peran sosialnya dimasyarakat (Konsensus FKUI, 2002).

Rehabilitasi adalah pemondokan yang dilakukan agar pengguna obat terlarang dapat kembali sehat, yang meliputi sehat jasmani atau fisik (biologik), jiwa (psikologik), sosial (adaptasi), dan rohani atau keimanan (spiritual) (Hawari, 2000).

Rehabilitasi bukan sekedar memulihkan kesehatan semula pengguna, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Rehabilitasi


(44)

korban narkotika adalah suatu proses yang berkelanjutan dan menyeluruh. Rehabilitasi korban narkotika harus meliputi usaha-usaha yang mendukung para korban, hari demi hari, dalam membuat pengembangan dan pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas di bidang fisik, mental, spiritual dan sosial (Somar, 2002).

Upaya rehabilitasi juga melibatkan keluarga dan lingkungan yang terdekat lainnya. Konseling dan psikoterapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kesinambungan dari program kuratif (Konsensus FKUI, 2002).

Menurut Konsensus FKUI (2002), secara umum rehabilitasi terdiri atas : 1. Rehabilitasi di rumah, terdiri atas 2 jenis, yaitu :

a. Pasien benar-benar hanya tinggal di rumah, petugas kesehatan (dokter, perawat) dan pekerja sosial yang melakukan kunjungan rumah.

b. Pasien berobat jalan, misalnya mengikuti program rehabilitasi tertentu yang dilakukan oleh bagian rehabilitasi seperti day care program (pasien mengikuti program paruh waktu misalnya hanya siang atau pagi).

2. Pasien tinggal di layanan rehabilitasi

Jenis ini pun terdiri dari berbagai pendekatan, misalnya medik-holistik, pendekatan agama, tradisional, dan lain-lain. Apabila pasien memiliki motivasi yang tinggi dan adanya dukungan yang besar dari keluarga, ia dapat menjalani terapi di rumah, tetapi bila faktor motivasi dan dukungan keluarga meragukan perlu diciptakan suatu lingkungan yang terstruktur, terisolasi dari masyarakatnya dengan mengandalkan kekuatan peer group (kelompok teman sebaya), misalnya dipusat rehabilitasi.


(45)

2.1.6.1. Indikator dan Tujuan Penanganan

United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2002 dalam Reza (2008) menetapkan, keberhasilan penanganan terhadap kasus penyalahgunaan narkoba ditentukan oleh tiga pencapaian, yaitu:

1. Berhenti atau berkurangnya penyalahgunaan obat-obatan alkohol. 2. Meningkatnya kesehatan dan keberfungsian individu

3. Menurunnya ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk dari ancaman mewabahnya penyakit-penyakit yang juga disebabkan oleh gaya hidup pecandu yang identik dengan penyalahgunaan narkoba.

United Nation Office Drugs and Crime (UNODC) (2002) juga menyatakan segala bentuk penanganan berorientasi rehabilitasi memiliki empat tujuan, yaitu:

1. Mempertahankan kemajuan fisiologis dan psikologis sebagai tindak lanjut tahap detoksifikasi

2. Mempertajam dan meneruskan berhentinya perilaku adiktif

3. Mendidik serta mendorong individu (mantan) pengguna agar dapat memodifikasikan perilaku dan gaya hidup yang lebih konstruktif sebagai daya tangkal terhadap godaan narkoba.

4. Mendidik dan mendukung perilaku yang mengarah pada terbentuknya kesehatan pribadi, keberfungsian sosial, serta menekan resiko mewabahnya penyakit yang mengancam kesehatan dan keselamatan publik.

Rehabilitasi bertujuan agar pasien/ pengguna dapat melanjutkan pendidikan sesuai dengan kemampuannya atau bekerja kembali sesuai dengan bakat dan


(46)

minatnya, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga maupun masyarakat umumnya. Rehabilitasi juga bertujuan agar pasien dapat menghayati agamanya dan hidup sesuai ajaran agama yang dianutnya (Konsensus FKUI, 2002).

2.1.6.2. Perkembangan Proses Rehabilitasi Narkotika

Menurut Kementrian Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PSPP “Insyaf” Sumatera Utara (2010), perkembangan klien dalam menjalani proses rehabilitasi dipantau oleh psikiater, dan konselor secara berkala (mingguan), secara insidental bila ada perubahan dengan menjaga kerahasiaan data klien, perkembangan klien yang dipantau meliputi:

1. Kondisi fisik, meliputi aspek; kondisi kesehatan, berat badan (kg), selera makan, kebersihan, penampilan/ kerapihan, stamina, kelincahan, dan kelainan fisik.

2. Kondisi mental dan keagamaan, meliputi aspek; kemandirian, kedisiplinan terhadap ketentuan panti, tanggung jawab, disiplin melaksanakan agama, kemampuan berfikir, dan stabilitas emosi.

3. Sosiabilitas, meliputi aspek; kemampuan penyesuaian diri, kerjasama, keakraban dengan teman, hubungan dengan pembimbing dan instruktur, sopan santun, relasi dengan keluarga, dan relasi dengan teman.

4. Ketrampilan dan semangat kerja, meliputi aspek; penguasaan ketrampilan, motivasi mengikuti pelatihan, disiplin waktu selama pelatihan, tanggung jawab kerja, dan kerapihan kerja.

Para pengguna narkotika mengalami gangguan kondisi fisik dan mental karena zat yang digunakan, sangat mendasar mereka kehilangan pegangan agama yang


(47)

menjadikan mereka bimbang, menjauhkan diri dari lingkungan sosial karena khawatir tidak diterima dengan baik dan tidak berguna, sehingga perlu adanya ketrampilan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan setelah rehabilitasi (Soetjiningsih, 2007).

2.1.6.3. Pemulihan/ Kesembuhan dari Penyalahgunaan Narkotika

Pemulihan/ kesembuhan merupakan suatu proses berkelanjutan dari keadaan sakit menuju keadaan pulihnya kesehatan dengan bantuan terapi-terapi yang sesuai. Proses kesembuhan dimulai dari pembuatan keputusan pribadi untuk sembuh. Kemudian masuk pada proses re-orientasi diri (memutar haluan hidup) menuju sasaran yang semestinya yaitu sehat jiwa, raga, roh dan sosial. Dilanjutkan dengan proses hidup yang berkualitas dan bahagia tanpa harus tergantung pada narkotika (Somar, 2001).

Menurut Somar (2001), proses kesembuhan pada diri pecandu narkotika untuk menjadi mantan pecandu ataupun pengguna narkotika dilalui melalui beberapa tahapan ataupun jenjang kesembuhan, yaitu:

1. Tahap transisi, pada saat ini pecandu mulai kecewa tentang keadaan dirinya, merasa bahwa ia terlilit masalah. Mulai terjadi kesadaran awal bahwa ia kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya, yaitu kewarasan dan hidupnya yang normal akibat memakai narkoba.

2. Tahap stabilitasi diri, pecandu mulai berfikir untuk membenahi dirinya dari akibat-akibat ketergantungan narkotika. Awalnya ia melakukannya sendiri dan tidak berhasil, sampai akhirnya ia memutuskan untuk meminta bantuan orang lain seperti jasa pendampingan dalam rehabilitasi.


(48)

3. Tahap kesembuhan awal. Pecandu mengubah seluruh sistem keyakinan hidupnya. Misalnya mengaku bahwa narkotika itu berbahaya dan membawa banyak masalah dalam kehidupan, bersedia menerima bantuan, tanggapan dan saran dari orang lain.

4. Tahap kesembuhan menengah. Pecandu membenahi pola dan gaya hidupnya yang tidak baik, misalnya memperbaiki hubungan-hubungan sosial yang tidak baik, mengisi waktu luang secara bermanfaat dan sehat sehingga seluruh hidupnya semakin bermakna dan bermutu.

5. Tahap akhir kesembuhan. Pecandu mulai menentukan sasaran-sasaran hidup dengan jelas dan tepat serta mengembangkan rencana kerja yang masuk akal. 6. Tahap pemantauan. Pecandu memelihara terus pola hidupnya yang sudah baik dan

sehat. Ia mencari dan mengembangkan makna, mutu, dan tujuan hidup yang lebih baik dan lebih tinggi lagi.

2.2. Remaja

2.2.1. Pengertian Remaja

Menurut Asrori (2009) yang mengutip pendapat Hurlock, remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesunggguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget yang menyatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu


(49)

usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan sama, atau paling tidak sejajar.

Remaja adalah kelompok umur 10-19 tahun. Mereka berada pada periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Mereka tidak hanya mengalami perubahan fisik akan tetap juga mengalami peningkatan emosi yang menyeluruh dengan manifestasi sebagai perilaku agresif, perasaan cinta yang berlebihan, perasaan iri hati, takut, khawatir, frustasi, ingin tahu afeksi, sedih dan senang, emosi yang berubah-ubah dan meningkat memengaruhi lingkungan keluarga masyarakat sehingga mereka ikut merasakan akibatnya (World Health Organization, 1986).

2.2.2. Batasan Usia Remaja

Menurut Asrori (2009) yang mengutip pendapat Mappiare, masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

Dalam kategori pemuda, mempertimbangkan dinamika kesehatan, psikologis, dan sosiologis yang bervariasi, perlu dibedakan antara remaja atau teenagers (13-19 tahun) dan dewasa muda atau young adults (20-24 tahun) (Amriel, 2008).

2.2.3. Perkembangan Remaja

Tahap perkembangan remaja begitu menentukan, mengingat remaja berhadapan dengan beraneka tuntutan sosial dan perubahan-perubahan peran yang fundamental. Untuk menangani tekanan-tekanan eksternal tersebut, individu harus mengonsolidasi


(50)

pengetahuan-pengetahuan yang mereka dapatkan tentang diri mereka, seperti pengetahuan dirinya sebagai anak, umat, murid, anggota klub, dan lain-lain. Selanjutnya, berdasarkan seperangkat pengetahuan tentang citra diri tersebut, individu dituntut untuk mengintegrasikan satu sama lain kedalam sebuah identitas pribadi yang merefleksikan kesadaran akan masa silam yang telah dijalani individu serta masa mendatang yang akan dilaluinya. Disinilah terbuka celah bagi kemungkinan berlangsungnya konflik antara individu (ego) dengan lingkungan sosial, terutama teman-teman sebayanya (Amriel, 2008).

Apabila konflik teratasi, maka terbentuklah identitas diri (ego identity) yang sehat. Identitas ego yang berkembang dengan baik ini merupakan kepercayaan diri yang terbentuk sebagai hasil kemampuan remaja dalam memelihara harmonisasi (kesamaan dan kesinambungan) antara dirinya dengan orang-orang lain (Amriel, 2008).

Menurut Amriel (2008) yang mengutip pendapat Havighurst , remaja yang tidak mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan tersebut akan semakin mempertebal tembok pembatas antara individu dengan orang-orang disekitarnya. Ia terkurung ditengah kebebasan, kesepian ditengah keramaian, sunyi dipusaran hiruk pikuk, lumpuh ditengah impitan manusia-manusia produktif, bahkan yang paling tragis adalah terperosok ke jati diri yang sesat san negatif. Melarikan diri dari realitas, sebagai kompensasi atas kegagalan diri, akhirnya dijadikan sebagai ‘solusi’. Salah satunya adalah dengan mengonsumsi narkoba. Efek menurunnya kesadaran yang ada pada narkoba seperti membuka lorong bagi individu untuk melarikan diri dari


(51)

kewajiban-kewajibannya. Pada saat yang sama, efek halusinogen membuat individu pengguna narkoba terlena, seakan-akan tidak ada problem yang menyangkut dipundaknya.

Menurut Asrori (2009) yang mengutip pendapat Shaw dan Costanzo, remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan.

Dua aspek yang selalu berkaitan dengan remaja adalah kemerdekaan (independence) dan identitas diri (self-identity). Seiring berjalannya waktu, mereka terus menerus melepaskan keterikatan emosional dari orang tua. Secara universal, kedua hal inilah yang menjadi ciri utama kelompok remaja. Hal yang turut memengaruhi pola perubahan identitas remaja maupun kebebasannya adalah situasi dan kondisi masyarakat tempat remaja bertumbuh, misalnya budaya, pendidikan atau teknologi (Amriel, 2008).

2.2.4. Karakteristik Umum Perkembangan Remaja

Menurut Asrori (2009) yang mengutip pendapat Bischof, masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity).

Salah satu tugas perkembangan yang paling sulit pada masa remaja adalah penyesuaian sosial. Penyesuaian ini harus dilakukan terhadap jenis kelamin yang berlainan dalam suatu relasi yang sebelumnya tidak pernah ada dan


(52)

terhadap orang dewasa diluar keluarga dan lingkungan sekolah. Pada masa ini remaja paling banyak menghabiskan waktu mereka di luar rumah bersama dengan teman sebaya mereka sehingga bisa dipahami apabila teman sebaya sangat berpengaruh terhadap sikap, cara bicara, minat, penampilan, dan perilaku remaja (Palang Merah Indonesia, 2010).

Menurut Asrori (2009) sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu: a. Kegelisahan

Remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan idealisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan, dan ingin mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan, sehingga mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah.

b. Pertentangan

Pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua, sehingga menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. c. Mangkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya, akibatnya mereka lalu mengkhayal (positif dan negatif), mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada


(53)

soal prestasi dan jenjang karier, sedang remaja putri lebih mengkhayalkan romantika hidup.

d. Aktivitas kelompok

Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala (misalnya kurangnya biaya, larangan dari orang tua). Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.

e. Keinginan mencoba segala sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity) karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu da mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialami. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Akibatnya, tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya. Remaja putri seringkali mencoba memakai kosmetik baru, meskipun sekolah melarangnya.

2.2.5. Remaja dan Orang Tua

Pola komunikasi yang berbeda antara orang tua dan remaja menyebabkan proses komunikasi menjadi distorsi, padahal komunikasi adalah inti dari relasi dan interaksi antar orang tua dengan anak remajanya. Jika para remaja menemukan


(54)

keamanan dan kenyamanan berdiskusi dengan orang tuanya, tentu saja jauh lebih baik daripada mereka mencari informasi diluar rumah, apakah di sekolah, teman-teman, para pakar, atau lembaga-lembaga konsultasi yang keamanannya belum terjamin dan tingkat kompetensinya belum terbukti (Sahrani, dkk, 2008).

Beberapa titik kritis komunikasi remaja dan orang tua adalah saling curiga, tidak menghargai, terlambat memberi tanggapan, terlalu cepat memotong, monopoli, orang tua menghakimi, saling memaksakan keinginan, anak remaja merasa orangtua terlalu lamban, metode penyampaian. Untuk menjalin komunikasi yang intim mesra dan bersahabat anatara orang tua dan remaja adalah: ciptakan saling pengertian, ciptakan atmosfer bersahabat, mendengarkan keluhan anak, berikan jalan keluar bukan cela, jangan menjadi hakim, alat pendidikan, sabar mandengarkan, singkirkan hierarki, pola komunikasi yang baik, dan menjaga kesantunan (Sahrani, dkk, 2008).

Ada tiga fungsi utama komunikasi antara orang tua dan anak remajanya (Sahrani, dkk, 2008), yaitu :

1. Menyampaikan pesan

Metode paling efektif untuk menyampaikan pesan antara kedua belah pihak adalah melalui komunikasi lisan ketika orang tua berhadapan langsung atau bertatap muka dengan anak remajanya.

2. Menerima pesan

Syarat utama menjadi penerima pesan adalah kesediaan untuk mendengarkan. Minimnya kesediaan untuk mendengarkan pesan menyebabkan pesan tidak mencapai sasaran yang diinginkan.


(55)

3. Isi

Berupa gagasan, perasaan, opini, cita-cita, tuntutan, harapan, suara hati, nasihat, pesan perdamaian dan lainnya.

Menurut Asrori (2009) yang mengutip pendapat Soekanto, sangat penting bagi remaja adalah mendapatkan bimbingan agar rasa ingin tahu yang tinggi dapat terarah kepada kegiatan-kegiatan positif, kreatif, dan produktif, misalnya ingin menjelajah alam sekitar untuk kepentingan penyelidikan atau ekspedisi. Jika keinginan semacam itu mendapat bimbingan dan penyaluran yang baik, akan menghasilkan kreatifitas remaja yang sangat bermanfaat, seperti kemampuan membuat alat-alat elektronika, menghasilkan temuan ilmiah yang berbobot, menghasilkan kolaborasi musik dengan rekan sebaya. Jika tidak, dikhawatirkan dapat menjurus kepada kegiatan atau perilaku negatif, misalnya mencoba narkoba, minum-minuman keras, perilaku seks pranikah yang berakibat terjadinya kehamilan.

2.2.6. Remaja dan Teman Sebaya

Teman sebaya adalah anggota kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik. Misalnya orang-orang yang sama usianya, latar belakangnya, pekerjaannya, gaya hidupnya, atau pun pengalamannya. Semakin banyak kesamaan yang ada, semakin besar kemungkinan orang tersebut menerima pesan-pesan yang disampaikan sesamanya (Palang Merah Indonesia, 2010).

Remaja cenderung lebih dekat dan lebih sering berbicara mengenai aspek-aspek kepribadian tertentu dengan remaja lain yang sebaya daripada dengan orangtua atau gurunya. Teman sebaya adalah teman yang sangat akrab, karena jenis kelamin yang


(56)

sama atau usia yang berdekatan, atau rumah berdekatan, atau belajar di tempat yang sama, atau memiliki minat yang sama dan seterusnya. Biasanya sesama teman sebaya hampir tidak ada rahasia. Oleh karena itu, kedekatan sesama teman yang sebaya dapat saling mempengaruhi untuk sesuatu menuju kebaikan (Palang Merah Indonesia, 2010).

2.3. Dukungan Sosial

2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial

Menurut Ristianti, A. (2009) yang mengutip pendapat Sarafino, dalam menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok.

Menurut Ristianti, A. (2009) yang mengutip pendapat Taylor, S.E. (1999) mengemukakan bahwa dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain yang menunjukan bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.

2.3.2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial

Menurut Orford (1992) yang mengutip pendapat para ahli (Tolsdorf; Leavy), dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk dukungan sosial, yaitu:

a. Dukungan emosional (emotional support)

Dinyatakan dalam bentuk bantuan yang memberikan dorongan untuk memberikan kehangatan dan kasih sayang, memberikan perhatian, percaya terhadap individu serta pengungkapan simpati.


(57)

b. Dukungan penghargaan (esteem support)

Dukungan penghargaan dapat diberikan melalui penghargaan atau penilaian yang positif kepada individu, dorongan maju dan semangat atau persetujuan mengenai ide atau pendapat individu serta melakukan perbandingan secara positif terhadap orang lain.

c. Dukungan instrumental (instrumental support)

Mencakup bantuan langsung, seperti memberikan pinjaman uang atau menolong dengan melakukan suatu pekerjaan guna menyelesaikan tugas-tugas individu.

d. Dukungan informasi (informational support)

Memberikan informasi, nasehat, sugesti ataupun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang lain yang membutuhkan.

e. Dukungan jaringan sosial (companionship support)

Jenis dukungan ini diberikan dengan cara membuat kondisi agar seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok yang memiliki persamaan minat dan aktivitas sosial. Dukungan jaringan sosial juga disebut sebagai dukungan persahabatan yang merupakan suatu interaksi sosial yang positif dengan orang lain, yang memungkinkan individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial maupun hiburan.


(58)

2.3.3. Sumber Dukungan Sosial

Menurut Ristianti, A. (2009) yang mengutip pendapat Goetlieb, B. H. (1983) ada dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu hubungan professional yakni bersumber dari orangorang yang ahli di bidangnya, seperti konselor, psikiater, psikolog, dokter maupun pengacara, serta hubungan non professional, yakni bersumber dari orang-orang terdekat seperti teman, keluarga maupun relasi.

Menurut Ristianti, A. (2009) yang mengutip pendapat Goetlieb, B. H. (1983) dapat disimpulkan bahwa beberapa sumber yang dapat memberikan dukungan sosial antara lain : keluarga, teman dan tetangga serta guru di sekolah.

2.3.4. Faktor-faktor Terbentuknya Dukungan Sosial

Menurut Ristianti, A. (2009) yang mengutip pendapat Hobfoll, S. E. (1986) dapat disimpulkan bahwa sedikitnya ada tiga faktor penting yang mendorong seseorang untuk memberikan dukungan yang positif, diantaranya:

a. Empati, yaitu turut merasakan kesusahan orang lain dengan tujuan mengantisipasi emosi dan memotivasi tingkah laku untuk mengurangi kesusahan dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

b. Norma dan nilai sosial, yang berguna untuk membimbing individu untuk menjalankan kewajiban dalam kehidupan.

b. Pertukaran sosial, yaitu hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta, pelayanan, informasi. Keseimbangan dalam pertukaran akan menghasilkan hubungan interpersonal yang memuaskan. Pengalaman akan pertukaran secara


(59)

timbal balik ini membuat individu lebih percaya bahwa orang lain akan menyediakan bantuan.

2.3.5. Manfaat Dukungan Sosial

Menurut Oktarina, H. (2002) yang mengutip pendapat Johnson dan Johnson, dukungan sosial dapat memberikan individu dukungan emosi, instrumental, penilaian positif dan informasi yang bermanfaat bagi individu dalam :

a. Meningkatkan produktifitas bila dihubungkan dengan pekerjaan.

b. Meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan menyediakan rasa memiliki, memperjelas identitas diri, menambah harga diri, serta mengurangi stres.

c. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik.

d. Pengelolaan terhadap stress dengan menyediakan pelayanan, perawatan, sumber-sumber informasi dan umpan balik yang dibutuhkan untuk menghadapi stres dan tekanan.

2.3.6. Dukungan Sosial dari Orang Tua

Menurut Oktarina, H. (2002) yang mengutip pendapat Setiyanto, bahwa dalam mendidik dan membina, orang tua hendaknya bertindak bijaksana, menyediakan hati dan pikiran untuk anak-anaknya, namun terkadang kurang memperhatikan aspirasi remaja, kecendrungan orang tua memaksakan kehendaknya, cenderung memerintah anak-anak untuk memenuhi keinginan orangtua. Remaja umumnya mendambakan orangtua sebagai figur yang mampu mendengarkan aspirasi mereka, keluhan-keluhan,


(60)

dan perasaan-perasaan mereka, sehingga terkadang terdapat pembatas antara remaja dan orangtua dalam berkomunikasi, bahkan bisa menjadi konflik pada diri remaja.

Dalam proses rehabilitasi, orang tua menjadi pihak yang pertama memberi dukungan, dengan menunjukkan perhatian, ikut mendengar keluhan yang dirasakan anak, mengikuti perkembangan proses rehabilitasi, menyediakan dana sesuai dengan kebutuhan anak, menghargai usaha anak, memuji, memberi nasehat, dan lainnya (Amriel, 2008).

2.3.7. Dukungan Sosial dari Teman Sebaya

Perkembangan kemampuan intelektual mendorong para remaja berani membangun diskusi tentang ide atau gagasan bersama kelompoknya. Kemampuan berdiskusi merupakan penuntun para remaja untuk mengidentifikasi perbedaan pendapat, menguji argumentasi, dan menegaskan alasan sebuah tindakan. Mereka mengembangkan kemampuan untuk membentuk kelompok teman sebaya (peer group) atau kelompok-kelompok kecil yang sifatnya lebih tertutup (cligue) (Surbakti, 2008).

Menurut Ristianti, A., (2009) yang mengutip pendapat Cairns, R. B. (1988), dapat disimpulkan bahwa remaja menerima dukungan sosial dari kelompok teman sebaya. Oleh karena itu, remaja berusaha menggabungkan diri dengan teman-teman sebayanya. Hal ini dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari kelompok teman sebayanya. Melalui berkumpul dengan teman sebaya yang memiliki kesamaan dalam berbagai hal tertentu, remaja dapat mengubah


(1)

No Pernyataan SS S TSS TS STS

20

Sikap orang tua saya saat berkunjung dan berkomunikasi selama di panti rehabilitasi narkotika membuat saya merasa segan menceritakan masalah saya dengan orang tua

21 Orang tua tidak pernah menanyakan pendapat saya ketika saya akan diantar ke panti rehabilitasi narkotika

22 Orang tua membesarkan hati saya bila saya sedang mengalami kegagalan dalam menjalani kegiatan di panti rehabilitasi narkotika

23 Orang tua menasehati saya jika saya melakukan kesalahan selama saya mengikuti rehabilitasi narkotika

24 Orang tua merendahkan prestasi yang saya raih selama berada di panti rehabilitasi narkotika

25 Keberadaan orang tua membuat saya merasa nyaman melaksanakan proses rehabilitasi narkotika

Dukungan Teman Sebaya

No Pernyataan SS S TSS TS STS

1 Teman-teman di panti rehabilitasi narkotika tahu keadaan saya bila hati saya sedang kacau dan berusaha menghibur

2 Teman-teman memberikan penjelasan tentang hal-hal yang tidak saya ketahui selama mengikuti kegiatan di panti rehabilitasi narkotika

3 Teman-teman merendahkan prestasi yang saya raih di panti rehabilitasi narkotika

4 Teman-teman sering menasehati saya jika saya melakukan kesalahan selama di panti rehabilitasi narkotika

5 Teman-teman tidak pernah mendiskusikan permasalahan mereka dengan saya selama di panti rehabilitasi narkotika

6 Teman-teman melarang saya menceritakan masalah saya secara terbuka dengan orang tua dan konselor 7 Teman-teman mengerti atas apa yang saya rasakan

selama di panti rehabilitasi narkotika


(2)

13 Teman-teman mengabaikan keadaan saya selama di panti rehabilitasi narkotika

14 Teman-teman mengarahkan saya agar mampu menyelesaikan tugas saya sendiri selama kegiatan di panti rehabilitasi narkotika

15 Teman-teman sering mengacuhkan saya ketika saya bertanya mengenai kegiatan di panti

16 Teman-teman menasehati saya agar memaksimalkan kemampuan yang saya miliki selama di panti rehabilitasi narkotika

17

Teman-teman dan saya mendiskusikan bersama-sama acara liburan dan kegiatan yang menyenangkan selama di panti rehabilitasi narkotika

18 Teman-teman mengacuhkan saya ketika saya menceritakan masalah saya selama di panti rehabilitasi narkotika

19 Teman-teman melibatkan saya dalam pengambilan keputusan di panti rehabilitasi narkotika

20 Sikap teman-teman membuat saya jarang menceritakan tentang kehidupan saya dulu dan selama di panti rehabilitasi narkotika

21 Komunikasi saya dan teman-teman berjalan lancar selama di panti rehabilitasi narkotika

22 Teman-teman tidak pernah menanyakan apa yang sedang saya butuhkan selama di panti rehabilitasi narkotika

23 Teman-teman menawarkan bantuan ketika saya mengalami kesulitan selama di panti rehabilitasi narkotika

24 Teman-teman tidak peduli dengan kebutuhan belajar saya selama mengikuti kegiatan di panti rehabilitasi narkotika

25 Teman-teman memuji prestasi belajar saya di panti rehabilitasi narkotika


(3)

BERITA ACARA

Pada hari Rabu, tanggal 2 Oktober 2011 telah diadakan kolokium proposal

penelitian atas nama: Hidayatna Husni, NIM: 097032089, Minat studi: Administrasi

Kebijakan Komunitas/ Epidemiologi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, di ruang 18,

dengan judul: Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya terhadap

Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada Remaja di Panti Sosial

Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

Adapun pertanyaan dan saran pada kolokium tersebut adalah :

I. Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD

1.

Apa permasalahan yang mendasar di lokasi penelitian?

2.

Apa manfaat penelitian yang bagi lokasi penelitian?

3.

Landasan teori diperjelas di BAB 2

4.

Penggunaan dan penjelasan teori Sigmund Freud dalam landasan teori tidak tepat

5.

Apa yang peneliti lakukan agar konselor memiliki pemahaman yang sama


(4)

6.

Kuisioner semestinya tidak bersifat kualitatif melainkan kuantitatif

III. Drs. Heru Santosa, MS, PhD

1.

Pembahasan tentang landasan teori diperjelas

2.

Bagaimana indikator di tempat penelitian menjadi dasar penelitian

3.

Penjelasan pentingmya aspek pengukuran kondisi fisik didalam teori.

Proposal ini telah diperbaiki berdasarkan pertanyaan dan saran dari pembimbing

dan penguji.

No

Nama Dosen

Sebagai

Tanda Tangan

1.

Drs. Heru Santosa, MS, PhD

Pembimbing 1

2.

Asfriyati, SKM, M. Kes

Pembimbing 2

3.

Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD

Penguji 1


(5)

BERITA ACARA

Pada hari Rabu, tanggal 14 Maret 2012 telah diadakan Seminar Hasil

Penelitian atas nama: Hidayatna Husni, NIM: 097032089, Minat studi: Administrasi

Kebijakan Komunitas/ Epidemiologi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, di ruang 18,

dengan judul: Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya terhadap

Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada Remaja di Panti Sosial

Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.

Adapun pertanyaan dan saran pada Seminar Hasil Penelitian tersebut adalah :

I. Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD

1.

Siapa yang disebut teman sebaya?

2.

Mengapa jawaban responden dari hasil penelitian menjawab ragu-ragu > 50 %

?

3.

Apa pemahaman terhadap jawaban ragu-ragu?

II. drh. Hiswani, M. Kes


(6)

2.

Tambahkan pada pembahasan tentang staf pekerja sosial

IV. Drs. Heru Santosa, MS, PhD

1.

Perhitungan skor dengan Rating Score

Tesis ini telah diperbaiki berdasarkan pertanyaan dan saran dari pembimbing dan

penguji.

No

Nama Dosen

Sebagai

Tanda Tangan

1.

Drs. Heru Santosa, MS, PhD

Pembimbing 1

2.

Asfriyati, SKM, M. Kes

Pembimbing 2

3.

Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD

Penguji 1


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

1 81 173

Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

15 116 82

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA pada Residen di Panti Sosial Parmadi Putra “Insyaf” Sumatera Utara.

3 79 133

Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan

0 43 248

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

8 116 152

Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 1 33

BAB 1 PENDAHULUAN - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 8

KARAKTERISTIK PENDERITA GANGGUAN JIWA PENYALAHGUNAAN NAPZA (NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF) DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA “INSYAF” SUMATERA UTARA TAHUN 2014

0 0 21

Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

0 0 16