SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA KHILAFAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem politik dan pemerintahan masa Al-Khulafa’al Rasyidin di masa Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali sudah pasti berbeda setiap memegang kepimpinannya. Pada masa Khulafaur
Rasyidin prinsip musyawarah dan persamaan kebebasan berpendapat menjadi realisasi dari
penerapan ajaran Al- Quran dan Sunnah Rasul. Pemahaman dan penafsiran terhadap
pemerintahan Khulafaur Rasyidin, dahulu dan sekarang sangat berkaitan sehingga sistem
pemerintahan yang telah dibentuk dari masa ke masa berkembang menjadi seperti sekarang.
Sistem pemerintahan yang dititipkan oleh pendahulunya dapat menambah wawasan pembaca
tentang pemerintahan yang pernah dipraktikan dan diterapkan dalam dunia Islam hingga saat
ini.
1.2 Permasalahan
-

Bagaimana situasi pemerintahan dan politik Khulafaur Rasyidin ?

-

Apakah pemeritahan di masa Khulafaur Rasyidin dapat diterapkan hingga saat ini ?


1.3 Tujuan Penulisan
-

Untuk memahami sistem pemerintahan di masa Khulafah Rasyidin

-

Untuk memahami sistem politik khulafah al rasydin

-

Untuk memahami pemerintahan pasca khilafah (zaman modern)
- Untuk memahami sistem pemerintahan di masa khilafah, pasca, dan sekarang saling
berkaitan sehingga banyak terbentuk sistem pemerintahan.

1|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

BAB II
PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN

I. Abu Bakar Ash-Shidiq
Khilafah Rasyidah merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana
sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundangundangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang
akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat Islam
setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan
tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama
setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan,
sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah.
Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu
berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama
merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu terpilih.
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti
oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena
ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar AshShiddiq (Orang yang percaya).
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah

Rasulullah (Pengganti Rasul Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah
saja.
Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah hanya 2 (dua) tahun. Pada tahun 634 M ia
meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri
terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi
kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka
menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras kepala dan
2|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah
(perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu adalah panglima yang
banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu,
sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral :


Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah.




Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang
telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu selalu
mengajak sahabat-sahabat nya bermusyawarah sebelum mengambil keputusan
mengenai sesuatu,yang berfungsi sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.

Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu
mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan
dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah
pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi
Sufyan dan Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa
pasukan tersebut, dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan
panglima tertinggi tentara islam. Hal ini seperti juga berlaku di zaman modern ini di mana
seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai pangima tertinggi angkatan
bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan di luar kota Madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah

kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi ia
menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata sosial ekonomi adalah
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini ia
mengolah zakat, infak, sedekah yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan
perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal.
Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini di bagikan untuk
kesejahteraan tentara, bagi para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerima
sesuai ketentuan Al-Quran

3|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan
Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan"
nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu
sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat,
kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan
umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut ternyata diterima
masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar Radhiallahu‘anhu. Umar

Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya Khalifah Rasulullah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya, ada hal yang perlu dicatat:
1. Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan azas musyawarah. Ia lebih
dulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum
muslimin.
2. Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih
seseorang yang disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3. Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar berjalan baik dalam suatu
bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga
obsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan
itu terjamin.

4|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

II. Umar Ibn Al-Khathab
Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin berat, ia mengumpulkan para sahabat besar
dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar
meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Sebagaimana Abu
Bakar, Umar bin khattab pun dibai’at dihadapan umat muslimin. Bagian dari pidatonya

adalah:
“Aku telah dipilih jadi khalifah. Kerendahan hati abu Bakar selaras dengan jiwanya
yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga lebih mampu
memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah
sama seperti beliau. andaikata aku tau ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk
memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai
daripada memikul jabatan ini.”
Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)
pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah
tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di
bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn
Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun
641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota
dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, Al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Dengan demikian, pada masa
kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah
Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di

Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah,
Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang
dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji
dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khattab dalam kedudukannya sebagai
kepala Negara. Untuk menunjung kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas
eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:
5|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

1. Diwana al-kharaj (jawatan pajak)
2. Diwana alahdats (jawatan kepolisian)
3. Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum)
4. Diwana al-jund (jawatan militer)
5. Baitul al-mal (baitul mal)
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur,
zakat dan jizya.
Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa
jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia
bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu tidak

menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk enam orang
sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi
khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash,
Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu
wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai
khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.
Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani ia telah menggariskan:
1. Persyaratan bagi calon negara
2. Menetapkan dasar-dasar pengelolaan negara
3. Mendorong para pejabat negara agar benar-benar meperhatikan kemaslahatan rakyat dan
melindungi hak-haknya karena mereka adalah pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu
sendiri
4. Pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan
kepada Tuhan dan rakyat
5. Mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan kritik kepada pemerintah,
pemerintah juga harus berani menerima kritik dari siapapun sekalipun menyakitkan
karena pemerintah lahir rakyat dan untuk rakyat
6. Khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam Islam
Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh Ansar dan Muhajirin, dengan rakyat
dan dengan para administrator pemerintahan untuk memecahkan masalah-masalah umum dan

kenegaraan. Ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa
mengikutsertakan warga umat.
Hasil musyawarah atau konsultasi khalifah diakhir hidupnya dengan sejumlah pemuka
masyarakat madinah yang terpenting adalah terbentuknya “tim formatur” yang bertugas
6|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

memilih khalifah setelah umar. Konsultasi ini terjadi ketika keadaan jiwanya akibat tikaman
enam kali yang dilakukan Abu lu’luah karena dendam, dan ini mengakibatkan kewafatannya.

7|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

III.

Utsman Bin Affan

Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah
penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia,
Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah.
Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai
jalan keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas

memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi
Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib.
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama yang bersaing ketat yakni
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada
Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin Affan
sebagai Khalifah.
Setelah Utsman bin Affan dilantik menjadi khalifah ketiga di negara Madinah. Ia
menyampaikan

pidatonya

yang

menggambarkan

dirinya

sebagai

sufi,

dan

citra

pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka sebagai dominan. Dalam
pidato itu usman mengingatkan beberapa hal yang penting :
1. Agar umat Islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari kematian
2. Agar umat Islam terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan
3. Agar umat Islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu
4. Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
5. Di samping ia akan meneruskan apa yang telah dilkukan pendahulunya juga akan membuat
hal baru yang akan membawa kepada kebajikan
6. Umat Islam boleh mengkritiknya bila ia menyimpang dari ketentuan hukum
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah Usman bin Affan
mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada
masanya kekuasaan wilayah madinah dibagi menjadi 10 propinsi:
1. Nafi’bin al-Haris al-Khuza’i, amir wilayah Mekkah
2. Sufyan bin Abdullah al-Tsaqqfi, amir wilayah Thaif
3. Ya’la bin Munabbih Halif Bani Nauful bin Abd Manaf, amir wilayah Shan’a
4. Abdullah bin Abi Rabiah, amir wilayah Al-Janad
5. Usman bin Abi al-Ashal-Tsaqafi, amir wilayah Bahrain
8|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

6. Al-Mughirah bin Syu’bah al-Tsaqi, amir wilayah Kuffah
7. Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari, amir wilayah Basrah
8. Muawiyah bin Abi Sufyan, amir wilayah Damaskus
9. Umar bin Sa’ad , amir wilayah Himsh
10. Amr bin al-Ash al-Sahami, amir wilayah Mesir
Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah
mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka.
Prestasi tertinggi masa pemerintahan Utsman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun AlQuran standar, yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan Al-Quran, seperti yang dikenal
sekarang. Naskah salinan Al-Quran tersebut disimpan di rumah istri nabi kemudian naskah
salinannya atas persetujuan para sahabat dikirim ke beberapa daerah.
Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut.
Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari
alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya Utsman melengkapinya dengan beberapa jawatan.
Tahun-tahun berikutnya, pemerintahannya Utsman mulai goyah. Rakyat di beberapa daerah
terutama Kufah, Basrah dan Mesir mulai memprotes kepemimpinannya yang dinilai tidak
adil. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap
kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga
dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam
Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang gelar
Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting,
Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua akibat
fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.
Padahal Utsman Radhiallahu ‘anhu yang paling berjasa membangun bendungan untuk
menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di
Madinah.
Pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir
masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam
terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu memang sangat berbeda dengan
9|Sistem Politik dan Pemerintahan Khilafah Rashidah

kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin
Saba’ al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar
berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada
kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman
Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang
berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ .

10 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

IV.

Ali Bin Abi Thalib

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah
pendahulunya. Ia di bai’at di tengah-tengah kematian Utsman, pertentangan dan kekacauan
dan kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman
mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.
Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam :
1. Tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah rasul
2. Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan sesama manusia
3. Saling memelihara kehormatan diantara sesama muslim dan umat lain
4. Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum, dan
5. Taat dan patuh kepada pemerintah
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu menghadapi pemberontakan
Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum
para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman
Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya
ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu
‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai.
Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini
dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam
pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah
terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena
pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Utsman. Namun Ameer Ali
menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan
kebijaksanaan Utsman pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan
menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen
khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas
mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung
oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah
berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu
bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu
11 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

dengan pasukan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang
dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi
tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya,
di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu :
 Mu'awiyah
 Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali
Radhiallahu ‘anhu, dan
 Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali)
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali Radhiallahu ‘anhu. Munculnya kelompok al-Khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu
semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh
salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak
menyenangkan, diantaranya :
Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah
dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda.
1) Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon
sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini
terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan Tsaqifah Bani Sayidah.
2) Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan
terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian
memberitahukan kepada umat islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak karena
ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini
terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar.
3) Pemilihan tim atau Majelis Syura yang dibentuk khalifah. Anggota tim bertugas memilih
salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada Utsman melalui Majelis
Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang.

12 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

4) Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan
sekelompok masyarakat muslim yang membunuh usman. Cara ini terjadi pada Ali yang
dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah.
Kedua, Pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara
khusus sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undangnya
adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan
Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada
penjelasannya dalam nash syariat.
Ketiga, Pemerintahan khulafa al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa
jabatan bagi setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada
syariat Islam.
Keempat, dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah
melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip keadilan sosial dan
kesejahteraan rakyat.
Kelima, dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah AlQur’an dan Sunnah Rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura.
Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh berbeda
daripada zaman Rasulullah.

13 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

KESIMPULAN
Kehidupan politik pada masa Khulafaur Rasyidin sistem pemerintahan sudah tertata rapi
walaupun tidak langsung seperti sekarang, tetapi pada masa Khulafaur Rasyidin Dewan dan
Departemen sudah bergerak di bidang masing-masing serta sistem pemerintahan yang
dilaksanakan oleh para khalifah dari masa jabatan ke masa jabatan memiliki ciri-ciri dan tetap
berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah Rasul serta tetap menjalankan musyawarah
dalam setiap pengambilan keputusan.
Khilafah Rashidah berdiri tepat di hari wafatnya Rasululllah SAW. Terdiri dari 4 orang atau 5
orang shahabat nabi yang menjadi khalifah secara bergantian. Termasuk yang keempat itu
adalah :
1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)
2.’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)
3.’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)
4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)
Masa berlakunya selama kurang lebih 30 tahun. Disebut juga sebagai khilafah rasyidah
karena posisi mereka sebagai shahabat nabi yang mendapat petunjuk. Dan memang ada pesan
dari nabi untuk mentaati para khalifah rasyidah ini.

14 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h

DAFTAR PUSTAKA
Dedi Supriadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia
Amrullah, Kusyana, 1995, Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung: CV Armico
Yatim Badri.2000.Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
http://id.wikipedia.org
http://rustadi29-dinamika kehidupan.blogspot.com/2011/07/khulafaur-rasyidin-khalifahpertama.html

15 | S i s t e m P o l i t i k d a n P e m e r i n t a h a n K h i l a f a h R a s h i d a h