Keluarga Jepang Dalam Novel Kifujin A No

UNIVERSITAS INDONESIA

KELUARGA JEPANG DALAM NOVEL KIFUJIN A NO SOSEI,
HAKASE NO AISHITA SUUSHIKI DAN MIINA NO KOUSHIN
KARYA OGAWA YOKO

DISERTASI

RIMA DEVI
NPM 1106045752

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA
DEPOK!
JULI 2015!

UNIVERSITAS INDONESIA

KELUARGA JEPANG DALAM NOVEL KIFUJIN A NO SOSEI,
HAKASE NO AISHITA SUUSHIKI DAN MIINA NO KOUSHIN
KARYA OGAWA YOKO


DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

RIMA DEVI
NPM 1106045752

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA
DEPOK!
JULI 2015

Kemauan dan harapan tidak cukup kuat untuk menembus batas
kemalasan. Keberanian untuk melawan diri sendirilah yang
membawa ke tujuan.
(dari Sang Petualang di dunia mimpi)

Untuk Almarhum Papa H. Amir Chatib dt. Garang

UCAPAN TERIMA KASIH


Alhamdulillahirabbilaalamin. Puji Syukur penulis haturkan ke hadirat Allah
SWT, karena atas berkat dan rahmatNya yang tiada putus-putusnya akhirnya
penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penyusunan disertasi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan disertasi ini sangatlah tidak
mungkin bagi penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Wibawarta, M.A. sebagai promotor yang telah
memberikan semangat yang menggelegar, arahan yang langsung ke sasaran,
dan bimbingan dalam menyusun disertasi ini, serta menetapkan skedul yang
jelas dalam tahapan ujian setelah mengetahui penelitian sudah layak uji.
2. Bapak Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono sebagai kopromotor yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
menyusun disertasi ini tanpa menuntut sesuatu yang sempurna dan
membiarkan proses penelitian mengalir apa adanya dalam kesederhanaan
pemikiran penulis.

3. Bapak Dr. Fauzan Muslim sebagai Ketua Program Studi Ilmu Susastra FIB
Universitas Indonesia beserta jajarannya Ibu Lisda Mitranda dan Mbak Rita
yang telah membantu pengurusan administrasi yang berkaitan dengan proses
penyelesaian disertasi ini.
4. Ibu Lily Tjahjandari, Ph.D, Bapak Nandang Rahmat, M.A., Ph. D, Bapak
Tommy Christomy, Ph. D, dan Bapak Dr. M. Yoesoef sebagai dewan penguji
pada ujian seminar hasil dan prapromosi yang telah banyak memberikan
masukan dan saran perbaikan yang sangat berharga dalam penulisan disertasi
ini sehingga penulis akhirnya memahami lebih dalam lagi mengenai apa yang

iv

disebut dengan penelitian sastra yang selama ini menjadi tanda tanya besar
dalam pikiran penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia khususnya Ibu Mina Elfira, M.A., Ph. D yang telah mengajar,
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan studi dan
penulisan disertasi.
6. Rektor Universitas Andalas, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Andalas, Ketua Jurusan Sastra Jepang FIB Universitas Andalas dan rekanrekan sejawat di Universitas Andalas, yang telah memberi izin dan

memudahkan pengurusan administrasi sehingga penulis dapat menempuh
studi di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia hingga
melewati tahap disertasi ini.
7. Mama Muryati dan Papa Amir Chatib dt. Garang (alm.) yang selalu
memberikan dukungan untuk kemajuan karir penulis dan yang selalu
mendoakan untuk kebaikan penulis, Ananda Ibnu Naufal pembangkit
semangat dan motivasi, Kakanda Mira Dewi, Adinda Amri Chatib dt.
Panduko dan Adinda Imra Chatib yang memberikan dukungan finansial
sepenuh hati, dan Adinda Irma Amir yang setia mendengar curhat, serta duo
anak pisang lucu Malika Syauqina dan M. Bariq Chatib yang menemani
penulis di saat jenuh dengan tangisan dan gelak tawanya di Dahlia 3 Depok I.
8. Teman-teman FIB UI angkatan 2011 yang telah sama-sama berjuang
menjalani studi dan saling memberi semangat untuk penyelesaian disertasi ini,
terutama Tia, Andam, Mbak Pris, Pak Amri, Pak Surjadi, Pak Anas, Pak Sul,
Pak Arif, dan lain-lain. Pada akhir penulisan Pak Amri sangat membantu
dengan menerjemahkan abstrak ke dalam bahasa Inggris dengan bahasa yang
jauh lebih bagus dari terjemahan penulis.
9. Ustad Andy Bangkit Setiawan yang banyak memberikan pandangan tentang
Jepang, membantu merumuskan kata dalam bahasa Jepang mengenai inti dari
disertasi, dan membantu mencarikan literatur di Jepang.

10. Teman-teman yang sering bertemu dalam Gakkai ASPBJI Jabodetabek
terutama Mbak Riri dan Mbak Rita, teman sejati 3R yang selalu ceria.

v

11. Teman-teman di grup ODOJ 2326 yang setia menyemangati untuk khatam
satu juz perhari.
12. Berbagai pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudarasaudara semua. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna
tentu disertasi ini juga tidak sempurna. Oleh karena itu penulis dengan senang hati
akan selalu menerima kritikan dan saran untuk disertasi ini. Semoga disertasi ini
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Depok, 25 Juli 2015

Rima Devi

vi


ABSTRAK

Nama
Program studi
Judul

: RIMA DEVI
: Ilmu Susastra
: Keluarga Jepang dalam Novel Kifujin A No Sosei,
Hakase No Aishita Suushiki, dan Miina No Koushin Karya
Ogawa Yoko

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur keluarga Jepang yang
dibangun oleh Ogawa Yoko dalam tiga novelnya yaitu Kifujin A No Sosei, Hakase
no Aishita Suushiki, dan Miina No Koushin. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode kajian kepustakaan dengan analisis menggunakan
konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu dan konsep keluarga
tradisional Jepang yaitu sistem ie. Dari penelitian diketahui bahwa Ogawa Yoko
menangkap perubahan struktur keluarga yang terjadi dalam masyarakatnya dan

menuangkan ke dalam novel. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko
tidak sama dengan struktur keluarga tradisional Jepang, dan berbeda dengan
struktur keluarga modern sehingga keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko
dapat disebut dengan hubungan keluarga interdependen atau interdependent
family relantionship atau   (sougoizonteki kazokukankei).
Kata kunci :
Keluarga Jepang, Struktur Keluarga, Sistem Ie, Ogawa Yoko, Ranah

ABSTRACT

Name
: RIMA DEVI
Study Program : Literature
Title
: Japanese Family in Ogawa Yoko’s Kifujin A No Sosei,
Hakase No Aishita Suushiki, and Miina No Koushin

This research aims at uncovering the structure of Japanese family set up by
Ogawa Yoko in her three novels, i.e. Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita
Suushiki, and Miina No Koushin. It is a qualitative research using library research

as its method. Social field proposed by Bourdieu and ie system of Japanese
traditional family have been chosen to analyse the issue. This research has found
out that Ogawa Yoko had caught the change of the family structure taking place in
her society and has expressed it in her three novels. The family structure Ogawa
Yoko has developed differs from both the structure of Japanese traditional family
and modern family. Thus, Ogawa Yoko has developed interdependent family
relationship /   (sougoizonteki kazokukankei).
Keywords :
Japanese Family, Family Structure, Ie System, Ogawa Yoko, Field

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………..
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………...
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………….
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………
ABSTRAK ………...……………….………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN ……………..………………………………..
1.1
Latar Belakang ………………………………...…….…………...
1.2
Rumusan Masalah…...………………………..…………………..
1.3
Tujuan Penelitian...……………………………..………………...
1.4
Ruang Lingkup……………………………...…………………….
1.5
Tinjauan Pustaka………..…………………..…………………….
1.6
Kerangka Teori ….…………………………..….………….…….
1.7
Metode Penelitian…………………………..………….…………
1.8
Sistematika Penelitian…...…………………..……………………


i
ii
iii
iv
vii
viii
ix
x
1
1
12
12
12
13
15
31
34

BAB 2
2.1

2.2
2.3
2.4

KELUARGA JEPANG ...............................................................
Sistem Kekerabatan dalam Masyarakat Jepang ............................
Ie dalam Keluarga Jepang Modern ................................................
Sistem Ie ........................................................................................
Kachou dalam Sistem Ie ................................................................

35
35
42
45
51

BAB 3
3.1
3.2
3.3
3.4

STRUKTUR KELUARGA DALAM NOVEL….......................
Novel KAS………………………………………………………..
Novel HAS……………………………………………………….
Novel MNK……………………………………………………….
Keluarga dalam Ketiga Novel ……………………………………

59
59
106
144
187

BAB 4

KESIMPULAN………………………………………………….

209

DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN
SINOPSIS NOVEL
DAFTAR KARYA OGAWA YOKO
PENGHARGAAN YANG DIPEROLEH OGAWA YOKO

ix

DAFTAR GAMBAR

hal.
Gambar 1.1

Susunan Keanggotaaan dalam Struktur Ie ............................

20

Gambar 1.2

Gambar Ruang Sosial ...........................................................

30

Gambar 1.3

Ruang Sosial Tokoh Frederic dalam Novel Sentimental
Education ..............................................................................

33

Gambar 3.1

Ruang Sosial Bibi Yuli Ketika Tuan H Masih Hidup……...

66

Gambar 3.2

Ruang Sosial Bibi Yuli Setelah Tuan H Meninggal Dunia...

75

Gambar 3.3

Ruang Sosial Bibi Yuli Setelah Diduga Sebagai Putri
Anastasia……………………………………………………

89

Gambar 3.4

Struktur Keluarga dalam Novel KAS………………………

100

Gambar 3.5

Ruang Sosial Kaseifu Sebagai Pengurus Rumah…………..

118

Gambar 3.6

Ruang Sosial Kaseifu Ketika Menjadi Pengurus Rumah
Hakase………………………………………………………

121

Gambar 3.7

Ruang Sosial Kaseifu Setelah Menjadi Anggota Keluarga...

134

Gambar 3.8

Struktur Keluarga dalam Novel HAS………………………

141

Gambar 3.9

Ruang Sosial Erich Ketika Masih Lajang…………………..

157

Gambar 3.10

Ruang Sosial Erich Setelah Menikah dan Menjadi Pewaris..

168

Gambar 3.11

Struktur Keluarga dalam Novel MNK……………………...

183

x

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Biografi novelis-novelis perempuan Jepang sejak tahun 1900 sampai 1993
dirangkum dalam sebuah buku yang ditulis oleh Sachiko Shibata Schierbeck
berjudul Japanese Women Novelists in the 20th Century: 104 Biographies, 19001993, yang diterbitkan pada tahun 1994. Di dalam buku ini pada beberapa
halaman di bagian akhir tertulis seorang novelis bernama Ogawa Yoko (1962sekarang). Mengenai Ogawa Yoko dan karya-karyanya tidak banyak dibahas oleh
Schierbeck selain dari penghargaan yang diperoleh Ogawa Yoko yaitu
Kaienshinjin Bungakushou  ‘ “ € E  e ¹ Q ¹  (Penghargaan bagi
pendatang baru di dunia sastra dari majalah Kaien) atas novel berjudul Agehacho
ga Kowareru Toki {¥¬Z,+ƒ(Ketika Sayap Kupu-kupu Patah) pada
tahun 1988 dan penghargaan Akutagawashou  ¨ n ¹  (Penghargaan
Akutagawa) yang diperolehnya pada tahun 1990 atas novel berjudul Ninshin
Karendaa_a1?@6B(Kalender Kehamilan). Wajar saja bila Ogawa
Yoko dan karya-karyanya tidak banyak dijelaskan pada buku kumpulan biografi
novelis perempuan Jepang ini dikarenakan pada saat buku ini diterbitkan karya
Ogawa Yoko masih sedikit.
Ogawa Yoko termasuk salah seorang novelis perempuan Jepang yang
produktif. Hingga saat ini terhitung lebih dari 40 buah karya Ogawa Yoko sudah
diterbitkan baik berupa novel maupun esai. Karya-karya Ogawa Yoko dalam
kesusastraan Jepang memang tidak termasuk ke dalam karya junbungaku ¢
eatau karya sastra murni/serius melainkan karya sastra tsuuzoku shousetsu
½Ij³yaitu sastra populer/novel populer. Walaupun demikian karyakarya Ogawa adalah karya yang diminati oleh masyarakat Jepang sebab yang
menentukan kepopuleran suatu karya adalah para pembaca karya tersebut
(Takahara, 2004, p. 101). Kepopuleran karya Ogawa juga terlihat dari banyaknya
penghargaan yang diberikan atas karyanya.

Universitas Indonesia

2

 Selain dua penghargaan di atas, Ogawa juga mendapatkan empat penghargaan
sekaligus pada tahun 2004 yang terdiri dari tiga penghargaan atas novel berjudul
Hakase no Aishita Suushiki P[!u~p(Rumus yang Dicintai Sang
Profesor) yaitu Yomiuri Bungakushou ´\e¹(penghargaan sastra dari
harian Yomiuri), Daiikai Honya Daishou ¡CV…l]¹(penghargaan
bagi buku terlaris) dan penghargaan Daiikkai Nihon Suugakukai Shuppanshou
¡CV‚…~eFL”¹(penghargaan untuk penerbitan buku dari asosiasi
matematika Jepang), dan satu penghargaan atas novel berjudul Burafuman no
Maisou (Pemakaman Brahmana) yaitu Izumi Kyouka
BungakushouŽÄ©e¹(penghargaan sastra dari Izumi Kyouka). Masih
ada dua penghargaan lagi yaitu pada tahun 2006 dari Tanizaki Ichiroshou·m
’C¹(penghargaan Tanizaki Ichiro) atas novel Ogawa berjudul Miina no
Koushin  :B8!®¿(Parade Miina) dan pada tahun 2008 Ogawa
mendapatkan Shirley Jackson Award atas karyanya yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris yang diberi judul Diving Pool.
Kisah-kisah yang dituliskan oleh Ogawa Yoko dalam novelnya menurut
seorang penggemar Ogawa Yoko dalam blognya, ogawayouko.blog.shinobi.jp
menyatakan bahwa Ogawa dapat merangkai kata-kata sedemikian rupa sehingga
terasa indah seperti alunan musik Mozart, keburukan atau kebencian digambarkan
secara tersembunyi, dan akhir dari cerita sering tidak terduga sehingga membuat
novel-novelnya terlihat cantik. Ogawa Yoko pada sebagian besar novelnya tidak
memberikan nama tokoh utama selain dengan sebutan aku. Cerita-cerita dalam
novel Ogawa tidak bersifat dramatis sehingga sering terlupakan setelah selesai
membacanya. Namun berdasarkan pengalaman penggemar Ogawa ini, bila
membaca untuk kedua kalinya maka akan muncul perasaan janggal dan aneh
seolah-olah menarik kita untuk terus melanjutkan membacanya.
Sementara menurut kritikus sastra di Jepang, Ogawa sangat piawai dalam
merangkai kata-kata yang digunakan sehari-hari menjadi susunan kalimat
sederhana namun dapat menyentuh sampai ke dalam hati (Hasebe, 2004).
Pembaca seolah-olah diajak memasuki dunia Ogawa untuk membayangkan dan
merasakan apa yang diceritakannya sehingga kita dapat merasakan kesegaran

Universitas Indonesia

3

seperti mengupas sendiri buah-buahan dan langsung memakannya (Suga, 2004).
Mengenai tokoh utama yang dimunculkan dalam novel Ogawa menurut Hasebe
(2004), Ogawa dengan gaya tulisan yang acuh dan tak peduli menampilkan tokohtokoh yang aneh. Seperti diungkapkan oleh Takahara (2004), tokoh-tokoh tersebut
mempunyai kekurangan secara fisik dan keterbatasan secara mental. Ito (2004)
menambahkan tokoh utama dalam karya Ogawa kebanyakan adalah seorang
perempuan, selain itu ada tokoh lansia, anak-anak dan ilmuwan laki-laki. Para
tokoh utama Ogawa juga digambarkan tokoh yang kehilangan anggota
keluarganya seperti kematian ayah, suami atau saudara laki-laki. Para lelaki yang
digambarkan dalam karya Ogawa kebanyakan mempunyai kekurangan fisik atau
penyakitan. Kecendrungan Ogawa menampilkan tokoh-tokoh seperti ini
disimpulkan oleh Ito setelah menganalisis 13 karya Ogawa Yoko yang
diantaranya adalah Ninshin Karenda _a1?@6B(Kalender Kehamilan),
Koori Tsuita Kaori K* Ê*(Aroma yang Membeku), Mabuta %
$(Kelopak Mata) dan lain-lain.
Dalam keadaan para tokohnya yang hampir semuanya serba terbatas,
mempunyai kekurangan baik fisik maupun mental, tak berdaya, tidak ada tempat
bergantung secara finansial ataupun emosional, penyakitan, usia lanjut dan lain
sebagainya, Ogawa mempertemukan mereka pada novel-novelnya dalam satu
ruang atau tempat yang disebut rumah. Mereka ditampilkan saling bahumembahu, saling membantu, saling melindungi, saling menyayangi satu sama lain.
Bukan itu saja, para tokoh cerita ini juga diberikan peran masing-masing sesuai
dengan usia mereka seperti anak-anak, orang dewasa dan lansia. Hal ini dapat
dilihat dalam tiga novel Ogawa Yoko yaitu Kifunjin A no Sosei¸bE A «˜
(Kebangkitan Bangsawan A), Hakase no Aishita Suushiki P[!u~p
(Rumus yang Dicintai Sang Profesor), dan Miina no Koushin :B8!®¿
(Parade Miina).
Dalam novel Kifunjin A No Sosei (selanjutnya disingkat dengan KAS)
dikisahkan bagaimana tokoh aku merawat dan menjaga bibinya yang sudah lansia
hingga ajal menjemput sang bibi. Tokoh aku, sebut saja Gadis, yang memang
masih gadis, telah kehilangan ayahnya yang ditemukan sudah dingin membeku di
ruang kerjanya. Gadis tidak lagi mempunyai kepala keluarga tempatnya
Universitas Indonesia

4

menggantungkan hidup setelah ayahnya meninggal dunia. Dua bulan sebelumnya
Gadis juga kehilangan pamannya yaitu kakak laki-laki dari ibunya. Pamannya
yang tidak mempunyai anak meninggalkan seorang istri yang sudah lansia.
Gadis kemudian diberi amanat untuk merawat bibinya dengan imbalan biaya
kuliah Gadis akan diambil dari warisan peninggalan pamannya. Gadis bersedia
merawat bibinya yang dipanggil dengan Bibi Yuli bukan karena uang semata.
Keinginan untuk merawat Bibi Yuli dibarengi pula oleh rasa kasih dan sayang
kepada bibinya. Gadis merawat dan menjaga bibinya dengan sangat baik
sebagaimana seorang anak merawat dan menjaga orang tuanya. Bukan hanya
sekedar menjaga dari serangan penyakit namun juga menjaga dari rongrongan
pihak luar yang ingin menguasai harta bibinya berupa kepala binatang buas yang
diawetkan.
Gadis juga waspada terhadap pihak luar yang ingin mengorek keterangan
apakah bibinya ini benar-benar Putri Anastasia, anak Raja Nicholas II dari Rusia.
Untuk membantunya mengatasi masalah ini, Gadis tanpa ragu meminta
kekasihnya Niko menghadapi jurnalis dan para tamu yang datang ke rumahnya.
Bibi Yuli yang merasa senang akan kehadiran Niko di rumahnya juga
memperlakukan Niko seperti anaknya sendiri. Demikian juga dengan Ohara,
seorang kolumnis yang mendaulat dirinya menjadi manajer Bibi Yuli,
diperlakukan sebagai bagian dari anggota keluarga Bibi Yuli. Mereka berempat
terlihat sebagai satu keluarga yang saling bahu-membahu untuk menjaga citra
Bibi Yuli yang telah dikenal oleh masyarakat sekelilingnya sebagai Putri
Anastasia.
Sedangkan dalam novel Hakase No Aishita Suushiki (selanjutnya disingkat
dengan HAS) dikisahkan bagaimana seorang kakak ipar perempuan yang sudah
lansia yaitu Mibojin yang tidak sanggup merawat sendiri adik iparnya yaitu
Hakase yang juga sudah lansia, kemudian menyewa seorang kaseifu atau pengurus
rumah tangga. Pengurus rumah tangga ini, sebut saja Kaseifu, dibayar untuk
mengurus keperluan Hakase, seorang profesor matematika yang mengalami lupa
ingatan, namun Kaseifu memperlihatkan perhatian yang besar kepada Hakase
melebihi perhatian seorang pengurus rumah. Kaseifu bersikap demikian karena
dapat belajar banyak dari Hakase mengenai makna hidup melalui pelajaran

Universitas Indonesia

5

matematika. Terlebih Hakase memberikan perhatian khusus kepada anak lakilakinya yang berumur 10 tahun sebagaimana seorang ayah kepada anaknya.
Bukan itu saja, Hakase juga memberikan nama panggilan yang baik untuk anak
Kaseifu yaitu Ruto.
Kutipan berikut memperlihatkan bagaimana senangnya hati Kaseifu ketika
anaknya disambut gembira oleh Hakase.



Dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri anak laki-lakiku dipeluk
oleh seseorang seperti ini merupakan kebahagian yang tiada tara. (Ogawa,
2003, p. 44)

Bagi Kaseifu yang orang tua tunggal, merawat Ruto semenjak lahir seorang diri
merupakan tugas yang berat. Dengan hadirnya Hakase dalam kehidupan mereka,
figur ayah yang selama ini kosong dalam hidup Ruto dapat terpenuhi berkat
perhatian dan kasih sayang Hakase. Ruto yang sering rendah diri bila berhadapan
dengan teman-temannya, akhirnya dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik
dan kemudian menjadi guru matematika di salah satu SMP di kotanya.
Keberhasilan yang dicapai Ruto tak terlepas dari dorongan dan semangat belajar
yang selalu didapatkannya dari Hakase. Dalam novel ini tergambar dengan jelas
bagaimana perhatian dan kasih sayang dalam keluarga terhadap anak dan lansia
membawa kebahagian tersendiri dalam kehidupan anggota keluarga tersebut.
Walaupun Kaseifu dan Ruto tidak dapat selalu bersama dengan Hakase karena
keterbatasan memorinya, mereka dapat menjalin ikatan rasa kasih sayang
sebagaimana sebuah keluarga.
Sementara pada novel Miina No Koushin (selanjutnya disingkat dengan MNK)
dikisahkan bagaimana seorang gadis kecil bernama Miina yang sakit-sakitan dan
Nenek Rosa yang lansia diperlakukan dengan sangat baik oleh Erich dan Hiromi
serta anggota keluarganya yang lain termasuk pembantu perempuan yang setia
bernama Yoneda. Kisah dalam novel ini dituturkan oleh tokoh utama bernama
Tomoko yang merupakan sepupu Miina. Tomoko yang telah kehilangan ayahnya
terpaksa dititipkan oleh ibunya di rumah saudara perempuannya ketika Tomoko

Universitas Indonesia

6

memasuki sekolah menengah pertama. Ibu Tomoko berbuat demikian karena dia
akan melanjutkan pendidikan di kota besar agar mendapat pekerjaan yang lebih
baik dan penghasilan layak untuk menghidupi Tomoko sementara dia tidak
mempunyai biaya yang cukup untuk menyewa apartemen sehingga terpaksa
tinggal di asrama yang tidak memungkinkan baginya membawa Tomoko ikut
serta.
Tomoko yang menumpang di rumah kerabatnya mendapatkan perhatian dan
perlakuan yang sama dengan Miina karena selisih usia mereka hanya satu tahun.
Perhatian dan kasih sayang yang tulus dari semua anggota keluarganya membuat
Miina yang sakit-sakitan dapat terlindungi dan terjaga hingga akhirnya dia dewasa
dan mandiri. Begitu juga dengan Nenek Rosa, seorang wanita keturunan Yahudi,
yang terhindar dari peristiwa holocaust di Jerman. Nenek Rosa yang dinikahi oleh
pria berkebangsaan Jepang kemudian dibawa tinggal menetap di Jepang, dapat
menjalani kehidupannya dengan bahagia pada usianya yang sudah lansia hingga
akhirnya meninggal dengan tenang dikelilingi oleh keluarganya. Kebaikan dari
keluarga yang dipimpin oleh Erich, tidak sebatas menjaga anggota keluarganya
yang masih memiliki hubungan kekerabatan saja. Erich juga memperlakukan
dengan baik pembantunya Yoneda yang tidak menikah dan telah bekerja di
rumahnya sebelum Erich lahir. Erich memberikan perhatian kepada Yoneda yang
seusia dengan Nenek Rosa, sama dengan perhatiannya kepada ibunya sendiri.
Pada ketiga novel Ogawa Yoko di atas yaitu novel KAS, HAS dan MNK,
terlihat bahwa ketiganya sama-sama menyinggung persoalan keluarga. Para tokoh
cerita dalam ketiga novel Ogawa Yoko bertemu dalam sebuah rumah yang
mempunyai susunan anggota sebagaimana halnya sebuah keluarga. Menurut
Morioka, yang disebut dengan keluarga dijelaskan dalam kutipan berikut ini.

“h"^bÆH-Y°cA(
 k~!
»°¦-D¯‡xT+vs­R } ),¡C‰›
 Ÿ¼Œ!ÇW+.”
Keluarga adalah satu kelompok yang didasari oleh hubungan suami istri,
dengan tujuan mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa
kasih sayang sesama anggotanya yang terdiri dari orang tua dan anakanak, saudara kandung dan beberapa kerabat dekat. (Morioka, 1993, p.1)

Universitas Indonesia

7

Mengenai susunan anggota keluarga yang digambarkan Ogawa dalam ketiga
novel di atas agak berbeda dengan susunan anggota keluarga dalam definisi
keluarga yang dikemukakan oleh Morioka.
Pada novel KAS anggota keluarganya terdiri dari Gadis, Bibi Yuli dan Niko
yang merupakan kekasih Gadis serta Ohara yang mendaulat dirinya sebagai
manajer Bibi Yuli. Pada novel HAS anggota keluarganya terdiri dari Mibojin,
Hakase, Kaseifu dan Ruto. Pada kedua novel ini hubungan anggota keluarganya
tidak didasari oleh hubungan suami istri. Hanya pada novel MNK yang
digambarkan adanya suami istri yaitu Erich dan Hiromi. Namun dalam keluarga
ini, anggota keluarganya cukup banyak, selain pasangan suami istri Erich dan
Hiromi, dan anak mereka yaitu Miina dan Ryuuichi, juga ada Nenek Rosa,
pembantu rumah Yoneda, tukang kebun Takahashi dan Tomoko.
Dari beragam susunan anggota keluarga yang digambarkan oleh Ogawa Yoko
pada ketiga novel ini, ada persamaan mendasar sebagaimana yang disebutkan oleh
Morioka dalam definisi sebuah keluarga yaitu upaya mencapai tujuan sebuah
keluarga yaitu mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih
sayang sesama anggotanya. Melihat susunan anggota keluarga yang tergambar
dalam ketiga novel Ogawa Yoko di atas, menimbulkan pertanyaan bagaimanakah
struktur keluarga Jepang saat ini dan apakah sama dengan yang tergambar dalam
novel Ogawa Yoko.
Selain itu pada tiga novel ini, Ogawa Yoko juga mengisahkan tentang
keluarga dalam novelnya seperti novel Ninshin Karenda _a1?@6B
(Kalender Kehamilan) yang bercerita tentang proses kehamilan seorang kakak
perempuan yang dipantau secara seksama oleh adik perempuannya yang masih
lajang. Karena kedua orang tua mereka sudah meninggal dunia, maka sang kakak
mengajak suaminya tinggal di rumah peninggalan orang tuanya, sehingga
pasangan suami istri ini tinggal serumah dengan adik perempuannya. Pada novel
Yasashii Uttae ' ² (Gugatan yang Ramah) mengisahkan tentang
istri yang lari dari rumah suaminya dan tinggal di vila di tengah hutan dan sering
berinteraksi dengan pengrajin alat musik cembalo dan anak buahnya, begitu juga
dengan novel Shuuga Taimu  3 < 2 B  5 0 ;  (Waktu Gula) yang
menceritakan tentang seorang gadis yang tinggal sendiri dan terkadang dikunjungi

Universitas Indonesia

8

oleh adik laki-lakinya yang merupakan anak bawaan dari ayah tirinya ketika
menikah dengan ibunya. Ada pula kisah tentang seorang gadis yang sudah tidak
mempunyai ayah dan tinggal bersama ibunya mengurus hotel dan kemudian jatuh
cinta dan tergila-gila pada seorang penerjemah yang hidup di sebuah pulau kecil
di seberang pulau tempat tinggalnya. Kisah tentang gadis ini digambarkan oleh
Ogawa Yoko pada novel Hotel Airisu97>/0=4(Hotel Irish) dan
masih banyak lagi karya Ogawa Yoko yang di dalamnya menggambarkan tentang
keluarga.
Struktur keluarga Jepang saat ini pada umumnya adalah keluarga batih yaitu
keluarga yang anggotanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum
menikah. Suami dan istri mempunyai hak yang sama di dalam rumah tangga dan
anak-anak mempunyai kebebasan untuk berpendapat. Kesamaan hak di dalam
keluarga membuat istri juga mempunyai hak untuk bekerja, menentukan apakah
akan mengandung dan melahirkan anak atau tidak. Anak-anak yang belum
menikah tetapi sudah mempunyai penghasilan sendiri juga berhak menentukan
apakah akan tetap tinggal serumah dengan orang tuanya atau hidup sendiri
terpisah dari orang tua. Kebebasan yang dimiliki oleh masing-masing anggota
keluarga di Jepang membuat setiap anggotanya bebas menentukan hidup mereka
sehingga tak jarang ditemui orang yang tidak menikah seumur hidup, pasangan
yang bercerai karena berbagai alasan dan orang tua tunggal yang merawat dan
membesarkan anaknya seorang diri tanpa istri bagi laki-laki dan tanpa suami bagi
perempuan. Kebebasan setiap individu di Jepang dalam menentukan pilihan hidup
mereka membawa pengaruh kepada susunan anggota keluarga di Jepang. Jumlah
anggota keluarga menjadi bervariasi yaitu keluarga yang anggotanya terdiri dari
suami, istri dan anak-anak yang belum menikah, suami dan istri saja, ayah dengan
anak saja, ibu dengan anak saja, dan satu keluarga terdiri dari satu orang saja.
(Rebick, 2006).
Bila ditelusuri struktur keluarga di Jepang sejak zaman Meiji (1868-1912)
hingga sekarang maka terlihat perubahan struktur keluarga Jepang dari keluarga
tradisional menjadi keluarga modern. Perubahan struktur keluarga mulai terlihat
sejak zaman perang ketika pemerintah Jepang mengirim para laki-laki ke medan
perang, mempekerjakan anak muda baik laki-laki dan perempuan di pabrik-pabrik,

Universitas Indonesia

9

dan menyuruh para wanita, lansia dan anak-anak tetap di rumah mengurus rumah
tangga mereka. Ketika Jepang kalah pada perang dunia kedua, perintahan Meiji
mengubah undang-undang dasarnya dan menghapuskan sistem kekeluargaan yang
berlaku di Jepang.
Sistem kekeluargaan yang dihapuskan tersebut adalah sistem keluarga Jepang
tradisional yang dikenal dengan sistem ie. Struktur keluarga yang ada di dalam
sistem ie adalah struktur keluarga besar atau extended family yaitu di dalam satu
rumah tinggal tiga generasi atau lebih yang anggotanya terdiri dari suami, istri,
anak-anak, orang tua, kerabat yang memiliki hubungan darah maupun yang tidak.
Keluarga ini dipimpin oleh pasangan suami istri yang mengatur seluruh anggota
keluarganya berikut harta kekayaan dan usaha keluarga. Satu keluarga besar ini
disebut dengan ie yang dipimpin oleh kepala ie yaitu suami yang disebut dengan
kachou dan dibantu oleh istrinya yang disebut dengan shufu. Kachou dan shufu
bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan anggota ie-nya mulai dari
pemenuhan kebutuhan hidup, penentuan pekerjaan hingga jodoh dari setiap
anggotanya. Kachou juga bertanggung jawab atas kesinambungan ie-nya sehingga
diperlukan untuk menentukan calon pewaris dari ie tersebut bila kachou pensiun
atau meninggal dunia. Pewaris dari kachou biasanya adalah anak laki-laki tertua
yang disebut dengan chounan. Bila chounan tidak mampu atau tidak ada chounan
dari keluarga tersebut maka kachou dapat menunjuk calon penggantinya dengan
mengangkat anak atau youshi. Kachou juga dapat menerima anggota untuk masuk
menjadi bagian dari keluarganya tanpa melihat apakah anggota tersebut memiliki
hubungan darah atau tidak dengannya.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem kekeluargaan tradisional
Jepang atau sistem ie sudah dihapuskan dari undang-undang dasar negara Jepang
dan diberlakukannya sistem demokrasi yang mengakui persamaan hak setiap
warga negara, sistem ie ini yang merupakan bagian dari adat istiadat atau
kebiasaan bangsa Jepang tidak hilang begitu saja dari kehidupan masyarakat
Jepang. Mengenai hal ini sudah dijelaskan oleh banyak ahli yang meneliti
mengenai keluarga Jepang seperti Aruga Kizaemon, Fukutake Tadashi, Morioka
Kiyomi, dan Ochiai Emiko bahwa dalam kehidupan masyarakat Jepang saat ini
masih terlihat penerapan konsep-konsep sistem ie seperti masih disebutkannya

Universitas Indonesia

10

kata chounan sebagai pewaris, oyome sebagai sebutan bagi pengantin wanita yang
akan tinggal di rumah keluarga suaminya, uchi no mago yaitu cucu dari anak lakilaki sendiri atau soto no mago yaitu cucu dari anak perempuan yang tinggal di
rumah suaminya dan berbagai istilah lainnya.
Sejak kekalahan Jepang pada perang dunia kedua dan dihapuskannya sistem
kekeluargaan tradisional Jepang dari undang-undang dasar negara Jepang, dalam
kurun waktu relatif singkat telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat Jepang
terutama dari struktur keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga batih.
Perubahan struktur keluarga ini tidak serta merta terjadi dalam masyarakat. Hal
pertama yang sangat terlihat dalam masyarakat Jepang atas perubahan ini menurut
Aruga (1980, p. 189-190) adalah melemahnya otoritas kepala keluarga atau
kachou, adanya kesetaraan antara suami dan istri dalam rumah tangga, dan harta
warisan dibagikan kepada setiap anak tanpa kecuali.
Perubahan struktur keluarga dalam masyarakat Jepang yang diarahkan dari
keluarga besar menjadi keluarga batih, tidak semuanya mengarah pada muara
yang sama. Hal ini terlihat dari kategori keluarga Jepang yang dirumuskan oleh
Sugimoto Yoshio (1997, p. 165-166) yang membagi tipe keluarga Jepang ke
dalam empat kategori yaitu, kategori A adalah tipe keluarga yang masih kuat
menjalankan sistem ie dan pasangan yang telah menikah tinggal di rumah orang
tua laki-laki, kategori B adalah tipe keluarga yang tinggal dua generasi dewasa
dalam satu rumah yang sama tetapi dalam menjalankan kesehariannya mereka
seperti keluarga batih dikarenakan tingginya biaya hidup terutama di kota besar
seperti Tokyo, sehingga mereka hanya dipisahkan oleh dinding pembatas dan
mereka tetap masih bisa saling membantu, kategori C adalah tipe keluarga batih
yang meyakini hubungan garis seketurunan, walaupun mereka berdomisili jauh
dari keluarga asal karena alasan pekerjaan dan lainnya, mereka masih menghadiri
acara tradisional yang diselenggarakan keluarga besarnya seperti pesta pernikahan
tradisional, acara pemakaman, festival daerah, pemujaan arwah leluhur dan lain
sebagainya, dan kategori D adalah tipe keluarga batih modern yang menjalankan
ideologi keluarga modern.
Sementara itu menurut Bourdieu (1996) keluarga adalah konstruksi dasar dari
kenyataan sosial sehingga kata keluarga sudah terinternalisasi secara kolektif di

Universitas Indonesia

11

dalam diri individu. Bourdieu menganggap keluarga adalah produk dari
institusionalisasi yang bertujuan membuat setiap anggotanya merasa bagian dari
satu unit yang eksis dan kokoh. Bourdieu menambahkan tujuan keluarga adalah
untuk mewujudkan kesatuan entitas yang terintegrasi, stabil, konstan, dan tidak
memikirkan fluktuasi dari perasaan individu yang menjadi bagian dari satu
keluarga.
Dari pernyataan ini terlihat Bourdieu tidak mengkategorikan keluarga sebagai
keluarga batih atau keluarga besar dan tidak mempermasalahkan apakah keluarga
tersebut dibangun atas dasar hubungan suami istri atau tidak. Bourdieu malah
menyatakan bahwa keluarga cendrung berfungsi sebagai ranah yang di dalamnya
terdapat hubungan fisik, ekonomi, kasih sayang, perhatian, simbol kekuasaan, dan
lain-lain, sehingga di dalam keluarga terdapat volume dari struktur modal yang
dimiliki oleh setiap anggotanya. Bourdieu juga menambahkan bahwa di dalam
keluarga juga terjadi perjuangan untuk mendapatkan posisi yang dominan.
Berkenaan dengan pernyataan Bourdieu (1996) di atas bahwa di dalam
keluarga terjadi perjuangan untuk mendapatkan posisi dominan. Anggota keluarga
yang menempati posisi dominan akan memiliki otoritas untuk mengatur anggota
keluarga yang menempati posisi terdominasi. Pengaturan anggota keluarga ini
merupakan hak yang dimiliki oleh kepala keluarga dalam keluarga batih dan
kachou pada keluarga tradisional. Oleh karena itu dari pendapat Bourdieu ini
dapat dikatakan bahwa keluarga adalah ruang sosial bagi para anggotanya.
Ogawa Yoko (2009) sendiri menyatakan bahwa sebelum menulis cerita untuk
novelnya, atau membangun struktur di dalam novelnya maka dia akan
menentukan terlebih dahulu ruang yang akan ditempati oleh para tokohnya.
Setelah ditentukan ruang seperti apa yang akan dijadikan tempat berinteraksi para
tokohnya, Ogawa kemudian menentukan posisi tiap-tiap tokoh di dalam ruang
tersebut dan membuat alur cerita sesuai dengan posisi para tokoh.
Ogawa sebagai seorang pengarang yang orang Jepang, bertempat tinggal di
Jepang, dan melihat kondisi masyarakat terutama keluarga Jepang saat ini, tidak
akan mungkin dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungannya dalam
menuangkan ide-idenya ke dalam novel. Sebagaimana dikemukakan oleh para
ahli sastra (Damono, 2013) bahwa pengarang adalah anggota masyarakat yang

Universitas Indonesia

12

terikat pada kelompok sosial tertentu baik dalam hal pendidikan, agama, adat
istiadat, dan lembaga sosial yang ada disekitarnya. Peristiwa-peristiwa yang
dituliskan oleh pengarang dalam karyanya merupakan pantulan dari hubungan
pengarang dengan masyarakatnya.

1.2 Rumusan Masalah
Pembacaan atas tiga karya Ogawa Yoko memperlihatkan adanya kesamaan
mendasar dari ketiga novel yaitu penggambaran struktur keluarga. Keluarga yang
dibangun oleh Ogawa Yoko mempunyai kemiripan dengan struktur keluarga
tradisional Jepang namun tidak sama dengan struktur keluarga batih atau modern.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan pada penelitian ini difokuskan pada
struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko di dalam tiga novelnya yaitu
KAS, HAS, dan MNK.
Selain struktur keluarga di dalam ketiga novel yang memiliki struktur
tersendiri juga menggambarkan adanya pemimpin atau kepala keluarga dari setiap
keluarga. Penentuan siapa yang menjadi kepala keluarga atau kachou di dalam
keluarga yang dibangun dalam ketiga novel ini dan bagaimana perjuangan tokohtokohnya untuk mendapatkan posisi di dalam ruang sosial juga menjadi bahasan
dalam penelitian ini.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan struktur keluarga yang
dibangun oleh Ogawa Yoko dalam tiga novelnya yaitu KAS, HAS, dan MNK.
Kemudian untuk mengetahui penentuan kepala keluarga atau kachou serta
perjuangan tokoh-tokohnya di dalam ruang sosial mereka.

1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah tiga novel karya Ogawa Yoko yang
berjudul Kifunjin A no Sosei¸bE A «˜ (Kebangkitan Bangsawan A)
cetakan tahun 2002, Hakase no Aishita Suushiki P[!u~p(Rumus
yang Dicintai Sang Profesor) cetakan tahun 2003, dan Miina no Koushin :B
8!®¿(Parade Miina) cetakan tahun 2006. Mengenai pemilihan karya

Universitas Indonesia

13

Ogawa Yoko pada penelitian ini berdasarkan atas tema keluarga yang
dimunculkan oleh Ogawa. Pada novel MNK secara jelas disebutkan pada ulasan
mengenai novel ini di amazon.co.jp. bahwa novel MNK adalah novel yang
menceritakan tentang keluarga. Sementara novel HAS adalah novel best seller
yang banyak mendapatkan penghargaan hingga dibuatkan filmnya dan telah
diteliti oleh Devi (2010) dengan kesimpulan bahwa novel ini mengisahkan tentang
keluarga alternif yang ditawarkan Ogawa Yoko kepada masyarakat pembaca
novelnya. Sedangkan novel KAS memiliki kemiripan dengan novel HAS dalam
penggambaran bentuk keluarga. Selain itu ketiga novel ini memiliki tahun terbit
yang hampir bersamaan mulai dari novel KAS tahun 2002, novel HAS tahun 2003
dan novel MNK tahun 2006 sehingga penggambaran keluarga Jepang dalam
ketiga novel ini berada pada kisaran waktu yang berdekatan yaitu antara tahun
2003-2006. Tambahan lagi dari sekian banyak karya Ogawa Yoko, novel KAS,
HAS, dan MNK adalah tiga karya yang paling dominan berbicara tentang
keluarga mulai dari awal penceritaan hingga tamat sehingga ketiga novel ini dapat
menjadi wakil dari penggambaran keluarga Jepang yang dituangkan oleh Ogawa
Yoko ke dalam novel.

1.5 Tinjauan Pustaka
Pada tinjauan pustaka ini diulas beberapa hasil penelitian terdahulu yang
terkait dengan novel-novel Ogawa Yoko, penelitian karya sastra yang
menggunakan konsep keluarga Jepang atau sistem ie dan penelitian yang
menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
Ito Ujitaka (2004) menulis dengan judul Sonzai To Hisonzai no Aida No
Tamerai: Ogawa Yoko No Aishita Suushiki dXÈdX!Å!&) Ì
j n  c ! u   ~ p  (Keraguan Antara Ada dan Tiada: Rumus yang
Dicintai Ogawa Yoko). Tujuan dari penelitiannya tidak dinyatakan secara eksplisit,
begitu juga metode yang digunakan. Ito langsung saja memulai pendahuluan
dengan menganalisis motif-motif yang sering muncul dalam karya Ogawa Yoko,
sehingga dapat terbaca bahwa pendekatan struktural lebih tepat dikenakan pada
tulisan ini. Ito meneliti beberapa novel Ogawa dengan menjadikan novel Hakase
no Aishita Suushiki  P [ ! u   ~ p  (Rumus yang Dicintai Sang

Universitas Indonesia

14

Profesor) sebagai acuan utama dan kemudian menelaahnya dengan 13 karya
Ogawa lainnya. Dalam penelitian ini dapat diketahui motif-motif yang muncul
dalam karya Ogawa Yoko dan diketahui pula kecendrungan fetisisme pada Ogawa.
Wada (2008) dalam tesisnya meneliti karya Ogawa dengan meminjam istilah
ilmu biologi yaitu kata gen yang muncul dalam beberapa karya Ogawa dan
memberi judul penelitiannya Ogawa Yoko Ron jnc¶(Konsep Ogawa).
Novel yang ditelitinya adalah Kanpekina Byoushitsu f—šg(Ruang
Perawatan yang Sempurna), Ninshin Karendaa  _ a 1 ? @ 6 B 
(Kalender Kehamilan), Hisoyakana Kesshou  i '
£ „  (Kristal yang
Diam), Rokkakei no Kobeya J±q!jÃl(Kamar Mungil Persegi Enam),
Kusuriyubi no Hyouhon ªz!ˆ…(Spesimen Jari Manis) dan Chinmoku
HakubutsukanËP•É (Museum yang Sunyi). Wada menganalisis makna
kata gen pada setiap novel untuk memahami secara mendalam metafora-metafora
yang muncul. Penelitian kata gen berdasarkan strukturnya tidak mengaitkan
dengan keadaan sosial masyarakat Jepang yang menjadi latar penceritaan dari
enam novel di atas.
Ito Ken (2000) dalam artikelnya berjudul The Family and the Nation in
Tokutomi Roka's Hototogisu, meneliti bagaimana hubungan keluarga Jepang
dalam sistem ie dikaitkan dengan negara dalam novel karya Tokutomi Roka.
Tujuan penelitiannya untuk melihat bagaimana novel ini menegosiasikan wacana
mengenai konstruksi keluarga pada masa pemerintahan Meiji dan di luar
pemerintahan tersebut dalam merepresentasikan keluarga, gender dan kelas sosial.
Pada penelitian ini sistem ie memang dijadikan salah satu konsep untuk
menganalisis karya dengan pendekatan sosiologi sastra, namun hanya untuk
menunjukkan bagaimana sistem ie ini tidak membawa kebahagiaan bagi individu
yang menjadi bagian dari satu keluarga besar malah menjadikan individu tersebut
bersikap sinis dan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Konsep ie yang
digunakan mengacu pada Kawashima Takeyoshi yang menulis buku berjudul
Ideorogii to shite no Kazoku Seido (Sistem Kekeluargaan sebagai Ideologi).
Rima Devi (2010) dalam tesisnya meneliti novel Hakase no Aishita Suushiki
dengan judul Perjuangan Simbolik Seorang Ilmuwan Sebagai Ayah Alternatif

Universitas Indonesia

15

pada Novel Hakase no Aishita Shuushiki Karya Ogawa Yoko. Tujuan penelitian
tesis ini adalah untuk melihat perjuangan simbolik yang dilakukan oleh tokoh
dalam membentuk keluarga alternatif. Pada bagian analisis dijelaskan bagaimana
tokoh cerita berhasil mencapai tujuannya yaitu menjadi ayah alternatif. Penelitian
ini memberikan pemahaman baru mengenai keberadaan keluarga alternatif dalam
masyarakat Jepang dewasa ini. Metode yang dilakukan adalah dengan melihat
struktur internal novel dan menentukan posisi para tokohnya dalam ruang sosial
mereka. Teori yang digunakan adalah sosiologi sastra mengacu pada teori-teori
yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu yaitu ruang sosial, habitus, kapital dan
perjuangan simbolik. Penelitian ini memang mengkaji masyarakat Jepang dari
segi sosiologinya, khususnya keluarga namun hanya diaplikasikan pada satu karya
saja.
Bowen-Struyk (2004) menulis artikel yang merupakan inti sari dari
disertasinya berjudul Revolutionizing the Japanese Family: Miyamoto Yuriko’s
“The Family of Koiwai”. Sama halnya dengan Ken Ito, yang sudah disebut
sebelumnya, Bowen-Struyk juga meneliti novel Jepang dengan menggunakan
konsep keluarga yang dikemukakan oleh Kawashima Takeyoshi. Namun BowenStruyk lebih menekankan penelitiannya pada kelas sosial yang mengacu pada
teori Marx dengan melihat bagaimana keluarga Jepang yang dilihat sebagai
golongan proletar dalam naungan sistem ie berjuang mempertahankan ideologinya
dalam melawan kapitalisme dan perburuhan. Karya Miyamito Yuriko yang
berjudul The Family of Koiwai dijadikan sumber utama dalam penelitiannya. Di
dalam analisisnya juga disinggung mengenai gender dan feminis terkait dengan
sekuen yang muncul dalam karya yang dibahasnya.

1.6 Kerangka Teori
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai tiruan dari semesta atau
alam ini yang ditulis oleh seorang pengarang dengan tujuan dinikmati oleh para
pembacanya. Bila melihat gambaran masyarakat yang ditiru dalam sebuah karya
maka sebuah karya sastra dapat ditelaah dengan menggunakan pendekatan
sosiologis yang dikenal dengan sosiologi sastra. Oleh Damono (2013) pendekatan
ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pertama adalah pendekatan yang

Universitas Indonesia

16

berdasarkan kepada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosialekonomis belaka. Yang dilihat dari sebuah karya adalah faktor-faktor yang
berkaitan di luar sastra dengan mengabaikan teks sastra itu sendiri dan menjadikan
teks tersebut sebagai gejala kedua atau epiphenomenon. Kelompok kedua bertolak
belakang dengan yang pertama yaitu lebih menekankan teks sastra sebagai bahan
analisis. Hal terpenting dan utama sekali dilakukan pada pendekatan ini adalah
menganalisis teks untuk melihat strukturnya dan hasilnya digunakan untuk
memahami lebih dalam gejala sosial yang tampak di luar sastra (p.3).
Wellek dan Warren (1993) mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi tiga
kelompok yaitu pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan
institusi sastra. Kedua isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam
karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Ketiga
permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra (p. 111). Namun kedua
perumus teori ini lebih menekankan kepada analisis sastra secara intrinsik
ketimbang ekstrinsik yang merupakan ciri khas dari pendekatan sosiologi sastra.
Klasifikasi sosiologi sastra yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah yang
dirumuskan oleh Ian Watt yang mengatakan bahwa adanya hubungan timbal balik
antara pengarang, karya dan masyarakat. Pengklasifikasian ini hampir sama
dengan yang dibuat Wellek dan Warren yaitu terdiri dari tiga hal, pertama konteks
sosial pengarang, kedua, sastra sebagai cermin masyarakat dan ketiga, fungsi
sosial sastra. (dalam Damono, 2013).
Berdasarkan dua kecendrungan pendekatan sosiologi sastra maka dalam
penelitian ini teks akan dijadikan acuan utama sebagai bahan analisis dengan
menggunakan klasifikasi kedua yang telah dirumuskan oleh Ian Watt yaitu sastra
sebagai cermin masyarakat. Walaupun pengertian dari cermin masyarakat itu
sendiri mengalami ambivalensi karena gambaran masyarakat yang ditampilkan
tidak berlaku pada saat karya ditulis, keunikan dari pengarang yang lebih
menonjolkan tampilan masyarakat yang berbeda dari yang lain, sifat eksklusif
pengarang atas kelompok tertentu, bukan masyarakat secara keseluruhan, dan
kemungkinan karya tersebut tidak valid untuk dijadikan cerminan masyarakat.
Untuk itu tidak bisa diabaikan pandangan sosial pengarang untuk menilai sebuah
karya sebagai cermin masyarakat (Damono, 1978, p. 4).

Universitas Indonesia

17

Karya sastra yang merupakan bagian dari masyarakat, dapat dikaji atau
ditelaah dengan sosiologi sastra. Untuk mengkaji karya sastra secara sosiologi
sastra maka digunakan teori yang berhubungan dengan sastra dan sosiologi.
Untuk teori yang berhubungan dengan sosiologi akan digunakan konsep ie dalam
masyarakat Jepang dan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh sosiolog asal
Perancis bernama Pierre Bourdieu.

1.6.1 Konsep Ie
Konsep ie adalah satu konsep mengenai keluarga tradisional Jepang yang
dipopulerkan oleh Aruga Kizaeman. Konsep ie ini merupakan satu sistem yang
disebut dengan sistem ie yang dikukuhkan dalam undang-undang dasar negara
Jepang semasa pemerintahan Meiji (1868-1911). Aruga Kizaemon setelah
menamatkan pendidikannya di Universitas Tokyo dengan menulis tesis tentang
agama Budha di Korea, kemudian tertarik dengan folklor Jepang. Aruga
kemudian bergabung dengan tim editor yang mengedit tulisan Yanagita Kunio
yang membahas tentang folklor Jepang dan akhirnya mulai menulis artikel
berkaitan dengan folklor Jepang seperti kehidupan di pedesaan dan oyabun kobun
kankei (hubungan majikan dan anak didiknya). Aruga yang semula mempelajari
seni Budha sambil mendalami folklor Jepang kemudian berpindah mempelajari
sosiologi setelah mendapatkan pengaruh yang kuat dari pemikiran-pemikiran
folklor Jepang yang ditulis oleh Yanagita Kunio. Tidak hanya menulis artikel
mengenai masyarakat Jepang, Aruga melanjutkan meneliti masyarakat Jepang
bahkan mulai mengkritik pemikiran Yanagita yang tidak memasukkan unsur
ekonomi dan kemasyarakatan dalam pemikirannya. Menurut Aruga ekonomi dan
kemasyarakatan adalah hal yang sangat penting karena kedua hal ini berkaitan erat
dengan sistem keluarga. Prestasi Aruga yang pertama dan menonjol adalah
monograf yang ditulisnya yang berjudul Nihon Kazoku Seido To Kosaku Seido
(Sistem Keluarga Jepang dan Sistem Penyewaan Lahan Pertanian). Monograf ini
menjadi dasar pemikiran Aruga sehingga dia dapat meraih gelar professor di
Universitas Tokyo atas karyanya ini yang dinilai fenomenal oleh peneliti dan
pemerhati masyarakat Jepang. (Kitano dan Okada, 1959).

Universitas Indonesia

18

Menurut Aruga (1959, p.6) tidak mudah untuk menentukan siapa yang pertama
kali membuat ie dan atas dasar apa sebuah ie dibentuk. Ie yang ada dalam
masyarakat Jepang diterima secara turun temurun, dijalankan oleh pewaris untuk
kemudian diteruskan pada generasi setelahnya. Menurut Aruga (dalam Torigoe,
1988, p. 8) yang disebut dengan ie adalah,







Ie adalah adat istiadat khusus yang terdapat dalam masyarakat Jepang,
yang maknanya berbeda dengan keluarga pada umumnya. … Ie adalah
satu kelompok yang menjalankan usaha dari harta milik keluarga (kasan)
dan merupakan usaha keluarga (kagyou). Melalui pemahaman mengenai
hal ini maka sebagai satu unit di dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat, maka tujuannya adalah kesinambungan dari ie dan setiap
anggotanya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia
secara turun-temurun.

Aruga menganggap ie adalah satu adat kebiasaan yang terdapat dalam
masyarakat Jepang dan memiliki ciri khas sendiri. Walaupun sepertinya ie terlihat
sebagai sebuah keluarga, ie berbeda dengan pengertian keluarga pada umumnya
sebagaimana pengertian keluarga yang berlaku pada masyarakat Barat. Ciri khas
ie dan perbedaan ie dengan keluarga terletak pada sistem yang berjalan pada ie
tersebut.
Satu kelompok dapat disebut dengan ie bila kelompok tersebut memiliki harta
kekayaan (kasa