ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRI

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PELAKU USAHA
MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) TERHADAP PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 DI KOTA LUBUKLINGGAU
Indrawati Mara Kesuma
Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Musi Rawas
E-mail: fairuz.ukail@gmail.com
Abstract

The goal this research was to analysisi taxpayer abidience personal, micro business,
small business and middle business (UMKM) to implement the Goverment rules No. 46 Year
2013 in Lubuklinggau. This research was qualitative research. The sample of this research was
10 UMKM home industry in foof field which taken by purposive sampling method. The data
which used was primer data and secondary data by technique collecting data observation,
questionnaire and documentation. Technique data analysis was qualitative technique it was
analysis the questionnaire result by using likert scale. The result of this research show that the
taxpayer UMKM which to be respondent in this research show that have paid the income tax,
but not corresponding get with government rules No. 46 Year 2013 because the tax which have

paid by the respondent taxpayer UMKM was PPh article 25 but, tax according to government
rules No. 46 year 2013 was tax 1% form omzet/income. Governmnet rules No. 46 Year 2013 has
implemented since 1st July 2013 but after 3 years this rules has not be done well specially in
Lubuklinggau.
Keywords : PP no. 46 Year 201, UMKM, Tax Obidience.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sudah menjadi informasi umum bahwa
salah satu sumber pemasukan negara yang
cukup menjanjikan adalah dari sektor pajak.
Pajak digunakan oleh pemerintah untuk
membiayai pembangunan nasional dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Pembangunan infrastruktur, biaya
pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan
bakar minyak, gaji pegawai negeri dan
pembangunan
fasilitas
publik,

serta
pembangunan sarana umum seperti jalan,
jembatan, rumah sakit/puskesmas, dan kantor
polisi, dibiayai oleh pajak. Semakin banyak
pajak yang dipungut maka semakin banyak
fasilitas dan infrastruktur yang dibangun.
Sebagai warga negara yang bertempat tinggal
di Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi
masyarakat untuk menaati peraturan yang ada
di Indonesia salah satunya dengan membayar
pajak, dengan membayar pajak masyarakat
ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap
pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.
Pada
tahun
2013
pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan

Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima

atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
Peredaran Bruto tertentu. Inti dari peraturan
ini Wajib Pajak baik orang pribadi maupun
badan yang memiliki peredaran usaha tidak
melebihi Rp. 4,8 milyar per tahun dikenakan
pajak yang bersifat final dengan tarif 1% dari
peredaran
bruto.
Maksud
Pemerintah
menetapkan peraturan ini yakni untuk
memberikan kemudahan bagi UMKM dan
penyederhanaan aturan perpajakan dengan
tujuan utama yaitu, kemudahan tertib
administratif, transparansi, dan peningkatan
kontribusi masyarakat dalam pembangunan.
Definisi UMKM menurut UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008, usaha Mikro
adalah usaha produktif milik orang

perorangan dan/atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria usaha, sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini. Usaha Kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang diakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dari
Usaha Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
11

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
makanan di Kota Lubuklinggau telah
melakukan pembayaran pajak sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013?


dimaksud dalam undang-undang ini. Usaha
Menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
Usaha Besar dan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.
Berdasarkan data dari Dinas Koperasi,
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan
Pengelolaan Pasar Kota Lubuklinggau tahun
2015, jumlah UMKM yang ada di Kota
Lubuklinggau pada tahun 2015 yakni
sebanyak 5.233 unit, dari 5.233 unit UMKM
terdapat sebanyak 167 unit UMKM industri
rumahan yang bergerak dibidang industri
makanan, dari 167 unit UMKM industri

rumahan yang bergerak dibidang makanan
hanya 10 unit UMKM yang memiliki NPWP,
dengan kata lain 10 unit UMKM inilah yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Kota Lubuklinggau, dan memenuhi kewajiban
sebagai wajib pajak, namun hal tersebut tidak
dapat dijadikan jaminan bahwa 10 unit
UMKM ini telah melakukan pembayaran
pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013. Hal inilah yang
kemudian menarik untuk diteliti. Alasan
dipilihnya industri rumahan yang bergerak
dibidang makanan sebagai objek penelitian
karena industri ini diminati masyarakat
sebagai usaha, dan paling umum dijumpai di
Kota Lubuklinggau.
Berdasarkan uraian diatas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kepatuhan wajib pajak orang
pribadi pelaku usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) terhadap pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Dengan judul “Analisis Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi Pelaku Usaha Mikro,
Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013 Di Kota Lubuklinggau”.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui apakah Wajib Pajak Orang
Pribadi Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) yang bergerak dibidang
Industri makanan di kota Lubuklinggau telah
melakukan pembayaran pajak sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
2. LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor

6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah
Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009,
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut Supramono dan damayanti
(2010:2) pajak didefinisikan sebagai iuran
tidak
mendapat
balas
jasa
timbal
(kontraprestasi)
yang
langsung
dapat

ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran-pengeluaran umum. Dari definisi
tersebut, dapat diuraikan beberapa unsur
pajak, antara lain :

1. Pajak merupakan iuran dari rakyat
kepada
negara.
Yang
berhak
memungut pajak adalah negara, baik
melalui pemerintah pusaat maupun
pemerintah daerah. Iuran yang
dibayarkan berupa uang, bukan
barang.
2. Pajak dipungut berdasarkan undangundang. Sifat pemungutan pajak
adalah
dipaksakan
berdasarkan
kewenangan yang diatur oleh undangundang beserta aturan pelaksanaannya.

3. Tidak ada kontaprestasi secara
langsung oleh pemerintah dalam
pembayaran pajak.
4. Digunakan
untuk
membiayai
pengeluaran negara.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian,
maka peneliti membuat rumusan masalah
yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian
ini yaitu apakah Wajib Pajak orang pribadi
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) yang bergerak dibidang Industri
12

ISSN 2407 - 1072

2.2.


Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

2.4.

Jenis Pajak

Definisi Wajib Pajak

Menurut Rahayu dan Suhayati (2010:3)
umumnya dikenal dengan 2 macam fungsi
pajak yaitu fungsi budgetair dan fungsi
regulerend.

Definisi Wajib Pajak berdasarkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentag
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah
Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2009 adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

1.

2.5.

Menurut Resmi (2014:7) terdapat
jenis pajak yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu pengelompokkan menurut
golongan, menurut sifat, dan menurut
lembaga pemungutnya.

2.3.

2.

Fungsi Pajak

Fungsi Budgetair
Fungsi budgetair ini merupakan fungsi
utama pajak, atau fungsi fiskal (fiscal
function), yaitu pajak dipergunakan
sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke kas negara yang
dilakukan
sistem
pemungutan
berdasarkan undang-undang perpajakan
yang berlaku. Pajak berfungsi sebagai
alat untuk memasukkan uang dari sektor
swasta (rakyat) ke dalam kas negara atau
anggaran negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan fungsi
inilah pemerintah sebagai pihak yang
membutuhkan dana untuk membiayai
berbagai kepentingan melakukan upaya
pemungutan pajak dari penduduknya.
Fungsi Regulerend
Fungsi regulerend disebut juga fungsi
mengatur, yaitu pajak merupakan alat
kebijakan pemerintah untuk mencapai
tujuan tertentu. Merupakan fungsi lain
dari pajak sebagai fungsi budgetair.
Disamping usaha untuk memasukkan
uang untuk kegunaan kas negara, pajak
dimaksudkan pula sebagai usaha
pemerintah untuk ikut andil dalam hal
mengatur dan bilamana perlu mengubah
susunan pendapatan dan kekayaan dalam
sektor swasta. Fungsi regulerend juga
disebut fungsi tambahan, karena fungsi
regulerend ini hanya sebagai tambahan
atas fungsi utama pajak yaitu fungsi
budgetair.
Contohnya
adalah
pemungutan PPnBM untuk pejualan
barang mewah, kebijakan ini ditetapkan
pemerintah dalam rangka mengatur pola
konsumsi masyarakat.

Teori Kepatuhan Pajak

Menurut Peraturan Menteri Keuangan
Nomor.74/PMK.03/2012 pada Bab II pasal 2
(dua), untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib
Pajak Dengan Kriteria Tertentu, Wajib Pajak
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a.
b.

c.

d.

Tepat waktu dalam penyampaian
surat pemberitahuan;
Tidak mempunyai tunggakan untuk
semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin
mengangsur
atau
menunda
pembayaran pajak;
Laporan keuangan diaudit oleh
Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah
dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut; dan
Tidak pernah dipidana karena
melakukan tindak pidanan di bidang
perpajakan
berdasarkan
putusan
pengandilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Pada penelitian ini yang dijadikan
tolak ukur sebagai Wajib Pajak yang patuh
untuk para pelaku UMKM ialah tepat waktu
dalam penyampaian surat pemberitahuan dan
tidak mempunyai tunggakan untuk semua
jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang
telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.

2.6.

Pengertian Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM)

Berdasarkan undang-undang nomor
20 tahun 2008, pada pasal 1 ayat (1) yang
dimaksud dengan usaha Mikro adalah usaha
13

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi
kriteria usaha, sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. Pada pasal 6 ayat (1)
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a.

b.

b.

Memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp.300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).

2.7.

Pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan
bahwa usaha kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang diakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari Usaha Menengah atau
Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini. Pada pasal 6 ayat (2) kriteria
Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a.

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 Tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Usaha yang Diterima Atau
Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki
Peredaran
Bruto
Tertentu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (1)
disebutkan bahwa Atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu,
dikenai pajak penghasilan yang bersifat
final.Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa
yang termasuk Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu adalah sebagai
berikut :

Memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp.300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp.2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus juta rupiah).

a.

b.

Selanjutnya pada pasal 1 ayat (3) yang
dimaksud Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan
Usaha Kecil atau Usaha Besar dan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Pada pasal 6 ayat (3) kriteria Usaha
Menengah adalah sebagai berikut:

a.

rupiah)tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp.2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan
paling
banyak
Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah).

Wajib pajak orang pribadi atau Wajib
Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap; dan
Menerima penghasilan dari usaha,
tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas,
dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) dalan
1 (satu) Tahun pajak.

Pada Pasal 2 ayat (3) Yang tidak
termasuk Wajib Pajak orang pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa dalam usahanya:

a.

b.

Memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

Menggunakan sarana atau prasarana
yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap;
dan
Menggunakan sebagian atau seluruh
tempat untuk kepentingan umum
yang tidak diperuntukan bagi tempat
usaha atau berjualan.

Pada Pasal 2 ayat (4) Yang tidak
termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana
14

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ISSN 2407 - 1072

dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai
berikut:

a.
b.

2.8.

Wajib Pajak badan yang belum
beroperasi secara komersial; atau
Wajib Pajak badan yang dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
beroperasi
secara
komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi
Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).

Berlakunya
Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013

Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli
2013. Tujuan peraturan ini adalah untuk
memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari usaha yang memiliki peredaran bruto
tertentu, untuk melakukan penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan
yang terutang.

Pada Pasal 3 ayat (1) disebutkan
bahwa besarnya tarif pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah
1% (satu persen).Pada Pasal 4 ayat (1)
disebutkan bahwa dasar pengenaan pajak
yang digunakan untuk menghitung Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah
jumlah peredaran bruto setiap bulan.

2.9.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian
ini yaitu mengenai analisis kepatuhan Wajib
Pajak orang pribadi pelaku usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM) terhadap Peraturan
pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 di Kota
Lubuklinggau. Adapun bagan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

UMKM Industri Rumahan Yang Bergerak
Dibidang Industri Makanan

Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013
Tepat waktu dalam
menyampaikan SPT
Kesadaran membayar pajak
1%

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Berdasarkan bagan penelitian diatas
dapat dilihat bahwa UMKM industri rumahan
yang bergerak dibidang makanan harus
mematuhi Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013, kepatuhan tersebut dapat dilihat
dari tepat waktu dalam menyampaikan SPT,
ketepatan waktu dalam menyampaikan SPT
mengindikasikan bahwa Wajib Pajak telah
memenuhi kesadaran membayar pajak 1%.

3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
3.1.1. Populasi
Menurut
Sugiyono
(2014:117)
populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannnya.
Populasi dalam penelitian ini adalah
Wajib Pajak orang pribadi pelaku UMKM
industri rumahan yang bergerak dibidang
makanan yang terdaftar di Dinas Koperasi dan
UMKM dan pengelolaan Pasar Kota
15

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

Lubuklinggau tahun 2015 yang tersebar di 8
kecamatan dengan jumlah per kecamatan

No
1
2
3
4
5
6
7
8

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1
Jumlah populasi perkecamatan
Kecamatan
Unit UMKM
Lubuklinggau Utara I
7
Lubuklinggau Utara II
31
Lubuklinggau Barat I
17
Lubuklinggau Barat II
9
Lubuklinggau Timur I
9
Lubuklinggau Timur II
66
Lubuklinggau selatan I
10
Lubuklinggau Selatan II
18
Jumlah
167

Sumber: Data diolah

Dari 8 kecamatan tersebut terdapat
167 unit UMKM industri rumahan yang
bergerak dibidang makanan.

3.1.2. Sampel
Menurut Sugiyono (2014:118) sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh pupulasi tersebut. Pada
penelitian ini dalam menentukan sampel
peneliti mengunakan metode purposive
sampling, yakni merupakan metode penetapan
responden
untuk
dijadikan
sampel
berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu
(Siregar 2013:60).
Adapun kriteria penentuan sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.
2.

3.

Berdasarkan kriteria tersebut maka
yang dapat dijadikan sampel adalah UMKM
yang memiliki izin usaha serta memiliki
NPWP sebagai wajib pajak, dari 167 UMKM
maka didapat sampel yang berjumlah 11 unit
UMKM yang memenuhi kriteria, jumlah
sampel per kecamatan dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

UMKM yang bergerak dibidang
industri makanan.
UMKM yang bergerak dibidang
industri makanan yang memiliki surat

No
1
2
3
4
5
6
7
8

izin mendirikan usaha yakni Tanda
Daftar Perusahaan (TDP), Surat
Keterangan Usaha (SKU), Surat Izin
Tempat Usaha (SITU), Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP), atau
salah satu diantaranya, dan;
UMKM yang bergerak dibidang
industri makanan yang memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Tabel 3.3
Jumlah sampel UMKM per kecamatan
Kecamatan
Unit UMKM
Lubuklinggau Utara I
Lubuklinggau Utara II
4
Lubuklinggau Barat I
2
Lubuklinggau Barat II
1
Lubuklinggau Timur I
1
Lubuklinggau Timur II
1
Lubuklinggau selatan I
1
Lubuklinggau Selatan II
Jumlah
10

Sumber: Data diolah

16

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

ISSN 2407 - 1072

Adapun rincian sampel yang memenuhi kriteria penarikan sampel dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 3.4
Rincian Sampel
Kriteria Sampel

Jenis Usaha/Nama
Pemilik

Izin yang
Dimiliki

1

Kopi Bubuk /Johan Edi

2

Roti Kacang/ Seropa

3

Donat/ Heramawati

4

Tahu/ Suparmin

5

8

Kopi Bubuk Asli/ Lili /
Ananda
Kopi Bubuk/ Herman
Jaya
Stek Keju, Culut Keju/
Zahrah Roriah
Kopi/ Edi Sulaiman

SIUP, SITU,
TDP,
SKU
NPWP,
SIUP, TDP,
SKU,NPWP
SIUP, SITU,
NPWP
SIUP, SITU,
NPWP
SIUP,
SITU,NPWP

9

Kopi Bubuk/ Madian

10

Kopi Bubuk/ Sadana
Prayoga

No

6
7

TDP



SKU







x

x

x

x

x

x



SIUP, TDP,
SKU, NPWP,



SIUP, SITU,
TDP, NPWP
SIUP, SITU,
TDP, NPWP
SIUP, SITU,
TDP, NPWP,
SKU





x
x



x








SIUP, TDP,
SKU, NPWP,

SITU




x
x





SIUP



NPWP


























Sumber: Data diolah

3.2.
3.3.

Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013:402) teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan
observasi
(pengamatan),
interview 4.
(wawancara),
kuesioner
(angket),
dokumentasi dan gabungan keempatnya.

1.

Observasi (pengamatan)

Interview (wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumplan data, apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan, untuk
menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang
mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil (Sugiyono, 2013:194).

3.

Kuesioner (angket)
Kuesioner
pengumpulan

merupakan
data yang

Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya monumental dari sesorang.
Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan
lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
yang misalnya karya seni, yang dapat
berupa gambar, patung, film, dan lainlain.
Studi
dokumen
merupakan
pelengkap dari penggunaan metode
observasi
dan
wawancara
dalam
penelitian
kualitatif
(Sugiyono,
2013:422).
Pada
penelitian
ini
peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data
melalui
observasi,
kuesioner,
dan
dokumentasi.

Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu
besar (Sugiyono 2013:203).

2.

dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya
(Sugiyono, 2013:199).

teknik
dilakukan
17

ISSN 2407 - 1072

3.4.

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
dapat berupa data interval atau rasio
dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada
skala Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari
kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak
setuju”, maka pada skala Guttman hanya ada
dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”.
Penelitian menggunakan skala Guttman
dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban
yang tegas terhadap suatu permasalahan yang
ditanyakan. Skala Guttman selain dapat dibuat
dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat
dapat bentuk cheklist. Jawaban dapat dibuat
skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya
untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak
setuju diberi skor 0. Analisa dilakukan seperti
pada skala Likert (Sugiyono, 2013:137).

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis data kualitatif.
Menurut Sugiyono (2015:1) metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.
Pada penelitian ini yang menjadi
pusat perhatian peneliti adalah kepatuhan
Wajib Pajak UMKM industri rumahan yang
bergerak dibidang industri makanan terhadap
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Peneliti menjelaskan temuannya dari data-data
yang diperoleh melalui observasi, kuesioner,
dan dokumentasi, kemudian data tersebut
diolah untuk mengetahui tingkat kepatuhan
Wajib Pajak UMKM sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 tahun 2013. Tingkat
kepatuhan Wajib Pajak diukur melalui
kuisioner yang diolah dengan menggunakan
skala pengukuran. Menurut Sugiyono
(2013:132) berbagai skala sikap yang dapat
digunakan untuk penelitian Adminstrasi,
Pendidikan dan Sosial antara lain adalah :

1.
2.
3.
4.

4. HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN
4.1. Hasil penelitian

DAN

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu
pada penelitian ini peneliti menyebarkan
kuisioner kepada 10 responden UMKM yang
menjadi sampel untuk mengetahui tingkat
kepatuhan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
dengan membayar pajak 1% dari omzet.
Kuisioner yang disebar terdiri dari dua jenis
pertanyaan
yakni
pertanyaan
tentang
kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Hasil dari kuisioner yang disebar akan
dihitung dengan menggunakan skala Guttman.
Pada skala Guttman menurut Sugiyono
(2013:137) jawaban dapat dibuat skor
tertinggi satu dan skor terendah nol. Misalnya,
untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak
setuju diberi skor 0. Analisa dilakukan seperti
pada skala Likert.
Jadi, dalam penelitian ini analisa
perhitungan akan dilakukan seperti pada skala
Likert. Adapun skor dari kuisioner yang telah
dijawab akan dihitung berdasarkan urutan
pertanyaan. Hasil rekapitulasi dari kuisioner
tersebut
adalah
sebagai
berikut
:

Skala Likert
Skala Guttman
Rating Scale
Semantic Deferential

Ke lima jenis skala tersebut bila
digunakan
dalam
pengukuran,
akan
mendapatkan data interval, atau rasio. Hal ini
akan tergantung pada bidang yang akan
diukur. Pada penelitian ini peneliti
menghitung hasil dari kuisioner dengan
menggunakan
skala
Guttman.
Skala
pengukuran dengan tipe ini, akan didapat
jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benarsalah”; “pernah-tidak pernah”; positifnegatif’; dan lain-lain. Data yang diperoleh

18

ISSN 2407 - 1072

No.
1
2
3

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

Tabel 4.1
Hasil Kuisioner Formal
Pertanyaan
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I telah melaporkan SPT dengan
baik dan jujur ?
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I selalu membayar denda bila
terjadi keterlambatan dalam pembayaran pajak ?
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I telah memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) ?
Jumlah

Y
4

T
6

4

6

10

0

18

12

Sumber : Data diolah

Keterangan :
Y = Ya
T = Tidak
Berdasarkan tabel. 4.1 diatas,
berikut :

1.

analisis perhitungan skor setiap pertanyaan adalah sebagai

Pada pertanyaan pertama kuisioner formal jumlah responden yang memberikan
jawaban Ya adalah sebanyak 4 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai
berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
=4x1 =4
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 6 x 0 = 0
Total
=4
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 4. Jadi, dari data yang
diperoleh maka persentase responden yang telah menyampaikan SPT dengan baik dan jujur
= (4 : 10) x 100% = 40% dari yang diharapkan (100%). Berdasarkan perhitungan tersebut
diketahui bahwa pada penelitian ini reponden yang telah melaporkan SPT dengan baik dan
jujur adalah sebanyak 40%.

2.

Pada pertanyaan kedua kuisioner formal jumlah responden yang memberikan
jawaban Ya adalah sebanyak 4 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai
berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
=4x1 =4
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 6 x 0 = 0
Total
=4
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 4. Jadi, dari data yang
diperoleh maka persentase responden yang selalu membayar denda bila terjadi
keterlambatan dalam pembayaran pajak = (4 : 10) x 100% = 40% dari yang diharapkan
(100%). Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa responden yang menyatakan
selalu membayar denda jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran pajak adalah
sebanyak 40%

3.

Pada pertanyaan ketiga kuisioner formal jumlah responden yang memberikan
jawaban Ya adalah sebanyak 10 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai
berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
= 10 x 1 = 10
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 0 x 0 = 0
Total
= 10
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 Jumlah skor yang diperoleh
dari penelitian adalah 10. Jadi, dari data yang diperoleh maka persentase responden yang
telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) = (10 : 10) x 100% = 100%.
Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa semua responden yang berpartisipasi
dalam penelitian ini menyatakan telah memiliki NPWP.
19

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

Untuk hasil dari keseluruhan nilai jawaban Ya, pada tabel.6 dapat dilihat bahwa jumlah
nilai responden yang memberikan jawaban Ya adalah sebanyak 18 dan kemudian akan
dikalikan dengan skor 1 maka didapat hasil yakni 18. Adapun analisis perhitungan menurut
skala Likert adalah sebagai berikut :
Jumlah skor untuk jawaban Ya = 18 x 1 = 18
Jumlah skor untuk jawaban Tidak
= 12 x 0 = 0
Jumlah total
= 18
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 3 x 10 = 30 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 18. Jadi berdasarkan data
tersebut maka tingkat kepatuhan formal = (18 : 30) x 100% = 60% dari yang diharapkan
(100%).
Berikut ini disajikan jumlah keseluruhan hasil kuisioner formal dalam bentuk tabel :
Tabel 4.2
Jumlah Keseluruhan Hasil Kuisioner Formal
Jawaban
A
B
C
Hasil A : (B x C)
%
Ya
18
3
10
0.6
60%
Tidak
12
3
10
0.4
40%
Jumlah
30
100%
Sumber : Data Diolah

Keterangan :
A
= Jawaban Responden
B
= Jumlah Pertanyaan
C
= Jumlah Responden
%
= Persentase Jawaban
Adapun rekapitulasi hasil dari kuisioner material dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.3
Rekapitulasi Hasil Kuisioner Material
No.
Pertanyaan
Y
T
1
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I telah memahami mekanisme tata
8
2
cara perpajakan secara umum di Indonesia?
2
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I tahu mengenai aturan baru terkait
5
5
tarif pajak UMKM sebesar 1% yang diterapkan mulai tahun 2013
?
3
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I telah membayar pajak sebesar 1%
1
9
sesuai dengan PP 46 Tahun 2013 ?
4
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I membayar pajak karena takut kena
1
9
sanksi pajak ?
5
Apakah Bapak/Ibu/Saudara/I mengalami kesulitan dalam
0
10
menghitung jumlah pajak menurut PP Nomor 46 Tahun 2013 ?
Jumlah
15
33
Sumber : Data Diolah

Keterangan :
Y = Ya
T = Tidak
Berdasarkan tabel 4.3 analisis perhitungan skor setiap pertanyaan adalah sebagai berikut :

1.

Pada pertanyaan pertama kuisioner material jumlah responden yang memberikan
jawaban Ya adalah sebanyak 8 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai
berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
=8x1 =8
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 2 x 0 = 0
Total
=8
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 8. Jadi, dari data yang
20

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

diperoleh maka persentase responden yang telah memahami mekanisme tata cara
perpajakan secara umum di Indonesia= (8 : 10) x 100% = 80% dari yang diharapkan
(100%). Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan telah memahami mekanisme tata cara perpajakan secara umum di Indonesia
adalah sebanyak 80%.

2.

Pada pertanyaan kedua jumlah responden yang memberikan jawaban Ya adalah
sebanyak 5 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
=5x1 =5
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 5 x 0 = 0
Total
=5
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 5. Jadi, dari data yang
diperoleh maka persentase responden yang telah memahami mekanisme tata cara
perpajakan secara umum di Indonesia = (5 : 10) x 100% = 50% dari yang diharapkan
(100%). Berdasarkan hal tersebut responden yang telah mengetahui aturan baru terkait tarif
pajak UMKM sebesar 1% yang diterapkan mulai tahun 2013 adalah sebanyak 50%.

3.

Pada pertanyaan ketiga jumlah responden yang memberikan jawaban Ya adalah
sebanyak 1 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
=1x1 =1
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 9 x 0 = 0
Total
=1
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 1. Jadi, dari data yang
diperoleh maka persentase responden yang telah membayar pajak sebesar 1% sesuai
dengan PP 46 Tahun 2013 = (1 : 10) x 100% = 10% dari yang diharapkan (100%).
Bersdasarkan hal tersebut responden yang telah membayar pajak 1% sesuai PP 46 Tahun
2013 adalah sebanyak 10%.

4.

Pada pertanyaan keempat jumlah responden yang memberikan jawaban Ya adalah
sebanyak 1 responden. Analisis perhitungan adalah sebagai berikut:
Jumlah skor untuk jawaban Ya
=1x1 =1
Jumlah skor untuk jawaban Tidak = 9 x 0 = 0
Total
=1
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 10 = 10 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 1. Jadi, dari data yang
diperolehmaka persentase responden yang membayar pajak karena takut kena sanksi pajak
= (1 : 10) x 100% = 10%. Berdasarkan hal tersebut responden yang membayar pajak
karena takut akan sanksi pajak adalah sebanyak 10%.

5.

Pada pertanyan kelima 10 responden menjawab Tidak, mereka menyatakan bahwa
tidak mengalami kesulitan dalam menghitung tarif pajak 1% sesuai PP 46 Tahun
2013.

Pada tabel. 8 jumlah nilai responden yang memberikan jawaban Ya adalah sebanyak 15
kemudian akan dikalikan dengan skor 1 maka didapat hasil yakni 15. Adapun analisis
perhitungan adalah sebagai berikut :
Jumlah skor untuk jawaban Ya = 15 x 1 = 15
Jumlah skor untuk jawaban Tidak
= 33 x 0 = 0
Jumlah total
= 15
Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 1 x 5 x 10 = 50 (seandainya semua
menjawab Ya). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian adalah 15. Jadi berdasarkan data
tersebut maka tingkat kepatuhan material = (15 : 50) x 100% = 30% dari yang diharapkan
(100%).

21

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

Berikut ini disajikan jumlah keseluruhan hasil kuisioner material dalam bentuk tabel :
Tabel 4.4
Jumlah Keseluruhan Hasil Kuisioner Material
Jawaban
A
B
C
Hasil A : (B x C)
%
Ya
15
5
10
0.3
30%
Tidak
35
3
10
0.7
70%
Jumlah
50
100%
Sumber : Data Diolah

Keterangan :
A = jawaban Responden
B = Jumlah Pertanyaan
C = Jumlah Responden
% = Persentase Jawaban
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) pengertian UMKM
adalah sebagai berikut :

4.2. Pembahasan
4.2.1. Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif
milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi
kriteria usaha, sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini. Usaha
Mikro memiliki kriteria aset maksimal
sebesar 50 juta dan omzet sebesar 300
juta.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang
diakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini. Usaha kecil memiliki
kriteria aset sebesar 50 juta sampai
dengan 500 juta dan omzet sebesar 300
juta sampai dengan 2,5 miliar.
3. Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur

Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (1)
disebutkan bahwa Atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu,
dikenai pajak penghasilan yang bersifat final.
Pada penelitian ini UMKM yang
menjadi sampel penelitian telah dikenai pajak
penghasilan yang bersifat final karena
peredaran bruto UMKM tidak melebihi 4.8
miliar per tahun.
Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa yang
termasuk Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu adalah sebagai
berikut :

a. Wajib pajak orang pribadi atau Wajib
Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap; dan
b. Menerima penghasilan dari usaha,
tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas,
dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) dalan 1 (satu)
Tahun pajak.
Pada penelitian ini Wajib Pajak
UMKM yang menjadi sampel penelitian telah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (2) bagian (a)
yang mana pada pasal tersebut disebutkan
bahwa yang termasuk Wajib Pajak yang
memiliki
peredaran
bruto
tertentu
adalahWajib pajak orang pribadi atau Wajib
Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha
tetap. UMKM dikatakan bukan usaha tetap
karena menurut Undang-undang Nomor 20
22

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

Rp.50.000.000.000,00
miliar rupiah).

dalam undang-undang ini. Usaha
menengah memiliki kriteria aset
sebesar 500 juta sampai dengan 10
miliar dan omzet sebesar 2,5 miliar
sampai dengan 50 miliar.

(lima

puluh

Pada Pasal 2 ayat (3) Yang tidak
termasuk Wajib Pajak orang pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa dalam usahanya:

Selanjutnya pada pasal 2 ayat (2)
bagian (b) pada bagian tersebut disebutkan
bahwa yang termasuk Wajib Pajak yang
memiliki
peredaran
bruto
tertentu
adalahMenerima penghasilan dari usaha, tidak
termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalan
1 (satu) Tahun pajak. Hal ini telah sesuai
dengan kriteria UMKM yang dijelaskan
dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2008
yaitu untuk kriteria Usaha Kecil adalah
sebagai berikut:

a.

b.

Menggunakan sarana atau prasarana
yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap;
dan
Menggunakan sebagian atau seluruh
tempat untuk kepentingan umum
yang tidak diperuntukan bagi tempat
usaha atau berjualan.

Berdasarkan Pasal diatas pada
penelitian ini Wajib Pajak UMKM yang
menjadi responden telah memenuhi kriteria
sebagai Wajib Pajak karena memiliki tempat
usaha yang menetap dan memiliki bangunan
khusus untuk menjalankan usaha dan tidak
menggunakan sarana atau prasarana yang
dapat dibongkar pasang serta tidak
menggunakan sebagian atau seluruh tempat
untuk kepentingan umum yang tidak yang
tidak diperuntukan bagi tempat usaha atau
berjualan.
Pada Pasal 2 ayat (4) Yang tidak termasuk
Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima
ratus juta rupiah).

a.
b.

Wajib Pajak badan yang belum
beroperasi secara komersial; atau
Wajib Pajak badan yang dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
beroperasi
secara
komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi
Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).

Pada Pasal 3 ayat (1) disebutkan
bahwa besarnya tarif pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah
1% (satu persen).
Pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa dasar
pengenaan pajak yang digunakan untuk
menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto
setiap bulan.

Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai
berikut:

a.

Memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b.
Memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp.2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan
paling
banyak
23

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
telah membayar pajak penghasilan, namun
belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 karena pajak yang
dibayar oleh responden Wajib Pajak UMKM
adalah PPh Pasal 25 sedangkan pajak menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
adalah pajak 1% dari omzet.

4.2.2. Maksud dan Tujuan Kebijakan
Pemerintah Terkait dengan
Pemberlakuan PP Nomor 46
Tahun 2013
Kebijakan
pemerintah
dengan
pemberlakuan peraturan ini didasari dengan
maksud untuk memberikan kemudahan dan
penyederhanaan
aturan
perpajakan,
mengedukasi masyarakat untuk tertib
administrasi
dan
transparansi,
serta
memberikan kesempatan masyarakat untuk
berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.
Adapun tujuan dari peraturan ini yaitu untuk
memberikan kemudahan bagi masyarakat
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,
meningkatkan pengetahuan tentang manfaat
perpajakan bagi masyarakat, serta terciptanya
kondisi kontrol sosial dalam memenuhi
kewajiban perpajakan.
Fakta yang peneliti dapat adalah
bahwa masyarakat pelaku UMKM di Kota
Lubuklinggau khususnya responden dalam
penelitian ini masih banyak yang belum
melaksanakan kewajiban perpajakan. Hal ini
terbukti dengan pada saat melakukan
penelitian salah satu responden yang menjadi
sampel dalam penelitian ini menolak untuk
berpartisipasi mengisi kuisioner penelitian
dengan alasan pekerjaan, dari tanggapan
tersebut sangat jelas bahwa responden
tersebut takut mendengar kata pajak. Selain
itu, pada saat peneliti menjelaskan tujuan dan
maksud dari penelitian ini, tanggapan yang
peneliti terima sangat beragam. Ketika
responden mendengar kata pajak tidak sedikit
dari mereka yang menunjukan bahwa tidak
tertarik untuk berpartisipasi. Hal inilah yang
kemudian menjadi salah satu hambatan dalam
penelitian ini, dengan respon yang kurang
baik menyebabkan peneliti sulit untuk
penyampaikan maksud dan tujuan dari
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Berdasarkan hal tersebut tujuan
pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 dengan maksud yang
telah dijelaskan diatas, belum terealisasi
dengan baik khususnya di Kota Lubuklinggau.

5.
5.1.

5.2.

Saran

Berdasarkan hasilpenelitian
telah dilakukan maka peneliti
memberikan saran sebagai berikut:

1.

2.

3.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan
hasil penelitian yaitu bahwa Wajib Pajak
UMKM yang menjadi responden penelitian
24

yang
dapat

Bagi Wajib Pajak UMKM yang
menjadi responden pada penelitian
ini, sebaiknya lebih memahami fungsi
serta tujuan perpajakan agar dapat
ikut serta berpartisipasi dalam
pembangunan negara khususnya
untuk pajak 1% dari omset sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013.
Bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk
kedepannya agar terus melakukan
sosialisasi kepada Wajib Pajak
UMKM
mengingat
peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
pada tahun ini telah memasuki tahun
keempat, agar tujuan pemerintah
memberikan
kemudahan
dan
penyederhanaan aturan perpajakan,
mengedukasi masyarakat untuk tertib
administrasi dan transparansi, serta
memberikan kesempatan masyarakat
untuk
berkontribusi
dalam
penyelenggaraan
negara
dapat
tercapai.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
agar pada penelitian selanjutnya dapat
menyertakan laporan keuangan yang
telah di audit dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian.

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018

DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan
Kasus. Jakarta:Salemba Empat.

Anisa Nurpratiwi dkk. 2014. Analisis
Persepsi Wajib Pajak Pemilik Umkm
Terhadap
Penetapan
Kebijakan
Pajak Penghasilan Final Sesuai
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 (Studi Pada Kpp Pratama
Malang Utara), Jurnal. Universitas
Brawijaya. Malang.

Siregar, Sofyan. 2013. Statistik Parametrik
untuk
Penelitian
Kuantitatif.
Jakarta:Bumi Aksara.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. 2014. METODE PENELITIAN
PENDIDIKAN Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Deni Okpriyanto. 2014. Analisis Kepatuhan
wajib Pajak Orang Pribadi (UMKM)
Terhadap Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Di
Kota Lubuklinggau. Jurnal. Universitas
Musi Rawas.

Sujarweni, V.Wiratna. 2014. METDOLOGI
PENELITIAN Lengkap, Praktis, dan
Mudah
Dipahami.
Yogyakarta:PUSTAKABARUPRESS.

Eko Pratomo. 2016. Analisis Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
(UMKM) Terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Di
Kabupaten Musi Rawas. Jurnal.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Musi
Rawas Lubuklinggau.

Sunyoto, Danang. 2013. METODOLOGI
PENELITIAN AKUNTANSI. Bandung:PT
Refika Aditama.
Supramono dan Theresia Woro Damayanti.
2010. Perpajakan Indonesia Mekanisme
dan Perhitungan. Yogyakarta:CV.ANDI
OFFSET.
Titik Setyaningsih, 2013. Persepsi Wajib
Pajak Umkm Terhadap Kecenderungan
Negosiasi Kewajiban Membayar Pajak
Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013. Jurnal. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

Fadli Hakim dan Grace B. Nangoi. 2013.
Analisis Penerapan Pp. No.46 Tahun
2013 Tentang Pajak Penghasilan
Umkm Terhadap Tingkat Pertumbuhan
Wajib Pajak Dan Penerimaan PPh
Pasal 4 Ayat (2) Pada Kpp Pratama
Manado. Jurnal.Universitas Sam
Ratulangi. Manado.

Undang-Undang Nomor Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan tata Cara
Perpajakan
Sebagaimana
Telah
Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(online),
(www.kemenkeu.go.id/sites/default/fi...
diakses 11 November 2016).

Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 74/PMK.03/2012
(online),
(http://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/e
la... diakses 21 November 2016).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh wajib pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu
(online),
(www.karokab.go.id//PP46_2013.pdf
diakses 16 November 2016).
Rahayu, Siti Kurniadan Ely Suhayati. 2010.
PERPJAKAN
Teori
dan
Teknis
Perhitungan. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil,
dan
Menengah
(online),
(http://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2...
diakses 16 November 2016).

Yunitha Tri Kartika, Andri Waskita Aji. 2015.
Analisis
Pengaruh
Pemahaman
Ketentuan Dan Presepsi Wajib Pajak
Tentang Peraturan Pemerintah Nomer
46 Tahun 2013 Terhadap Kepatuhan
25

ISSN 2407 - 1072

Jurnal Akuntanika, Vol. 4, No. 1 , Januari – Juni 2018
Jurnal.Universitas
Sarjanawiyata
Tamansiswa Yogyakarta.

Dalam Melaksanakan Ketentuan Pada
Wajib Pajak Pelaku Usaha Mikro Kecil
Dan Menengah Di Kota Yogyakarta.

26