PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI visual

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
DAN ERA GLOBALISASI

Aristo Maududi

Abstrak:
Globalisasi merupakan serangkaian proses yang komplek. Hal ini terjadi dalam wujud
kontradiktif satu sama lain. Pembangunan sosial yang semula bersifat
lokal,berkembang menjadi global. Pendidikan adalah faktor utama dalam
menggerakkan perubahan ini. Perkembangan pendidikan mengikuti standar
internasional. Kecenderungan yang serupa juga terjadi pada bidang budaya yang
ditandai dengan bangkitnya kembali kesadara seni dari berbagai kelompok masyarakat
dunia. Fenomena yang terjadi di bidang pendidikan seni dan desain. Perkembangan
Desain Komunikasi Visual dalam dunia pendidikan, didukung oleh percepatan
perkembangan teknologi komputer, sehingga perkembangan desain komunikasi visual
ditandai oleh kesuksesan Bauhaus sebagai pengantar boom desain. Dengan demikian
pendidikan desain komunikasi visual, mampu berafiliasi dengan industri. Dalam masa
era globalisasi industri sebagai kebutuhan yang mendesak, dapat meyakinkan publik
sebagai salah satu alternatif yang menjanjikan dunia kerja.

Kata-kunci: Pendidikan, Komunikasi, Globalisasi


1.Pendahuluan
Era globalisasi bertujuan dan program pendidikan dituntut untuk dinamik
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat. Dalam konteks
ilmiah, reformasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk merubah
masukan (input) pendidikan menjadi keluaran ( outcome). Masukan di sini dapat
diartikan “raw

input” SDM

pembangunan,

sedangkan

dampak

atau

“outcome” pembangunan harus diterjemahkan secara substantif ke dalam komponenkomponen prioritas pembangunan nasional. Karena kinerja dari sistem pendidikan
sangat terbatas, dan harus secara cepat mampu merubah orientasinya sesuai dengan

tuntutan perubahan yang ada. Dalam konteks ini, peningkatan mutu SDM melalui
pendidikan dipandang sebagai upaya peningkatan kemampuan daya saing bangsa dalam
era globalisasi.
Dalam tiga dekade terakhir ini perkembangan pendidikan didunia terjadi sangat
cepat. Perubahan tersebut terjadi secara terus-menerus dalam skala dan intensitas yang
sangat tinggi. Pendorong utama dalam perubahan ini adalah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sehingga dalam perkembangan ini membawa dampak

positif, maupun negatif. Dampak positif yang dapat dirasakan adalah ilmu pengetahuan,
teknologi dan manajerial, yang memiliki kemampuan teknis produksi, dan rekayasa. Hal
tersebut merupakan andil dari kemampuan percepatan komunikasi,misalnya dibidang
transportasi, satelit, dan jaringan komputer. Namun demikian dampak negatif yang
harus ditanggung oleh negara-negara Slater sebagai negara dunia ketiga, adalah adanya
pergulatan keras dipasar global yang tidak dapat dihindari. Transformasi global turut
serta dalam mewarnai perubahan ini, dimana transformasi budaya tersebut berbenturan
dengan budaya dimasing-masing negara.
Uraian di atas merupakan karakteristik dalam oleh era globalisasi.

2. ERA GLOBALISASI
Perubahan yang terjadi setelah masa Aufklarung (pencerahan) masyarakat dunia

menyebut sebagai masa modernisasi. Para ahli mengartikan modernisasi sebagai
berikut:
Menurut Anthony Giddens sebagai pakar sosiologi modern mengartikan bahwa
modernisasi merujuk pada gaya sosial dan atau organisasi yang muncul di Eropa sekitar
abad ke 21 yang kemudian akan berpengaruh pada dunia luas ( Anthony Giddens,
1990).
Dari pendapat Giddens tersebut, modernisasi pada suatu periode waktu, dan
dengan suatu lokasi geografis, karakteristik utama dari proses ini tidak terungkap.
Sedangkan dari sudut pandang sosiologi, teori modernisasi merunjuk pada awal mula
dari proses yang disebutkan Talcott Parsons sebagai differensiasi struktural, yang sangat
mungkin disebabkan oleh perkembangan teknologi atau nilai-nilai. Sebagai akibat dari
proses ini, institusi menjadi berlipat ganda. Struktur yang sederhana pada masyarakat
tradisional ditransformasikan ke dalam struktur yang kompleks dari masyarakat
modern, dan nilai-nilai menjadi seperti berkembang yang terdapat di Amerika Serikat
pada tahun 1960-an.
Dari pola pikir ini tampak bahwa modernisasi dapat dilihat sebagai proses,
maupun suatu keadaan. Lazimnya keadaan modern dilihat sebagai lawan dari keadaan
tradisional. Pendekatan ini banyak mempengaruhi pendekatan pembangunan yang
diterapkan oleh banyak negara. Contohnya negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia dengan pendekatan tinggal landasnya. Nampaknya, masalah utama yang

menyebabkan berbagai perbedaan pendapat tentang perubahan sosial yang terjadi, ialah
karena peristiwa-peristiwa tersebut yang tidak sepenuhnya dipahami. Untuk memahami

hal-hal tersebut tidak cukup dengan sekedar menciptakan terminologi baru seperti pasca
modernisasi dan sebagainya,akan tetapi lebih tepat kalau kita menelaah kembali hakikat
dari modernisasi itu sendiri.
Perubahan dalam kehidupan masyarakat yang berkembang sangat pesat, maka
muncullah pendapat bahwa era kita hadapi saat ini adalah era globalisasi. Intinya
adalah bahwa segala kegiatan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat berlangsung
secara global. Dalam hubungan ini Robertson (1992) merumuskan globalization sebagai
”… the compression of the world and the intensification of consiousness of the world as
a whole”. (Robertson, R., 1992, p.8)

Globalisasi memunculkan sistem budaya global. Budaya global ini dibawa oleh
berbagai perkembangan sosial, budaya dan teknologi. Intinya, globalisasi menyangkut
kesadaran baru bahwa dunia adalah satu tempat tinggal. Globalisasi disebutkan pula
sebagai “ the concrete structuration of the world as a whole”, yakni kesadaran yang
berkembang pada tingkat global bahwa dunia adalah sebuah lingkungan yang dibangun
secara berkelanjutan. Dengan demikian, globalisasi lebih dari sekedar sosiologi
hubungan internasional. Teori sistem dunia (world system theory) yang menganalisis

perkembangan saling tergantungan ekonomi global, dan mengklaim bahwa budaya
globalisme adalah sekedar konsekuensi dari globalisasi ekonomi. Perlu dihindari
pemahaman globalisasi dari thesis awalnya yang mengatakan bahwa globalisasi adalah
“ convergence of nation states towards a unified and coherent form of industrial
society”. Teori yang mutakhir mengatakan globalisasi terdiri dari dua proses yang
bertentangan yakni homogenisasi dan diferensiasi. Didalamya terdapatb interaksi yang
kompleks antara lokalisme dan globalisme, dan terdapat pula gerakan yang kuat
melawan proses globalisme.

Fenomena Pendidikan dalam Era Pembangunan
Menurut McRay (1994), fenomena kamajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia
Timur pada dasarnya merujuk pada faktor-faktor,(1) keluwesan untuk melakukan
diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar;(2) kemampuan penguasaan
teknologi cepat melalui reverse engineering (contoh: computer clone);(3) besarnya
tabungan masyarakat;(4) mutu pendidikan yang baik,dan(5) etos kerja.
Di

antara

kelima


faktor

tersebut,

pendidikan

merupakan simpul atau katalisator yang menyebabkan keempat faktor lainnya terjadi
(brought into being). Ilustrasi ini memberikan aksentuasi tentang betapa pentingnya

pembangunan pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM)
menjadi semakin penting dalam pembangunan suatu bangsa. Dalam era globalisasi,
peluang untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu
negara akan semakin besar, jika didukung oleh SDM yang memiliki pengetahuan dan
kemampuan dasar pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi. Keterampilan keahlian
yang berlatarbelakang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta kemampuan untuk
menghasilkan produk-produk yang mampu bersaing dipasar global,sangat dibutuhkan.
Secara lebih arif dapat disimpulkan bahwa pendidikan bermutu menghasilkan SDM
bermutu, dan merupakan kata kunci dari keberhasilan pembangunan. Pada saat ini,
Indonesia menghadapi masalah yang sifatnya multidimensi yang menuntut pemecahan

segera. SDM yang berkualitas tinggi, mereka memiliki potensi untuk memecahkan
masalahnya, serta mampu merumuskan pola pemberdayaan (empowerment) masyarakat
untuk berpatisipasi aktif didalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup.
D.P.Tampubolon ( 2001 : 7-11 ), mengemukakan bahwa dengan perkembangan
masyarakat industri dan pasca industri Indonesia akan sekaligus berada dibawah
pengaruh empat proses perkembangan sosial-ekonomi yang mendasar pada abad ke-21,
bahkan sesungguhnya sudah mulai dalam tiga dekade terakhir abad ke-20. Keempat
proses perkembangan sosial-ekonomi yang mendasar, perlu dipahami karena
dampaknya dapat mempengaruhi seluruh tata kehidupan bangsa Indonesia terutama
pada abad ke 21 ini. Keempat proses itu meliputi:(1) globalisasi;(2) industrialisasi;(3)
asianisasi; dan (4) sistem informasi canggih.
Berkaitan dengan keempat proses tersebut, tantangan utama bagi kita ialah
bagaimana Indonesia mempersiapkan diri agar keempat proses itu bermanfaat
semaksimal mungkin bagi seluruh rakyat Indonesia dalam meningkatkan mutu
kehidupan . sebab suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, arus globalisasi
mengharuskan kita terlibat dalam proses saling berhubungan yang sifatnya mendunia,
baik antar individu, bangsa, negara, organisasi kemasyarakatan, terutama dunia usaha.
Dan di sinilah aktualisasi pendidikan harus memperoleh porsi dan perhatian yang tinggi
agar mampu melahirkan SDM yang berkualitas. Karena dalam era globalisasi yang
bercirikan persaingan, kemenangan akan ditentukan oleh mutu sumber daya

manusia. Human investment melalui pendidikan bermutu, akan melahirkan SDM
bermutu yang pada akhirnya membawa Indonesia dapat melakukan persaingan dalam
konteks kerjasama dengan bangsa-bangsa lain.

Dari sisi penyiapan tenaga kerja terampil dan profesional; pendidikan juga
berorientasi pada penyiapan tenaga kerja yang mempunyai keterampilan profesional,
sesuai

dengan

kebutuhan

pembangunan.

Pendidikan

harus

sejalan


dengan

proses industrialisasi dalam pengertian tiga hal, yakni: (1) pendidikan yang tanggap
terhadap tuntutan dunia usaha dan industri akan tenaga terampil dan profesional: (2)
dunia usaha dan industri bukan hanya merupakan pemakai tenaga-tenaga terdidik,
namun juga merupakan mitra kerja para pengelola dan penyelenggaraan pendidikan,
khususnya pendidikan pendidikan profesional; dan (3) pendidikan yang mampu
memberikan

kemampuan

kewirausahaan,

sehingga

para

lulusannya

mampu


menciptakan lapangan kerja mandiri.
Melihat keadaan dan tuntutan di atas telah membawa iklim baru hubungan
antara pendidikan dengan perusahaan. Kecenderungan keterlibatan perusahaan didalam
proses pendidikan semakin menonjol.
Lebih dari pada itu, perusahaan-perusahaan telah pula mempelopori lembaga
pendidikannya sendiri. Tercatat lebih dari 25 perusahaan di Amerika melaksanakan
pendidikan yang memberikan gelar. Perusahaan Wang, North trop, Arthur Andersen
dan Humana memberikan gelar Master, dan Rand Coorporations memberikan gelar
Ph.D., bukan hanya untuk karyawannya namun juga untuk umum. Tercatat lebih dari
400 kampus dan banyak gedung yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan seperti
Xerox, IBM, Pizer dan Control Data. IBM, sebuah raksasa pendidikan, menghabiskan
sekitar US $700.000.000 setahun untuk pendidikan karyawannya. Meskipun nampaknya
perusahaan-perusahaan cenderung untuk bertindak sebagai saingan di bidang
pendidikan, namun hubungan diantara perguruan tinggi dengan perusahaan menjadi
semakin kuat.
Keterlibatan perguruan tinggi, pada pihak yang lain, cenderung untuk beroperasi
sebagai perusahaan. Beberapa faktor di dalam pengelolaan perguruan tinggi yang
semakin tinggi telah mendorong hal yang ini. Misalnya, biaya pengelolaan perguruan
tinggi yang semakin tinggi, bantuan pemerintah yang semakin mengecil, dan kompetisi

memperoleh mahasiswa yang semakin meningkat. Oleh karena itu, pera pengelola
perguruan tinngi harus berpikir ekonomis dengan meningkatkan spesialisasi,
pemasaran, dan perencanaan strategisnya. Dalam rangka spesialisasi ini perguruan
tinggi akan memusatkan perhatian pada bidang-bidang ilmu yang mempunyai
keuntungan komperatif (comperatif advantage). Trinity Unirvesity di San Antonio
Amerika Serikat (satu universitas yang tidak terkenal sebelumnya) merupakan contoh

bagaimana

peranan

presiden

universitas

tersebut

meningkatkan

popularitas

universitasnya untuk termasuk 10 besar dalam hal mahasiswa-mahasiswa yang
berprestasi nasional (national merit). Sebagai bekas pengusaha, presiden universitas
tersebut menyediakan beasiswa sebesar US $ 5000 setahun bagi mahasiswa berprestasi
dan meningkatkan gaji dosennya sekitar 60%.
Gambaran di atas pada dasarnya ditujukan untuk meneliti lebih jauh
tentang premis fenomena peran pendidikan dalam pembangunan. Fenomena yang
terjadi di era globalisasi menunjukkan bahwa upaya-upaya pembangunan hampir selalu
merupakan padanan dari upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terdidik,
yang mampu mengikuti corak dan dinamika yang berkembang secara cepat, ekstensif
dan mendunia. Dalam konteks inilah upaya pembangunan pendidikan merupakan upaya
peningkatan daya saing bangsa. Menurut Drucker (1993), hanya bangsa yang mampu
menterjemahkan fenomena pembangunan ke dalam kebutuhan pengetahuan yang akan
mampu bersaing di era globalisasi. Dengan demikian pertanyaan yang muncuk adalah: “
bagaimana pendidikan Desain Komunikasi Visual di Indonesia pada khususnya?
Bagaimana peluang dan tantangannya dalam era globalisasi saat ini serta sumbangan
apa yang diberikan dalam pembangunan?”
Pendidikan Desain Komunikasi Visual
Setiap insan memiliki hak atas kekayaan intelektual, hal ini menjadi salah satu
issue yang seringkali diangkat untuk dikaji karena perannya yang semakin menentukan
terhadap laju percepatan pembangunan nasional, terutama dalam era globalisasi. Dalam
hubungan ini era globalisasi dapat dianalisis dari dua karakteristik dominan. bangsa dan
antar negara yang didukung dengan transparansi dalam informasi. Kedua, era
globalisasi membuka peluang semua bangsa dan negara di dunia untuk dapat
mengetahui potensi, kemampuan, dan kebutuhan masing-masing. Kendatipun tendensi
yang mungkin terjadi dalam hubungan antar negara didasarkan pada upaya pemenuhan
kepentingan secara timbal balik, namun justru negara yang memiliki kemampuan lebih
akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Salah satu kemampuan penting suatu
negara adalah kemampuan dalam penguasaan teknologi. Mengacu pada dua hal
tersebut, upaya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual sudah saatnya
menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang
kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif yang menjadi

syarat batas dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan
penguasaan teknologi.
Bicara tentang Pendidikan Desain Komunikasi Visual sebagi bagian dari
pengembangan ilmu di bidang teknologi, kedudukan desain saat ini semakin kokoh,
sehingga mampu meyakinkan masyarakat industri sebagai satu kebutuhan yang
mendesak, bahkan meyakinkan publik sebagai salah satu alternatif yang menjanjikan
dunia kerja. Semula Pendidikan Desain Komunikasi Visual diawali oleh kesuksesan
sekolah Bauhaus, dimana hal ini sebagai pengantar boom desain setelah perang dunia
kedua. Maka terbentuklah paradigma desain sebagai bagian dari wilayah seni rupa
yang berafiliasi dengan industri. Kemudian program studi desain komunikasi visual
mampu menempati posisi yang penting dalam perjalanan perkembangan pendidikan
seni rupa. Bahkan mampu menggeser posisi seni murni dalam perkembangan
Pendidikan Tinggi Seni Rupa saat ini. Hal ini terbukti dari semakin menjamurnya
lembaga pendidikan Desain Komunikasi Visual dan banyak diminati publik.
Berdasarkan data yang ada tidak kurang dari 250 perusahaan periklanan berdiri di
Jakarta, diantaranya 10 perusahaan besar periklanan nasional bergabung dengan
perusahaan periklanan internasional (PPPI, 2004). Tentunya ini berpengaruh pada
pembangunan kota, dimana income perkapita non migas akan semakin meningkat
mengingat produksi iklan berpengaruh besar terhadap pendapatan pajak. Pendidikan
Tinggi sebagai pendidikan “masa depan” adalah merupakan pendidikan yang bertujuan
untuk mengembangkan ilmu. Dalam bidang seni dan desain berarti mempelajari dengan
cara menggali dari kehidupan masyarakat, kemudian mencoba mengangkat nilai
esensinya untuk kemudian menemukan nilai baru sebagai satu dinamika kehidupan
masyarakat (Darsono, 2001).
Berhadapan dengan masyarakat maka akan berhadapan dengan potensi etnis
yang sudah berakar secara mapan sebagai seni tradisi yang sudah lam diyakini. Maka
tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan yang bertolak dari seni etnis akan muncul
nilai-nilai baru yang bernuansa tradisi dengan sentuhan modern. Maka Program Studi
Seni Rupa denganbasic seni, desain dan teknologi dengan tanpa meninggalkan akar
budayanya akan memberikan jawaban alternatif diatas.
Dalam menghadapi pasar global dalam bidang desain komunikasi visual, kita
tidak mampu hanya mengandalkan konsepsi universal yang berbasis tradisi barat,
namun justru harus mampu menyodorkan berbagai alaternatif yang bertolak dari
konsepsi tradisi etnis dengan sentuhan modern.

3. Penutup
Krisi multidimensi yang sangat berat yang dihadapi Indonesia sekarang,
umumnya bermuara kepada rendahnya kualitas SDM, terutama masyarakat lapisan
bahwa. Kualitas SDM yang rendah, memiliki implikasi terhadap seluruh sendi
kehidupan masyarakat, terutama kemampuan berdemokrasi dan melaksanakan
reformasi. Karena itu, upaya-upaya pemberdayaan masyarakat melalui aktualisasi
pendidikan perlu mendapat perhatian. Masyarakat bersama-sama elit politik baik pada
lembaga aksekutif maupun legislatif perlu melakukan reformasi pendidikan. Pendidikan
memegang peranan kunci dalam mencetak SDM yang berkualitas, dan hanya melalui
tangan-tangan SDM yang berkualitaslah bangsa dan negara ini mampu memecahkan
persoalan, terutama mampu berkompetisi dalam konteks kerjasama dalam era
globalisasi.
Pendidikan sebagai human-investment, patut memperoleh alokasi anggaran yang
lebih besar di dalam APBN. Di samping untuk keperluan prasarana dan sarana
pendidikan yang diperlukan, anggaran yang lebih besar harus mampu memberdayakan
tenaga pendidik. Utang luar negeri kurang bermanfaat jika digunakan hanya untuk
membangun gedung-gedung yang megah dan proyek-proyek raksasa yang manfaatnya
tidak dirasakan mayoritas rakyat Indonesia, namun sektor pendidikan terabaikan.
Masyarakat yang berdaya, adalah masyarakat yang dinamis dan aktif
berpartisipsi didalam membangun diri mereka. Tidak menggantungkan hidupnya
kepada belas kasihan orang lain. Mereka mampu berkompetisi dalam kontek kerjasama
dengan pihak lain. Mereka memiliki pola pikir kosmopolitan, memiliki wawasan
berfikir yang luas, cepat mengadopsi inovasi, toleransi tinggi, dan menghindari konflik
sosial. Hal ini dapat terwujud berkat aktualisasi pendidikan yang telah membekali
mereka dengan perilaku/behavior yang baik dan andal-pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA