ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI CURAHAN WAKTU KERJA PEKERJA ANAK DI KABUPATEN SLEMAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

(1)

ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI

CURAHAN WAKTU KERJA PEKERJA ANAK

DI

KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

FERRY FELSAFA ARBITRASE NIM. C2B008031

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014


(2)

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Ferry Felsafa Arbitrase

Nomor Induk Mahasiswa : C2B008031

Fakultas/ Jurusan : Ekonomika dan Bisnis / IESP

Judul skripsi :

Dosen Pembimbing : Arif Pujiyono, SE,MSi.

Semarang, 4 Februari 2014 Dosen Pembimbing,

Arif Pujiyono, SE,MSi.

NIP NIP. 1971 1222 199802 1004

ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI CURAHAN WAKTU KERJA PEKERJA ANAK DI KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI CURAHAN WAKTU KERJA PEKERJA ANAK DI KABUPATEN SLEMAN


(3)

PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Ferry Felsafa A.

Nomor Induk Mahasiswa : C2B008031 Fakultas/Jurusan : Ekonomi / IESP

Judul Skripsi :

Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 4 Februari 2014 Tim Penguji

1. Arif Pujiyono, S E, MSi ( )

2. Prof. Drs. H. Waridin, M.S., Ph.D., ( )

3. Wahyu Widodo, M.Si., Ph.D., ( )

Mengetahui, Pembantu Dekan I

Anis Chariri, SE., M.Com., Ph.D., Akt. NIP. 19670809 199203 1001

ANALISIS VARIABEL YANG MEMPENGARUHI CURAHAN WAKTU KERJA PEKERJA ANAK DI KABUPATEN SLEMAN


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Nama : Ferry Felsafa Arbitrase NIM : C2B008031

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul ANALISIS VARIABEL YANG

MEMPENGARUHI CURAHAN WAKTU KERJA PEKERJA ANAK DI KABUPATEN SLEMAN, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Semarang, 4 Februari 2014 Yang membuat pernyataan,

(Ferry Felsafa Arbitrase) NIM : C2B 008 031


(5)

Hidup penuh dengan pilihan...

Berbuat baik akan menghasilkan hal-hal baik, Berpikir positif

akan melahirkan hal-hal yang positif, dan begitu juga sebaliknya...

Hiasilah hidup kita dengan hal-hal baik, Insya Allah suatu saat kita

sendiri yang akan memetik hasilnya…

Kebahagiaan sejati adalah saat kita bisa membuat orang yang kita

sayangi bahagia , karna kebahagiaan akan kita peroleh dengan

sendirinya saat orang-

orang disekitar kita bahagia…

Niat dan tujuan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik,

meskipun apa yang di harapkan tidak sesuai, tapi dengan hati yang

ikhlas Insya Allah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan...

Maka dari itu jadilah Insan TerBaik diantara insan yang paling baik

(~: Quotes by : Felsafa Arby,

The Legend of Young Gun

:~)

SKRIPSI ini Saya Persembahkan Untuk Keluargaku TerCINTA : Papa Muntachob Zoehdy dan Mama Mubaedah Nikmatin

Ibu Siti Chumaisaroh dan Bapak Ahmad Imron Umi Muthi’ah dan Abah Saronji


(6)

ABSTRAK

Pada dasarnya anak di bawah usia kerja tidak boleh dipekerjakan karena dapat mengganggu proses pendidikan, kehidupan fisik, sosial serta mental spiritualnya. Larangan mempekerjakan anak ini semata-mata dimaksudkan untuk melindungi anak dari kegiatan eksploitasi ekonomi. Ketentuan tersebut telah diatur pemerintah dalam Undang-undang no. 13 tahun 2003 pasal 68 yang berisi larangan mempekerjakan anak. Meski demikian kebijakan tersebut dirasa belum mampu untuk mengurangi jumlah pekerja anak di lapangan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendapatan keluarga, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala keluarga dan nilai upah anak terhadap curahan waktu kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman. Model analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi linier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan keluarga, pendidikan anak dan pendidikan kepala keluarga memiliki dampak negatif dan signifikan terhadap curahan waktu kerja pekerja anak, sedangkan nilai upah pekerja anak memiliki dampak positif dan signifikan terhadap curahan waktu kerja pekerja anak.

Kata kunci: Curahan Waktu Kerja Pekerja Anak, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Anak, pendidikan kepala keluarga dan Nilai Upah Pekerja Anak.


(7)

ABSTRACT

Basically children under working age shall not be employed because it can disrupt the educational process, physical life, social as well as emotional and spiritual. Prohibition of employing children is solely intended to protect children from economic exploitation. Such provisions have been regulated in the Law number 13 of 2003 section 68 which contains the prohibition to employ children. However the policy is still not able to reduce the number of child workers in the field.

The purpose of this study was to analyze the influence of family income, children's education, child's gender, education and the head of the family values the wages of children to the outpouring of child labor working time in Sleman. The analysis model used in this study is the method of linear regression analysis

The results showed that the variables family income, children's education, and househead aducation has a negative and significant impact on child labor outpouring of work time, while the value of the wages the child has a positive and significant impact on child labor outpouring of work time.

Keywords: Child Labor Expended Working Time, Income Family, Children Education, househead aducation and values wages of Child Labour.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas berkah, rahmat, dan hidayahnya sehingga skripsi yang berjudul ―Analisis Variabel Yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Pekerja Anak di Kabupaten Sleman‖ dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, saran, nasihat, motivasi, semangat, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak dan yang paling utama kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan berkah, rahmah ridho, petunjuk dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Kemudian ucapan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada pihak universitas dan instansi, yaitu:

1. Prof. Drs. H. Mohammad Nasir,M.Si, Akt, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

2. Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

3. Arif Pujiyono, S.E., M.Si., selaku dosen pembimbing, terimakasih atas bimbingan, arahan, nasihat, dukungan serta kesabaran hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Nenik Woyanti, SE, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.


(9)

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro atas ilmu pengetahuan yang telah diajarkan.

6. Pak Joko (Ketua BPS Sleman), Bu Pingky (Staf Disosnaker Sleman), Bu Andri, Bu Isna dan Bu Marti (Staf Disnakertrasns Yogyakarta), Bu Budi (Kepala Staf Disnakertrans Jateng), terima kasih atas bantuannya melayani dan mencarikan data terkait.

7. Eka Tjipta Foundation, terima kasih banyak sudah menjadi Donatur dan Sponsor untuk penulis selama menempuh studi di bangku kuliah.

Selanjutnya ucapan terima kasih banyak kepada pihak keluarga, yaitu: 1. Keluargaku tercinta, Papa Muntachob Zoehdy dan Mama Mubaedah

Nikmatin, Ibu Siti Chumaisaroh dan Bapak Ahmad Imron, Umi Muthi’ah dan Abah Saronji, Dek Tsalitsa Normadina dan Dek Siti Qurotul Aini. Terima kasih tak terhingga atas semua kebahagiaan, doa, nasehat, semangat, motivasi, ketulusan, kesabaran, pengorbanan, cinta dan kasih sayang kalian yang diberikan kepadaku, sehingga hidupku menjadi lebih berarti dan insya Allah bermanfaat, aamiin.

2. Keluarga Jogja, Om Muttaqin dan Tante Siti Ropingah, Dek Abin dan Dek Shifa, terimakasih tak terhingga juga untuk bantuan dan kebaikan kalian semua, Idul Adha (1434 H) di Jogja bersama kalian tak akan terlupakan. 3. Keluarga Semarang, Om Mukminun dan Tante Frenty, Dek Dimas dan

Dek Farah, Tante Siti dan Om Hedy, Dek Bagus dan Si Kembar Aham-Ilham, terima kasih atas semua kebaikan, bantuan dan dukungan semasa awal hingga akhir kuliah untuk penulis.


(10)

4. Keluarga Sarang, Bapak Maimun dan Ibu Ana sekeluarga, Mas Tamrin dan Mbak Ulfa sekeluarga, dan Keluarga Tuban, Mbak Rita dan Mas Toha sekeluarga, Mbak Halim dan Mas Lis sekeluarga, Lek Zul dan Om Haris sekeluarga, terima kasih banyak atas semua dukungan baik berupa waktu, tenaga dan pikiran kalian untuk membantu penulis.

5. Hanis Khoirul Lathifah beserta keluarga, terimakasih banyak yang tiada terkira, telah memberikan motivasi, semangat, doa, kasih sayang dan cinta yang spesial untuk penulis, sehingga membuat penulis menjadi lebih ceria, sabar, kuat dan tangguh dalam menjalani masa-masa kuliah.

6. Keluarga Om Djoko Lelono, Bulek Rahayu dan Wicak sekeluarga, Bapak Suprandjono, Ibu Wiwik Gunarsih dan Katon sekeluarga, terima kasih banyak telah memberikan bantuan dan dukungan yang luar biasa untukku. 7. Mbak Dian Hema beserta keluarga Bapak dan Ibu Warno, terima kasih

banyak sudah menjadikanku bagian keluarga kalian, sungguh sangat beruntung memiliki keluarga seperti kalian.

8. Pak Guritno dan keluarga, terima kasih banyak sudah mengijinkan penulis tinggal dengan nyaman selama beberapa tahun terakhir di Kos-kosan Wisma Cendekia hunian terbaik se-Tembalang.

9. Keluarga Besar PPDS Ilmu Gizi Undip, dr. Niken, dr. Hesti, Prof. dr. Fatimah, Dr. dr. Dharmono, Mas Arif, Mbak Tiwi, Bu dr. Mela, dr. Winda, dr. Mini beserta rekan-rekan residen lainnya. Terima kasih banyak atas kesempatan serta pengalaman kerja yang sangat berharga dan menyenangkan untuk penulis.


(11)

Terakhir ucapan terima kasih kepada para sahabat dan teman-teman, yaitu: 1. Sahabat karib sehidup seperjuangan, Katon Alif Utama, Johan Pahlawan,

Yusuf Musthofa, Khorid Masyahiru, Nur Hasyim Efendi, Ali Mas’an, Arry Pamusthi Wandansari dan Alm. Angky Vidya Saputra, terima kasih banyak untuk semuanya sehingga penulis dapat merasakan masa-masa menyenangkan, mengharukan serta tiada terlupakan. Kalian benar-benar istimewa.

2. Sahabatku the Sun Shine tercinta, Eko Wicaksono, Ardhika Sukmasakti, Astri Dwi, Batari Saraswati, Nailul Huda, Narina Krinantiya dan Syamsudin. Kalian benar-benar luar biasa.

3. Sahabat IESP Ceria 2008, Fitira Majid, Mahocca Swangga, Fanita Osha, Dicky Wahyudi, B. Riandoko, Niken Agustin, Ayula Chandra, Bayu Setyoko, Teddy A, Arief Rachman, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih kalian sudah hadir dalam hidupku, 4 tahun bersama kalian benar-benar sesuatu banget, dan kalian benar-benar hebat.

4. Teman-teman kos-kosan Wisma Cendekia, Angga, Taufiq, Anton, Agung, Bisri, Loso, Nelson, Nugroho, Reza, dan Yudha, kalian pejuang terhebat. 5. Teman-Teman Tim I KKN 2012 Desa Rengging Kec. Pecangaan Kab.

Jepara : Edi, Hamdi, Yunus, Aji, Dimas, Eka, Ayona, Uki, mbak Rossi dan Rina, terima kasih sudah menjadi teman, sahabat, dan saudara saat KKN di Jepara, kalian pejuang terbaik.


(12)

6. Akhmad Farid Romadhon, terima kasih banyak sudah membantu dan menemani penulis selama mencari data dan responden selama di Jogja, semoga kebaikan dan ketulusanmu dibalas Allah Swt, aamiin.

7. Kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung atas kelancaran penyusunan skripsi ini, terima kasih atas kebaikan kalian semua semoga Allah membalasnya dengan berpuluh-puluh kali lipat kebaikan, aamiin ya Rabbal’aalamiin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan menghargai setiap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Semarang, 4 Februari 2014 Penulis,

(Ferry Felsafa A.) C2B 008 031


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... i

PERSETUJUAN USULAN PENELITIAN ... ii

PERSETUJUAN SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan ... 9

1.3.2. Kegunaan ... 9

1.4. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Landasan Teori ... 12

2.1.1. Definisi Tenaga Kerja ... 12

2.1.2. Penawaran Tenaga Kerja ... 15

2.1.3. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja ... 19

2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Tenaga Keasssarja Kerja ... 23

2.1.5. Pengertian Anak Dan Pekerja Anak ... 25

2.1.6. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pekerja Anak ... 25

2.1.7. Ketentuan dan Peraturan Mengenai Pekerja Anak ... 27

2.1.8. Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Anak Bekerja ... 30

2.1.9. Perkembangan Peraturan Tentang Pekerja Anak ... 32

2.2. Penelitian Terdahulu ... 34


(14)

2.4. Hipotesis ... 42

BAB III METODE PENELITIAN... 43

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 44

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 49

3.5. Metode Analisis Data ... 50

3.5.1. Analisis Regresi Linier ... 50

3.5.2. Pengujian Terhadap Gejala Penyimpangan Asumsi Klasik 51

3.5.3. Deteksi Normalitas ... 52

3.5.4. Deteksi Multikolineritas ... 52

3.5.5. Deteksi Heteroskedastisitas ... 53

3.5.6. Pengujian Statistik ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 57

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Sleman ... 57

4.1.2. Keadaan Geografi ... 58

4.1.3. Kondisi Demografi ... 60

4.1.4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kerja Kelamin ... 61

4.1.5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 62

4.1.6. Pendidikan dan Sosial ... 65

4.1.7. Keadaan Perekonomian ... 67

4.2. Karakteristik Responden ... 69

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 69

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Bekerja ... 71

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Kerjaan yang Dimiliki ... 71

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Kerjaan yang Diperoleh ... 72

4.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempuh, Kerjakan Alat Transportasi yang Digunakan dan Biaya ke Tempat Kerjaan Kerja ... 73

4.2.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Bekerja ... 74

4.2.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja ... 74


(15)

4.2.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Kerjaan

Keluarga ... 77

4.2.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Ksffsfsfsfferjaan Pendidikan Pekerja Anak ... 78

4.2.11. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Ksffsfsfsfferjaan Pendidikan Kepala Keluarga ... 79

4.2.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Ksffsfsfsfferjaan Pendapatan Pekerja Anak ... 81

4.2.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan .... 82

4.3. Analisis Data dan Pembahasan ... 85

4.3.1. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik ... 85

4.3.2. Hasil Uji Statistik ... 90

4.4. Interpretasi Hasil ... 97

4.4.1 Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Curahan Keludargaanak Waktu Kerja Pekerja Anak ... 99

4.4.2. Pengaruh Pendidikan Anak terhadap Curahan Keludsdfsfargaanak Waktu Kerja Pekerja Anak ... 99

4.4.3. Pengaruh Jenis Kelamin Anak terhadap Curahan Kelufssargaanak Waktu Kerja Pekerja Anak ... 100

4.4.4. Pengaruh Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kelusfsfargaanak Curahan Waktu Kerja Pekerja Anak ... 101

4.4.5. Pengaruh Nilai Upah Pekerja Anak terhadap Kelusfargaanak Curahan Waktu Kerja Pekerja Anak ... 102

BAB V PENUTUP 103 5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Pekerja Anak di Pulau Jawa ... 5

Table 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 35

Tabel 3.1. Proporsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 47

Tabel 3.2. Proporsi Responden Penelitian Berdasarkan Tempat Tinggal ... 48

Tabel 4.1. Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administratif di Keluargasdffanak Kabupaten Sleman 2012 ... 59

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Menurut Mata Keluargasfsfsanak Pencaharian ... 63

Tabel 4.3. Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Sleman 2012 ... 66

Tabel 4.4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sleman ... 68

Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin . 70 Tabel 4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja Pekerja Keluargaanak Anak dan Jenis Kelamin Pekerja Anak ... 75

Tabel 4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga ... 77

Tabel 4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Keluargaana Pekerja Anak ... 79

Tabel 4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Keluaadfwtf Kepala Keluarga ... 80

Tabel 4.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluargaan Pekerja Anak dengan Jenis Kelamin ... 81

Tabel 4.11. Uji Kolmogorov Smirnov ... 87

Tabel 4.12. Deteksi Multikolinieritas ... 88

Tabel 4.13. Uji Glejser ... 90

Tabel 4.14. Nilai R Square ... 91

Tabel 4.15. Uji F ... 92

Tabel 4.16. Uji t ... 93


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penawaran Tenaga Kerja ... 15

Gambar 2.2 Kurva Indiferens Individu ... 17

Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Keluargaan Kerja ... 20

Gambar 2.2 Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan dan Penawaran wfgrgh Terhadap Tenaga Kerja (Excess Supply of Labor) ... 21

Gambar 2.3 Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan dan Penawaran wfgrg Terhadap Tenaga Kerja (Excess Demand For Labor) ... 22

Gambar 2.6 Skema Hubungan Variabel Independen dengan Variabel kuadratat jikamalamitu Dependen ... 39

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Sleman ... 57

Gambar 4.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sleman 5 Tahun Terakhir 60

Gambar 4.3 Piramida Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2012 ... 61

Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 83

Gambar 4.5 Deteksi Normalitas ... 86


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara sedang berkembang (NSB) yang memiliki berbagai masalah ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu masalah ekonomi di Indonesia yang sulit dipecahkan hingga kini. Pemerintah telah melakukan berbagai strategi kebijakan untuk mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan pendapatan merupakan salah satu strategi kebijakan yang digunakan untuk mengurangi kemiskinan. Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi dirasa gagal untuk mengurangi besarnya kemiskinan yang terjadi.

Rumah tangga miskin atau keluarga tidak mampu secara ekonomi akan mengerahkan sumber daya keluarga secara kolektif untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi demikian mendorong anak belum cukup usia bekerja terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian Endrawati (2011) menunjukkan bahwa anak-anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, melainkan justru untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Anak adalah generasi yang akan menjadi penerus bangsa. Anak harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh berkembang menjadi anak yang sehat jasmani-rohani, maju, mandiri, dan sejahtera, sehingga menjadi sumber daya yang berkualitas tinggi dan dapat menghadapi tantangan di masa depan. Supaya mendapatkan generasi penerus yang berkualitas, dapat diperoleh dengan membekali generasi muda sedini mungkin dengan pendidikan, kesehatan yang baik dan disiplin yang tinggi. Walaupun demikian ternyata masih banyak


(19)

anak-anak yang belum bisa menikmati hak tumbuh dan berkembang karena berbagai faktor yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga atau kemiskinan (Endrawati, 2011).

Nachrowi dan Usman (2004) menjelaskan faktor-faktor penyebab anak-anak bekerja dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Sisi penawaran, ditujukan untuk melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat menyediakan tenaga anak untuk bekerja. Sedangkan sisi permintaan menjelaskan faktor-faktor yang mendukung pengusaha atau majikan memutuskan untuk menggunakan pekerja anak sebagai faktor produksi.

Nwaru dkk (2011) menjelaskan sembilan faktor penentu anak bekerja antara rumah tangga pertanian di kota dan di pedesaan. Faktor-faktor tersebut adalah umur anak, pendidikan anak, jenis kelamin kepala rumah tangga, nilai upah pekerja anak, jenis kelamin anak, jumlah anggota keluarga, umur kepala rumah tangga, pendapatan seluruh anggota keluarga, dan pendidikan kepala rumah tangga.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan, baik di Indonesia maupun di negara lain mengemukakan bahwa kemiskinan merupakan faktor pendorong utama bagi anak-anak masuk ke pasar tenaga kerja. Irwanto (1994) dalam Nachrowi dan Usman (2004) menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan faktor utama (underlying factor) terhadap munculnya pekerja anak. Sedangkan Bellamy (1997) mengatakan bahwa kekuatan yang paling mendorong anak-anak ke dalam lingkungan pekerjaan adalah eksploitasi atas kemiskinan.


(20)

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 68 dan Pasal 69 telah dijelaskan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau orang lain dengan membutuhkan sejumlah besar waktu walaupun akan menerima imbalan maupun tidak. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin dari orang tua dan bekerja maksimal tiga jam sehari.

Filosofi larangan anak untuk bekerja atau mempekerjakan anak sebenarnya erat kaitannya dengan upaya melindungi hak asasi anak, yang juga dijamin di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak dari sisi ekonomi termasuk untuk melakukan pekerjaan diatur di dalam ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang dirumuskan:

‖Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat menggangu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya‖.

Dengan demikian, apapun alasannya anak tidak boleh bekerja dan dipekerjakan, baik di sektor formal maupun sektor informal. Hal ini didasarkan atas asumsi, bahwa anak-anak yang bekerja atau terpaksa bekerja akan terganggu pendidikannya, terganggu kesehatan fisiknya, terganggu moralnya, termasuk terganggu kehidupan sosial serta mental spiritualnya. Jadi, secara filosofis larangan mempekerjakan anak ini semata-mata dimaksudkan untuk


(21)

memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap anak demi pengembangan harkat dan martabatnya dalam rangka mempersiapkan masa depannya.

Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi (2011), menjelaskan Pekerja anak adalah sebuah istilah yang memiliki konotasi pengeksploitasian atas tenaga mereka, dengan gaji yang kecil tanpa pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, keamanannya, kesehatan, dan prospek masa depan. Fenomena anak yang bekerja atau pekerja anak di Indonesia sendiri bukanlah masalah baru, bahkan hal ini merupakan masalah klasik. Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans, 2011) menyebutkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia setidaknya terdapat 3.260.701 jiwa anak yang bekerja berumur 10-17 tahun, jumlah laki-laki sebanyak 1.946.995 jiwa (59,71 %) dan sisanya perempuan berjumlah 1.313.706 jiwa. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya anak yang bekerja pada tahun 2009 tercatat sebanyak 3.698.553 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 2.251.746 jiwa dan perempuan sebanyak 1.446.807 (Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berhasil mengurangi jumlah anak yang bekerja di Indonesia pada tahun 2010 meskipun penurunannya hanya sebesar 11,84 % dari tahun sebelumnya.

Pulau Jawa sebagai daerah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia tidak dapat terlepas dari pekerja anak. Pada tahun 2010 di Pulau Jawa jumlah pekerja anak mencapai 1.367.278 jiwa dan hal ini merupakan tertinggi dibandingkan jumlah pekerja anak di daerah lainnya seperti Sumatera sebanyak 766.765 jiwa, Sulawesi sebanyak 396.580 jiwa, NTT, NTB dan Bali sebanyak


(22)

282.783 jiwa, Maluku dan Irian Jaya sebanyak 236.965 jiwa dan Kalimantan 210.330 jiwa (Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans 2011).

Berdasarkan data dari Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans (2011) Provinsi di Pulau Jawa sebenarnya memiliki jumlah pekerja anak yang relatif menurun. Pada tahun 2009 jumlah pekerja anak di Pulau Jawa sebanyak 1.634.399 jiwa, kemudian pada tahun 2010 menurun menjadi 1.367.278 jiwa. Meskipun demikan tidak semua daerah di Pulau Jawa mengalami penurunan jumlah pekerja anak. Berikut persebaran pekerja anak di pulau jawa dari tahun 2009 sampai tahun 2010.

Tabel 1.1

Jumlah Perubahan Pekerja Anak di Pulau Jawa Tahun 2009-2010 Provinsi 2009

(Jiwa)

2010 (Jiwa)

Perubahan Pekerja Anak (%)

DKI Jakarta 75.898 93.571 23,29

Jawa Barat 433.599 354.249 -18,30

Jawa Tengah 480.412 382.842 -20,31

D.I. Yogyakarta 28.434 37.088 30,44

Jawa Timur 506.530 406.112 -19,82

Banten 109.526 93.416 -14,71

Jumlah 1.634.399 1.367.278 -16,34

Sumber : Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans 2011 Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan di Provinsi Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami peningkatan jumlah pekerja anak masing-masing sebesar 23,29% dan 30,44%. Hal ini menunjukkan di Provinsi DKI Jakarta dan Yogyakarta semakin banyak anak yang terjun ke dunia lapangan kerja, padahal sudah ada undang-undang yang


(23)

membatasi anak untuk bekerja dan hal ini menjadi masalah yang harus dicari jalan keluarnya.

Pada tahun 2010 Provinsi DIY terdapat pekerja anak yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Kabupaten Sleman memiliki jumlah pekerja anak yang tertinggi di Provinsi DIY yakni sebanyak 8.817 jiwa, sedangkan kabupaten/kota lainnya seperti Kabupaten Bantul sebanyak 8.367 jiwa, Kota Yogyakarta sebanyak 7.096 jiwa, Kabupaten Kulon Progo sebanyak 6.780 jiwa dan Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 6.028 jiwa.

Penelitian yang dilakukan Nwaru dkk (2011), yang dilakukan di Abia Nigeria, menjelaskan bahwa usia anak, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala rumah tangga dan nilai upah anak untuk keuangan rumah tangga dinilai berpengaruh secara signifikan sebagai penentu partisipasi pekerja anak untuk rumah tangga pedesaan. Sedangkan hasil untuk rumah tangga perkotaan meliputi usia anak, jenis kelamin kepala rumah tangga, dan nilai upah anak, jenis kelamin anak, usia kepala rumah tangga dan pendidikan kepala rumah tangga dinilai bepengaruh secara signifikan sebagai penentu partisipasi pekerja anak.

Pendapatan rumah tangga, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala rumah tangga dan nilai upah anak adalah beberapa faktor yang memicu timbulnya pekerja anak. Pendapatan rumah tangga atau pendapatan keluarga yang rendah menjadikan keluarga akan mengerahkan seluruh anggota keluarga untuk bekerja agar mencukupi kebutuhan sehari-hari, termasuk


(24)

mengerahkan anak dibawah usia kerja. Semakin rendah pendapatan rumah tangga maka curahan waktu kerja pekerja anak juga akan semakin tinggi (Sahu, 2013).

Pendidikan rendah akan meningkatkan munculnya pekerja anak. Fitdiarini dan Sugiharti (2008) berpendapat bahwa anak yang tidak sekolah atau tidak tamat SD akan berpeluang 15 kali lebih besar menjadi pekerja anak dibandingkan anak yang tamat SLTP. Sedangkan anak yang tingkat pendidikannya tamat SD akan berpeluang menjadi pekerja anak 6 kali lebih besar dibandingkan anak yang berpendidikan tamat SLTP. Fenomena ini menggambarkan bahwa mereka yang putus sekolah karena berbagai alasan memilih untuk bekerja.

Pendidikan kepala rumah tangga juga ikut berperan dalam mempengaruhi terjadinya perkerja anak. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki kepala keluarga akan menurunkan resiko munculnya pekerja anak. Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) kepala keluarga dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD akan membuka peluang munculnya pekerja anak 5 kali lebih besar dibandingkan kepala keluarga yang lulus SLTA, sementara kepala keluarga dengan tingkat pendidikan SLTP akan berpeluang memunculkan pekerja anak lebih kecil yaitu sebesar 1,3 kali. Tingginya peluang munculnya pekerja anak dengan semakin rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga ini bisa terjadi karena pada kepala keluarga dengan tingkat pendidikan rendah, kesadaran akan pendidikan juga rendah sehingga mereka cenderung tidak memasukkan anak-anaknya ke sekolah namun malah melibatkan anak-anak untuk bekerja.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap munculnya pekerja anak yaitu jenis kelamin anak. Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) anak laki-laki akan


(25)

mempunyai peluang 1,3 kali lebih besar untuk menjadi pekerja anak dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan orang tua ingin mengajari anak laki-laki untuk bekerja karena mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab terhadap keluarga nanti adalah laki-laki dan perempuan tidak perlu bekerja (Nachrowi dan Usman 2004).

Fenomena terjadinya pekerja anak juga tidak terlepas dari nilai upah anak terhadap keuangan keluarga. Semakin tinggi upah pekerja anak maka akan semakin tinggi pula kemungkinan anak terjun dalam dunia kerja. Hal ini disebabkan pekerja anak yang memiliki upah tinggi maka kontribusi dalam pendapatan rumah tangga akan semakin tinggi maka dari itu pekerja anak akan diarahkan untuk bekerja agar dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Maka dari itu semakin tinggi upah pekerja anak akan semakin menarik untuk rumah tangga melepaskan anak-anak mereka untuk menjadi pekerja anak (Nwaru dkk, 2011).

1.2. Rumusan Masalah

Pekerja anak atau bisa disebut sebagai anak yang memasuki dunia kerja merupakan fenomena yang sulit dituntaskan hingga kini. Keberadaan anak dalam pasar tenaga kerja erat kaitannya dengan situasi kemiskinan yang menimpa keluarga kurang mampu secara ekonomi. Walaupun sudah ada undang-undang perlindungan anak dan undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan anak agar memberikan kebebasan anak dalam tumbuh dan berkembang, namun di provinsi DIY justru terjadi peningkatan jumlah pekerja anak dan di Kabupaten Sleman Terdapat jumlah pekerja anak paling banyak yaitu


(26)

sebanyak 8.717 jiwa (Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans 2011). Fenomena tersebut cukup memprihatinkan dan menjadi suatu masalah yang harus segera dicari jalan keluarnya. Pada hakikatnya anak-anak yang bekerja seharusnya mengecap pendidikan dan belum memasuki dunia kerja (Nachrowi dan Usman, 2004). Terkait dengan kondisi tersebut, maka perlu beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pendapatan keluarga terhadap curahan jam kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana pengaruh pendidikan anak terhadap curahan jam kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman?

3. Bagaimana pengaruh jenis kelamin anak terhadap curahan jam kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman?

4. Bagaimana pengaruh pendidikan kepala keluarga terhadap curahan jam kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman?

5. Bagaimana pengaruh upah pekerja anak terhadap curahan jam kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel pendapatan keluarga, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala keluarga dan


(27)

upah pekerja anak terhadap curahan waktu kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman.

1.3.2. Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan:

a. Dapat memberikan gambaran umum dan informasi tentang variabel yang mempengaruhi curahan waktu kerja pekerja anak beserta permasalahannya, serta agar lebih menghindari mengeksploitasi anak-anak sebagai tenaga kerja layaknya orang dewasa.

b. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan untuk memperkaya ilmu ekonomi mengenai tenaga kerja khususnya tentang pekerja anak di Kabupaten Sleman.

c. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan terutama untuk mengurangi curahan waktu kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam menyusun penelitian ini terdiri dari lima bab.

Bab satu merupakan pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab dua merupakan tinjauan pustaka. Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang akan memberikan pengertian dasar yang membahas teori yang digunakan dalam penelitian ini, materi dan teori yang berhubungan dengan penelitian yang


(28)

dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran teoritis.

Bab tiga merupakan metode penelitian. Bab ini berisikan metode penelitian yang digunakan penelitian ini mencakup definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

Bab empat merupakan hasil dan pembahasan. Bab ini berisikan gambaran umum penelitian, hasil dari penelitian dan pembahasannya. Dalam bab ini juga akan disajikan data yang diperoleh dari hasil penelitian melalui analisis data.

Bab lima merupakan penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang telah dirangkum setelah meneliti dan membahas pertanyaan penelitian.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Tenaga Kerja

Undang-undang No.13 Tahun 2003 menjelaskan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja atau labor force dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bekerja, (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja dibedakan menjadi 3 golongan, yakni (Simanjuntak, 1998):

a. golongan yang bersekolah,

b. golongan yang mengurus rumah tangga, dan

c. golongan lain-lain atau penerima pendapatan lainnya.

Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang mampu terlibat dalam proses produksi (BPS, 2008). Seseorang yang digolongkan bekerja yaitu mereka yang sudah aktif dalam kegiatannya yang menghasilkan barang atau jasa atau bekerja dengan maksud memperoleh penghasilan selama paling sedikit 1 jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Sedangkan pencari kerja adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak


(30)

bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan (Subri, 2003). Menurut Badan Pusat Statistik atau BPS (2008), angkatan kerja adalah penduduk yang kegiatannya dalam periode referensi (seminggu) adalah bekerja dan mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk yang kegiatannya dalam periode referensi (seminggu) adalah sekolah, mengurus rumah tangga maksudnya ibu-ibu yang bukan merupakan wanita karier atau bekerja dan lainnya.

Pengangguran terbuka adalah mereka yang tidak bekerja dan saat ini sedang aktif mencari pekerjaan, termasuk juga mereka yang pernah bekerja atau sekarang sedang dibebas tugaskan sehingga menganggur dan sedang mencari pekerjaan. Mencari pekerjaan adalah mereka yang bekerja, tetapi karena sesuatu hal masih mencari pekerjaan atau mereka yang dibebastugaskan dan akan dipanggil kembali tetapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan atau mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Bukan angkatan kerja yaitu tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan tidak mempunyai pekerjaan yang kegiatan utamanya adalah sekolah, mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain. Orang yang tergolong dalam lain-lain yaitu penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi, tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa atas pemilik, dan mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya karena usia, cacat, dalam penjara atau sedang sakit kronis (Simanjuntak, 1998).

Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans (2011), menjelaskan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja baik yang bekerja


(31)

maupun yang mencari pekerjaan. Sedangkan menurut Soeroto (1992), angkatan kerja dapat didefenisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai dan yang tidak mempunyai pekerjaan yang telah mampu dalam arti sehat fisik dan mental secara yuridis tidak kehilangan kebebasannya untuk memilih dan melakukan pekerjaan tanpa ada unsur paksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih bersekolah, ibu rumah tangga, para penyandang cacat, dan lanjut usia. Golongan yang bekerja atau pekerja adalah angkatan kerja yang sudah aktif dalam menghasilkan barang dan jasa.

Kesempatan kerja dapat diartikan sebagai kondisi yang tersedia bagi masyarakat yang sedang mencari pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu unit usaha atau lapangan pekerjaan (BPS, 2008). Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila unit usaha atau lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang ada. Adapun lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha atau instansi di mana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Manusia akan merasa dirinya diperlakukan tidak adil tanpa diberi kesempatan untuk berperan serta dalam pembangunan, baik melalui kesempatan kerja ataupun kesempatan berusaha. Kesempatan kerja itu timbul oleh karena adanya usaha untuk memperluas kesempatan kerja yang ditentukan oleh laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan penduduk serta angkatan kerja. Disamping kedua faktor diatas maka masalah strategi pembangunan yang


(32)

diterapkan juga ikut mempengaruhi usaha perluasan kesempatan kerja. Sedangkan usaha untuk memperluas kesempatan kerja bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, tetapi usaha ini harus dilaksanakan mengingat laju pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, jika tidak pengangguran besar-besaran akan terjadi (Simanjuntak, 1998).

2.1.2. Penawaran Tenaga kerja

Penawaran tenaga kerja anak diasumsikan sama dengan penawaran tenaga kerja pada umumnya, hingga kini belum ditemukan teori penawaran tenaga kerja khusus pekerja anak. Menurut Kaufman dan Hotchkiss (2000), setiap individu memiliki pilihan untuk menggunakan waktunya selama 168 jam per minggu dengan variasi pilihan yang berbeda, apakah akan digunakan untuk bekerja atau untuk beristirahat. Namun secara pasti setiap individu membutuhkan waktu biologis yang tetap untuk tidur, makan dan lain-lain. Adanya asumsi bahwa untuk kebutuhan yang tetap tersebut adalah 68 jam per minggu (atau paling sedikit 10 jam per hari), maka waktu yang tersisa sebanyak 100 jam per minggu dapat dilakukan pilihan yang berbeda.

Gambar 2.1

Kurva Penawaran Tenaga Kerja

Upah

Waktu yang dialokasikan untuk bekerja

Penawaran lengkung balik

0


(33)

Gambar 2.1 menunjukkan apabila tingkat upah naik, jam yang ditawarkan mula-mula akan naik, namun akhirnya turun kembali karena orang-orang memilih untuk menikmati lebih banyak waktu senggang dan lebih sedikit bekerja. Ada dua pilihan yang dapat dipilih oleh individu yaitu bekerja atau waktu luang (leisure). Bekerja merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh pendapatan, sedangkan waktu luang adalah kegiatan lain yang merupakan kegiatan non pasar. Pilihan antara waktu luang dan bekerja dalam penawaran tenaga kerja dapat ditentukan dari total jam yang tersedia atau waktu yang diluangkan.

Penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh keputusan seseorang apakah dia mau bekerja atau tidak. Keputusan ini tergantung pada tingkah laku seseorang apakah menggunakan waktunya untuk bekerja atau digunakan untuk kegiatan lain yang sifatnya santai (non pasar) atau merupakan kombinasi keduanya. Apabila dikaitkan dengan tingkat upah, maka keputusan untuk bekerja seseorang akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya penghasilan. Apabila penghasilan tenaga kerja relatif cukup tinggi maka tenaga kerja tersebut cenderung untuk mengurangi waktu yang dialokasikan untuk bekerja. Hal tersebut menyebabkan bentuk kurva penawaran membelok kekiri (backward bending supply curve). Bagian yang melengkung ke belakang dalam kurva penawaran tenaga kerja tersebut muncul apabila efek pendapatan upah yang lebih tinggi lebih besar daripada efek subtitusinya.

Preferensi individu dalam memilih antara waktu luang atau bekerja dapat dipengaruhi oleh faktor jabatan, kelas sosial dan ekonomi, dan lain sebagainya.


(34)

Preferensi tersebut dapat ditunjukkan dalam kurva indiferen yang menggabungkan antara pendapatan dan waktu luang yang menghasilkan kepuasan yang sama.

Gambar 2.2

Kurva Indiferen Individu

Sumber: Kaufman dan Hotckiss, 2000

Gambar 2.2 menunjukkan kurva tingkat kepuasan yang sama (indifference curve), yaitu kurva yang menggabungkan gabungan pilihan yang akan memberikan kepuasan yang sama, dalam hal ini pilihan yang dimaksud adalah pendapatan dan waktu luang. Kurva IC3 menggambarkan tingkat kepuasan yang

lebih besar dari kurva IC2 dan IC1. Sedangkan budget constraint pada kurva

tersebut yaitu berupa tingkat subtitusi marjinal (marginal rate of subtitution atau MRS) dari pilihan antara menggunakan waktunya untuk bekerja atau waktu luang

Terdapat empat ciri kurva indiferen. Pertama, kurva indiferens mempunyai slope negatif. Kedua, setiap kurva indiferens berbentuk konvex, yang menunjukkan adanya keterkaitan dari penurunan tingkat subtitusi marjinal antara waktu luang dan pendapatan. Ketiga, setiap kurva indiferens menunjukan tingkat kepuasan yang berbeda, semakin kekanan semakin besar kepuasan yang diperoleh. Semakin tinggi tingkat kepuasannya semakin banyak pendapatan dan


(35)

waktu luang yang didapatkan. Keempat, kurva indiferens tidak pernah berpotongan, jika terjadi perpotongan berarti terjadi ketidakkonsistenan preferensi individu (Kaufman dan Hotckiss, 2000).

Setiap individu memiliki bentuk kurva indiferen yang berbeda baik slope maupun keseimbangannya. Semakin curam kurva indiferens semakin lemah peranan pendapatan untuk mengkompensasikan berkurangnya waktu senggang, karena keharusan memperolah pendapatan disebut leisure prefer yang artinya individu tersebut memiliki preferensi yang kuat terhadap waktu non pasar dan apabila sebaliknya disebut income/work prefer.

Waktu yang digunakan untuk waktu luang akan mengurangi waktu yang digunakan untuk bekerja. Jadi opportunity cost dari waktu luang adalah sama dengan tingkat upah per jam bekerja. Semakin tinggi tingkat upah semakin besar harga waktu luang. Hubungan antara tingkat upah, jam kerja dan total pendapatan disebut dengan kendala anggaran, yang menunjukan berbagai kombinasi dari pendapatan dan jam kerja yang dapat dicapai individu pada tingkat upah tertentu.

Menurut Kaufman dan Hotchkis (2000), pengaruh perubahan tingkat upah terhadap jam kerja individu menimbulkan dua pengaruh yang berbeda, yaitu tingkat upah akan naik jika seseorang bekerja dengan jam kerja yang sama sebelumnya tetapi pendapatannya lebih tinggi yang selanjutnya dapat menimbulkan apa yang disebut efek pendapatan, lalu kenaikan tingkat upah akan membuat waktu luang menjadi lebih mahal, waktu yang lebih tinggi cenderung


(36)

membuat orang mensubtitusikan waktu luangnya dengan lebih banyak bekerja inilah yang disebut dengan efek subtitusi.

Menurut G.S. Becker (1976) dalam Rochaeni S. dan Erna M. Lokollo (2005), kepuasan individu dapat diperoleh melalui konsumsi atau menikmati waktu luang. Sering kendala yang dihadapi individu adalah tingkat pendapatan dan waktu. Bekerja sebagai kontroversi dari waktu luang menimbulkan penderitaan, sehingga orang hanya mau melakukan kalau memperoleh kompensasi dalam bentuk pendapatan, sehingga solusi dari permasalahan individu adalah jumlah jam kerja yang ingin ditawarkan pada tingkat upah dan harga yang diinginkan.

2.1.3. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin tinggi tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja. Tiap perusahaan mempunyai jumlah dan fungsi permintaan yang berbeda sesuai dengan besar kecilnya perusahaan atau produksi, jenis usaha, penggunaan teknologi, serta kemampuan manajemen dari pengusaha yang bersangkutan (Simanjuntak, 1998).

Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh orang yang menawarkan kerja untuk di tawarkan. Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada (1) besarnya penduduk, (2) persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, (3) jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja, di mana ketiga komponen tersebut tergantung pada tingkat upah (Simanjuntak, 1998).


(37)

Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah. Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat namun permintaan tenaga kerja akan menurun (Simanjuntak, 1998).

Gambar 2.3

Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Keterangan :

SL : Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL : Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W : Upah riil

L : Jumlah tenaga kerja

Le : Jumlah tenaga kerja yang diminta We : Tingkat Upah

E : Keseimbangan permintaan dan penawaran Sumber : Mulyadi Subri, 2003

We

W SL

DL L Le

0


(38)

Berdasarkan Gambar 2.3 diketahui bahwa jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbangan We, dengan keseimbangan pada titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut.

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa:

1) Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor). Pada Gambar 2.4 terlihat adanya excess supply of labor dimana pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (SL)

lebih besar dari permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja adalah sebanyak L2 sedangkan

yang diminta hanya L1 dengan demikian ada tenaga kerja yang

menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak L1 L2.

Gambar 2.4

Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan dan Penawaran Terhadap Tenaga Kerja (Excess Supply of Labor)

Sumber : Subri, 2003 W1

W

Penawaran Tenaga Kerja

Permintaan Tenaga Kerja L2

L1

0

Excess Supply

● ●


(39)

Keterangan Gambar :

W : Tingkat upah N : Jumlah tenaga kerja

2) Lebih besarnya permintaan dibanding penawaran terhadap tenaga kerja (excess demand for labor). Pada Gambar 2.5 terlihat adanya excess demand for labor dimana pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga

kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja pada tingkat upah W2

adalah sebanyak L3 tenaga kerja, sedangkan yang diminta adalah

sebanyak L4 tenaga kerja.

Gambar 2.5

Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan Dan Penawaran Terhadap Tenaga Kerja (Excess Demand For Labor)

Keterangan Gambar : Sumber : Subri, 2003

W1

W Penawaran

Tenaga Kerja

Permintaan Tenaga Kerja L4

L3

0

Excess Demand

L


(40)

W : Tingkat upah N : Jumlah tenaga kerja

2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Tenaga Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja menurut Khairani (2010), adalah sebagai berikut :

1. Jumlah Penduduk

Semakin besar jumlah penduduk, semakin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk angkatan kerja atau bukan angkatan kerja, sehingga jumlah penawaran tenaga kerja juga akan semakin besar.

2. Struktur Umur

Penduduk Indonesia termasuk dalam struktur umur muda. Hal ini dapat dilihat dari bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga akan bertambah.

3. Produktivitas

Produktivitas merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seseorang tenaga kerja yang tersedia. Secara umum produktivitas tenaga kerja merupakan fungsi daripada pendidikan, teknologi dan keterampilan. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga kerja.


(41)

Tingkat upah akan mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja. Apabila tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, apabila tingkat upah turun, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan menurun.

5. Kebijaksanaan Pemerintah

Dalam menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah kedalamnya adalah sangat relevan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam hal belajar 9 tahun akan mengurangi jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur kerja menjadi lebih tinggi. Dengan demikian terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja.

6. Penduduk yang bersekolah

Penduduk yang bersekolah tidak termasuk dalam angkatan kerja tetapi mereka sewaktu-waktu dapat menjadi tenaga kerja yang potensial, dengan demikian semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah berarti penawaran tenaga kerja akan berkurang. Maka dari itu jumlah penduduk yang bersekolah perlu diperhitungkan untuk masa yang akan datang.

7. Keadaan perekonomian

Keadaan perekonomian dapat mendesak seseorang untuk bekerja memenuhi kebutuhannya. Misalnya dalam satu keluarga harus bekerja semua apabila pendapatan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga, atau seorang mahasiswa yang tamat tidak mau bekerja karena perekonomian orang tua sangat memadai, atau seorang istri tidak perlu bekerja karena perekonomian suami sudah mencukupi.


(42)

2.1.5. Pengertian Anak dan Pekerja Anak

Pengertian tentang pekerja anak atau anak bekerja tercantum dalam undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun. Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans (2011), mendefinisikan anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun, sedangkan Pekerja Anak adalah penduduk yang bekerja dari umur 10 tahun sampai dengan umur 17 tahun. BPS (2012)mendefinisikan pekerja anak atau anak bekerja adalah anak usia kerja (10-14 tahun) yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dengan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara kontinu dalam seminggu yang lalu. Anak bekerja atau pekerja anak merupakan istilah yang memiliki konotasi pengeksploitasian terhadap tenaga anak, dengan gaji kecil tanpa pertimbangan bagi perkembangan kepribadian, keamanan, kesehatan dan prospek masa depan anak.

2.1.6. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pekerja Anak

Pada dasarnya anak mempunyai kebutuhan khusus yang harus dipenuhi semasa masih anak-anak. Kebutuhan tersebut merupakan hak anak yang harus diberikan dan tidak dapat ditunda yaitu kebutuhan pendidikan, bermain dan istirahat. Anak yang tidak dapat terpenuhi hak-hak akan kebutuhannya secara optimal dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. Pekerja anak akan kehilangan waktu belajar, bermain dan bahkan mungkin waktu istirahat. Maka


(43)

dari itu pemerintah telah mengatur hak anak dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang isinya, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritualnya. Dengan demikian apapun alasannya anak tidak boleh bekerja maupun dipekerjakan baik di sektor formal ataupun informal. Jadi, secara filosofis larangan mempekerjakan anak ini semata-mata dimaksudkan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap anak demi pengembangan harkat dan martabatnya dalam rangka mempersiapkan masa depannya

Menurut Nachrowi dan Usman (2004), penyebab timbulnya buruh anak atau pekerja anak dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan permintaan. Sisi penawaran ditujukan untuk melihat faktor-faktor yang melatar belakangi masyarakat menyediakan tenaga anak-anak untuk bekerja, sedangkan dari sisi permintaan untuk menunjukkan faktor-faktor yang mendukung pengusaha atau majikan memutuskan untuk menggunakan pekerja anak sebagai faktor produksi. Sisi penawaran mengemukakan bahwa faktor pendorong bagi anak-anak masuk ke pasar tenaga kerja yaitu, pertama adalah keiskinan. Kemiskinan merupakan faktor mendasar terhadap munculnya pekerja anak. Kedua yaitu lingkungan, lingkungan juga ikut berperan dalam mendorong anak-anak dalam pekerjaan dan eksploitasi buruh anak. Faktor lainnya yang menyebabkan munculnya pekerja anak dapat berupa bencana alam, buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk bertahan hidup, keadaan perekonomian keluarga yang buruk.


(44)

2.1.7. Ketentuan dan Peraturan Mengenai Pekerja Anak

Undang-undang No. 23 Tahun 2003 Pasal 69 menyebutkan bahwa pengusaha dapat mempekerjakan anak antara usia 13 tahun sampai 15 tahun yang terpaksa bekerja karena alasan ekonomi. Alasan untuk memberlakukan peraturan ini adalah untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja anak di bawah usia dengan cara mengatur pekerjaan mereka dan mengawasi mereka. Namun karena terbatasnya sistem pengawasan dan faktor lainnya membuat pekerja anak disahkan untuk bekerja pada usia yang sangat muda tanpa dapat memberikan perlindungan khusus yang cukup bagi mereka.

Menurut Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, Kemenakertrans (2011), anak yang terpaksa bekerja boleh dipekerjakan sepanjang pekerjaan tersebut masih tergolong ringan serta tidak membahayakan anak. Pengusaha yang akan mempekerjakan anak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Ijin tertulis dari orang tua / wali

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dan orang tua / wali c. Waktu kerja maksimal tiga jam

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu sekolah e. Perlindungan K3

f. Adanya hubungan kerja yang jelas

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dasar perlindungan bagi tenaga kerja anak adalah Peraturan Menteri No.1/Men/1987, yang mengatur kewajiban pengusaha jika hendak mempekerjakan anak, yaitu:


(45)

1) Pengusaha tidak diperbolehkan mempekerjakan anak lebih dan 4 jam per hari.

2) Pengusaha tidak diperbolehkan mempekerjakan anak di malam hari 3) Pengusaha harus membayar upah pekerja anak sesuai dengan ketentuan

upah minimum yang berlaku pada saat ini.

4) Pengusaha wajib melakukan pengarsipan mengenai nama, umur dan pekerjaan yang dilakukan si anak.

Pemerintah telah mengatur jenis pekerjaan terburuk dalam Kepmenakertrans Nomor : Kep. 235/Men/2003, tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak meliputi :

1. Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja: a. Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi dan

peralatan lainnya, meliputi pekerjaan pembuatan, perakitan/ pemasangan, pengoperasian dan perbaikan mesin-mesin, pesawat, alat berat (traktor, pernecah batu, grader, pencampur aspal, mesin pancang), lnstalasi (pipa bertekanan, listrik, pemadam kebakaran dan saluran listrik), peralatan Iainnya (tanur, dapur peleburan, lift, pecancah), bejana tekan, botol baja, bejana penimbun, bejana pengangkut dan sejenisnya.

b. Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya meliputi:

- Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik - Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia


(46)

- Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis

c. Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu: - Konstruksi bangunan, jembatan, irigasi/jalan

- Pada perusahaan pengolahan kayu seperti penebangan, pengangkutan dan bongkar muat

- Mengangkat dan mengangkut secara manual beban di atas 12 kg untuk anak laki-laki dan 10 kg untuk anak perempuan.

- Dalam bangunan tempat kerja terkunci.

- Penangkapan ikan yang dilakukan dilepas pantai atau perairan laut dalam.

- Dilakukan didaerah terisolir dan terpencil. - Di Kapal.

- Dalam pembuangan dan pengolahan sampah atau daur ulang barang barang bekas.

- Dilakukan antara pukul 18.00 — 06.00 2. Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan moral anak:

a. Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi.

b. Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, c. Obat perangsang seksualitas dan/atau rokok.

Pekerjaan yang sifat dan keadaan dalam pelaksanaan membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak sebagaimana disebutkan di atas dapat


(47)

ditinjau kembali guna menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta tingkat kemajuan masyarakat.

Menurut Kemenakertrans RI (2011), anak yang terpaksa bekerja boleh dipekerjakan kecuali sebagai berikut:

a. Di dalam tambang, lubang, di dalam tanah, lubang didalam tanah atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain dan dalam tanah.

b. Pekerjaan di kapal sebagai tukang api atau tukang batubara.

c. Pekerjaan diatas kapal, kecuali bila ia bekerja di bawah pengawasan ayahnya atau seorang keluarga sampai dengan derajat ketiga.

d. Pekerjaan mengangkut barang-barang berat.

e. Pekerjaan yang berhubungan dengan alat produksi dan bahan-bahan berbahaya.

2.1.8. Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Pekerja Anak

Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan anak terjun dalam dunia kerja antara lain :

a. Pendapatan rumah tangga

Pendapatan rumah tangga yang rendah menjadikan keluarga akan mengerahkan seluruh anggota keluarga untuk bekerja agar mencukupi kebutuhan sehari-hari, termasuk mengerahkan anak dibawah usia kerja. Semakin rendah pendapatan rumah tangga maka partisipasi pekerja anak juga akan semakin tinggi (Sahu, 2013).


(48)

b. Pendidikan anak

Pendidikan tinggi akan menurunkan partisipasi pekerja anak. Anak yang berpendidikan tinggi akan lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi daripada bekerja dengan pendidikan rendah dan kemampuan rendah. Hal ini disebabkan pendidikan dianggap mampu meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam memasuki dunia kerja (Nachrowi dan Usman, 2004).

c. Pendidikan kepala rumah tangga

Semakin rendah jenjang pendidikan yang dimiliki kepala keluarga akan meningkatkan resiko partisipasi pekerja anak. Tingkat pendidikan kepala keluarga yang rendah akan meningkatkan resiko terjadinya pekerja anak karena pada kepala keluarga dengan tingkat pendidikan rendah, kesadaran akan pendidikan juga rendah sehingga mereka cenderung tidak memasukkan anaknya ke sekolah namun malah melibatkan anak-anak untuk bekerja (Fitdiarini N. dan Sugiharti L. 2008).

d. Jenis kelamin anak

Jenis kelamin berpengaruh terhadap adanya pekerja anak di mana anak laki-laki akan mempunyai peluang 1,3 kali lebih besar untuk menjadi pekerja anak dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan orang tua ingin mengajari anak laki-laki untuk bekerja karena mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab terhadap keluarga nanti adalah laki-laki dan perempuan tidak perlu bekerja (Nachrowi dan Usman, 2004).


(49)

e. Nilai upah anak

Semakin tinggi nilai upah anak terhadap keuangan keluarga maka akan semakin tinggi pula kemungkinan anak terjun dalam dunia kerja. Hal ini disebabkan anak yang memiliki upah tinggi dan ikut berkontribusi dalam pendapatan rumah tangga miskin akan diarahkan untuk bekerja agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Maka dari itu semakin tinggi nilai upah anak akan semakin menarik untuk rumah tangga melepaskan anak-anak mereka untuk menjadi pekerja anak-anak (Nwaru dkk, 2011).

2.1.9. Perkembangan Peraturan Tentang Pekerja Anak

Setelah Indonesia merdeka, kebijakan perlindungan anak yang bekerja ditandai dengan terbitnya Ordonansi Nomor 9 tahun 1949 yang melarang anak bekerja pada malam hari, dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Kerja tahun 1948 Nomor 12 yang melarang orang laki-laki maupun perempuan berumur 14 tahun kebawah melakukan pekerjaan.

Perkembangan selanjutnya pengaturan mengenai perlindungan anak diatur dalam peraturan lain, seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Untuk Iebih menjamin perlindungan terhadap anak, pemerintah melakukan ratifikasi Konvensì tentang Hak-hak Anak dengan Keppres Nomor 36 Tahun 1990, meratifikasi Konvensi International Labour Organisation (ILO) Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dan


(50)

Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.

Pengaturan pekerja anak yang terbaru telah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pekerja anak adalah anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat tumbuh kembangnya. Pasal 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003, menegaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. Selanjutnya yang dimaksud dengan pemberi kerja adalah pemberi kerja di dalam negeri. Pasal 35 ayat 3 menyebutkan bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

Pasal 68 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak, pasal ini mengandung makna bahwa sanksi hukum dapat dikenakan kepada siapapun yang melibatkan anak dalam kegiatan ekonomi, yang sedikit-dikitnya 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan atau denda sedikitnya 100 juta rupiah dan paling banyak 400 juta rupiah, karena setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan ekonomi, karena tindakan ini dianggap sebagai tindak pidana kejahatan (Pasal 185). Selanjutnya dalam pasal 69 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan tentang pengecualian bagi anak berumur antara 13 tahun sampai dengan umur 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan


(51)

fisik, mental dan sosial. Namun demikian bagi pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi persyaratan yaitu:

a.Ijin tertulis dari orang tua atau wali

b.Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali c.Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam

d.Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah e.Keselamatan dan kesehatan kerja

f. Adanya hubungan kenja yang jelas

g.Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini selain membahas teori-teori yang relevan dengan penelitian ini juga dilakukan pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan para peneliti. Pengkajian atas hasil-hasil penelitian terdahulu akan sangat membantu peneliti-peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu dengan mempelajari hasil-hasil penelitian terdahulu akan memberikan pemahaman komprehensif mengenai posisi peneliti. Oleh karena itu pada bagian berikut ini akan diketengahkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijabarkan pada Tabel 2.1:


(52)

No. Penulis, Judul dan Tahun Penerbitan

Variabel Penelitian Metode Analisis Hasil

1. Nwaru J.C, Odoemelam L.E, dan Egbulefu I,

Judul : Determinants of Child Labour among Urban and Rural Farm Households in Abia State, Nigeria. (2011).

Variabel dependen : Partisipasi pekerja anak Variabel independen :

1. Umur anak 2. Pendidikan anak 3. Jenis kelamin kepala

rumah tangga

4. Nilai kontribusi pekerja anak

5. Jenis kelamin anak 6. Jumlah anggota keluarga 7. Umur kepala rumah

tangga

8. Pendapatan seluruh anggota keluarga

9. Pendidikan kepala rumah tangga

Metode Regresi Linier Berganda (OLS) :

Y = a + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3

+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7

X7+ β8 X8+ β9 X9 + ei

Hasil menunjukkan bahwa usia anak, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala rumah tangga dan nilai kontribusi anak untuk keuangan rumah tangga signifikan sebagai penentu partisipasi pekerja anak untuk rumah tangga pedesaan. Hasil untuk rumah tangga perkotaan, usia anak, jenis kelamin kepala rumah tangga, dan nilai kontribusi anak, jenis kelamin anak, usia kepala rumah tangga dan pendidikan kepala rumah tangga yang signifikan sebagai penentu partisipasi pekerja anak.


(53)

No. Penulis, Judul dan Tahun Penerbitan

Variabel Penelitian Metode Analisis Hasil

2. Endrawati Netty. Judul : Faktor Penyebab Anak Bekerja dan Upaya Pencegahannya, (2011).

- ekonomi keluarga

- keputusan orang tua yang mengizinkan anak bekerja; - budaya keluarga

- keinginan anak sendiri - lingkungan

Analisis Deskriptif Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan, bahwa penyebab paling dominan adalah faktor ekonomi keluarga yang pas-pasan; faktor orang tua yang mengizinkan anak bekerja; faktor budaya yang menganggap bahwa anak yang bekerja dianggap sebagai proses sosialisasi menuju kedewasaan dan wujud darma bakti anak pada orang tua; faktor kemauan sendiri dengan alasan memenuhi kebutuhan sendiri dan juga sebagai bentuk pelarian; faktor lingkungan sebagai akibat dari pengaruh temanteman sekitarnya; dan faktor keluarga, dalam hal ini ajakan kerabat untuk membantu usaha keluarganya.


(54)

Penerbitan

3. Fitdiarini N. dan Sugiharti L. Judul : Karakteristik dan Pola Hubungan Determinan Pekerja Anak di Indonesia, (2008)

Variabel dependen : status pekerjaan anak

Variabel independen : 1. pendidikan kepala

keluarga

2. pekerjaan kepala keluarga 3. bidang pekerjaan kepala

keluarga

4. jam kerja kepala keluarga 5. jumlah anggota keluarga 6. pendidikan anak

7. usia anak

8. jenis kelamin anak

Model regresi logistic Berdasarkan hasil penelitian variable yang berpengaruh terhadap munculnya pekerja anak antara lain, tingkat pendidikan kepala keluarga, bidang pekerjaan kepala keluarga, jenis kelamin pekerja anak, tingkat pendidikan pekerja anak, dan usia pekerja anak

4. Putri Maharani Nadia dan Purwanti Yulia Evi

Judul : Analisis Penawaran Tenaga Kerja Wanita Menikah Dan Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Brebes, (2012).

Variabel Dependen : Penawaran Tenaga kerja wanita menikah

Independen : upah / pendapatan, penghasilan suami, usia, pendidikan, jumlah anak balita,

pengeluaran rumah tangga

Metode Regresi Linier Barganda (OLS) :

Y = a + B1 X1 + B2 X2 + B3

X3 + B4 X4 + B5 X5 + B6 X6

+ ei

Upah/pendapatan berpengaruh positif sebesar 0,00003344, penghasilan suami berpengaruh negatif sebesar 0,00003044, usia tidak berpengaruh sebesar (-0,204), pendidikan tidak berpengaruh sebesar (-0,876), jumlah anak balita berpengaruh negatif sebesar 28,391, pengeluaran rumah tangga berpengaruh positif sebesar 0,00004366


(55)

No. Penulis, Judul dan Tahun Penerbitan

Variabel Penelitian Metode Analisis Hasil

5. Eliana Novita dan Ratina Rita Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Curahan Waktu Kerja Wanita. (2007).

Variabel penelitian

Dependen : curahan waktu kerja waktu kerja wanita Independen : umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, pendapatan perkapita keluarga, upah.

Metode Regresi Linier Berganda (OLS) :

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3

+ b4 X4 + b5 X5 + ei

Umur tidak berpengaruh sebesar (-0,008), jumlah tanggungan kepala keluarga tidak berpengaruh sebesar (0,022), tingkat pendidikan tidak berpengaruh sebesar (0,001), pendapatan perkapita keluarga tidak berpengaruh sebesar (0,019), upah berpengaruh positif sebesar 0,187 6. Sahu Kumari Kabita

An Empirical Study Of Determinants Of Child Labour. (2013).

Variabel penelitian

Dependen : Jam kerja pekerja anak.

Independen : Pendapatan Keluarga, Jumlah tanggungan keluarga, Pendidikan pekerja anak, Pendidikan ayah dari pekerja anak, Pendidikan ibu pekerja anak

Metode Analisis Regresi Linier

Y = α + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3

+ β4 X4+ β5 X5 + ei

Pendapatan keluarga berpengaruh signifikan sebesar -0,316 , pendidikan anak berpengaruh signifikan sebesar -0,453 dan pendidikan ayah berpengaruh signifikan sebesar -0,208, jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0,290, sedangkan pendidikan ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap jam kerja pekerja anak di Odisha, India.


(56)

2.3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran teoritis menunjukkan tentang pola pikir teoritis terhadap pemecahan masalah penelitian yang ditemukan. Kerangka pemikiran teoritis didasarkan teori-teori yang relevan, diambil sebagai dasar pemecahan masalah penelitian. Kerangka pemikiran penelitian ini yaitu pekerja anak sejatinya telah dilarang oleh pemerintah, namun kenyataannya di Provinsi DIY jumlahnya semakin meningkat dan jumlah pekerja anak terbanyak terdapat di Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nwaru dkk (2011), Nachrowi dan Usman (2004), serta Fitdiarini N. dan Sugiharti L. (2008), menjelaskan pendapatan keluarga, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala keluarga dan nilai upah anak memiliki pengaruh terhadap munculnya pekerja anak. Berdasarkan penelitian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pendapatan keluarga, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala keluarga dan nilai upah anak terhadap curahan waktu kerja pekerja anak di Kabupaten Sleman. Berikut skema hubungan antara variabel pendapatan keluarga, pendidikan anak, jenis kelamin anak, pendidikan kepala keluarga dan nilai upah anak yang berpengaruh terhadap variabel curahan jam kerja pekerja anak di Kaupaten Sleman.

Curahan jam kerja pekerja anak (Y) Pendapatan keluarga (X1)

Pendidikan anak (X2)

Jenis kelamin anak (X3)

Pendidikan kepala keluarga (X4)

Nilai upah pekerja anak (X5)

Gambar 2.6.


(57)

Landasan dari kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga yang dimaksudkan yaitu seberapa besar pendapatan yang diterima oleh suatu rumah tangga. Pada penelitian Sahu Kumari K. (2013) menunjukkan, semakin rendah pendapatan keluarga maka akan semakin tinggi curahan waktu kerja pekerja anak. Hal ini didasari keluarga yang pendapatan ekonominya rendah akan mengerahkan anggota keluarganya termasuk anak dibawah usia kerja untuk ikut membantu bekerja agar dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Maka dari itu hubungan antara pendapatan rumah tangga dengan curahan waktu kerja pekerja anak adalah negatif.

2. Pendidikan anak

Status pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini ialah sebebrapa lama anak tersebut menempuh pendidikan formal. Ketika anak telah menempuh pendidikan cukup lama, maka seorang anak akan dapat berpikir lebih lanjut mengenai manfaat dari pendidikan itu sendiri. Namun, peneliti menduga bahwa setiap anak akan lebih mementingkan pendidikan apabila kebutuhan ekonomi mereka tercukupi. Artinya bahwa seseorang akan lebih mendahulukan mencari sesuap nasi daripada bersekolah. Penelitian yang dilakukan Nwaru dkk (2011) menunjukkan bahwa ketika seorang anak menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan ia sudah dapat membaca serta menulis, maka dalam bekerja ia lebih bisa menunjukkan skill yang ia punya dan kemudian ia kembangkan daripada pekerja anak yang hanya sebentar


(1)

Keterangan :

Y = Curahan waktu kerja pekerja anak X1 = Pendapatan keluarga

X2 = Pendidikan anak X3 = Jenis kelamin anak

X4 = Pendidikan kepala keluarga X5 = Nilai upah pekerja anak β0 = Konstanta

β1, β2,... ,β5 = Koefisien regresi

3.5.2. Pengujian Terhadap Gejala Penyimpangan Asumsi Klasik

Beberapa masalah sering muncul pada saat analisis regresi digunakan untuk mengestimasi suatu model dngan sejumlah data. Masalah tersebut dalam buku teks ekonometrika termasuk dalam pengujian asumsi klasik, yaitu ada tidaknya multikolinearitas, heterokedastisitas, normalitas, autokorelasi. Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model yang digunakan, terlebih dahulu dilakukkan pengujian terhadap asumsi-asumsi klasik, sehingga model tersebut layak digunakan. Tujuannya agar diperoleh penaksiran yang bersifat Best

Llinier Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian ini dimaksudkan untuk

mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi pada hasil estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan maka uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid (Gujarati, 2010).


(2)

3.5.2. Deteksi Normalitas

Deteksi normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu memiliki distribusi normal atau tidak. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Cara mendeteksinya adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Selain itu pengambilan kesimpulan dengan melihat tampilan grafik histogram, apabila histogram hampir menyerupai genta dan titik variance semuanya mengikuti arah garis diagonal menunjukkan model regresi memenuhi asumsi normalitas artinya layak pakai (Ghozali, 2005).

Menurut Ghozali (2005), Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dapat dilihat dari nilai signifikansinya (α = 0,05). Apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka data residual berdistribusi normal.

3.5.3. Deteksi Multikolineritas

Deteksi multikolinearitas bertujuan menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal.


(3)

Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005).

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam regresi yaitu: 1. Nilai R square (R²) yang dihasilkan oleh suatu estimasi model

regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individu variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2. Menganalisis matrik korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 9,0) maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

3. Melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Suatu model regresi bebas dari masalah multikolinearitas apabila nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 1,0.

3.5.4. Deteksi Heteroskedastisitas

Deteksi heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya gejala heteroskedastisitas dalam model persamaan regresi digunakan uji glejser. Metode ini melakukan regresi antara nilai absolut dari tiap variabel independen. Apabila koefisien regresi tersebut signifikan maka dapat heteroskedastisitas di dalam data. (Gujarati, 2010).


(4)

3.5.5. Pengujian Statistik

Setelah model bebas dari pengujian asumsi klasik, dilanjutkan dengan justifikasi statistik. Justifikasi statistik merupakan uji giving goodness of fit model yang menyangkut ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dengan melihat dari Goodness of Fit-nya. Secara statistik, setidaknya dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t (Ghozali, 2005).

3.5.7.1. Koefisien Determinasi ( R² )

Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi


(5)

terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2005).

3.5.7.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis digunakan statistik F dengan pengambilan keputusan sebagai berikut (Ghozali, I. 2005):

a. Membuat Hipotesis

Ho : β1, β2, β3, β4, β5 = 0 artinya tidak ada pengaruh dari variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Ha : β1, β2, β3, β4, β5 ≠ 0 artinya ada pengaruh dari variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen

b. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya seluruh variabel independen merupakan penjelas terhadap variabel dependen. Jika F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya seluruh variabel independen bukan merupakan penjelas terhadap variabel dependen.

3.5.7.3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel


(6)

βi SEβi

bebas lainnya adalah konstan. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik t yang dihitung dengan cara sebagai berikut (Gujarati, 2003) :

t = ... (3.4)

Dimana :

t = Nilai t hitung

βi = Koefisien regresi variabel bebas ke-i

Seβi = Standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) α = 10%.

Untuk mengetahui kebenaran dari hipotesis digunakan kriteria sebagai berikut :

Ho : β1= 0 tidak ada pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja

Ha : β1 ≠ 0 ada pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja

dimana β1 adalah koefisien variabel independen ke–i sebagai nilai parameter hipotesis. Nilai nol, artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t hitung < t tabel maka Ho diterima dan bila nilai t hitung > t tabel maka Ho ditolak yang berarti bahwa variabel yang bersangkutan ada pengaruh yang signifikan. Hal ini berarti bahwa variabel bebas yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.