Doding Karya Taralamsyah Saragih Analisis Makna Syair dan Struktur Musik Chapter III VI

BAB III
BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH

3.1 Biografi
Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah
riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.
Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta - fakta
kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan
biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi – informasi
penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan
yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan
kejadian

- kejadian

pada hidup seorang tokoh

yang menjadi

objek


pembahasannya. Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan
keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut,
juga mengenai cerita - cerita atau pengalaman - pengalaman selama hidupnya.
Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan
orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan
menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat
sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya
biografi hanya berfokus pada orang – orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.
Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah
101

Universitas Sumatera Utara

102

meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih
hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur
tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa
dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada

suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan
utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping
koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku
referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.
Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi
antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan faktafakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan
ensiklopedia dan catatan waktu.
Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan
yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya:
a. Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas.
b. Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang
tertentu juga bagi orang lain.
c. Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang
tersebut.
d. Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat
tersebut.

Universitas Sumatera Utara


103

e. Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut.
f. Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam
hidupnya.
g. Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,atau karena
keberuntungan.
h. Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih
buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup,
bagaimana, dan mengapa demikian. Lakukan juga penelitian lebih lanjut
dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu
penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya
tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik.
Terjemahan Ary (2007) dari

situs

: (www .infoplease. com/ homework/


wsbiography.html).

3.2 Biografi Taralamsyah Saragih
Taralamsyah Saragih adalah seorang bangsawan Simalungun yang
memiliki kepedulian terhadap seni, budaya dan sejarah Simalungun. Ia lahir pada
tanggal 18 agustus 1918, di Rumah Bolon Pematang Raya Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara (Saragih 2014: xiii). Taralamsyah Saragih adalah
salah satu keturunan kerajaan Raya yang ada di urutan ke-40 dengan ayah yang
bernama Tuan Sumayan dengan nama asli Tuan Hapoltakan dan bertahta
diperiode 1889-1932 (Saragih 2014:3). Ia

mahir memainkan

musik daerah

Simalungun kerena bakat alamiah keluarga serta peran aktif sebagai salah satu

Universitas Sumatera Utara

104


pemain musik di lingkungan kerajaan. Nama Taralamsyah Saragih dan nama
Ibunya tercantum sebagai generasi ke-15, yang berarti Taralamsyah Saragih
generasi ke-16. Lalu, naskahnya tersebut diserahkan kepada seorang penulis agar
diterbitkan. Dan akhirnya, oleh penulis diterbitkan di percetakan Tapian Raya,
dengan biaya sendiri. Dengan judul “Saragih Garingging”. Taralamsyah saragih
sangat berharap mendapatkan honor dari penerbitan buku tersebut. Tetapi, hanya
sedikit yang Ia dapatkan, karena pengiriman buku tersebut tersendat.
Dalam perjalanan karirnya, musik gendang selanjutnya disebut gondrang
sedang mengalami masa puncak kejayaanya. Kerena itu, Taralamsyah Saragih
tetap tampil sebagai pemain musik gondrang dalam banyak acara kerajaan. Salah
satu guru Taralamsyah Saragih adalah kakak/ abangnya kandungnya sendiri
dengan usia 19 tahun lebih tua, yakni Jan Kaduk Saragih. Sayangnya ia
meninggal diusia relatif dini yaitu 47 tahun, saat memangku jabatan Raja Raya
kerena dieksekusi oleh pasukan revolusioner pada 3 Maret 1946. Hal yang tidak
banyak diketahui oleh umum bahwa ada kedekatan kekerabatan antara
Taralamsyah Saragih dengan musisi kondang Indonesia yaitu Bill Saragih.
Kekerabatan yang dimaksud adalah ayah dari Bill Saragih yaitu Jan Kaduk
Saragih.
Ia menyelesaikan pendidikan formal di Holandse Inlandse School (HIS).

Sebagai komponis, karya-karyanya beranjak dari tradisi etnik Simalungun dan
Melayu hal itu dapat telihat dari karakter melodi dan penggunaan teks bahasa
daerah yang khas Simalungun. Di usia yang relatif muda pada tahun 1936 hingga
tahun 1941.

Universitas Sumatera Utara

105

Pada masa itu, sekolah hanya untuk keturunan dari lingkungan kerajaan.
Kesempatan ini membuat Taralamsyah Saragih bebas dari buta huruf, satu hal
yang saat itu menjadi ciri khas utama warga.
Taralamsyah Saragih kemudian tidak sekedar menjadi musisi , tetapi juga
sekaligus budayawan dan penggarap tari daerah Simalungun yang paling paham
seni budaya Simalungun. Hal ini dikarenakan pada masa itu, seluruh keturunan
raja juga diajarkan kebudayaan, adat istiadat serta tata kerama oleh pemerintahan
Belanda maupun adat istiadat kerajaan setempat. Selain itu seni musik yang
mereka pelajari, dengan tujuan bukan hanya sebagai sarana hiburan, tetapi
sekaligus merupakan sarana mempertunjukkan simbol-simbol kehidupan.
1926-1930 adalah tahun dimana pembentukan bakat musik Taralamsyah

Saragih berlangsung. Diusianya yang ke-8 tahun, Taralamsyah Saragih sudah
mulai diajarkan secara rutin musik dengan ‘manggual’. Ini adalah istilah untuk
memukul gondrang beserta instrument gong dikombinasikan dengan liukan nada
yang dihasilkan oleh

bunyi serunai (sarunei). Ini menjadi rutinitas dalam

melewati hari-harinya di instana sebagai warga kerajaan.
Sebelum revolusi sosial tahun 1946 hanya ada sekitar 200 seni musik
untuk jenis hiburan, musik sakral dan lagu rakyat, jumlah yang tidak banyak pada
waktu itu,Menurut Taralamsyah Saragih dan belajar jenis-jenis musik ‘gondrang’
selama empat tahun membuatnya paham semua jenis hiburan hingga paham dan
hapal pola ketukan dan nada ‘gondrang’.(Saragih 2014:6)
Diusia delapan hingga dua belas tahun, Taralamsyah Saragih juga
diajarkan makna dan fungsi setiap musik gonrang. Kemampuannya dalam

Universitas Sumatera Utara

106


menciptakan lirik juga tak lepas dari sebuah adat istiadat di kerajaan. Tradisi
kerajaan tidak hanya mengajarkan musik dan instrument. Taralamsyah Saragih
juga dia ajarkan kosa kata Simalungun Kuno.
Kerajaan memiliki kebiasaan untuk mengekspresikan sesuatu lewat
peribahasa, ungkapan serta pantun, termasuk yang disebut ‘umpasa’. Pelajaran
tentang ‘umpasa’ membuat Taralamsyah Saragih memilik perbendaharaan bahasa
dan kata serta kemampuannya berimprovisasi dalam penulisan syair dalam lagu
karyanya. Kata-kata dan kalimat-kalimat diacara kerajaan memiliki arti bersastra
tinggi dengan bunyi dan makna kalimat yang luhur.
Dari sinilah berkembang pemahaman dan kemampuan Taralamsyah
Saragih untuk menorehkan lirik-lirik lagu yang tergolong maju pada zamanya
tetapi autentik khas Simalungun. Sampai dewasa ini, lirik lagunya dirasakan
meresap dan mempesona.
Taralamsyah Saragih sebagai seorang yang tidak hanya piawai melodi
musik, tetapi juga membuatnya sebagai musisi yang dikagumi karena kalimat
dalam syair lagunya yang enak didengar. Hingga sampai pada saat ini karya
ciptaan beliau sangat sering di gubah ulang sesuai dengan kemajuan zaman, untuk
kepentingan estetika maupun ekonomi.
Hal inilah yang membedakan Taralamsyah Saragih dari segala pemusik
Simalungun, sejak dulu hingga sekarang. Dia belajar musik dan juga aspek

budaya yang menjadi kerangka keberadaan musik. Dia belajar kosa kata dari
lingkungan yang terbiasa dengan tradisi umpasa. Dia belajar melodi dengan

Universitas Sumatera Utara

107

peruntukan yang unik seperti melodi khusus untuk suasana kegembiaraan,
suasana pengharapan untuk warna kesedihan.
Taralamsyah Saragih sendiri menuliskan bahwa pada periode 1934-1936
dia telah membuntuk kumpulan seni musik modern. ia beranjak lebih jauh lagi,
melakoni drama musikal dengan membentuk tim musik sendiri. Ia sudah seperti
pemusik handal diusia belia, yakni pada usia 16 tahun
Pada tahun 1950 adalah periode aman bagi Taralamsyah Saragih selaku
keturunan raja raya dari masa revolusioner/pemusnahan untuk kemerdekaan
Indonesia. Sembari mempunyai jiwa yang melekat dengan seni, pada tahun 1952
ia hijrah dan menetap di Medan untuk bekerja aktif sebagai pengawai Departemen
Keuangan. Atas permintaan Lokananta lewat Radio Republik Indonesia (RRI) ia
menjadi wakil utama Simalungun saat perekaman lagu-lagu daerah, khususnya
Simalungun . Selama delapan belas tahun (1952-1970), ia membuka dan membina

cabang seni Simalungun di Medan
Penguasaannya terhadap sejarah seni dan kebudayaan Simalungun
khusunya perlu dihargai dan dikenang meskipun beliau telah lama berpulang yaitu
pada 1 maret 1993 di Provinsi Jambi. Pengalaman beliau di bidang seni musik
Simalungun antara lain :
1926 – 1930 :

Sebagai seorang anak raja di Raya (anak ke-40), yang diharuskan
menguasai permainan musik Simalungun. Hal ini merupakan
kebiasaan di Istana pada saat itu.

1930 – 1933 : Belajar biola, membaca not pada guru musik yaitu Jan Kaduk
Saragih. Beliau berusaha menotasikan lagu-lagu Simalungun.

Universitas Sumatera Utara

108

1934 – 1936 : Membentuk kumpulan seni musik modern dan sandiwara di
Pematang Raya untuk menambah pengalaman.

1937 – 1941 : Membina seni Musik Simalungun di Pematang Siantar dengan
hasil

membentuk

perkumpulan

Siantar

Hawaian

Band,

membentuk koor rumah sakit di Pematang Siantar, dan
merekam lagu-lagu Simalungun pada piringan hitam Odeon di
Medan.
1942 – 1947 :

Membentuk kumpulan seni musik dan kegiatan sandiwara di
zaman Jepang bernama Siantar Gekidan.

1947 – 1951 :

Mengungsi ke Bukit Tinggi dan Kutaraja Aceh akibat revolusi
sosial.

1949 – 1951 :

Membantu pelatihan musik untuk para tentara di Kuta Raja
selama dua tahun pengungsiannya. Ini setelah Taralamsyah dan
keluarganya kembali dari Bukit Tinggi dengan melintasi
Samudera Hindia lewat padang menuju Kuta Raja. Dia terancam
sebagai ningrat Simalungun di era revolusi sosial dan juga
terancam oleh kedatangan kembali Belanda dalam statusnya
sebagai pegawai pemerintah

1952

: Berangkat dari Kuta Raja menuju Medan dan membina musik
dan tari Simalungunyang berlangsung sampai tahun 1970.
Disamping itu juga beliau membantu M. Sauti menysun taritarian Melayu seperti “Kuala Deli, Mainang, Tanjung Katung”
dan lainya.

Universitas Sumatera Utara

109

1954

: Mengikuti misi tur kesenian dalam rangka pertukaran Budaya
dan Kesenian Indonesia ke Beijing, Tiongkok. Mereka
membawakan tarian “Sitalasari” dan “Pamuhunan”. Setahun
setelah mengikuti misi kesenian RI pertama ke Tiongkok ini,
beliau juga melanjutkan peran sebagai pelatih tari melayu dan
tarian daerah lain yang ada di Sumatera Utara. Disamping itu
Taralamsyah Saragih mengadakan siaran berkala khusus untuk
lagu-lagu Simalungun di RRI Medan.

1959

: Merekam lagu-lagu Simalungun di empat piringan hitam di
studio RRI Medan untuk keperluan LOKANANTA, perusahaan
dibidang

rekaman

milik

Departemen

Penerangan

yang

bermarkas di Solo. Rekaman ini merupakan kelanjutan dan hasil
kinerja buah dari pendirian Orkes Na Laingan bersama
Djawalim Saragih dan Saridin Purba pada tahun 1959. Orkes ini
khusus untuk musik Simalungun walau sesekali memainkan
juga lagu-lagu non Simalungun. Pendirian orkes Na Laingan ini
merupakan sambutan atas reaksi pemirsa RRI yang menikmati
siaran-siaran lagu Simalungun.
1963

: Memimpin rombongan Sabang – Merauke untuk menampilkan
tarian “Haroan Bolon” pada pembukaan Ganefo ( Game of New
Emerging Forces) di Jakarta. Beliau juga menjadi koreografer
untuk tarian “Tembakau” khusus bagi siswa kebidanan di RS
PPN Tembakau Medan.

Universitas Sumatera Utara

110

1969

: Turun berperan dalam pendirian Sekolah Menengah Musik yang
berdiri pada 25 November 1969 dan kini menjadi SMK N 11
Medan.

1970

: Membawa misi kesenian ke Johor Malaysia ( Mahasiswa USU
Medan) dengan membawakan tarian “Makkail” dan “Haroan
Bolon”.

1971

: Berangkat untuk berkarya dan menetap di Jambi.

1973

: Dua kali membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta untuk
mengikuti Festival Kesenian Mahasiswa se-Indonesia dan
meramaikan pameran visual Pemabangunan Indonesia.

1974

: Membawa rombongan kesenian Jambi ke Singapura.

1975

: Membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta untuk
pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

1978

: Gubernur

Jambi

Jamluddin

Tambunan

mengistruksikan

penelitian dan pencatan seni musik dan tari daerah jambi.
Instruksi langsung dari Taralamsyah Saragih sebagai ketua tim
dengan anggota Surya Dharma, Tamjid Widjaya, O.K.
Hundrick, Marzuki Liazim dan M. Syafei Ade. Hailnya adalah
sebuah buku berjudul “ Ensiklopedi Musik dan Tari Daeraj
Jambi”. Ditempat ini juga beliau melakukan penyusunan
“Kamus Bahasa Simalungun” dan “Sejarah Garingging”
Disamping itu, pada masa hidupnya, beliau sempat menjadi pegawai di
pemerintahan sebagai staf bagian pembukuan keuangan. Sebagai pegawai

Universitas Sumatera Utara

111

pemerintah, beliau sering berpindah, pernah tinggal di Jakarta, Medan, Pematang
Siantar dan terakhir di Jambi , saat di perantauan beliau lebih produktif
menciptakan karya seni musik dan tari, hal ini dilakukan sebagai obat atas
kerinduan yang mendalam akan kampung halamannya.
Dalam perkawinannya, Taralamsyah Saragih menikah pada saat berusia
26 tahun pada sabtu, 25 November 1944 dengan Siti Manyun br. Siregar.
Taralamsyah Saragih memiliki 12 orang anak diantaranya 3 laki-laki dan 9
wanita. Pada tahun 1980 Taralamsyah Saragih menyusun buku berjudul, Musik
Gondrang, Struktur dan fungsinya di Simalungun, kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris oleh Arlin Dietrich Jansen dalam rangka mendapat gelar
Doktor di University of Washington Amerika.

Gambar 3.1 Taralamsyah Saragih
Sumber : www.google.co.id

Gambar 3.2 Taralamsyah Saragih dan Istri
Sumber : www.google.co.id

Universitas Sumatera Utara

112

3.3 Karya Taralamsyah Saragih
Dalam perjalanan hidupnya, Taralamsyah Saragih banyak menciptakan
karya baik dalam bidang musik maupun tari. Dalam bidang musik, Taralamsyah
Saragih juga banyak menggubah musik baik dalam segi syair maupun nada yang
diambil dari lagu-lagu daerah Simalungun (volklor). Selain menguasai ansambel
musik Simalungun beliau menguasai instrumen musik barat antara lain clarinet,
piano, dan acordion. Tetapi dalam grup bandnya beliau sering diposisikan dalam
memainkan instrumen acordion. Jankaduk Saragih sebagai kakak dan guru
musiknya sangat membantu perjalanan karir musik Taralamsyah. Pada masa
1930an, Belanda memberikan piano kepada Jankaduk Saragih sebagai bentuk rasa
terima kasih karena atas kerja sama pihak kerajaan dengan pemerintahan Belanda
pada saat itu. Hal inilah sebagai awal pembentukan pengenalan Taralamsyah
Saragih kemusik modern, beliau mulai belajar pengenalan tangga nada barat
berupa notasi angka dan balok. Karena kelebihan bakat ini, beliau membuat notasi
untuk lagu rakyat Simalungun dan ciptaannya sendiri sebagai arsip dan dokumen
pribadi. Disamping itu kemapuan Taralamsyah Saragih dalam mendengarkan
nada-nada instrument maupun lagu merupakan bakat hal yang luar biasa pada
masa itu. Dari nada yang ia dengar, Taralamsyah Saragih langsung dapat
menuliskan notasi. Hal ini sudah biasa ia lakukan semenjak diusia 15 tahun.
Latihan notasi ini semakin memperkuat eksistensinya sebagai musisi sejak usia
muda, ia terus berkembang menjadi komponis dan pencipta lagu. Berikut ini
adalah judul karya musik dan tari ciptaan/ gubahan Taralamsyah Saragih
Karya musik yaitu :

Universitas Sumatera Utara

113

1. Eta Mangalop Boru
2. Parmaluan
3. Hiranan
4. Inggou Parlajang
5. Tarluda
6. Parsonduk dua
7. Padan Na So Saud
8. Tading Maetek
9. Pamuhunan
10. Paima Na So Saud
11. Sihala Sitaromtom
12. Sanggulung Balun-balun
13. Ririd Panonggor
14. Marsialop Ari
15. Mungutni Namatua
16. Pindah-Pindah
17. Ingoou Mariah
18. Uhur Marsirahutan
19. Pouldung Sirotap Padan
20. Bujur Jeham
21. Simodak Odak ( ciptaan bersama dengan Tuan Jan Kaduk Saragih)
22. Ambit Pori
23. Ambit Pori
24. Doding Manduda
25. Parsirangan
26. Hira-hira Na Simbei
27. Ilah Bolon

Universitas Sumatera Utara

114

28. Ilah Nasiholan
29. Serma Dengan-Dengan
30. Ippol Marpanayok
31. Mariah Sibahuei
32. Sitalasari
33. Martomu Samon
34. Mase
35. Tuan Ma Gunung Malela
36. Runtenlol
Karya lagu yang digubah kembali yaitu :
1. Parsirangan
2. Doding Manduda ( gubahan Ilah tradisional Ilah Losung)
3. Ilah Nasiholan
4. Marsigumbangi
5. Na majetter ( gubahan Ilah tradisional Ilah Bolon)

Lagu Karo Untuk Rekaman di Lokananta yaitu :
1. Piso Surit
2. Terang Bulan Bintang Ergaris
3. Roti Manis
4. Petjat-Petjat Seberaja
5. Tjekala Nguda
6. Padan Pangindo
7. Ola Aku Tading
8. Parbelengen

Universitas Sumatera Utara

115

Menurut Edy Taralamsyah Saragih Garingging, ketika Djaga Depari tak
dapat memenuhi sampai delapan lagu untuk produk Lokananta, Ia meminta
kepada Taralamsyah Saragih untuk menolong menyelesaikan lagu tersebut dan
semua musik Karo tersebut diringi oleh Orkes Nalaingan , Pimpinan Djawalim
Saragih. (Saragih 2014: xxi)
Selain menciptkan lagu, Taralamsyah Saragih juga berperan dalam
menggarap tari daerah Simalungun khususnya, judul tari ciptaannya antara lain :
1. Sitalasari (1946)
2. Pamuhunan, Simodakodak, Haroharo ( 1952)
3. Sombah ( 1953)
4. Ruten Tolo ( 1954)
5. Nasiaran ( 1957)
6. Makkail dan Manduda ( 1957)
7. Haroan Bolon ( 1959)
8. Uou (1960)
9. Tari Tembakau (1964)
10. Panak Boru Napitu (1966)
11. Oratorium kelahiran Nabi Isa (1966)
12. Sendra Tari Yassin (1967)
13. Erpangir (1968)
14. Sendra Tari Ramayana (1970)
15. Dan beberapa tarian Melayu
Pada catatan yang sama, beliau menciptakan 14 tarian Simalungun dan
36 buah lagu Simalungun. Lahir sebagai keturunan ningrat Raja Raya di
lingkungan Rumah Bolon (Istana) di Pamatang Raya Simalungun. Mulai

Universitas Sumatera Utara

116

mempelajari tari dan musik tradisi Simalungun pada tahun 1926. Antara tahun
1928-1935, ia mempelajari alat-alat musik barat seperti biola, gitar dan lain-lain.
Selain menciptkan lagu Simalungun, Taralamsyah Saragih juga mampu mencipta
lagu rohani katolik yang lebih banyak menerima kearifan lokal dari pada agama
lain. Inggou-nya kental. Nadanya sesuai dengan tema kalender Gereja Katolik
seperti hari kamis putih, jumat agung dan paskah.
Taralamsyah Saragih sempat tinggal di USI (Universitas Simalungun),
menempati salah satu kamar di lantai 2. Disela-sela kegiatannya menulis, pada
malam hari beliau berdendang dengan clarinetnya. Masa itulah Taralamsyah
Saragih merampungkan bukunya berisi Sejarah Kerajaan Raya dan Silsilah Raja
Raya serta penyebaran keturunan Raja Raya.
Pada pertengahan tahun 1971 Taralamsyah Saragih hijrah ke Jambi atas
permintaan Gubernur Provinsi Jambi yang pada saat itu dijabat oleh RM. Noer
Admadibrata untuk mempelajari dan mengembangkan kesenian masayarakat
Jambi.
Website Taman Budaya Jambi menulis, kehadiran Taralamsyah Saragih
sejak tahun 1971 telah menambah kasanah bagi perkembangan dunia kesenian
Jambi. Menurut Tamjid Wijaya (Komponis Jambi), salah seorang sahabat dan
murid terdekatnya
Taralamsyah

(Majalah Sauhur, edisi

Saragih

dapat

diumpamakan

agustus 2009) mengatakan,
sebagai

‘besi

berani’

yang

mengumpulkan dan menyatukan serbuk-serbuk besi yang berserakan di
sekitarnya. Beliau juga merupakan figur seorang guru dan sekaligus bapak yang
mampu meletakkan porsinya dalam mendidik murid-muridnya, mereka semua

Universitas Sumatera Utara

117

dianggap seperti anak sendiri. Sehingga tidak hanya mengajarkan ilmu
keseniannya, tetapi juga memberikan bekal hidup bagi diri saya secara pribadi.
Pada tahun 1978 , Gubernur Provinsi Jambi pada maasa itu dijabat oleh
Jamaluddin Tambunan, pernah menginstruksikan untuk melaksanakan penelitian
dan pencatatan seni musik dan tari daerah Jambi yang langsung dipercayakan
pada Taralamsyah Saragih sebagai ketua tim yang beranggotakan: Surya Dharma,
Tamjid ,Wijaya OK. Hundrick, Marzuki Liazimdan, dan M. Syafei Ade yang
kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul, “Ensiklopedi Musik dan
Tari Jambi”.
Sebelum revolusi sosoial tahun 1946, Taralamsyah Saragih pernah
menjelaskan bahwa masih banyak jenis atau ciri khas lagu/musik Simalungun
yang dahulu mereka pelajari, namun pada saat revolusi sosial tersebut, sekian
banyak peralatan musik Simalungun, catatan agenda, serta peninggalan kerajaan
lainya yang kini tidak ditemukan lagi karena turut terbakar di dalam Istana
Kerajaan Raya di Simalungun.
Masuknya agama kedareah Simalungun selain membawa dampak positif
turut juga menyumbangkan dampak negatif. Kepercayaan Simalungun sangat
bertolak belakang dengan ajaran agama yang berkembang pada saat itu. Banyak
karya seni daerah Simalungun yang dianggap tabu bila dimainkan karena
dipercaya dapat mengundang roh-roh gaib dalam tiap ritual upara.

Universitas Sumatera Utara

118

3.4 Gambar Buku Lagu Ciptaan Taralamsyah Saragih Jilid Satu

Gambar 3.3 Cover buku lagu Taralamsyah Saragih
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

119

Gambar 3.4 Teks lagu Marsialop Ari
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

120

Gambar 3.5 Syair lagu Inggou Mariah
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

121

Gambar 3.6 Syair lagu Parsirangan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

122

Gambar 3.7 Sambungan syair lagu Parsirangan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

123

Gambar 3.8 Syair lagu Pamuhunan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

124

Gambar 3.9 Sambungan syair lagu Pamuhunan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

125

Gambar 3.10 Syair lagu Inggou Parlajang
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

126

Gambar 3.11 Sambungan syair lagu Inggou Parlajang
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

127

Gambar 3.12 Sambungan syair lagu Inggou Parlajang
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

128

Gambar 3.13 Syair lagu Simodak-odak
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

129

Gambar 3.14 Sambungan syair lagu Simodak-odak
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

130

Gambar 3.15 Syair lagu Uhur Marsirahutan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

131

Gambar 3.16 Sambungan syair lagu Uhur Marsirahutan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

132

Gambar 3.17 Syair lagu Ippol Marpanayok
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

133

Gambar 3.18 Sambungan syair lagu Ippol Marpanayok
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

134

Gambar 3.19 Syair lagu Tarluda
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

135

Gambar 3.20 Sambungan syair lagu Tarluda
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

136

Gambar 3.21 Sambungan syair lagu Tarluda
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

137

Gambar 3.22 Syair lagu Poldung Sirotap Padan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

138

Gambar 3.23 Syair lagu Poldung Sirotap Padan
Sumber : arsip Badu Purba

Gambar 3.24 Sambungan syair lagu Poldung Sirotap Padan
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

139

Gambar 3.25 Syair lagu Padan Na So Suhun
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

140

Gambar 3.26 Sambungan syair lagu Padan Na So Suhun
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

141

Gambar 3.27 Syair lagu Sitalasari
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

142

Gambar 3.28 Syair lagu Doding Manduda
Sumber : arsip Badu Purba

Gambar 3.29 Sambugan syair lagu Doding Manduda
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

143

Gambar 3.30 Syair lagu Parsonduk Dua
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

144

Gambar 3.31 Sambungan syair lagu Parsonduk Dua
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

145

Gambar 3.32 Syair lagu Tading Maetek
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

146

Gambar 3.33 Sambungan syair lagu Tading Maetek
Sumber : arsip Badu Purba

Universitas Sumatera Utara

147

3.5 Taralamsyah Saaragih dan Orkes Na Laingan
Pada tahun 1960an Presiden pertama Indonesia datang ke Medan,
Sumatera Utara dan disusguhi tarian dan nyanyian Simalungun yang dibawakan
oleh personel Nalaingan. Tarian yang dibawakan pada waktu itu berjudul
“Manduda”. Tarian ini memerankan orang berpasang-pasangan menumbuk padi
bersama, sebuah kebiasaan masa lalu di Simalungun. Kelebihan tarian ini ada
pada hentakan gerak yang seragam dengan iringan salah satu melodi Simalungun
terbaik yang enak didengar.
Karena kecintaan Soekarno pada tarian ini, istana negara pernah menjadi
ajang pertunjukan tarian Simalungun. Rasa kagum dan menyukai budaya
Simalungun, mereka pernah dipanggil menari di Istana Negara untuk menari di
hadapan Soekarno dan tamu negara.
Hal ini tidak terlepas dari torehan orkes Na Laingan, yaitu sebuah grup
musik yang didirikan Saridin Purba, Djawalim Saragih dan Taralamsyah di
tahun1959. Mereka bertiga masih tergolong masih satu keluarga dilingkungan
kerajaan Raya. Taralamsyah jago melodi, syair dan pola gerakan tarian, Djawalim
handal di gitar dan tampil sebagai pemimpin orkes. Saridin adalah seorang
pegawai negeri dengan fanatisme pada budaya Simalungun.
Pada saat itu mereka mempunyai kesibukan sebagai pegawai negeri sipil,
tetapi tetap konsisten pada pengembangan karya-karya seni Simalungun.
Walaupun honor tidak memadai namun hal ini tidak menyurutkan semangat
bermusik mereka. Dari tulisan tangan Taralamsyah menunjukkan bahwa honor

Universitas Sumatera Utara

148

para personel Na laingan hanya sejumlah Rp.200 /orang. Ini adalah honor saat
tampil untuk menghibur Soekarno pada saat datang kemedan.( Saragih 2014:26).
Walaupun masih ada kekerabatan dekat antar tiap personel serta
kesibukan pekerjaan yang luar biasa pada saat itu, jadwal latihan menari dan
bermusik disusun ketat dengan tujuan membuat orkes ini semakin solit. Usai
selesai memunaikan tugas dan kewajiban sebagai pegawai negeri sipil, disore hari
mereka mulai berlatih sampai malam hari.
Pada tahun 1961, Na Laingan tampil pada peresmian Gereja HKBP-S di
jalan Hang Tuah, Medan, selain itu mereka sering diundang untuk menghibur
pegawai PLN pada acara halal bihalal, perkumpulan Tionghoa Perantau di Medan,
dan acara-acara pribadi diluar kota seperti Parapat, Bangun Purba, dan Binjai.
Orkes Na Laingan memang dikenal sebagai orkes beraliran Simalungun tetapi
grup ini juga mampu membawakan aliran musik dan tari dari derah lain seperti
Melayu, Karo, dan Batak Toba.
Kepopuleran dan profesionalisme orke Na Laingan tergolong hebat pada
masa itu, hal ini terbukti grup iin pernah disewa oleh Lokananta, yaitu sebuah
perusahaan rekaman pertama di Indonesia, milik negara yang berdiri tahun1956.
Lokananta merekam lagu-lagu derah dan menjadi bahan siaran hiburan RRI yang
terkenal di zaman Orde lama dan Orde Baru di seluruh Stasiun. Untuk musik
pengiring album karo dalam rekaman Lokananta, para pemusik Na Laingan
menjadi andalan. Lagu-lagu karya djaga Depari seorang komponis besar etnis
Karo saat itu dalam rekaman Lokananta juga diiringi orkes Na laingan. pada saat
itu Taralamsyah turut andil membantu Djaga depari menyelesaikan beberapa

Universitas Sumatera Utara

149

karyanya termasuk Piso Surit dan Padan Pengindo (wawancara aris purba 17 juni
2015). Disamping itu, sewaktu merekam karya musiknya pada Lokananta, orkes
ini sering dikunjungi oleh Gordon Tobing dan Nahum Sitomorang dengan tujuan
memberi motivasi dan semangat. Selain orkes Na Laingan muncul pula Orkes
Musik Simalungun yang bernama DOTORSI atau Doding Tortor Simalungun
yang salah personelnya adalah Badu Purba yang pada penelitian karya ilmiah ini
menjadi salah satu narasumber. Eksistensi orkes Dotorsi tidak sebesar orkes Na
Laingan, Dotorsi hanya dikenal didaerah saja yaitu Pematang Siantar dan
Kabupaten Simalungun.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ANALISIS MAKNA SYAIR LAGU

Dalam menciptakan syair dalam lagu,biasanya Taralamsyah Saragih
mengambil pengalaman kehidupan yang ia alami sehari-hari, baik mengenai kisah
asmara, kehidupan di keluarga kerajaan, kerja sama antar masyarakat, dan lainya.
Untuk menciptakan satu buah syair lagu ada kalanya ia menyisipkan beberapa
buah kata khiasan yang perlu pendalaman yang lebih untuk mengetahui makna
sebenarnya. Untuk mempermudah mengartikan makna syair lagu karya
Taralamsyah Saragih, penulis berusaha keras mengartikan satu persatu kata yang
terdapat dalam syair lagu tersebut kedalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan kamus Simalungun-Indonesia ditambah lagi dengan bantuan
narasumber-narasumber yang dapat mempersatukan kalimat-kalimat syair tersebut
kedalam bahasa Indonesia sehingga menjadi syair yang dapat dimengerti.
Didalam mengartikan makna syair, ada beberapa bahasa yang digunakan hanya
sebagai istilah maupun ungkapan yang tidak mempunyai arti yang bertujuan
untuk memperindah syair lagu tersebut.

4.1 “Marsialop Ari” / Bergotong Royong
1. Eta marsalop ari ulang be mattadih asah ma parangon hadang homa do
Ayo bergotong royong janganlah berhenti, asahlah parang ini, sandang lah
sangkul on boanma tajak mu ulang be lupa bajutmu olobkon ma tongoncangkul ini, bawalah tajakmu janganlah lupa perlengkapanmu, bersorak150

Universitas Sumatera Utara

151

Universitas Sumatera Utara

152

namarharoan bolonon ganupan ningon dong i juma simalungun on
sorailah untuk gotong royong besar ini, semuanya harus ada di ladang
Simalungun
2. Patar mangimas hita dapot juma roba tubuh holi da omei,assium,lassina
Besok kita membuka ladang baru, menanam padi, timun cabai,
jagul, uttei homa, gadung, kasang rabut homa, olobkon ma tongon
jagung, jeruk juga, ubi, kacang yang lebat, bersorak-sorailah
namarharoan bolonon ganupan ningon dong i juma simalungun on
untuk gotong royong besar ini, semuanya harus ada di ladang Simalungun
3. Patar hita martindah tubuh omei, ratah lobong ma tene riap mangonah
Besok kita menanam padi hijau diladang, mari bersama melubangi dan
hodohon loppah on tambulni namartidah on olobkon ma tongon
menugal, masaklah lauk dan sayuran untuk bekal besok, bersorak-sorailah
namarharoan bolonon ganupan ningon dong i juma simalungun on
untuk gotong royong besar ini, semuanya harus ada di ladang Simalungun

4.1.1 Makna yang terkandung dalam lagu “marsialop ari”
Marsialop ari apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti
menjemput hari. Menjemput hari mempunyai makna dalam masyarakat
Simalungun adalah bersama-sama bergotong royong untuk membuka ladang baru
yang sebelumnya hutan belantara. Sebagai salah satu contohnya apabila seseorang
mempunyai ladang pertanian, dalam proses pengerjaanya masyarakat setempat
wajib membantu diladang tersebut, setelah selesai yang mempunyai ladang ini
pun membantu pekerjaan diladang orang lain yang turut membantunya sebagai
bentuk kebersamaan dan terima kasih, begitulah seterusnya sampai proses panen
tiba.
Lagu ini diciptakan oleh Taralamsyah Saragih sekitar pada tahun 1943
di Pematang Siantar. Selain itu lagu ini dilatar belakangi dari pengalaman hidup

Universitas Sumatera Utara

153

Taralamsyah Saragih yang pada dulunya masayarakat Simalungun dihampir
semua daerah melakukan Marsialop Ari sebagai tanda bahwa masyarakat
Simalungun mengutamakan kebersamaan atau sering dikenal dengan istilah
Sauhur Sapanriah ( wawancara Haris 17 juni 2015).
Pada tahun 1970an lagu ini sering digunakan sebagai salah satu pengiring
dalam Sendra Tari yang dipertunjukkan untuk tamu-tamu daerah yang datang ke
Sumatera Utara khususnya daerah Simalungun. Sebagai salah satu bentuk
kebersamaan mayarakat Simalungun dalam bercocok tanam maupun dalam hal
lain. Sebelum ada istilah STM ( Serikat Tolong Menolong) masyarakat
Simalungun dalam suatu daerah tempat dibiasakan untuk Saahap atau sehati dan
seperasaan dengan seluruh penduduk baik suka maupun duka tampa ada
himbauan atau perintah dari pihak keluarga yang bersangkutan tanpa mengharap
pamrih. Untuk petunjukkan tugas-tugas dalam pesta atau peristiwa yang lain
dikumpulkanlah beberapa orang disuatu tempat atau balai, disinilah pembagian
kewajiaban atau tanggung jawab dibagi pada setiap orang, acara ini juga dikenal
dengan istilah Tonggo Raja atau berkumpul untuk berdiskusi dalam acara
pembagian kewajiban dan tanggung jawab. Hal inilah sebagai salah satu keunikan
masyarakat Simalungun ( wawancara badu 2015 16 06)
Pendapat lain mengatakan bahwa lagu ini tergolong working song atau
nyanyian kerja. Karena didalam syairnya terdapat himbauan dan ajakan untuk
bekerja diladang merambah hutan untuk menanam keperluan masyarakat
setempat. Karena dengan gotong royonglah pekerjaan dapat dilesaikan dengan
mudah dan cepat ( wawancara sapna 2015 06 17).

Universitas Sumatera Utara

154

Setelah melihat dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan
bahwa daerah Simalungun adalah tempat yang subur, makmur, cocok untuk lahan
pertanian dan perkebunan. Kebutuhan pangan untuk menghidupi masyarakat
Simalungun sehari-hari dapat diperoleh dari hasil bercocok tanam sayur, buah,
padi dan lain-lain. Tetapi pada kalimat syair jelas disimpulkan untuk memperoleh
hasil yang sempurna, masyarakat dituntut harus bergotong royong bekerja
diladang.
4.2 “Parsirangan”/ Perpisahan
Sukkod ma tikki parsaoran, soluk panorang parmisahan
Terhambatlah waktu kebersamaan, waktu untuk perpisahan
Hata paulah tap dong simbei ulang sorngot bai paruhuran
Kalau ada perkataan yang salah jangan menjadi dendam didalam hati dan
pikiran,
Tading ma ham ulang mahua torkis hissah rossi matua
Tingglah engkau, sehat sejahtera sampai hari tua
Tading ma ham botou na tading
Tinggalah engkau yang kukasahi

4.2.1 Makna yang terkandung dalam lagu “parsirangan”
Menurut hasil wawancara bersama Haris Purba(17juni2016) lagu ini
diciptakan sekitar tahun 1950 di Pematang Siantar berdasarkan pengalaman
pribadi Taralamsyah Sendiri. Pada waktu itu Taralamsyah Saragih ingin pergi
merantau

meningggalkan

Pematang

Siantar

menuju

Medan.

Lagu

ini

mengisahkan tentang perpisahan Taralamsyah dengan kekasihnya (boru Purba
dasuha) akibat merantau untuk mencari kehidupan yang lebih layak, dan sebagai
bentuk pengungkapan perasaan, Taralamsyah menciptakan lagu ini. Lagu ini juga

Universitas Sumatera Utara

155

sering dikenal dengan judul Gambiri I Topi Pasar yang berarti kemiri ditepi
pasar yang sering dinyanyikan saat acara duka cita pada masyarakat Simalungun.
Padahal syair atau judul itu tidak pernah diciptakan Taralamsyah saragih.
Penambahan syair dalam lagu tersebut hanya ditambahkan oleh orang-orang
sebagai pelengkap syair yang bertajuk pantun dan puisi untuk memperindah lagu
tersebut.
Syair sekarang yang sering muncul
Ija gambiri i topi pasar, panjomuran ni saputangan
Ai anggo misir ma ham patar sedo pala marjabat tangan
Tading ma ham/au botou na tading
Misir na ham/au botou na misir
Menurut hasil wawancara dengan sapna (17 juni 2016) lagu ini bermakna
perpisahan dengan hati yang iklas yang dilakukan oleh sepasang kekasih. Hal ini
dapat dibuktikan dari kata-kata dalam syair “Tading ma ham ulang mahua torkis
hissah rossi matua tading ma ham botou na tading” yang berarti Tingglah
engkau, sehat sejahtera sampai hari tua tinggalah engkau yang kukasahi.

4.3 “Pamuhunan”/ Permisi
1. Poltak ma bittang da botou topat ma tula
Sekarang waktunya kasih bintang terang gemerlap
Lopus arian ta hun panorang pe das ma
Telah tiba waktunya setelah hari berganti hari
Rokkap ni badan da botou na dong tarsura bodari on
Hubungan yang terjalin selama ini usai lah sudah

Universitas Sumatera Utara

156

Hita boi pajuppah….Suttabi da botou bani hata na silap age parlahou
pangabak na hurang tama
Di pertemuan ini kuucapkan maaf yang begitu dalam untuk kata sikap dan
perbuatanku yang salah selama ini padamu
Horas-horas hita botou sayur matua, daoh ma bala sai dear ma
parutungan
Semoga diberkati, diberi rezeki dan kesehatan sampai akhir hayat, Jauh
dari bala, nasib bertambah baik
2. Borit ni in namin botou, soppong marsirang
Ternyata terlalu sakit kasih, terlanjur berpisah
Na dob dokah somal sanggah bai haposoon
Yang telah lama menjadi kebiasaan sewaktu remaja
Ai nikku pe namin botou nadong tarsura
Telah kukatakan kasih tak ada rencana
Ai goluh on nadong tongtong parhusoranni
Hidup yang benar sudah ada yang mengatur
Tading ma ham botou, tading ulang mahua
Tinggalah engkau kasih, tiada mengapa
Andohar ham girah homa das hululuan
Mudah-mudahan cita-citamu tercapai
Horas-horas hita botou, sayur matua, Daoh ma bala sai dear ma
paruttungan
Semoga diberkati, diberi rezeki dan kesehatan sampai akhir hayat, Jauh
dari bala, nasib bertambah baik
3. Sai jalo ham tongon botou, andon ma demban
Terimalah kasih, Selembar sirih ini
Hatani on botou padashon pamuhunan
Yang berarti menyampaikan pesan
Appogi ham botou holsoh, pusukni uhur
Batasilah kasih perasaan sedih, dan sakit hati
Iluh na horom gan atei patorang uhur
Pantang air mata untuk penerang hati

Universitas Sumatera Utara

157

Nasalpu in botou nasasap nalupahon
Yang dulu kasih hapus dan lupakanlah
Goluh nabaju ma tongon namanggattihkon
Hidup baru sebagai pengganti
Horas-horas hita botou, sayur matua,Daoh ma bala sai dear ma
paruttungan
Semoga diberkati, diberi rezeki dan kesehatan sampai akhir hayat, Jauh
dari bala, nasib bertambah baik

4.3.1 Makna yang terkandung dalam syair lagu “pamuhunan”
Menurut Haris Purba (wawancara 17juni2015) makna yang terkandung
didalam lagu ini hampir sama dengan lagu parsirangan, yang menjadi
perbedaannya ialah pencipta lagu menekankan waktu perpisahannya. Dapat
dikatakan lagu ini penyempurnaan dari lagu parsirangan. Apabila dilihat dari
beberapa kalimat dalam syair lagu ini, dimana seorang pria menyampaikan pesan,
permohonan maaf, dan permohonan untuk permisi dengan menggunakan
selembar daun sirih sebelum mengucapkan maksud dan tujuannya. Makna dan
simbol daun sirih dalam suku Simalungun adalah penghormatan yang cukup besar
apabila diberikan kepada seseorang.
Menurut hasil wawancara dengan Sapna (17 juni 2015) makna dalam
syair lagu ini adalah perpisahan dengan tanpa menyimpan sakit hati. Karena
perjodohan dan pertemuan Tuhanlah yang mengatur, tidak diterangkan dalam
syair lagu ini mengapa terjadi pamitan untuk perpisahan. Yang pasti lewat
selembar daun sirih dan mengucapkan kata pamit dan maaf bermakna keiklasan
hati yang luar biasa dalam memaafkan dan mendoakan seseorang yang akan pergi
jauh.

Universitas Sumatera Utara

158

Menurut hasil wawancara dengan Badu (16 juni2015) makna dalam syair
lagu ini adalah permohonan untuk perpisahan karena tidak adanya perjodohan.
Disamping itu syair ini menekankan bahwa didalam perpisahan ini jangan ada
dendam, kutuk, kemarahan, serta jangan lagi mengingat masa lalu tentang apa
yang telah terjadi selama ini walaupun tidak berjodoh pada akhirnya dan harapan
yang luar biasa kepada Tuhan agar kelak kiranya selalu diberkati dan diberi
kesehatan serta rejeki

4.4 “Uhur Marsirahutan”/ Perasaan yang Terikat
1. Pria

: Oe pe lo botouwe
Oh kasih dan sayang ku

Wanita

: Aha nimu botou, sappang dearni sisei
Apa yang engkau katakan, menegur untuk menyapaku

Pria

: Ise marga ni inang?
Apa marga ibu ?

Wanita

: Boru saragih do ase au marrupei
Boru Saragih bagianku
Sonai pe da botou parbalosku
Begitulah kasih jawabanku
Aha ma nani baenon ku
Apa yang harus ku perbuat
Rupa pe hurang sitonggoron bakku
Rupapun tiada kumiliki

Pria

2. Pria

: Sedo rupa sitonggoran bakku
Bukan rupa yang ku lihat
: Ai ra do ham botouwei
Maukah kita berhubungan kasih

Universitas Sumatera Utara

159

Wanita

: Surdukkon ham demban bani nasi bapa
Mintalah ijin kepada ayah melalui selembar sirih

Pria

: On ma tonggon ni uhur
Inilah ketulusan hati

Wanita

: Onang-oning mandapot ganup pinarsita
Onang-oning mendapat semua yang dicita-citakan
Tapi ulang solsol mangiriki
Tapi jangan menyesal dikemudian hari
Daoh do bakku habayakkon
Sangat jauh dariku kekayaan
Andohar ma tuah na magabei
Mudah-mudahan kita diberkati

Pria

: Nai tongon andohar hasuhuna
Itulah cita-cita dan harapan

4.4.1 Makna yang terkandung dalam lagu “uhur marsirahutan”
Lagu ini diciptakan sekitar pada tahun 1957 di Pematang Siantar. Makna
yang terkandung dalam syair ini adalah sepasang muda – mudi sedang asyik
berbalas kata dan kalimat . Seorang pria yang ingin melanjutkan hubungan yang
lebih serius kepada wanita tersebut. Wanita tersebut mengatakan beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan oleh pria agar tidak ada penyesalan dikemudian hari,
karena wajah cantik dan kekayaan tidak dimiliki oleh wanita tersebut. Akan
tetapi pria tersebut tidak memandang hal itu sebagai penghalang niat baiknya,
Tuhan Yang Maha kuasa dapat memberikan apapun yang mereka ingin asalkan
diiringi doa, niat, dan usaha. Wanita ini pun menekankan kepada pria jikalau
mempunyai niat serius kepada dirinya maka pria ini harus datang kehadapan
orang tuanya untuk menyampaikan niat dan tujuanya lewat selembar daun sirih

Universitas Sumatera Utara

160

sebelum mengungkapkan kata dan kalimat. ( wawancara dengan Haris purba 17
juni 2015)
Menurut hasil wawancara dengan Sapna sitopu 17 juni 2015 kata uhur
marsirahutan beramakna hati dan perasaan saling mengikat. Dalam hal ini
pemuda dan pemudi berkenalan terlebih dahulu lewat tutur atau silsilah keluarga.
Ditengah-tengah masyarakat Simalungun hal ini sering terjadi pada kehidupan
muda-mudi dalam mencari teman ataupun jodoh agar tidak ada perkawinan
semarga. Setelah bertutur, pria menyampaikan maksud yang serius ingin
berhubungan, bukan hanya sekedar teman kepada wanita etapi kejenjang
pernikahan.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang lain, hasil wawancara penulis
dengan badu purba ialah dibait pertama syair lagu ini menekankan bahwa wanita
berkata secara jujur apa yang menjadi kekurangannya hal ini bertujuan agar pria
tidak menyesal dikemudian hari, tetapi dibait kedua syair lagu ini pria tidak
mempersoalkan hal tersebut dan ingin membina hubungan serius dengan wanita
itu.

4.5 “Poldung Sirotap Padan”/ Perantara Pemutus Hubungan
Ro mei ma iluh uhur ma lungun mardingat uttung na ma bilei
Bercucuran air mata, hati bersedih mengingat kejadian yang hina itu
Naha pe lang piah dorun hutongos do namin tonah
Karena hina, apapun tak tenang, tadinya kusampaikan pesan
Hape dalani tonah do belut homa. Poldung sirotap padan hot hinan
Ternyata pesanlah jalannya berkhianat, Pesuruh pemutus hubungan yang
dulunnya kokoh

Universitas Sumatera Utara

161

Naha ma au na uman irik homa do roh sukkun natiba adat tanggang runggu
Apalah aku, orang datang dan banyak bertanya-tanya, adatpun telah
dipersiapkan untuk harinya nanti

Naha ma use ahu torsa hu lajou do mallah namin saud do
Aku sudah siap, tapi yang terjadi malah cobaan ini, harus bagaimanakah aku
Nini bapa tong ningon sonin
Ayahpun berkata, memang ini harus dijalani
Poldung sirotap padan hot hinan nahama au na uman
Perantara pemutus hubungan yang kokoh, bagaimanakah aku yang telah
cocok dengan wanita itu
Oe pelo logou bolon soppul hon au hiabhon au siou daoh
Oh angin kencang bawalah aku terbang ketempat yang tenang
Atap ra do pajupah au padan ondi masihol au
Mungkin disana aku dapat berjumpa dengan janji itu, aku rindu

4.5.1 Makna yang terkandung dalam lagu “poldung si rotap padan”
Menurut hasil wawancara dengan Haris Purba (17juni2015) lagu ini
bermakna putusnya suatu hubungan yang telah ditetapkan oleh pihak ketiga.
Perantara sebagai pihak yang seharusnya menyampaikan pesan atau pujian yang
bagus kepada pihak wanita malah menghancurkan hubungan tersebut dengan cara
mengatakan hal-hal yang membuat wanita kecewa. Di dalam masyarakat
Simalungun pada umumnya tugas dan fungsi poldung atau perantara adalah
sebagai pihak yang harus bekerja sama kepada pihak pria agar suatu hubungan
dengan wanita tersebut dapat berjalan kejenjang pernikahan. Tugas ini biasanya
dibebankan oleh pihak boru atau suami dari istri yang semarga dengan pria yang
menyuruhnya.( suami dari adik/ kakak ayah/ suami dari adik atau menantu pria,
atau anak boru jabu). Rasa malu dan kekecewaan yang begitu dalam tergambar

Universitas Sumatera Utara

162

dari syair lagu ini, karena begitu banyaknya orang bertanya tentang kapan akan
dilasungkan adat pernikahan yang ternyata janji setia untuk itu musnahlah sudah.
Disamping itu sikap pasrah juga tergambar dari makna syair lagu ini, dimana ia
berseru kepada angin untuk membawanya kesuatu tempat dengan harapan dapat
berjumpa dengan janji setia itu.
Menurut Sapna kata poldung disini adalah makna kiasan yang berarti
patahan atau patahkan. Taralamsyah Saragih mencoba menggunakan istilah
poldung untuk menggungkapkan atau memperindah syair lagunya. Sebagai
contoh kalimatnya : Poldung lobei buluh in jika diartikan menggunakan bahasa
Indonesia ialah ‘ Patahkan dahulu bambu’ itu. Seorang yang telah mengikat janji
untuk saling setia tetapi pada akhirnya mengingkarinya, dimana segala sesuatunya
telah dipersiapkan dengan matang. Kekecewaan yang begitu mendalam terlukis
dalam bait pertama dari syair lagu ini ‘bercucuran air mata, hati bersedih
mengingat kejadian yang hina itu. Disamping itu harapan dan seruan hati terlukis
dalam bait akhir dalam syair berikut yang mengatakan ‘Oh angin kencang
bawalah aku terbang ketempat yang tenang, mungkin disana aku dapat berjumpa
dengan janji itu, aku rindu’
Menurut wawancara dengan badu purba 16 juni 2015 makna syair dalam
lagu tersebut yaitu seorang perantara pemutus janji dan hubungan. Perantara yang
ditugaskan untuk menyampaikan pesan baik kepada pihak wanita malah
sebaliknya, tugas dan tanggung jawabnya sebagai poldung diabaikan, beliau
menyampaikan hal yang tak pantas kepada pihak wanita dan membuatnya
kecewa, sehingga membuat pihak pria dan keluarga mengalami kekecewaan yang

Universitas Sumatera Utara

163

begitu mendalam akibat perbuatan poldung tersebut segala sesuatu yang telah
direncanakan tidak berjalan dengan semestinya.

4.6 “Padan Na So Suhun”/ Janji yang Tak Pernah Terkabul
Hu jolom do nuan isini padan da paima ari madear
Telah ku genggam perjanjian kasih sebelum menunggu waktunya tiba
Tong ma au alukkon bani tonah sada pe lang na ra marholong bonar
Janji ku selalu diingkari, satupun tak ada yang tulus mengasihi
Panorang lopus das hatahunan akkula pe lambin roh ma toras
Tahun berganti tahun hingga usia pun terus bertambah tua
Ai huja ma au Manunggul padan aha do laba ni halak na bujur takkas
Kemanakah aku menuntut janji itu, apalah artinya kesungguhanku selama ini
Suratan ou…. Naha ma nikku masuhuthon na mahua
Suratan hidup ini....apa lagi yang hendak ku katakan untuk yang terjadi
Rokkap ni badan lang tarayak lang tarjua
Jodoh tidak dapat diraih dan dikejar

4.6.1 Makna yang terkandung dalam lagu “padan na so suhun”
Menurut hasil wawancara dengan Haris purba, lagu ni diciptakan oleh
Taralamsyah Saragih sekitar pada tahun 1960an. Makna dari syair lagu ini adalah
ungkapan seseorang terhadap kekasihnya yang telah mengingkar janji yang telah
disepakati untuk setia bersama. Kekcewaan yang begitu mendalam dirasakannya.
Kata “suratan” disini merupakan kata pengganti dari “nasib” atau “takdir”,
dimana seseorang yang telah pasrah dengan takdir tentang apa yang terjadi akan
penderitaan cinta dalam hidupnya hidupnya.
Menurut Badu Purba makna dalam syair lagu ini ialah kepasrahan
tentang kehidupan kekecewaan cinta yang telah dialami. Mengadu terhadap nasib

Universitas Sumatera Utara

164

adalah jalan satu-satunya yang ditempuh sebagai langkah mengobati kekecewaan.
Pada zaman ini, banyak terjadi perubahan nada dalam lagu ini, sehingga
mengakibatkan kurangnya keindahan lagu tersebut.
Menurut Sapna Sitopu lagu ini pertama sekali lagu ini dipopulerkan oleh
Hotmaria Br Sitopu, setelah itu Sarudin Saragih, dan yang terakhir Yeyen
Marbun, setiap penyanyi dalam menyanyikan lagu ini membawakan cirikhas gaya
menyaynyikan masing-masing, mulai dari aliran simalungun dengan inggou
khasnya, semi pop sampai ke pop murni.tidak jauh berbeda denga pendapat nara
sumber yang lain, pendapat Sapna menyatakan bahwa makna dalam syair lagu
tersebut ialah kekecewaan begitu mendalam terhadap suratan hidup karena
penderitaan atau kegagalan cinta yang dialami.

4.7 “Sitalasari”/ Bunga Sitalasari
1. Sakkot ma rudang sitalasari baya da bai bulang
Terpasanglah hiasan bunga sitalasari di antara tutup kepala
Manoh nahinan baya jagiah do tunggung homa
Hiasan peninggalan jaman dahulu, kokoh, indah dan cantik
Tarsunggul uhur adat na hinan homa rap ma hita na hop-hop ma
Teringat dan terbayang adat istidiadat terdahulu, mari dijaga dan
dipelihara
2. Sitalasari tambarni sihol baya
Bunga Sitalasari obatnya rindu
Bani huta hatubuhatta baya mada tua