Doding Karya Taralamsyah Saragih Analisis Makna Syair dan Struktur Musik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Suku Simalungun adalah salah satu suku asli yang ada di Provinsi
Sumatera Utara dengan salah satu ciri utamanya ialah dialek bahasa yang panjang
dan mendayu serta dalam menyanyikan lagu menggunakan improvisai ‘free
meter’ atau sering juga disebut dengan ‘inggou’. Walaupun suku Simalungun
termasuk kedalam 5 sub suku dalam suku Batak yaitu : Toba, AngkolaMandailing, Karo, Pakpak Dairi, Simalungun (Srhreiner 1996:7) tetapi perbedaan
yang mencolok ialah dari segi bahasa yang digunakan sehari-hari, dialek sangat
kental mencolok serta ada kemiripan dialek percakapan dengan suku Karo. Tetapi
tidak semua suku Simalungun, pada dasarnya orang-orang Simalungun membagi
suku ini menjadi 2 bagian yaitu Simalungun atas yang ciri-ciri daerahnya dataran
tinggi, berlembah, gunung, hutan, dan secara administratif bebatasan langsung
dengan Kabupaten Karo, inilah yang menggunakan dialek yang khas atau sering
dengan ‘lappei’yang berarti lembut

serta Simalungun bawah yang ciri-ciri

daerahnya dataran rendah, ditumbuhi tanaman padi basah/ sawah, dan secara
administratif berbatasan langsung dengan Kabupaten Asahan, Deli Serdang, serta

Tapanuli Utara dulunya, yang sudah pasti budayapun bercampur proses adapatasi
dan ciri bahasanya pun sering disebut ‘marpasir-pasir’ atau bercampur-campur.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Salah satu mengapa Suku Simalungun termasuk kedalam golongan suku
batak antara lain karena adanya 3 kemiripan budaya antara lain (1). Susunan
genealogis dengan pembagian atas marga yaitu yang patrilinear (mengikuti garis
bapak) dan eksogam (kawin diluar marga); (2). Agama suku yang terdiri dari
pemujaan nenek moyang dan penyembahan roh-roh; (3). Pengaruh kebudayaan
India yang terlihat dalam aksara Batak.
Sama halnya dengan suku lain, suku Simalungun mempunyai kebudayaan
dan kesenian terutama dibidang seni musik. Musik pada setiap etnis di Indonesia
merupakan sarana yang digunakan untuk menyalurkan berbagai bentuk ekspresi
dari pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang hidup. Melaui peran inilah
musik berfungsi untuk mengasah kepekaan artistik dan kreatifitas masyarakat

tersebut. Seni musik erat kaitannya dengan estetika keindahan dan dapat
melahirkan rasa nyaman, senang, dan kepuasan bagi seseorang ataupun
sekelompok masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni adalah
aktivitas masyarakat atau manusia yang melahirkan keindahan pada umumnya.
Mayarakat Simalungun memiliki dua jenis musik yaitu instrumental dan
nyanyian atau sering disebut dengan ‘doding’ . Beberapa instrument yang dimiliki
suku Simalungun anatara lain ole-ole, sordam, saligung, suling, sarune buluh,
ogung, dan tengtung. Pada masyarakat Simalungun juga terdapat dua buah
ansambel musik yakni ansambel gondrang sipitu-pitu dan gondrang sidua-dua
Kedua jenis ansambel musik ini dapat dimainkan dalam upacara adat
masyarakat Simalungun. Baik upacara sukacita ‘malas ni uhur’ dan upacara duka

Universitas Sumatera Utara

3

cita ‘pusok ni uhur’ disamping itu juga ansambel musik Simalungun ini
dulunya sering digunakan untuk kepentingan ritual kepercayaan yang dianut.
Dalam kegunaanya kedua ansambel ini juga dapat digunakan untuk mengiringi
tarian ‘ tor-tor, manortor’ dalam upacara menyambut tamu undangan yang

dihormati seperti ‘tondong’ maka suhut atau yang mempunyai hajatan menari
menyambut kedatangan tamu yang dikenal dengan nama tarian tersebut dengan
‘tor-tor sombah’ selain itu juga tor-tor huda-huda sitajur, atau ,toping-toping’
digunakan untuk acara duka cita yang berfungsi untuk menghibur keluarga agar
tidak larut dalam kesedihan.
Dalam kebudayaan musikal masyarakat Simalungun, selain dalam bentuk
ensambel dan non-ensambel terdapat juga juga musik vocal/lagu atau ‘doding’
yang dalam penyajianya tidak terlepas dari kesusastaraan Simalungun. Nyanyian
Simalungun banyak mengadopsi dari pengalaman hidup sehari-hari seperti
bergotong royong, percintaan, perpisahan, dan lain-lain. Banyak lagu rakyat yang
merupakan warisan leluhur Simalungun yang perlu dilestarikan yaitu taur-taur,
ilah, doding-doding. Urdo-urdo, tihtah, tangis-tangis, manalunda,/ mangmang.
Pada era 1940an sampai 1980an Simalungun banyak melahirkan karyakarya tari dan musik dari tangan seniman yang bernama Taralamsyah Saragih.
Selama masa hidupnya, banyak menciptakan karya-karya seni asli Simalungun
yang digunakan untuk memeriahkan acara penyambutan tamu-tamu Provinsi dan
Negara. Seperti tarian, diera 1960an tarian Sitalasari pernah digunakan sebagai
penyambut tamu yang datang dari Jakarta ke Pematang Raya yaitu Jend. A.H
Nasution (wawancara dengan Haris Purba Juni:2015).

Universitas Sumatera Utara


4

Di dalam eranya hanya Taralamsyah Saragih satu-satunya orang
Simalungun yang menciptakan banyak karya tari maupun musik khas Simalungun
bahkan sampai kedapur rekaman yang bernama Lokananta. Hal ini di karenakan
pada masa kecilnya dia hidup didalam kerajaan raya yang mewajibkan seluruh
pewaris kerajaan belajar sastra dan seni Simalungun.
Di dalam musik kemampuan Taralamsyah Saragih menciptakan ‘doding’
juga tidak lepas dari pengalaman hidup sehari-hari. Salah satu kelebihan dari
ciptaan Taralamsyah Saragih yaitu dalam penggunaan syair disetiap lagunya
selalu menggunakan bahasa yang bernilai sastra tinggi (wawancara dengan Sapna
Sitopu Juni:2015) dan menggunakan istilah-istilah pribahasa khas Simalungun
“umpasa”. Memang tidak semua karya Taralamsyah menggunakan “umpasa”,
ada beberapa karya yang arti dan makna syairnya sesuai dengan yang tertulis.
Didalam karya Taralamsyah Saragih juga terdapat penggubahan syair yang
diadopsi dari lagu rakyat Simalungun. Untuk itu sengaja penulis menganalasis
makna syair dan struktur musik hanya 10 karya dari sekian banyak karya
Taralamsyah Saragih dengan alasan :
1. Melodi karya Taralamsyah Saragih sudah dikenal oleh masyarakat Simalungun

pada umumnya
2. Banyak syair yang terdapat dalam karya Taralamsyah Saragih di ubah oleh
seniman-seniman Simalungun dengan alasan mereka tidak mengetahui syair
aslinya

Universitas Sumatera Utara

5

3. Dari beberapa karya Taralamsyah Saragih, penulis menemukan persamaan
dengan melodi dengan lagu rakyat Simalungun setelah melakukan wawancara
dengan narasumber.
4. Syair yang digunakan dalam karya Taralamsyah saragih menggunakan istilahistilah yang jarang didengar masyarakat simalungun di era sekarang
5. Pola melodi yang digunakan Taralamsyah Saragih menggunakan tangga nada
barat dan tidak meninggalkan nada-nada khas Simalungun yang diadopsi dari
istrumen tiup simalungun
Dengan melihat beberapa alasan diatas, penulis memilih 10 karya
Taralamsyah Saragih untuk dikaji. Karya yang akan dikaji berjudul :
1. Marsialop Ari
2. Parsirangan

3. Pamuhunan
4. Uhur Marsirahutan
5. Poldung Sirotap Padan
6. Padan Na So Suhun
7. Sitalasari
8. Doding Manduda
9. Parsonduk Dua
10. Eta Mangalop Boru
Melihat beberapa hal diatas disini penulis hanya menuliskan tentang
DODING KARYA TARALAMSYAH SARAGIH ANALISIS MAKNA SYAIR
DAN STRUKTUR MUSIK, mengingat begitu banyaknya lagu daerah tersebut

Universitas Sumatera Utara

6

sudah tidak diketahui siapa pencipta terkhusus lagu rakyat yang digubah oleh
beliau. Banyak sekali kemungkinan yang akan terbuka dalam penulisan karya
Taralamsyah Saragih yang diadopsi dari lagu rakyat Simalungun itu sendiri.


1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian karya ilmiah yang berjudul Doding karya Taralamsyah
Saragih akan penulis akan menggali lebih dalam lagi tentang lagu Simalungun
yang hamper sudah tidak terdengar lagi keberadaanya. Hal ini mungkin
dikarenakan kurangnya fasilitas penyimpanan arsip dan dokumen pihak yang
terkait mengenai lagu daerah warisan budaya. Didalam rumusan masalah, maka
ada beberapa pertanyaan yang diangkat sebagai berikut :
1. Bagaimanakah makna syair doding yang terdapat di dalam karya Taralamsyah
Saragih ditinjau dari kajian semiotik, semantik dan pragmatik
2. Bagaimanakah struktur musik dalam doding dibeberapa karya Taralamsyah
Saragih
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari
penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis makna syair yang terdapat dibeberapa doding karya Taralamsyah
Saragih
2. Menganalisis struktur musik dibeberapa doding karya Taralamsyah Saragih

Universitas Sumatera Utara


7

1.3.2 Manfaat penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para
pembaca dan khususnya mayarakat Simalungun yang ingin mengetahui lebih
dalam tentang warisan budaya Simalungun dibidang musik dan lagu. Selain itu
adapun manfaat penelitian ini adalah
1. Memberikan kontribusi yang bersifat positif tentang budaya Simalungun secara
garis besar
2. Memberikan kontribusi tentang lagu daerah simalungun serta penggunaan dan
fungsinya
3. Memberikan pemahaman yang lebih tentang lagu daerah Simalungun.
4. Memberikan pemahaman yang lebih tentang Taralamsyah Saragih serta lagu
ciptaanya.
5. Untuk memperoleh Gelar Magister Seni di Program Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara

1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan
1.4.1 Konsep

Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang konsep yang berlaku secara
umum dan dijadikan acuan kerangka kerja untuk membahas seluruh masalah tesis
ini. Konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa

Universitas Sumatera Utara

8

kongkret (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka
2005:588).
Selain itu konsep juga merupakan unsur pokok dari sebuah penelitian.
Bila masalahnya serta kerangka teoritisnya sudah jelas, maka mudah diketahui
pula mengenai gejala-gejala yang merupakan pusat perhatian. Defenisi konsep itu
terdiri secara singkat berarti kelompok fakta atau gejala (Koentjaraningrat
1981:32) seperti yang dikatakan oleh R.Merton bahwa konsep adalah defenisi apa
yang perlu diamati. Konsep menentukan variable-variabel mana yang kita
inginkan, menentukan adanya hubungan empiris (ibid:1981:32).
Tradisi lisan dalam semua kesenian,pertunjukan atau permainan yang
menggunakan tuturan atau disertai ucapan lisan dan konfensi budaya mayarakat
(Sibarani, 2000). Selanjutnya disebutkan bahwa jika suatu kesenian, pertunjukan

atau permainan tidak menggunakan atau tidak disertai tuturan atau ucapan lisan,
maka itu tidak termasuk tradisi lisan. Sebaliknya, jika suatu cerita tidak lagi
ditradisikan

(dipertunjukkan

atau

dibiasakan

dihadapan

masyarakat

pendukungnya) maka tidak lagi termasuk ke dalam tradisi lisan meskipun itu
dahulu termasuk tradisi lisan, dan meskipun itu pada suatu saat potensinya
menjadi tradisi lisan.
Tradisi lisan tidak hanyaq dimaksudkan sebagai informasi atau
komunikasi untuk diteliti, didokumentasikan, dan untuk kepentingan sendiri,
melainkan harus menjadi yang pertama dan utama untuk memahami secara

kontekstual keterhubungan struktur sosial (Chamarik 1999). Tradisi lisan

Universitas Sumatera Utara

9

merupakan perangkat pengetahuan dan pembelajaran tentang budaya masa lalu
dan fakta kehidupan manusia. Tradisi lisan juga menjadi sumber kekuatan. Selain
itu juga tradisi lisan adalah sumber asli pembelajaran dan oleh karena itu
memungkinkan

pengembangan

nilai-nilai

sehingga

menjadi

penghubung

keberadaanya. Tardisi lisan juga merupakan ekspresi gaya hidup yang tidak
tertulis (unlettered) yang dapat digunakan untuk merekontruksikan kehidupan
masyarakat saat ini. Doding Simalungun adalah salah satu jenis tradisi lisan
masyarakat Simalungun berbentuk syair-syair yang biasa dituturkan dalam
berbagai peristiwa sosial budaya dikalangan masyarakat Simalungun. Hal ini
sejalan dengan pendapat Hammerle (1999:25) bahwa doding Simalungun telah
berakar dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam menganilsis makna syair, penulis mengkaji gaya bahasa dan
melihat makna-makna yang terkandung didalamnya. Konsep makna yang penulis
maksudkan hanya tertuju pada syair doding Simalungun karya Taralamsyah
Saragih dan dinyanyikan masyarakat pada saat itu.
Analisis struktur musik dapat dikonsepkan sebagai bagian-bagian dari
suatu komposisi musik yang terintegrasi menjadi suatu bentuk yang estetik.
Struktur musik yang penulis maksudkan disini adalah mencakup aspek melodi
dan ritme beberapa karya lagu Taralamsyah Saragih. Struktur musik ini tidak
lepas dari tangga nada, nada-nada, wilayah nada, persebaran nada-nada, interval,
pola-pola kandensa, kontur, dan lain sebagainya (Malm.1997)

Universitas Sumatera Utara

10

Setiap masyarakat memiliki musik dan memerlukan musik. Musik adalah
prilaku sosial yang kompleks dan universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang
disebut dengan musik dan setiap anggota masyarakatnya disebut musikal. Akan
tetapi bukanlah genre seni dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri. Musik dan
lagu memiliki pengaruh yang kuat, musik merupakan suatu bagian yang tidak
terpisahkan dengan budaya. Musik dan nyanyian merupakan suatu budaya yang
mencerminkan aspek sosial masyarakat dimana musik itu hidup, tumbuh, dan
berkembang, musik dan lagu secara signifikan dapat merubah sebuah situasi
karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang terjadi dalam system
sosial sehingga musik dan lagu mempunyai fungsi yang sangat luas. Misalnya,
musik diadakan untuk menghibur, untuk upacara yang bersifat ritual, hiburan,
pernikahan, dan lain-lain.
Untuk mengamati suatu genre seni tentu saja tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini Malinowski, seorang tokoh
antropologi dalam bidang fungsionalisme, menyatakan bahwa fungsi bukan hanya
sekedar hubungan praktis tetapi bersifat integrative, dalam arti mempunyai fungsi
hubungan dengan lingkungan alam yang berkaitan dengan kompleksitasnya
(Malenowski 1987: 165-171)
Menurut Merriam musik dipergunakan dalam situasi tertentu yang
menjadi bagian darinya,fungsi ini dapat menjadi fungsi yang lebih dalam,
contohnya, jika seseorang menggunakan nyanyian untuk kekasihnya,maka fungsi
musik seperti itu dapat dianalisis sebagai kontinuitas dan kesinambungan
kelompok biologis (keturunan). Mekanismenya adalah seperti penari, pembaca

Universitas Sumatera Utara

11

doa, ritual, yang diorganisasikan, dan kegiatan-kegiatan seremonial menunjukkan
situasi musik dan nyanyian dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi”
memperhatikan pada sebab yang ditimbulkan oleh pemakainya, dan terutama
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari apa yang dilayaninya.
Dalam rangka tujuan penelitian ini, akan dikemukakan satu rumusan
yang dipilih khusus. Musik adalah peristiwa getaran, merupakan hasil interaksi
getaran dari waktu yang keluar dari satu atau lebih sumber getar dengan
penggabungan beberapa unsur dan teratur untuk mengungkapkan ide. Didalam
bunyi sudah terkandung jenis atau warna (timbre) dan waktu (durasi) yaitu
interaksi dari nilai waktu yang terkandung oleh bunyi maupun bukan bunyi yang
sering disebut ritme.
1.4.2 Teori yang digunakan
1.4.2.1 Teori semiotik
Untuk mengkaji makna yang terkandung di dalam ‘doding’ Simalungun
karya Taralamsyah Saragih, penulis menggunakan teori semiotik. Menurut
Encylopedia Brittanica (2007) pengertian semiotika atau semiologi itu adalah
kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam
perilaku manusia. Defenisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang
pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre.
Menurut Ferdinand de Sausurre semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan
tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu”. Meskipun
kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John Locke,

Universitas Sumatera Utara

12

gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai
contoh fenomena yang berbeda dengan berbagai studi lapangan , baru muncul
kepermukaan pada awal abad ke-20, ketika munculnya karja-karya Sausurre dan
karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce.
Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia memusatkan
perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefenisikan tanda sebagai
sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain. Salah satu
sumbangan Peirce yang besar bagi semiotika adalah dalam menginterprestasikan
bahasa sebagai sistem lambang, terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan.: (1)
representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalam kajian kesenian
berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton
sebagai pengamat dan lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses
pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang
kedalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Pengkategoriannya mengenai
tanda-tanda kedalam tiga tipe yaitu (a) ikon, yang disejajarkan dengan referennya
(misalnya jalan raya adalam tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks, yang
disamakan dengan referennya (asap dalam tanda adanya api) dan (c) simbol, yang
berkaitan dengan referennya dengan cara penemuan (seperti dengan kata-kata atau
signal trafik). Contoh lain apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan
seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya
sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks.jika lambang tidak
menyerupai yang dilambangkan seperti burung garuda melambangkan negara
Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol. Selanjutnya teori ini digunakan

Universitas Sumatera Utara

13

dalam usaha untuk memahami bagaimana diciptakan dan dikomunikasikan
melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis
semiotika adalah Ferdinand de Sausurre oleh ahli bahasa dari Swiss dan Charles
sanders Pierce, seorang filosif dari Amerika Serikat. Sausurre melihat bahasa
sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah gambaran
bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified).
Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.
1.4.2.2 Teori semantik dan makna
Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang
terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain,
Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Selain itu semantik juga dapat
diartikan sebagai studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi
manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik mencakup semantik bahasa
pemrograman, logika formal, dan semiotika.
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu
melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah
beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna
merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu
menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.
Menurut pandangan Ferdinand de Sausure, makna adalah “pengertian”
atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut
de Sausure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur yaitu (1) yang diartikan

Universitas Sumatera Utara

14

(Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis:
signifiant, Inggris: Signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak
lain pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan
(signifiant, signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa
yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur
bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual)
yang biasanya merujuk atau mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur
luar bahasa (ekstralingual).
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda
linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang
merupakan satuan bermakna (Hari Murti , 1982 : 98 dalam Chaer 2007).Istilah
lain yang lazim sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dapat terjadi dari
morfem tunggal atau gabungan morfem (Hari Murti , 1982 : 76 dalam Chaer
2007) adalah istilah dalam bidang gramatikal. Perlu dipahami bahwa tidak semua
kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem
seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan
referensinya secara konkret.
Para filsuf dan linguistik mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan
antara bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Lahirnya teori tentang makna
yang berkisar pada hubungan antara ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata
dimaksudkan untuk memberikan penyelesaian mengenai persoalan makna dalam
bentuk hubungan antara bahasa, pikiran, dan realitas di alam.

Universitas Sumatera Utara

15

Dalam hal semantik bahasa tidak mempengaruhi tentang makna kata,
karena semua bahasa berisi hanya satu set kata yang terbatas. Jadi makna kata
dapat

diberikan

dalam

suatu

daftar

yang

terbatas.

Ullman

(1972)

berpendapat,´Apabila seseorang memikirkan maksud suatu perkataan, sekaligus
memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan antara dua hal antara maksud
dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena itu walaupun rujukan tetap, akan
tetapi makna dan perkataan dapat berbeda.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. Maksud pembicara;
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia
atau kelompok manusia;
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau
antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001:
132).
Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa
makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas
unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal
tersebut, Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna merupakan
hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh
pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.
Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan
tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa

Universitas Sumatera Utara

16

memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah
ujaran atau kata.
1.4.2.3 Aspek-aspek makna
Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat
hal, yaitu :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila
pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca
mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons
(dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem
hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
2. Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan
sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang
berkaitan dengan makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan,
baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata
mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata
mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap
kawan bicara ( dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula
dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara

Universitas Sumatera Utara

17

pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam katakata yang digunakan.
4. Maksud (intention)
Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95)
merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan.
Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis,
persuasi, rekreasi atau politik.
Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap
jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Di bawah ini akan dijelaskan seperti
apa keterkaitan aspek-aspek makna dalam semantik dengan jenis-jenis makna
dalam semantik.
1.4.2.2.2.1 Makna Emotif
Makna emotif menurut Sipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:101) adalah
makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara
mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan. Dicontohkan
dengan kata kerbau dalam kalimat Engkau kerbau., kata itu tentunya
menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar. Dengan kata lain,kata kerbau
tadi mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan sikap atau
poerilaku malas, lamban, dan dianggapsebagai penghinaan. Orang yang dituju
atau pendengarnya tentunya akan merasa tersimggung atau merasa tidak nyaman.
Bagi orang yang mendengarkan hal tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan
kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa ingin melawan. Dengan demikian,
makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau kalimat yang dapat

Universitas Sumatera Utara

18

menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan dengan
perasaan. Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu kepada halhal atau makna yang positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan tata
nilai masyarakat terdapat suatu perubahan nilai.
1.4.2.2.2 Makna Konotatif
Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif
cenderung bersifat negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat
positif (Fathimah Djajasudarma, 1999:9). Makna konotatif muncul sebagai akibat
asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau didengar. Misalnya, pada
kalimat Anita menjadi bunga desa. Kata nunga dalam kalimat tersebut bukan
berarti sebagai bunga di taman melainkan menjadi idola di desanya sebagai akibat
kondisi fisiknya atau kecantikannya. Kata bunga yang ditambahkan dengan salah
satu unsur psikologis fisik atau sosial yang dapat dihubungkan dengan kedudukan
yang khusus dalam masyarakat, dapat menumbuhkan makna negatif.
1.4.2.2.3 Makna Kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek
atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponenya (Mansoer
Pateda, 2001:109). Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan
daun dengan bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Inilah yang dimaksud dengan
makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud pikiran.

Universitas Sumatera Utara

19

1.4.2.2.4 Makna Referensial
Referen menurut Palmer ( dalam Mansoer Pateda, 2001: 125) adalah
hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan
dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa
benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh
suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung
menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.
Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna
yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran.
Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa
yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret
atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis komponen.
1.4.2.2.5 Makna Piktorikal
Makna piktorikal menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001:122)
adalah makna yamg muncul akibat bayangan pendengar ataupembaca terhadap
kata yang didengar atau dibaca. Makna piktorikal menghadapkan manusia dengan
kenyataan terhadap perasaan yang timbul karena pemahaman tentang makna kata
yang diujarkan atau ditulis, misalnya kata kakus, pendengar atau pembaca akan
terbayang hal yang berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kakus,
seperti kondisi yang berbau, kotoran, rasa jijik, bahkan timbul rasa mual
karenanya.

Universitas Sumatera Utara

20

1.4.2.2.6 Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna
denotatif disebut makna konseptual. Kata makan, misalanya, bermakna
memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna makan
seperti itu adalah makna denotatif
1.4.2.2.7 Makna leksikal
Makna lesikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski
tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal ‘ sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; pinsil bermakna leksikal ‘ sejenis
alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan air bermakna leksikal ‘ sejenis
barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’. Jadi, dengan
adanya contoh di atas dapat dikatakan juga bahwa makna leksikal adalah makna
yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indera kita, atau
makna apa adanya. Makna leksikal juga merupakan

makna yang

ada

dalam kamus karena kamus-kamus dasar biasanya hanya memuat makna leksikal
yang dimiliki oleh kata yang dijelaskannya.
Makna leksikal atau makna semantik, atau makna eksternal juga
merupakan makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem
atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang dapat dibaca di
dalam kamus bahasa tertentu. “Makna leksikal ini dipunyai unsur bahasa-bahasa
lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Harimurti, 1982: 103). Veerhar

Universitas Sumatera Utara

21

(1983; 9) berkata, “………sebuah kamus merupakan contoh yang tepat dari
semantik leksikal: makna tiap-tiap kata diuraikan di situ” (Mansoer Pateda, R,
2002: 119).
1.4.2.2.8 Makna Gramatikal
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi
proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.
Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan makna
gramatikal ‘ mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan
makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi melahirkan makna
gramatikal ‘ melakukan rekreasi’. Contoh lain, proses komposisi dasar sate
dengan

dasar

ayam

melahirkan

makna

gramatikal

‘bahan’;

dengan

dasar madura melahirkan makna gramatikal ‘ asal’; dengan dasar lontong
melahirkan makna gramatikal ‘ bercampur’; dan dengan kata Pak Kumis
melahirkan makna gramatikal ‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang,
dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal;
adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna
‘sasaran’.
1.4.2.2.9 Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada
di dalam satu konteks. Contoh makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat
berikut:
1. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
2. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.

Universitas Sumatera Utara

22

3. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
4. Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.
1.4.2.4 Teori pragmatik
Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan
antara konteks dan makna. Ilmu ini mempelajari bagaimana penyampaian makna
tidak hanya bergantung pada pengetahuan linguistik (tata bahasa, leksikon, dll)
dari pembicara dan pendengar, tapi juga dari konteks penuturan, pengetahuan
tentang status para pihak yang terlibat dalam pembicaraan, maksud tersirat dari
pembicara.
Makna dalam kajian pragmatik merupakan suatu hubungan yang
melibatkan tiga sisi (triadic relation) atau hubungan tiga arah, yaitu bentuk,
makna, dan konteks. Makna dalam pragmatik diberi definisi dalam hubungannya
dengan penutur atau pemakai bahasa.
Hubungan antara bentuk dan makna dalam pragmatik juga dikaji oleh
Yule (2001:5). Ia mendefinisikan pragmatik sebagai studi tentang hubungan
antara bentuk-bentuk linguistik dan manusia si pemakai bahasa bentuk-bentuk itu.
Definisi ini dipertentangkan dengan definisi semantik, yaitu sebagai studi tentang
hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dengan entitas di dunia bagaimana
hubungan kata dengan sesuatu secara harfiah. Lebih lanjut Yule menegaskan
bahwa analisis semantik berusaha membangun hubungan antara deskripsi verbal
dan pernyataan-pernyataan hubungan di dunia secara akurat atau tidak, tanpa
menghiraukan siapa yang menghasilkan deskripsi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

23

Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda.
Yule (1996: 3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang
yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut
konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan,
mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara;
dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang
membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
1.4.2.5 Teori biografi
Biografi berasal dari bahasa Yunani “bios” yang memiliki arti hidup dan
“graphien” yang berarti tulis (sumber www.google.com). Biografi merupakan
sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan seseorang. Secara sederhana,
biografi dapat di artikan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi
sendiri dapat berbentuk hanya beberapa baris kalimat saja, namun biografi
tersebut dapat lebih dari 1 buku.
Biografi singkat hanya menjelaskan tentang fakta-fakta dari kehidupan
seseorang serta peran pentingnya. Biografi panjang meliputi informasi-informasi
yang bersifat penting namun dikisahkan dengan lebih mendetail serta dituliskan
dengan gaya cerita yang baik.
Selain itu biografi merupakan sebuah buku yang menceritakan kejadiankejadian hidup seseorang. Lewat biografi tersebut dapat ditemukan hubungan,
keterangan arti dari sebuah tindakan tertentu atau sebuah misteri yang melingkupi
hidup seseorang, dan juga merupakan sebuah penjelasan mengenai tindakan atau

Universitas Sumatera Utara

24

perilaku dalam hidupnya. Biografi dapat bercerita mengenai kehidupan seorang
tokoh penting atau terkenal maupun tidak terkenal. Biografi seringkali bercerita
mengenai tokoh sejarah, namun tak jarang juga mengenai orang yang masih
hidup. Banyak biografi sekarang ini yang ditulis secara kronologis.
Biografi membutuhkan bahan-bahan utama serta bahan pendukung.
Bahan utama dapat berupa benda-benda, misalnya buku harian, surat-surat,
kliping koran, dan sebagainya. Bahan pendukung biasanya berupa biografi lain,
buku referensi, sejarah yang memaparkan peranan orang dalam biografi tersebut
dan sebagainya. Biografi adalah suatu kisah atau keterangan dari perjalanan
kehidupan seseorang yang bersumber pada subjek rekaan atau kisah nyata.
1.4.2.6 Teori etnomusikologi
Alan P. Marriam dalam buku the antropologi of musik menggunakan
teori Etnomusikologi yang menyatakan bahwa musik as sound,musik knowlegde,
musik behavior. Selanjutnya Merriam berpendapat bahwa musik adalah bunyi,
sebagai suatu ekspresi. Apabila ingin memahami musik secara lebih dalam maka
diperlukan usaha menganalisa bagaimana pengelolaan elemen-elemen, bunyi,
musikal, serta bagaimana interaksinya. Sehingga menghasilkan suatu atmosfir
khusus musik as knowledge.
Musik merupakan suatu pengetahuan yang memiliki sistem dan
metodenya sendiri, baik musik maupun bermusik merupakan perilaku
(behaviour). Musik merupakan perilaku seseorang atau masyarakat. Bahwa musik
tidak hanya terdiri atas bunyi melainkan perilaku manusia yang prekondisi untuk

Universitas Sumatera Utara

25

memproduksi bunyi. Musik dapat eksis karena kendali dan perilaku manusia, dan
beberapa jenis perilaku terlibat didalamnya, salah satu diantaranya adalah
“perilaku fisik” yang ditunjukkan oleh sikap dan postur tubuh serta penggunaan
otot-otot dalam memainkan instrumen kemudian menegangkan pita suara dan
otot-otot diafragma waktu bernyanyi.
Perihal konseptual, proses pembentukan ide, (ideation), atau perilaku
cultural, menyangkut konsep-konsep perihal musik yang harus diterjemahkan
kedalam perilaku fisik guna memproduksi bunyi. Konsep Merriam menunjukkan
bahwa ada jiwa dan nilai yang mendasari musik, yang artinya musik tersebut juga
tercermin dalam perilaku dari komunitas dan budayanya. Dalam hal ini tercermin
dalam perilaku penciptaan lagu-lagu. Oleh sebab itu, berarti sistem yang
diterapkan atau yang terjadi dalam musik tersebut dipengaruhi oleh perilaku serta
corak hidup dari penciptanya.
Pada bagian lain, Merriam juga menjelaskan bahwa Etnomusikologi
merupakan studi musik dalam kebudayaan, ia juga mengemukakan pendapat
Mantle Hoot yang menyatakan bahwa Etnomusikologi adalah satu cabang ilmu
pengetahuan yang mempunyai tujuan penyelidikan seni musik fenomena fisik,
psikologis, estetik, dan kultural.
Shin Nakagawa menjelaskan teks artinya kejadian akustik, sedangkan
konteks adalah suasana, yaitu keadaan yang dibentuk oleh masyarakat pendukung
musik tersebut. Kegiatan itu baru disebut kegiatan Etnomusikologi ketika kita
menghubung-kannya dengan unsur kebudayaan yang lain atau menghubungkan

Universitas Sumatera Utara

26

teks dengan konteksnya. Kita harus menganalisis teks dalam rangka menganalisis
konteks.
Mantle Hoot juga mengemukakan bahwa studi ini diarahkan untuk
mengerti tentang musik yang dipelajari dari segi struktur musik dan juga untuk
memahami musik dalam konteks masyarakatnya. Teori ini kiranya cocok dipakai
dan dikolaborasikan dalam teori musik dalam rangka menemukan struktur musik
adalah bunyi. Teori ini perlu juga untuk mengetahui fungsi dalam hubungan
musik dengan perilaku manusia termasuk didalamnya soal memahami makna,
peran serta kegunaan.
1.4.2.7 Teori analisis musik
Dalam hal ini, penulis juga akan memperhatikan struktur musik yang
ditawarkan oleh Wiliam P.Malm, yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian yang
mengatakan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan dalam
menganalisis melodi adalah : (1) Scale (Tangga nada) ; (2) Picth Center (Nada
pusat), recting tone (nada singgahan yang dianggap penting; (3) Range (wilayah
nada); (4) Jumlah nada-nada (frekuensi pemakaian nada); (5) Penggunaan
Interval; (6) Pola Kadensa; (7) Formula Melodi; (8) Melodic contour (Grafik/
kontur melodi)
Untuk membicarakan pendeskripsian dari ritim, analisis bentuk, frase dan
motif-motif; Netll menyarankan bahwa pendeskripsian ritim sebaiknya dimulai
dengan membuat daftar harga-harga not yang dipakai dalam sebuah komposisi

Universitas Sumatera Utara

27

dan menerengkan fungsi serta konteks dari masing-masing nada. Selanjutnya pola
ritim yang sering diulang sebaiknya dicatat.
Untuk mendeskripsikan bentuk, harus berhadapan dengan dua masalah
pokok, yakni (1) Mengidentifikasikan unsur-unsur musik yang dijadikan dasar
merupakan tema dari sebuah komposisi; (2) Mengidentifikasikan sambungansambungan yang menunjukkan bagian-bagian, frase-frase dan motif-motif
didalam sebuah komposisi.
Untuk mendukung pembahasan dari aspek musik di atas diperlukan suatu
transkripsi. Pengertian dari transkripsi oleh Bruno Netll adalah proses
menotasikan bunyi, membuat bunyi menjadi symbol visual. Dalam hal notasi
musik penulis mengacu pada tulisan.
Charles Seeger dalam Netll, yang mengemukakan bahwa ada dua jenis
notasi yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut: pertama adalah notasi
Preskriptif, yaitu notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus
menyajikan sebuah komposisi musik), selanjutnya dikatakan bahwa notasi musik
ini merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Kedua adalah notasi
Deskriptif, yaitu notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca
ciri-ciri komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.
Teori musik ini diharapkan dapat mununtun dalam menganalisa data-data
dalam tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

28

1.5 Pengertian Doding dan Syair Lagu
1.5.1 Pengertian doding
Kata doding adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Simalungun
yang berarti “nyanyi atau nyanyian” (Saragih 1989:58). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia nyanyi atau nyanyian berarti “(1) hasil menyanyi; yang
dinyanyikan; lagu; (2) komponen musik pendek yg terdiri atas lirik dan lagu;.
1.5.2 Pengertian syair lagu
Didalam kamus musik mengemukakan syair adalah teks atau kata-kata
lagu (Soeharto 1992:131), dengan kata lain suatu komponis puisi yang sering
dilakukan oleh pencipta musik. Tanpa syair maka tidak dapat mengetahui makna
maupuntujuan dari sebuah komposisi musik, karena syair merupakan inti dari
sebuah lagu. Selain itu syair atau teks adalah kata-kata yang asli dibuat
sipengarang lagu (Badudu 1996: 1455). Pendapat lain juga mengemukakan bahwa
syair adalah kata-kata yang keluar dari gati mulut serta diurapi oleh lidah
(Migdolf 2002:52). Syair adalah kata-kata yang terdapat dalam sebuah komposisi
musik melalaui syair maka dapat diketahui makna dan tujuan dari sebuah lagu.
Atas dasar itu , penulis melakukan analisis yaitu makna syair secara detail yang
dalam hal ini berkaitan dengan pola sajak, pola meter dan gaya bahasa yang
dipergunakan dalam doding tersebut. Selain itu bahasa syair yang digunakan
adalah bahasa Simalungun, dalam hal ini penulis berusaha mengartikan kata demi
kata kedalam bahasa Indonesia lalu dapat diketahui maksud dan makna doding
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

29

1.6 Metode Penelitian
Metode adalah cara atau jalan menyangkut masalah kerja yang dapat
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat
: 1985), metode dalam hal ini berkaitan dengan sisi teknis, bagaimana peneliti
melakukan penelitian. Metode penelitian adalah langkah-langkah pengumpulan
dan mengolah data yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan atau
jawaban terhadap permasalahan melalui prosedur yang handal dan dapat
dipercaya. Dalam kamus besar bahasa indonesia (1998:581), metode penelitian
diartikan sebagai cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau
kemanusiaan yang bersangkutan.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif.
Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain
penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus sesuai dengan pendekatan
penelitian yang dipilih. Metode pendekatan kualitatif terbagi menjadi dua yaitu
interaktif dan non-interaktif. Interaktif harus menjelaskan tentang etnografi,
fenomenologis, studi kasus, teori dasar dan studi krisis. Sedangkan non-interaktif
harus menjelaskan tentang analisis konsep dan analisis sejarah (Sukmadinata
2008).
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis,
deskriptif berarti memaparkan dan menggambarkan dengan data yang jelas dan
terperinci, sedangkan analisis yaitu penguraian pokok dari satu masalah antar

Universitas Sumatera Utara

30

bagian sehingga memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti secara
keseluruhan .
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek atau bahan yang dapat
memberikan informasi mengenai tujuan penelitian. Sumber data yang diperoleh
bersifat tertulis maupun lisan. Data tertulis meliputi buku, majalah, laporan
penelitian, kamus, serta jurnal. Data yang bersifat lisan meliputi, wawancara
dengan beberapa narasumber yang repserentatif dibidang seni budaya maupun
doding Simalungun. Untuk itu penulis melakukan wawancara dengan beberapa
narasumber yang keakuratan informasi yang diberikan dapat dipertanggung
jawabkan antara lain Setia Dermawan Purba, Badu Purba, Aris Purba, Sapna
Sitopu.
1.6.1 Prosedur pengumpulan data
Lof Land mengatakan dalam penelitian kualitatif ini penulis harus
mengumpulkan data dengan menggunakan observasi partisipan, wawancara
mendalam dan dokumentasi. Dalam rekaman data terdapat dua dimensi yaitu
fidelitas dan struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari
lapangan disajikan yaitu dengan memakai instrumen audio dan video yang
memiliki fidelitas yang kurang. Sedangkan penulis juga menggunakan dimensi
struktur yang menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi yang dilakukan
penulis secara sistematis dan struktur.

Universitas Sumatera Utara

31

1.6.1.1 Observasi
Observasi merupakan teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data
primer dengan cara mengamati langsung objek datanya. Observasi yang dilakukan
merupakan observasi sederhana yang tidak mempunyai pertanyaan-pertanyaan
reset. Observasi sederhana digunakan pada penelitian exploratory (kualitatif) yang
belum diketahui dengan jelas variabel-variabel yang akan digunakan. Pentingnya
melakukan observasi ini adalah untuk melihat langsung pertunjukan dan
kemudian melakukan wawancara. Selepas itu, penulis akan menganalisisnya dan
melakukan penafsiran-penafsiran kultural berdasarkan ilmu dan pengalaman yang
penulis peroleh selama ini.
1.6.1.2 Wawancara
Wawancara merupakan komunikasi dua arah untuk mendapatkan data
dari responden. Wawancara (interview) pada penelitian ini menggunakan
wawancara personal yaitu wawancara yang dilakukan dengan cara tatap muka
langsung dengan responden . Baik yang berada di Pematang Siantar, Medan
maupun yang di Lubuk Pakam.. Wawancara dilakukan kepada seniman,
budayawan, dan pengamat seni Simalungun, yang mengetahui tentang doding
Simalungun karya Taralamsyah Saragih. Wawancara dilakukan sesuai dengan
format yang telah penulis siapkan dengan tujuan data-data yang diinginkan akan
diuraikan, sehingga mendukung hasil penelitian. Hal-hal yang diwawancarai ialah
tahun terciptanya doding, pengalaman pribadi pencipta, biographi pencipta

Universitas Sumatera Utara

32

doding, serta arti dan makna yang terdapat didalam karya beliau yang akan
dianalisis lebih dalam.
1.6.1.3 Analisis data
Analisis

data

menurut

Patton

adalah

mengatur

urutan

data,

mengorganisasi-kannya kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.
Taylor mendefenisikan, analisis data merupakan proses yang merinci usaha secara
formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesa (ide), seperti yang
disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan
hipotesa itu. Maka dari pendapat diatas penulis menggunakan teori tersebut
dengan

menarik

garis

bawah

analisis

data

bermaksud

pertama-tama

mengorganisasikan data, yaitu data yang berkumpul yang terdiri dari catatan
lapangan dan komentar penelitian gambar, foto, dokumen berupa laporan,
biografi, artikel, dan sebagainya.
Penelusuran tentang kondisi dan perkembangan kesenian tradisional
yang di Indonesia dilacak melalui buku, jurnal, surat kabar, dan media elektronik
seperti internet. Data-data kependudukan didapat melalui sumber pemerintah,
khususnya daerah Simalungun. Berikutnya data-data tentang sosial budaya
masyarakat Simalungun dapat diperoleh melalui buku-buku, dokumentasi
seminar, skripsi/ tesis yang terbit dalam lingkup kebudayaan daerah Simalungun.
Seluruh data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh sebelum dan
selama berada di lapangan mengadakan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

33

Pekerjaan

penulis

dalam

menganalisis

data

adalah

mengatur,

mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorikannya.
Pengorganisasiannya dan pengelolaan data dilakukan untuk menemukan tema dan
hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansi. Analisis data
dilakukan penulis dalam suatu proses-proses, berarti pelaksanaannya sudah mulai
sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah
meninggalkan lapangan.
Setelah melakukan langkah ini penulis menganalisis hasil wawancara dan
hasil analisis awal dari teks dan struktur musik dari sampel lagu yang dipilih guna
membuat analisis akhir yang kemudian menghasilkan satu kesimpulan.
1.6.1.4 Tahap-tahap penelitian
Bogdan mengatakan 3 tahap penelitian yakni :
1. Pra lapangan
2. Kegiatan lapangan
3. Analisa intensif
Sesuai dengan teori Bogdan maka, sebelum penulis terjun kelapangan
penelitian ada tahap-tahap yang penulis lakukan yakni :
1. Tahap pra lapangan
Dalam tahan pralapangan ada enam kegiatan yang harus dilakukan
penelitian pada tahap ini yaitu:

Universitas Sumatera Utara

34

a. Menyusun rancangan kualitatif, paling tidak latar belakang masalah dan
pelaksanaan penelitian, kajian pustaka dan lain-lain.
b. Memiliki lapangan penelitian, Bogdan menyatakan bahwa pemilihan lapangan
itu harus ditentukan dulu sebelum peneliti terjun ke lokasi.
c. Mengurus perizinan, penelitian harus mengurus izin dari siapa saja yang
berkuasa dan berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian.
d. Menjejaki dan menilai keadaan lapangan. Tahap ini merupakan tahap
bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai mengumpulkan data
yang sebenarnya. Jadi tahap ini haruslah penulis berorientasi kelapangan,
namun dalam hal-hal tertentu telah menilai keadaan lapangan. Penjajakan dan
penilaian lapangan penulis lakukan terlebih dahulu dari kepustakaan atau
mengetahui melalui dari orang dalam tentang situasi dan kondisi daerah tempat
penelitian penulis. Sebelum menjajaki lapangan terlebih dahulu penulis
mempunyai gambaran umum tentang geografi, sejarah, pendidikan, mata
pencaharian, yang membantu penulis dalam penjajakan.
e. Memiliki dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang dalam pada
latar penelitian, yang berfungsi sebagai informan yang memberi informasi bagi
penulis tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian. Penulis menyiapkan perlengkapan
penelitian yang diperlukan. Sebelum penelitian dimulai, peneliti memerlukan
izin mengadakan penelitian, kontak daerah yang menjadi latar penelitian

Universitas Sumatera Utara

35

melalui orang yang dikenal atau jalur lainnya. Hal-hal yang juga perlu
disiapkan oleh peneliti misalnya alat tulis, kertas, buku catatan, alat perekam,
video, dan kamera foto. Yang paling penting lagi adalah rancangan biaya
penelitian. Dan pada tahap analisis data perlengkapan yang dibutuhkan antara
lain kalkulator, computer, map dan lain sebagainya.
g. Persoalan etika penelitian. Ciri utama penelitian kualitatif adalah orang sebagai
alat yang mengumpulkan data. Dalam pengamatan berperan serta wawancarawawancara pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Seluruh metode ini
menyangkut hubungan penelitian dengan orang yang dijadikan informan. Maka
dalam hubungan ini akan timbul persoalan etika dalam penelitian, apabila
penelitian tidak dihormati, memahami dan menghargai informannya.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap pek