Pemberian Rehabilitasi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus Tiga Putusan Pengadilan)

BAB II

LANDASAN HUKUM ATAS PEMBERIAN REHABILITASI TERHADAP
ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

F. Pemberian Rehabilitasi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Indonesia saat ini sedang melaksanakan proses pembaharuan hukum pidana.
Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal,
hukum pidana materiil dan hukum pelaksaanaan pidana. Ketiga bidang hukum
tersebut bersama-sama atau secara integral diperbaiki agar tidak terdapat kendala
dalam pelaksanaannya.46 Salah satu yang menjadi pemicu terhadap perubahan hukum
pidana adalah kemajuan teknologi dan informasi.47 Sebagai bagian dari kebijakan
hukum pidana, maka pembaharuan hukum pidana hakikatnya bertujuan untuk
menjadikan hukum pidana lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat.48
Barda Nawawi Arief, menyatakan makna dan hakikat pembaharuan hukum
pidana dapat dilihat dari:49
1.

Sudut pendekatan kebijakan, dimana:

a. Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaharuan hukum pidana pada
hakikatnya bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial
46

Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Kriminologi Dan Victimologi , (Jakarta:
Djambatan, 2007), hlm. 38
47
Yesmil Anwar & Adang, Pembaharuan Hukum Pidana , (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 1
48
Tongat, Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia , (Jakarta:
Djambatan, 2002, hlm. 20
49
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana , (Jakarta: Kencana Prenada,
2008), hlm. 31-32.

Universitas Sumatera Utara

2.

(termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai atau menunjang

tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya).
b. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada
hakikatnya bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya
penanggulangan kejahatan).
c. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum pidana
pada hakikatnya bagian dari upaya pembaharuan substansi hukum (legal
substance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.
Sudut pendekatan nilai dimana pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya
merupakan upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali nilai-nilai
sosiopolitik, sosio-filososfis dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang
melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum
pidana yang dicita-citakan. Masalah pidana dan pemidanaan dalam sejarahnya
selalu mengalami perubahan. Dari abad ke abad, keberadaannya banyak
diperdebatkan oleh para ahli. Bila dilihat dari perkembangan masyarakat
manusia, perubahan itu adalah hal yang wajar, karena manusia akan selalu
berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi meningkatkan
kesejahteraannya dengan mendasarkan diri pada pengalamannya di masa
lampau.50
Hakim dapat mempertimbangkan jenis pidana apa yang paling sesuai untuk


kasus tertentu dengan mengetahui efek dari berbagai sanksi pidana. Untuk
pemidanaan yang sesuai, masih perlu diketahui lebih banyak mengenai si pembuat.
Hal ini memerlukan informasi yang cukup tidak hanya tentang pribadi si pembuat,
tetapi juga tentang keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan.
Penggunaan pidana sebagai sarana untuk mempengaruhi tindak laku seseorang tidak
akan begitu saja berhasil, apabila sama sekali tidak diketahui tentang orang yang
menjadi objeknya. Hal yang paling diinginkan dari pidana tersebut adalah mencegah si
pembuat untuk mengulangi perbuatannya.51

50

M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System
Dan Implementasinya , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 1
51
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 86

Universitas Sumatera Utara

Fungsi sanksi pidana dalam hukum pidana, tidaklah semata-mata menakutnakuti atau mengancam para pelanggar, akan tetapi lebih dari itu, keberadaan sanksi
tersebut juga harus dapat mendidik dan memperbaiki si pelaku.52 Pidana itu pada

hakikatnya merupakan nestapa, namun pemidanaan tidak dimaksud untuk
menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.53 Landasan
pemikiran

pembaharuan

terhadap

pidana

dan

pemidanaan

bukan

hanya

menitikberatkan terhadap kepentingan masyarakat tetapi juga perlindungan individu
dari pelaku tindak pidana.

Hal yang sangat menarik dalam undang-undang tentang narkotika adalah
kewenangan hakim untuk menjatuhkan vonis bagi seseorang yang terbukti sebagai
pecandu narkotika untuk dilakukannya rehabilitasi. Secara tersirat, kewenangan ini,
mengakui bahwa pecandu narkotika, selain sebagai pelaku tindak pidana juga
sekaligus korban dari kejahatan itu sendiri yang dalam sudut viktimologi kerap
disebut dengan self victimization atau victimless crime. Uraian dalam pasalnya
menitikberatkan pada kekuasaan hakim dalam memutus perkara narkotika.
Sayangnya rumusan tersebut tidak efektif dalam kenyataannya. Peradilan terhadap
pecandu narkotika sebagian besar berakhir dengan vonis pemenjaraan dan bukan
vonis rehabilitasi sebagaimana yang termaktub dalam undang-undang tersebut.54

52

M. Sholehuddin, Op. Cit., hlm. 162
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan , (Jakarta;
Sinar Grafika, 1996), hlm. 3
54
Megawati Marcos, Tinjauan Yuridis Tentang Pemidanaan Terhadap Pecandu Narkotika ,
Jurnal, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Atmajaya, 2014), hlm. 4
53


Universitas Sumatera Utara

Pergeseran bentuk pemidanaan dari hukuman badan menjadi hukuman
tindakan merupakan proses depenalisasi. Depenalisasi adalah sebagai suatu perbuatan
yang semula diancam dengan pidana kemudian ancaman pidana ini dihilangkan,
tetapi masih dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain, misalnya dengan
melalui hukum perdata atau hukum administrasi.55 Pada proses depenalisasi terdapat
suatu kecenderungan untuk menyerahkan perbuatan tercela atau anti sosial itu kepada
reaksi sosial saja atau kepada kelembagaan tindakan medis. Perbuatan yang termasuk
kenakalan remaja ditanggulangi diluar proses peradilan pidana. Demikian pula
perbuatan zina dengan pertimbangan sosial ekonomis menjadi perbuatan yang tidak
kriminal dengan proses depenalisasi.
Depenalisasi terjadi karena adanya perkembangan atau pergeseran nilai
hukum dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan nilai hukum
pada norma hukum pidana. Perbuatan tersebut tetap merupakan perbuatan yang
tercela, tetapi tidak pantas dikenai sanksi pidana yang berat, lebih tepat dikenai sanksi
pidana ringan atau tindakan.56 Adapun alasan untuk menentukan depenalisasi
terhadap pecandu dan korban narkotika, karena mereka dianggap sebagai orang yang
sakit sehingga perlu mendapat perawatan dengan memberikan terapi maupun obat

agar sembuh. Untuk korban penyalahgunaan narkotika, sesungguhnya mereka tidak
menyadari dengan apa yang telah diperbuat disebabkan mereka melakukan perbuatan

55

Focus Group Discussion Tentang Dekriminaliasi Pecandu Narkotika , Diselenggarakan
Oleh Badan Narkotika Nasional Bekerjasama Dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Tanggal 10 Oktober 2014, hlm. 14
56
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

tersebut karena bujuk rayu orang lain sehingga perlu diselamatkan dengan
direhabilitasi, supaya tidak semakin terjerumus dalam keparahan dampak narkotika.57
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah melahirkan
suatu pembaharuan hukum, dimana dalam ketentuan undang-undang ini terdapat
adanya dekriminalisasi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika dan
korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial. Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya

orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini.
Rehabilitasi narkotika adalah tempat yang memberikan pelatihan ketrampilan dan
pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkotika.58 Menurut Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu:
1.
2.

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik
fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pusat atau lembaga rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi persyaratan

antara lain:
a.

b.

Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung, akomodasi, kamar mandi

yang higienis, makanan dan minuman yang bergizi dan halal, ruang kelas, ruang
rekreasi, ruang konsultasi individual maupun kelompok, ruang konsultasi
keluarga, ruang ibadah, ruang olah raga, ruang ketrampilan dan lain sebagainya.
Tenaga yang profesional baik dari psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja
sosial, perawat, agamawan, rohaniawan dan tenaga ahli lainnya atau instruktur.
Tenaga profesional ini untuk menjalankan program rehabilitasi yang terkait.
57

Ibid.
Herman Soeparman, Narkoba Telah Merubah Rumah Kami Menjadi Neraka , (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2000), hlm. 37
58

Universitas Sumatera Utara

c.
d.
e.
f.


Fungsi tenaga professional ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 68 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan
bahwa:
(1) Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial bertugas:
a.
Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi anak dengan
melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri
anak.
b.
Memberikan pendampingan dan advokasi sosial.
c.
Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat anak dan
menciptakan suasana kondusif.
d.
Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak.
e.
Membuat dan menyampaikan laporan kepada pembimbing
kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan
terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana
atau tindakan.

f.
Memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk
penanganan rehabilitasi sosial anak.
g.
Mendampingi penyerahan anak kepada orang tua, lembaga
pemerintah, atau lembaga masyarakat, dan
h.
Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima
kembali anak di lingkungan sosialnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pekerja
sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial mengadakan koordinasi
dengan pembimbing kemasyarakatan.
Manajemen yang baik.
Kurikulum atau program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan kebutuhan.
Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun
kekerasan.
Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran narkotika di
dalam pusat rehabilitasi (termasuk rokok dan minuman keras).59
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010, untuk

menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, sehingga wajib diperlukan adanya
keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi yaitu
program detoksifikasi dan stabilisasi lamanya 1 (satu) bulan, program primer lamanya
6 (enam) bulan, dan program re entry lamanya 6 (enam) bulan.
59

Hawari Dadang, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
2001). hlm. 132

Universitas Sumatera Utara

Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak
ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan
kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan
hukum yang berakibat hukum.60 Oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum bagi
kegiatan perlindungan anak. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan
kelangsungan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa
akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan
anak.61
Kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek. Aspek pertama
berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai perlindungan hak-hak anak. Aspek kedua, menyangkut pelaksanaan
kebijakan dan peraturan-peraturan tersebut. Ida Listyarini Handoyo menyatakan
bahwa anak pada umumnya menjadi pengguna narkoba awalnya hanya iseng, ingin
mencoba dan sebagainya, akan tetapi sifat senyawa narkoba yang dapat
mengakibatkan ketagihan membuat si pengguna tidak lepas dari jerat narkoba.62
Hadiman menyatakan bahwa salah satu alasan meningkatnya penyalahgunaan
narkoba di kalangan anak-anak adalah kurangnya pendidikan dasar tentang narkoba
baik di kalangan orangtua dan anak-anak. Terutama banyak orangtua yang tidak
menyadari pengaruh narkoba yang ada di masyarakat dan bahaya yang dihadapi anak-

60

Abdul G. Nusantara, Hukum Dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1996, hlm. 23
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan , (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993), hlm. 222
62
Ida Listryarini Handoyo, Narkoba Perlukah Mengenalnya, (Yogyakarta: Pakar Raya, 2004,
61

hlm. 22

Universitas Sumatera Utara

anak setiap harinya.63 Kalangan anak muda mudah terpengaruh ke dalam pemakaian
narkoba. Terutama para remaja, karena masa remaja merupakan masa seorang anak
mengalami perubahan dengan cepat di segala bidang, menyangkut perubahan tubuh,
perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi
karena dalam dirinya banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung
menimbulkan perilaku yang nakal.64
Prosedur penerimaan pecandu narkotika yang telah mendapatkan penetapan
atau putusan pengadilan dalam program rehabilitasi ditentukan sebagai berikut:65
a.

b.
c.

d.

Pecandu narkotika yang telah mendapatkan penetapan atau putusan pengadilan
yang memiliki kekuatan hukum tetap untuk menjalani pengobatan dan atau
perawatan melalui rehabilitasi, diserahkan oleh pihak kejaksaan ke sarana
rehabilitasi medis terpidana narkotika yang ditunjuk.
Penyerahan dilakukan pada jam kerja administratif rumah sakit yang ditunjuk.
Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan penetapan dari
pengadilan untuk menjalani rehabilitasi dilakukan oleh pihak kejaksaan dengan
disertai berita acara penetapan pengadilan, dengan melampirkan salinan atau
petikan surat penetapan pengadilan, dan surat pernyataan kesanggupan dari
pasien untuk menjalani rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang ditetapkan
oleh tim asesmen yang ditandatangani oleh pasien dan keluarga atau wali.
Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan putusan yang
berkekuatan hukum tetap dari pengadilan untuk menjalani rehabilitasi,
penyerahan oleh kejaksaan disertai dengan surat perintah pelaksanaan putusan
dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan, dengan melampirkan salinan
atau petikan surat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, dan surat pernyataan kesanggupan dari pasien untuk menjalani rehabilitasi
medis sesuai rencana terapi yang ditetapkan oleh tim asesmen yang
ditandatangani oleh pasien dan keluarga wali.

63

Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orangtua dan Aparat Dalam Penanggulangan
dan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Bersama Warga Tama, 2005),
hlm. 2
64
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm. 4
65
Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Yang Dalam Proses Atau Yang Telah Diputus Oleh Pengadilan

Universitas Sumatera Utara

e.

f.

Berita acara ditandatangani oleh petugas kejaksaan, pasien yang bersangkutan
dan tenaga kesehatan pada sarana rehabilitasi medis terpidana narkotika yang
menerima pasien.
Pelaksanaan program rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang disusun.
Pada tahap rehabilitasi medis, terpidana wajib menjalani 3 (tiga) tahap

perawatan, yaitu program rawat inap awal, program lanjutan dan program pasca
rawat. Pada program rawat inap awal, terpidana wajib menjalani rehabilitasi rawat
inap selama sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.66 Setelah melewati program rawat
inap awal, seorang terpidana dapat menjalani program rawat inap lanjutan ataupun
program rawat jalan, tergantung pada derajad keparahan adiksinya sesuai dengan
hasil asesmen lanjutan.
Program rawat inap lanjutan diberikan pada pasien dengan salah satu atau
lebih kondisi seperti ini, yaitu pola penggunaan ketergantungan, belum menunjukkan
stabilitas mental emosional pada rawat inap awal, mengalami komplikasi fisik dan
atau psikiatrik, dan atau pernah memiliki riwayat terapi rehabilitasi beberapa kali
sebelumnya.67 Sedangkan program rawat jalan diberikan pada pasien dengan salah
satu atau lebih kondisi sebagai berikut, yaitu memiliki pola penggunaan yang sifatnya
rekreasional, zat utama yang digunakan adalah ganja atau amfetamin, atau zat utama
yang digunakan adalah opioda, namun yang bersangkutan telah berada dalam masa
pemulihan sebelum tersangkut tindak pidana, atau secara aktif menjalani program
66

Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Yang Dalam Proses Atau Yang Telah Diputus Oleh Pengadilan
67
Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Yang Dalam Proses Atau Yang Telah Diputus Oleh Pengadilan

Universitas Sumatera Utara

terapi rumatan sebelumnya, berusia di bawah 18 tahun, dan atau tidak mengalami
komplikasi fisik dan atau psikiatrik.
Pasien yang mengikuti program lanjutan rawat jalan harus melakukan kontrol
pada unit rawat jalan sarana rehabilitasi medis dengan frekuensi setidaknya 2 (dua)
kali seminggu dan tergantung pada perkembangan kondisi pasien. Ketika pecandu
telah melewati masa rehabilitasi, maka pecandu tersebut berhak untuk menjalani
rehabilitasi sosial dan program pengembalian ke masyarakat yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya sarana rehabilitasi medis bagi
pelaku tindak pidana narkotika diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan panti
rehabilitasi sosial milik pemerintah atau masyarakat, atau dengan lembaga swadaya
masyarakat yang nantinya akan memberikan layanan pasca rawat bagi pelaku tindak
pidana narkotika.
Sarana rehabilitasi medis terpidana narkotika wajib melaporkan informasi
tentang pecandu penyalahgunaan narkotika yang menjalani program rehabilitasi
medis di tempatnya dengan mengikuti sistem informasi kesehatan nasional yang
berlaku.

68

Dalam hal terjadi kondisi khusus dimana pecandu narkotika yang

menjalani program rehabilitasi medis melarikan diri, melakukan kekerasan atau
melakukan pelanggaran hukum, maka rumah sakit penerima rehabilitasi medis
terpidana wajib memberikan laporan kepada pihak kejaksaan yang menyerahkan.

68

Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Yang Dalam Proses Atau Yang Telah Diputus Oleh Pengadilan

Universitas Sumatera Utara

G. Pemberian Rehabilitasi Dalam Rangka Melindungi Hak-Hak Anak Pelaku
Tindak Pidana Narkotika
Masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang
pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan
watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki
kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan.69 Tindak
pidana yang dilakukan anak selalu menuai kritikan terhadap para penegak hukum
yang oleh banyak kalangan dinilai tidak mengindahkan tata cara penanganan terhadap
anak yang bermasalah dengan hukum, dan ada kesan kerap kali mereka diperlakukan
sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil yang melakukan tindak pidana.
Menurut Romli Atmasasmita, terdapat motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari
kenakalan yang dilakukan oleh anak. Adapun yang termasuk motivasi intrinsik dari
pada kenakalan anak-anak adalah faktor intelegentia, faktor usia, faktor kelamin, dan
faktor kedudukan anak dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk motivasi ekstrinsik
adalah faktor rumah tangga, faktor pendidikan dan sekolah, faktor pergaulan anak,
dan faktor mass media.70 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, merupakan perwujudan atau penampungan dari kaidah
hukum konvensi hak anak mengenai peradilan khusus untuk anak-anak yang
bermasalah dengan hukum (children in conflict with law).71

69

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 1
70
Soetodjo & Wagiati, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 17
71
M. Joni & Zulchaina, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak
Anak, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.74

Universitas Sumatera Utara

Hukum internasional telah menetapkan standar perlakuan yang harus atau
dapat dirujuk oleh setiap negara dalam menangani anak yang berhadapan dengan
hukum. Hukum internasional mensyaratkan negara untuk memberikan perlindungan
hukum dan penghormatan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum melalui
pengembangan hukum, prosedur, kewenangan, dan institusi atau kelembagaan.72
Secara konseptual anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict
with the law), dimaknai sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun yang

berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang bersangkutan disangka
atau dituduh melakukan tindak pidana.73 Anak yang berhadapan dengan hukum
adalah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai
usia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah yaitu:74
1.

Yang diduga, disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak
pidana.

2.

Yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar
sendiri terjadinya suatu tindak pidana.
Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak

yang terpaksa berkontak dengan sistem pengadilan pidana karena:

72

Inter Parliamentary Union & Unicef, Improving The Protection Of Children In Conflict
With The Law In South Asia: A Regional Parliamentary Guide On Juvenile Justice , (Unicef: Rosa,
2006), hlm. 2
73
Unicef, Child Protection Information Sheet, (Child Protection Information Sheet, 2006).
74
Ketentuan Dalam Kesepakatan Bersama Antara Departemen Sosial Republik Indonesia,
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Departemen Agama Republik
Indonesia, Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Perlindungan Dan Rehabilitasi Sosial
Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Tanggal 15 Desember 2009. Pasal 1 Butir 3

Universitas Sumatera Utara

a.
b.
c.

Disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum, atau
Telah menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan
orang, kelompok orang, lembaga/negara terhadapnya, atau
Telah melihat, mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu peristiwa
pelanggaran hukum.75
Dilihat ruang lingkupnya maka anak yang berhadapan dengan hukum dapat

dibagi menjadi:
1) Pelaku atau tersangka tindak pidana.
2) Korban tindak pidana.
3) Saksi suatu tindak pidana.76
Kenakalan anak yang menjurus pada perbuatan tindak pidana bukan saja
dilatarbelakangi oleh lingkungan keluarga, namun juga disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain disebabkan adanya dampak dari keadaan internal keluarga,
lingkungan sosial dan pengaruh pergaulan serta kondisi internal, aspek biologis dan
psikologis anak, selain itu faktor ekstern bisa saja menjadi faktor pendorong
kejahatan anak, yakni kurangnya perhatian orang tua, lingkungan pergaulan yang
mempengaruhinya serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
dimanfaatkannya dan atau yang tidak mampu diadopsi secara tepat oleh si anak.
Untuk menjamin dan menjaga kelangsungan keseimbangan individu dalam
hubungan antara anggota masyarakat diperlukan aturan-aturan hukum yang dijunjung
tinggi oleh semua anggota masyarakat, dimana aturan hukum itu ditaati dan
dijalankan dengan tujuan untuk melindungi kepetingan masyarakat. Penerapan sanksi

75
76

Inter Parliamentary Union, Op. Cit., hlm. 17
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

hukum terhadap warga masyarakat termasuk anak yang melanggar hukum,
diharapkan dapat berpengaruh positif bagi perkembangan kepribadian anak,
sepanjang hukuman itu bersifat mendidik bukan semata-mata bentuk sanksi atau
ganjaran pidana kepada anak yang melakukan kejahatan tadi.
Keterkaitan anak dengan orang tuanya mempunyai peranan yang cukup
siginifikan dan telah diakomudir dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal juga telah diintrodiusir di dalam
Konvensi Hak Anak yang menjelaskan “bahwa anak berhak mendapat perawatan dan
bantuan khusus dan keluarga sebagai kelompok dasar masyarakat dan sebagai
lingkunganbagi pertumbuhan dan kesejahteraan dari anak-anak, harus diberi
perlindungan dan bantuan sehingga mampu mengemban tanggung jawab dalam
masyarakat.”77 Lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang
tuanya.

Melalui dunia itulah anak-anak mengenal dunia sekitarnya dan pola

pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari.78 Bahkan, tidak semestinya anak tumbuh
sendiri atau dibiarkan tanpa perlindungan, karena anak-anak yang sedang dalam
pertumbuhan atau mengalami proses evolusi kapasitas selaku insan manusia. Anakanak membutuhkan orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah serta negara
selaku pembuat regulasi, pelaksana pemenuhan hak-hak anak dan pengemban
kewajiban negara.79

77
78

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak Anak.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992),

hlm. 382
79

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PUU-VIII/2010, hlm. 3

Universitas Sumatera Utara

Orang tua juga wajib memberikan kasih sayang terhadap anaknya, baik
berupa perawatan, asuhan, pelayanan untuk berkembang, pemeliharaan dan
perlindungan baik semasa dalam kandungan atau setelah dilahirkan. Begitu juga
halnya jika anak tidak mempunyai orang tua, maka anak tersebut berhak mendapat
asuhan oleh negara atau orang atau badan. Seorang yang masih tergolong anak
dipandang pihak yang lemah, dibandingkan dengan orang dewasa. Kekuataan fisik
dan kemampuan berfikir anak masih

dalam taraf perkembangan tidak dapat

disamakan dengan orang dewasa. Dengan dasar pemikiran tersebut, maka kehidupan
seorang anak wajib mendapat perlindungan dari orang dewasa, agar anak hidup
bahagia dan sejahtera.80
Kewajiban orang tua selain memberikan kasih sayang yaitu memberikan
perlindungan secara rohani, jasmani maupun sosial. Orang tua yang melalaikan
kewajiban tersebut dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya
yang selanjutnya ditunjuk orang atau badan sebagai wali. Selain kewajiban orang tua
terhadap anak, pemerintah juga berkewajiban dan bertanggung jawab apabila ada
anak berhadapan dengan hukum. Masyarakat memandang status anak cukup
bervariasi, dimana anak merupakan milik orang tua, sehingga orang tua mempunyai
hak atas anaknya, sehingga jika anak menjadi terdakwa, maka orang tua mempunyai
hak untuk memberikan dukungan moril dan materil terhadap anaknya.81

80

Gatot Supramono, Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Hubungannya Dengan UndangUndang Perlindungan Anak, (Varia Peradilan, Tahun XXVII, Nomor 313, 2011), hlm. 32-33
81
Wirdanengsih, Mozaik Sosial Budaya Anak Indonesia , (Padang: UNP Press, 2012), hlm. 54

Universitas Sumatera Utara

Sebelum disahkannya undang-undang ini, lembaga peradilan telah mengakui
peran orang tua di dalam persidangan, dimana hal ini sesuai dengan Surat Edaran
Mahkamah Agung RI (SEMA RI) Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Tata Tertib Sidang
Anak, dijelaskan bahwa:
“Dalam pemeriksaan perkara pidana di muka sidang pengadilan yang
terdakwanya adalah anak-anak, diperlukan pendalaman oleh hakim yang
memeriksa perkara tersebut baik yang menyangkut unsur-unsur tindak pidana
yang didakwakan maupun yang menyangkut pengaruh lingkungan serta
keadaan jiwa anak itu yang melatarbelakangi tindak pidana”
Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 1987 menjelaskan bahwa
hakim dituntut untuk melakukan pendalaman terhadap terdakwa anak terhadap 3
(tiga) hal yaitu:82
a.

Menyangkut unsur-unsur tindak pidana.

b.

Menyangkut pengaruh lingkungan.

c.

Keadaan jiwa anak yang melatarbelakangi tindak pidana.
Artinya hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara anak tidak luput

mempertimbangkan ketiga unsur diatas, termasuk pengaruh lingkungan. Menurut
Purwoto pengaruh lingkungan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pengaruh lingkungan
keluarga, pengaruh lingkungan masyarakat, dan pengaruh lingkungan sekolah.
Tentunya pengaruh lingkungan keluarga terutama orang tua, merupakan dasar
pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan.
Sebelum disahkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran
82

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indoesia Nomor 6 Tahun 1987

Universitas Sumatera Utara

Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 200583 Tentang Pengangkatan Hakim Anak
yang menyatakan bahwa agar pada setiap pengadilan negeri dan pengadilan tinggi
sedapat-dapatnya ada 3 (tiga) orang hakim anak atau sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang hakim anak.
Pada persidangan anak, hakim juga dituntut untuk berperan sebagai bapak dan
ibu terhadap terhadap terdakwa anak, tujuannya adalah agar anak dapat menyatakan
secara obyektif mengenai apa-apa yang menjadi motif perbuatannya, hal ini juga
ditegaskan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai berikut :84
“Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan
merendahkan martabat manusia. Peradilan terhadap anak-anak sebagai
harapan keluarga dan harapan bangsa haruslah diperlakukan dengan harapan
cinta kasih seorang Bapak/Ibu terhadap anaknya sehingga anak yang
melakukan pelanggaran/tindak pidana akan merasa aman dan tentram,
sehingga dapat menyatakan secara obyektif mengenai apa-apa yang menjadi
motif perbuatannya.”
Peradilan anak merupakan peradilan yang diadakan secara khusus
dilingkungan peradilan umum. Kekhususan peradilan anak sangat jelas kalau kita
melihat Pasal 6 UU SPPA dinyatakan bahwa “dalam sidang anak, hakim, penuntut
umum, pengacara dan polisi serta petugas-petugas lainnya tidak memakai toga atau
pakaian seragam.” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan
Pidana Anak juga mengatur pemisahan persidangan antara orang dewasa dan anak
atau anggota TNI dan anak yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama.
Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa ketentuan pemisahan persidangan
83

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
Bilher Hutahaean, Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Anak, Jurnal
Yudisial, Volume 6 Nomor 1 April 2013, hlm. 76
84

Universitas Sumatera Utara

dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa hal ini memberikan perlakukan khusus
terhadap anak. Adapun asas-asas yang terdapat dalam pengadilan anak sebagai
langkah untuk melindung hak-hak anak adalah:85
1.
2.
3.

4.

5.
6.

7.

8.

9.

Adanya pembatasan umur.
Pengadilan anak merupakan kompetensi absolut dari peradilan umum.
Pengadilan anak memeriksa anak dalam suasana kekeluargaan dimana dalam
sidang anak memang diperlukan pemeriksaan agar menimbulkan suasana
kekeluargaan, dan dengan suasana kekeluargaan diharapkan anak dapat
mengutarakan segera perasaannya, peristiwanya, latar belakang kejadian secara
jujur, terbuka, tanpa tekanan dan rasa takut.
Pengadilan anak mengharuskan adanya “splitsing perkara ”, apabila seorang
anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa, maka anak
tersebut harus disidang pada sidang anak dan orang dewasa ke sidang orang
dewasa.
Bersidang dengan hakim tunggal dan hakim anak.
Penjatuhan pidana yang lebih ringan daripada orang dewasa. Pada hakekatnya
anak nakal dalam persidangan anak dapat dijatuhi pidana atau tindakan. Pidana
tersebut adalah pidana pokok yang berupa pidana penjara, kurungan, denda atau
pengawasan dan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu
dan atau pembayaran ganti rugi serta tindakan berupa mengembalikan kepada
orang tua, wali atau orang tua asuh, menyerahkan kepada negara untuk
mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkan kepada
departemen sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di
bidang pendidikan pembinaan dan latihan kerja.
Diperlukan kehadiran orang tua, wali, atau orang tua asuh seta diakuinya
pembimbing kemasyarakatan. Khususnya pada hukum acara didepan
persidangan, maka kehadiran orang tua, wali atau orang tua asuh sangatlah
penting dan diperlukan. Dengan kehadiran mereka diharapkan anak menjadi
terbuka, jujur dan dapat menyampaikan perasaannya tanpa tekanan di satu
pihak, sedangkan di lain pihak diharapkan orang tua, wali, atau orang tua asuh
tersebut dapat mendengarkan keluhan, beban dan permasalahan anak secara
lebih cermat dan seksama.
Adanya kehadiran penasehat hukum, dimana kehadiran penasehat hukum
bukanlah bersifat imperatif, oleh karena itu pasal tersebut hanya menyatakan
bahwa “berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat
hukum.”
Penahanan anak lebih singkat dari pada orang dewasa.
85

Lilik Mulyadi ,Pengadilan Anak Di Indonesia (Teori, Praktek Dan Peramasalahnnya) ,
(Bandung: Mandar Maju, 2005), hlm. 15-23

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Pasal 56 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 dinyatakan
bahwa “setelah hakim membuka persidangan, dan menyatakan sidang tertutup untuk
umum, anak dipanggil masuk beserta orang tua atau wali, advokat atau
pemberibantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan.” Prinsip
pemeriksaan terdakwa anak di depan sidang pengadilan, mengharuskan penuntut
umum menghadirkan terdakwa anak dalam pemeriksaan.86 Tentunya kehadiran orang
tua dalam persidangan anak ini berkaitan erat dengan pemanggilan yang dilakukan
oleh penuntut umum. Jika orang tua tetap tidak bersedia hadir tanpa alasan yang jelas,
mestinya hakim memberikan teguran kepada penuntut umum, agar menghadirkan
orang tua dalam persidangan.
Menurut Abintoro Prakoso, kehadiran orang tua dalam persidangan anak
sangat penting, sebab dengan kehadiran mereka diharapkan anak menjadi lebih
terbuka, jujur, dan dapat menyampaikan perasaannya tanpa tekanan. Kemudian
diharapkan orang tua dapat mendengarkan keluhan, beban, dan permasalahan anak
secara lebih cermat dan seksama.87 Peranan orang tua sebelum pengucapan putusan
hakim juga diperlukan, dimana sebelum mengucapkan putusannya, hakim
memberikan kesempatan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh untuk
mengemukakan segala hal yang bermanfaat bagi anak.88

86

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP , (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), hlm. 116
87
Abintoro Prakoso, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana , (Yogyakarta: Laksbang
Grafika, 2013), hlm. 98
88
Pasal 60 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak

Universitas Sumatera Utara

Setelah mengetahui kondisi tersebut diharapkan hakim akan dapat
memberikan putusan yang tidak hanya adil, tetapi bermanfaat dan terjamin kepastian
hukumnya, sebagaimana cita-cita hukum yang disampaikan oleh Gustav Radbruch,
dimana putusan hakim yang ideal adalah putusan tersebut mengandung unsur
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.89 Adapun tujuan diberikan kesempatan
kepada orang tua untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak adalah agar
anak memperoleh perlindungan dari penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
Pemberian atau penjatuhan hukuman dalam perkara anak hendaknya mempunyai
tujuan edukatif terhadap anak, untuk itu tindak pidana dilakukan oleh anak di bawah
umur tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana, akan tetapi ia bisa dijatuhi
pengajaran.90
Putusan hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatn
dari pembimbing kemasyarakatan, jika tidak dipenuhi mengakibatkan putusan batal
demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void).91 Akibat hukum, jika
putusan hakim dilakukan tanpa kehadiran orang tua dan tanpa memberikan
kesempatan kepada orang tua untuk mengemukakan hal ihwal terbaik untuk anak
tidak dijelaskan secara rinci dan detail, oleh sebab itu, diperlukan kesungguhan
penuntut umum dan hakim untuk menghadirkan orang tua dalam persidangan anak.

89

Hari Widya Pramono, Upaya Perlindungan Terdakwa Anak Dalam Proses Persidangan Di
Pengadilan , (Varia Peradian, Tahun XXVII, Nomor 319, 2012), hlm. 86
90
Hosianna M. Sidabalok, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak
Pidana Pemerkosaan Yang Dilakukan Oleh Anak, (Varia Peradilan, Tahun XXVII, Nomor 325, 2012),
hlm 53-54
91
Penjelasan Pasal 60 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak

Universitas Sumatera Utara

Menurut Rehngena Purba, bahwa salah satu proses perlindungan terhadap
anak yang berhadapan hukum, dimana anak sebagai pelaku, maka peran orang tua,
penasehat hukum, pembimbing kemasyarakatan, penuntut umum, dan hakim
merupakan suatu sistem yang saling relevan untuk terlaksananya dan dilindungi hakhak anak dalam proses peradilan pidana.92
Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita
perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam
rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu
memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta
perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa
di masa depan. Pada media koran dan elektronika sering memberitakan tentang
kejahatan yang dilakukan anak yang dapat merugikan orang lain, bahkan
mengganggu ketertiban umum. Adapun perbuatan melanggar hukum yang dilakukan
oleh anak ini tentu saja harus ditangani lebih serius, terutama proses penyidikan anak
dan peradilannya berdasarkan peraturan perundangan yakni Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kenakalan anak yang menjurus pada tindak pidana itu bukan saja dilatar
belakangi oleh lingkungan keluarga, namun juga disebabkan oleh berbagai faktor,

92

Rehngena Purba, Proses Pengadilan Anak (Litmas Sebagai Bahan Pertimbangan P utusan
Oleh Hakim Dalam Sidang Pengadilan Anak, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008), hlm. 120

Universitas Sumatera Utara

antara lain disebabkan adanya dampak dari keadaan internal keluarga, lingkungan
sosial dan pengaruh pergaulan serta kondisi internal, aspek biologis dan psikologis
anak. selain itu faktor ekstern bisa saja menjadi faktor pendorong kejahatan anak,
yakni kurangnya perhatian orang tua, lingkungan pergaulan yang mempengaruhinya
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimanfaatkannya dan atau
yang tidak mampu diadopsi dalam pribadinya secara tepat oleh si anak.
3. Hak-Hak Anak Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
Perlunya jaminan dalam menjaga kelangsungan keseimbangan individu dalam
hubungan antara anggota masyarakat dibutuhkan aturan-aturan hukum yang
dijunjung tinggi oleh semua anggota masyarakat, dimana aturan hukum itu ditaati dan
dijalankan dengan tujuan untuk melindungi kepetingan masyarakat. Penerapan sanksi
hukum terhadap warga masyarakat termasuk anak yang melanggar hukum,
diharapkan dapat berpengaruh positif bagi perkembangan kepribadian anak,
sepanjang hukuman itu bersifat mendidik bukan semata-mata bentuk sanksi atau
ganjaran pidana kepada anak yang melakukan kejahatan tadi.
Mengenai hak anak selaku tersangka atau terdakwa, pemerintah memberikan
perlindungan diluar KUHP dan KUHAP melalui UU Nomor 11 Tahun 2012, sejak
dari penyidikan, pemeriksaan sampai persidangan. Menurut Pasal 3 UU Nomor 11
Tahun 2012, adanya hak-hak anak tersebut diantaranya adalah:
a.
b.
c.

Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya.
Dipisahkan dari orang dewasa.
Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif.

Universitas Sumatera Utara

d.
e.

Melakukan kegiatan rekreasional.
Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam,
tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya.
f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup.
g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir
dan dalam waktu yang paling singkat.
h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum.
i. Tidak dipublikasikan identitasnya.
j. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya
oleh anak.
k. Memperoleh advokasi sosial.
l. Memperoleh kehidupan pribadi.
m. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat.
n. Memperoleh pendidikan.
o. Memperoleh pelayananan kesehatan, dan
p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.93
Selain ketentuan hak-hak anak diatas, anak yang sedang menjalani masa

pidana juga berhak:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mendapat pengurangan masa pidana.
Memperoleh asimilasi.
Memperoleh cuti mengunjungi keluarga.
Memperoleh pembebasan bersyarat.
Memperoleh cuti menjelang bebas.
Memperoleh cuti bersyarat, dan
Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.94

Sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan
restoratif. Sistem peradilan pidana anak tersebut harus meliputi:
a.

93
94

Penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Universitas Sumatera Utara

b.
c.

Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan
peradilan umum, dan
Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama
proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana
atau tindakan. Sistem peradilan pidana anak tersebut wajib diupayakan
diversi.95

Seorang anak yang menjadi tersangka dan berada dalam tahanan harus
mempertimbangkan kepentingan anak atau masyarakat dan harus dinyatakan secara
tegas dalam surat penahanan. Tidak diindahkannya keharusan ini, akan membuat
penahanan yang dilakukan terhadap anak yang menjadi tersangka menjadi tidak sah
menurut hukum, dan dapat menyebabkan tersangka atau ahli waris atau orang tua
anak itu mengajukan tuntutan ganti rugi melalui praperadilan yang berwewenang
mengadili perkara terdakwa.
Untuk menangani perkara pidana anak, undang-undang pengadilan anak
menghendaki petugas hukum khusus. Dalam bidang kesehatan sudah tidak asing lagi
ada petugas yang sebutannya dokter anak sebagai tenaga medis yang ahli dalam
bidang anak dan ditunjuk untuk menangani kesehatan anak selama dalam penanganan
perkara anak. Berkenaan dengan bidang pengadilan anak, dikenal adanya penyidik
anak, penuntut umum anak dan hakim anak yang diberi wewenang undang-undang
untuk menangani perkara pidana anak sesuai dengan tingkat pemeriksaan masingmasing, sesuai kewenangan serta untuk menyelesaikan perkara anak dengan
memperhatikan kepentingan anak yang didalam KUHAP tidak dikenal adanya
petugas pemeriksa yang khusus untuk perkara anak.

95

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Universitas Sumatera Utara

Melihat perbedaan perlakuan dan ancaman yang telah diatur dalam UU SPPA
ini, dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak tersebut agar dapat
menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu, perbedaan tersebut
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan
diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan
berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.96
Penanganan

perkara

pidana

anak,

undang-undang

pengadilan

anak

menghendaki petugas hukum khusus, dimana dalam bidang kesehatan sudah tidak
asing lagi ada petugas yang sebutannya dokter anak sebagai tenaga medis yang ahli
dalam bidang anak dan ditunjuk untuk menangani kesehatan anak selama dalam
penanganan perkara anak. Berkenaan dengan bidang pengadilan anak, dikenal adanya
penyidik anak, penuntut umum anak dan hakim anak yang diberi wewenang undangundang untuk menangani perkara pidana anak sesuai dengan tingkat pemeriksaan
masing-masing, sesuai kewenangan serta untuk menyelesaikan perkara anak dengan
memperhatikan kepentingan anak yang didalam KUHAP tidak dikenal adanya
petugas pemeriksa yang khusus untuk perkara anak.
Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi yang melindungi
anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Menurut Arif Gosita, bahwa
perlindungan anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara
fenomena yang ada dan saling mempengaruhi, oleh karena itu untuk mengetahui
adanya, terjadinya perlindungan anak yang baik atau buruk, tepat atau tidak tepat,
96

Shanty Dellyana, Op. Cit., hlm. 107

Universitas Sumatera Utara

maka harus diperhatikan fenomena yang relevan, yang mempuyai peran penting
dalam terjadinya kegiatan perlindungan anak.97
Usaha perlindungan anak terdapat dalam berbagai bidang kehidupan untuk
kepentingan anak dan mempunyai dampak positif pada orang tua. Harus
diperjuangkan agar asas-asas perlindungan anak diperjuangkan dan dipertahan kan
sebagai landasan semua kegiatan yang menyangkut pelayanan anak secara langsung
atau tidak langsung demi perlakuan adil kesejahteraan anak, namun hal terpenting
dari usaha perlindungan anak adalah bagaimana membangun kapasitas anak untuk
menyuarakan kehendak, cita-cita dan harapan mereka terhadap masyarakat dan
perubahan sosial menurut perspektif mereka.98
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi
perlakuan yang berbeda bagi anak pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum
undang-undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna pengedar,
bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi
merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Anak
pengguna atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak
pidana narkotika adalah dengan adanya ketentuan undang-undang yang mengatur
mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku penyalahgunaan narkotika.
Kemudian di sisi lain dapat dikatakan bahwa anak pelaku tindak pidana narkotika

97
98

Arif Gosita, Op. Cit., hlm. 12
Mansour Fakih, Op. Cit., hlm. 20

Universitas Sumatera Utara

tersebut merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa
terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi.
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Upaya perlindungan terhadap anak perlu secara terus-menerus diupayakan
demi tetap terpeliharanya kesejahteraan anak, mengingat anak merupakan salah satu
aset berharga bagi kemajuan suatu bangsa dikemudian hari. Kualitas perlindungan
terhadap anak hendaknya memiliki derajat atau tingkat yang sama dengan
perlindungan terhadap orang-orang yang berusia dewasa, dikarenakan setiap orang
mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law).
Negara bersama-sama dengan segenap masyarakat saling bekerja sama dalam
memberikan perlindungan yang memadai kepada anak-anak dari berbagai bentuk
kekerasan

dan

manipulasi

yang

dilakukan

oleh

orang-orang

yang

tidak

bertanggungjawab yang memanfaatkan anak-anak sebagai wahana kejahatannya, agar
anak sebagai generasi pewaris bangsa dapat berdiri dengan kokoh dalam memasuki
kehidupan yang semakin keras di masa-masa yang akan datang. Seorang anak berhak
memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi, hak untuk memperoleh kebebaasan sesuai dengan
hukum. Penangkapan, penahanan atau hukuman penjara hanya dapat dilakukan sesuai
hukum dan itu merupakan upaya hukum terakhir (ultimum remidium).99 Anak yang
dirampas kemerdekaannya, berhak:

99

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

a.
b.
c.
d.

Mendapat perilaku yang manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa.
Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efekttif dari setiap
tahapan hukum.
Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif
dan tidak memihak.100
Seorang anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.101
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan

Anak

bertanggungjawab

menyebutkan

terhadap

pada

perlindungan

dasarnya
anak

yang

adalah

berkewajiban
negara,

dan

pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orang tua. Adanya kewajiban dan tanggungjawab negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak dikemukakan dalam undang-undang ini, yang meliputi kewajiban
dan tanggungjawab sebagai berikut:
a.

b.
c.

d.

Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status anak,
urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan atau mental.
Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.
Menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara
hukum bertanggungjawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak.
Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.102
Dari rincian mengenai tanggung jawab dan kewajiban tersebut, ialah suatu

bentuk perlindungan yang harus diberikan kepada anak guna melindungi anak dari

100

Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
102
Pasal 21-Pasal 25 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang P