Peran Janda sebagai Orang Tua Tunggal Dalam Etnis Batak Toba di Tebing Tinggi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam

kehidupan masyarakat Batak. Dengan sistem patrilineal yang dianut oleh
masyarakat Batak, jelas menunjukkan bahwa anak laki-laki sebagai generasi
penerus, sedangkan anak perempuan nanti akan ikut marga suaminya kelak dan
hanya akan mendapat hak waris bergerak seperti emas, perhiasan atau
perlengkapan dapur saja. Masyarakat patrilineal khususnya dalam masyarakat
Batak Toba menganggap bahwa anak laki-laki lebih berharga atau lebih tinggi
kedudukannya dari pada anak perempuan. Anak laki-laki dianggap sebagai
pembawa keturunan ataupun penerus marga dari orangtuanya. Sebaliknya anak
perempuan nanti akan ―dijual‖ dan keturunan yang dilahirkannya akan mengikuti
marga suaminya.
Sistem kekerabatan pada masyarakat patrilineal yang dianut oleh
masyarakat Batak Toba ternyata juga mempengaruhi kedudukan perempuan.
Kedudukan perempuan sebagai orangtua tunggal menurut adat bertitik tolak pada

asas bahwa perempuan sebagai orang asing sehingga tidak berhak untuk
mendapat warisan, namun selaku isteri turut memiliki harta yang diperoleh
selamanya karena ikatan perkawinan (harta bersama). Oleh sebab itulah,
perempuan sebagai orangtua tunggal pada masyarakat Batak Toba terdapat suatu
ketentuan, yaitu apabila ―janda‖ diintegrasikan ke dalam keluarga suaminya, ia
1
Universitas Sumatera Utara

dapat menetap di sana dan mendapat nafkahnya. Akan tetapi, apabila perempuan
tersebut memisahkan diri dari keluarga suaminya, perempuan sebagai orangtua
tunggal tidak akan pernah berhak membawa benda milik suaminya. Nasib anak
perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki tidak berhak mendapat hak
warisan dari orangtua karena sudah dianggap dan tidak akan dapat melanjutkan
silsilah keluarganya dan keluarga tersebut akan hilang begitu saja. Anak
perempuan yang demikian disebut ―siteanon‖, artinya semua harta warisan
ayahnya tidak boleh ada padanya dan harus diwarisi anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayahnya.
Kenyataan yang sangat ironis dalam budaya atau adat Batak Toba, jika
perempuan itu menjadi perempuan sebagai orangtua tunggal cerai karena kematian
suami maupun ―janda‖ cerai hidup suami, maka dia tidak berhak mendapatkan apaapa dari harta suami dan harta yang mereka kumpulkan bersama, dia hanya sebagai

pengguna harta tersebut sebagai sumber kehidupannya. Sementara perempuan
sebagai orangtua tunggal yang tidak memiliki suami atau tidak pernah menikah
cenderung dikucilkan bahkan dianggap sangat rendah.
Maka dalam kenyataannya, seorang ―janda‖ cerai karena kematian suaminya
maupun perempuan cerai hidup tidak berhak mendapatkan warisan dari suaminya,
hanya sebagai pengguna atau pemakai sebagai sumber hidupnya. Harta dari suaminya
akan diserahkan kepada anak laki-lakinya jika ada, jika tidak ada maka akan
diwariskan kepada saudara laki-laki suaminya, apabila seorang perempuan cerai
karena kematian suami. Tetapi jika perempuan cerai hidup maka perempuan tersebut
tidak berhak mendapat apa-apa dari harta suamniya, hanya sebagai pemakai atau
2
Universitas Sumatera Utara

pengguna apabila ada kesepakatan. Jadi seorang perempuan yang sudah menikah dan
meninggalkan kelompok marga orangtuanya, tidak mendapatkan harta warisan
orangtuanya, hanya saudaranya laki-lakilah yang berhak mendapatkannya. Jika dia
tidak mempunyai saudara laki-laki maka harta warisan orangtuanya akan diserahkan
kepada saudara laki-laki ayahnya.
Hukum adat Batak Toba yang patrilineal tidak mengakui adanya pembagian
harta warisan bagi anak perempuan. Semua warisan dari orangtua diberikan pada

anak laki-lakinya yang pada umumnya sebagai penyambung keturunan menurut garis
ayah.
Masyarakat Batak memiliki filosofi atau wawasan sosial-kultural yang
menyangkut masyarakat dan budaya Batak yaitu Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu
menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan
perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu
ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial
yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut yaitu,
Pertama, Somba Marhulahula/samba (Hormat kepada keluarga pihak Istri). Kedua,
Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi perempuan). Ketiga, Manat Mardongan
Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga).
Penerapan Dalihan Na Tolu bisa kita lihat dalam suatu perkawinan yang sah,
Dalihan Na Tolu telah menggariskan dan menetapkan aturan dan ketentuan rinci
mengenai berbagai hubungan sosial baik antara suami dengan istri, antara orang tua
dengan saudara-saudara kandung dari masing-masing pihak, maupun dengan boru
serta hula-hula dari masing-masing pihak. Perkawinan orang Batak yang hanya
3
Universitas Sumatera Utara

disahkan dengan upacara agama serta catatan sipil dikatakan masih dianggap

perkawinan gelap oleh masyarakat Batak jika tidak diikuti oleh acara dat istiadat.
Buktinya ialah apabila timbul keretakan di dalam suatu rumah tangga demikian maka
sudah pasti marga dari masing-masing pihak tidak merasa ada hak dan kewajiban
untuk mencampurinya.
Adapun penyelesaian permasalahan-permasalahan yang sering timbul dalam
perkawinan pada kehidupan masyarakat Batak Toba misalnya tentang perceraian, dan
pembagian harta warisan juga tidak akan dapat berjalan apabila Dalihan Na Tolu
tidak ada, disebabkan karena unsur Dalihan Na Tolu dari pihak yang bersengketa
tersebut yang memiliki inisiatif dalam hal mencari tahu sengketa yang sedang terjadi,
apa, mengapa dan bagaimana sumber sengketa terjadi, lalu mengajak berkumpul, dan
bermusyawarah untuk menyelesaikan sengketa yang sedang mereka alami tersebut.
Dalihan Natolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi
tersebut, ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi
Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi Boru. Posisi ini dapat berubah sesuai
dengan kedudukannya
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat di lihat dari berbagai
bidang kehidupan, antara lain bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan hukum
(baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum-hukum adat).
Penelitian ini berangkat dari adanya ketidakseimbangan terhadap perempuan
yang sudah tidak memiliki suami ataupu yang sama sekali tidak memiliki suami

tetapi memiliki anak didalam budaya Batak. Penelitian ini penting untuk dilakukan
karena akan membahas tentang kehidupan perempuan sebagai orang tua tunggal yang
4
Universitas Sumatera Utara

telah menjadi fenomena sosial yang rentan dialami oleh masyarakat suku batak toba.
Serta bagaimana upaya-upaya yang mereka lakukan dalam menanggulangi fenomena
sosial tersebut.
Penelitian ini berlokasi di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, hal ini
didasarkan bahwa Suku Batak Toba merupakan wilayah yang masih berdekatan
dengan Danau Toba yang merupakan kampung halaman Etnis Batak Toba. Sehingga
di Tebing Tinggi cukup banyak terdapat etnis Batak Toba.

1.2 Tinjauan Pustaka
Secara umum peranan adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang
terkait oleh kedudukannya dalam struktur sosial atau kelompok sosial di
masyarakat, artinya setiap orang memiliki peranan masing-masing sesuai dengan
kedudukan yang ia miliki. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ―Peran
berarti perangkat tingkah atau karakter yang diharapkan atau dimiliki oleh orang
yang berkedudukan dalam masyarakat, sedangkan peranan adalah tindakan yang

dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa‖. Menurut Livinson dalam
Soerjono Soekanto (2007:213) menyebutkan bahwa peranan mencakup tiga hal,
yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang diungkapkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan

yang

membimbing

seseorang

dalam

kehidupan

masyarakat.
5
Universitas Sumatera Utara


b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
masyarakat sebagai individu.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai
struktur sosial masyarakat.
Selain itu menurut Departemen Pendidikan Nasional ―peranan adalah
perangkat tingkah laku yang diharapkan atau dimiliki oleh orang yang
berkecukupan di masyarakat, peran terutama ditentukan oleh ciri-ciri individual
yang bersifat khas atau istimewa‖. Selanjutnya, menurut Gross Mason dan Mc
Eachern dalam buku David Berry (1995:99), yaitu ―peranan adalah harapanharapan yang dkenakan pada individu-individu yang menempati kedudukan social
tertentu.‖ Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
diatas, maka dapat disimpulkan peranan merupakan tindakan atau perbuatan
seseorang dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai pemegang
kedudukan dan posisi tertentu.
Orang tua berperan dalam Pendidikan anak untuk menjadikan Generasi
muda berkedudukan. Menurut Abu Ahmadi dalam Hendi Suhendi dan Ramdani
Wahtu (2001:4), penjelasan tentang orang tua dalam pendidikan sebagai berikut,
Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada didalamnya
memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam
kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi Fungsi keluarga adalah suatu

pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan didalam atau diluar keluarga. Fungsi
disini mengacu pada peranan individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya
mewujudkan hak dan kewajiban. Didalam lingkungan keluarga orang tualah yang
6
Universitas Sumatera Utara

bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, dan sudah layaknya
apabila orang tua mencurahkan perhatian dan bimbingan untuk mendidik anak
agar supaya anak tersebut memperoleh dasar-dasar dan pola pergaulan hidup
pendidikan yang baik dan benar, melalui penanaman disiplin dan kebebasan
secara serasi. Seperti yang dikemukakan oleh Thamrin dan Nurhalijah Nasution
(1985:8), yakni ―orang tua dan anak hendaklah selalu damai dengan demikian
akan dapat membangkitkan minat si anak untuk belajar.‖ Menurut Miami dalam
Zaldy Munir (2010:2) dikemukakan bahwa ―Orang tua adalah pria dan wanita
yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab
sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya‖. Sedangkan menurut
Widnaningsih dalam Indah Pertiwi (2010:15) menyatakan bahwa ―orang tua
merupakan seorang atau dua orang ayah-ibu yang bertanggung jawab pada
keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan atau zigot baik berupa
tubuh maupun sifat-sifat moral dan spiritual‖. Berdasarkan beberapa pengertian di

atas dapat disimpulkan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab yang berat
dalam memberikan bimbingan kepada anak-anaknya, tokoh ayah dan ibu sebagai
pengisi hati nurani yang pertama harus melakukan tugas yang pertama adalah
membentuk kepribadian anak dengan penuh tanggung jawab dalam suasana kasih
saying antara orang tua dengan anak.Pada keluarga anak pertama kali mengenal
lingkungannya, kehidupan di luar dirinya. Sebagai makhluk sosial ia
menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama, dan yang memperkenalkan semua
itu adalah orang tua, sehingga perkembangan anak ditentukan oleh situasi dan
kondisi yang ada serta pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh orang tuanya.
7
Universitas Sumatera Utara

Di dalam BKKBN dijelaskan bahwa peran orang tua terdiri dari:
a. Peran sebagai pendidik Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti
penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari
sekolah. Selain itu nilai-nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu
ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagi bekal dan benteng untuk
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
b. Peran sebagai pendorong Sebagai anak yang sedang menghadapi masa
peralihan, anak membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan

keberanian dan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah.
c. Peran sebagai panutan Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi
anak, baik dalam berkata jujur maupun ataupun dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari dan bermasyarakat.
d. Peran sebagai teman Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa
peralihan. Orang tua perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak.
Orang tua dapat menjadi informasi, teman bicara atau teman bertukar pikiran
tentang kesulitan atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman dan
terlindungi.
e. Peran sebagai pengawas Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi
sikap dan perilaku anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari
pengaruh lingkungan baik dari lungkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
masyarakat.
8
Universitas Sumatera Utara

Peran sebagai konselor Orang tua dapat memberikan gambaran dan
pertimbangan nilai positif dan negatif sehingga anak mampu mengambil
keputusan yang terbaik. Menurut Maulani dkk dalam Indah Pratiwi (2010:15):
―Peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dua orang ayahibu dalam

bekerja sama dan bertanggung jawab berdasarkan keturunannya sebagai tokoh
panutan anak semenjak terbentuknya pembuahan atau zigot secara konsisten
terhadap stimulus tertentu baik berupa bentuk tubuh maupun sikap moral dan
spiritual serta emosional anak yang mandiri‖ Berdasarkan uraian di atas, maka
yang dimaksud peranan orang tua adalah pola tingkah laku dari ayah dan ibu
berupa tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anakanaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap
dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai suatu kelompok sosial, keluarga
memiliki struktur yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Jika salah satu bagian dari
struktur tersebut tidak ada, maka keluarga tersebut dapat dikatakan tidak utuh,
akan tetapi keutuhan suatu keluarga tidak hanya dilihat dari keutuhan strukturnya
saja tetapi juga dilihat dari keutuhan dalam berinteraksi.
Menurut Baron, R. A dan Donn Byrne. (2003:150) pada dasarnya tugas
keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut:
1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing-masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
9
Universitas Sumatera Utara

5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku
dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di
dalam keluarga dikemukakan oleh Slameto (1983:23) adalah sebagai berikut :
1. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peranan Ibu: Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran Anak: Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Lebih perinci
diungkapkan bahwa peran ibu dalam keluarga berpengaruh besar terhadap
prioritas nilai keterbukaan terhadap perubahan pada anak, sedangkan posisi
ayah yang rendah berpengaruh terhadap prioritas tinggi terhadap nilai
peningkatan diri. Dari aspek gender terungkap bahwa anak laki-laki lebih
10
Universitas Sumatera Utara

memprioritaskan nilai-nilai peningkatan diri dan anak perempuan lebih
memprioritaskan nilai-nilai transendensi diri.
Lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya.
Melalui lingkungan inilah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan
hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan kelurga inilah anak
mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua biasanya mencurahkan perhatiannya
untuk mendidik anak, agar anak tersebut meperoleh dasar-dasar pergaulan hidup
yang benar dan baik, melalui penanaman

disiplin dan kebebasan serta

penyerasiannya. Pada saat ini orang tua dan anggota keluarga lainnya melakukan
sosialisasi melalui kasih sayang, atas dasar kasih sayang itu didik untuk mengenal
nilai-nilai tertentu, seperti nilai ketertiban, nilai ketentraman dan nilai yang
lainnya. Keluarga juga merupakan pelaksana pengawasan sosial yang penting.
Banyak norma-norma kelompok yang di pelajari dalam keluarga dan dengan
demikian merupakan pembatas tingkah laku yang sesuai. Kebiasaan-kebiasaan,
adat istiadat dan kontrol kelembagaan yan mengatur peradilan, perkawinan,
peranan-peranan pribadi maupun umum dari suami dan istri merupakan pelajaran
yang luas di dalam keluarga. Motivasi dan keberhasilan studi salah satunya di
pengaruhi oleh lingkungan keluarga, apakah orang tua terlalu mementingkan
disiplin atau memberikan kebebasan dari pada di siplin, ternyata keserasian atau
keseimbangan keduanya sangat di perlukan. Pada lingkungan keluarga orang
tualah yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, dan
sudah layaknya apabila orang tua mencurahkan perhatian, mengawasi dan
11
Universitas Sumatera Utara

bimbingan untuk mendidik anak agar supaya anak tersebut memperoleh dasardasar dan pola pergaulan hidup pendidikan yang baik dan benar, melalui
penanaman disiplin dan kebebasan secara serasi.
a)

Faktor Budaya
Kebudayaan menurut E.B Taylor, dalam bukunya primitive culture

merumuskan definisi secara sistematis dan ilmiah, sebagai berikut kebudayaan
adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat, kepribadian dan
kebiasaan-kebiasaan yang di lakukan manusia sebagia anggota masyarakat.
Budaya patriarki telah menjadi unsur utama terjadinya kekerasan terhadap
perempuan. Budaya patriarki merupakan budaya dominan yang mendomisasi
kebudayaan nasional, yang memperlihatkan pembedaan yang jelas antara laki-laki
dengan perempuan terutama mengenai kekuasaan. Kekuasaan dominan yang di
miliki oleh laki-laki dianggap merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan
mutlak serta baku. Dimana laki-laki menempati posisi sebagai pimimpin, dan
penguasa, sedangkan perempuan sebagai pekerja yang harus melayani kaum lakilaki.
Pola budaya seperti inilah yang secara tidak langsung telah melegalkan
kekerasan dan penindasan terhadap perempuan, perempuan telah di sandera, di
penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki, ‖budaya patriarki ibarat busur
panah yang selalu mengintai kaum perempuan‖
Selain itu faktor kepribadian juga mengambil bagian terjadinya kekerasan
terhadap perempuan. Seseorang yang memiliki sifat dan kepribadian yang keras
12
Universitas Sumatera Utara

akan lebih sering malakukan tindakan kekerasan. Kepribadian dan sifat yang
keras terkadang menjadi ciri khas dari daerah tertentu, dalam hal ini Ariestoteles,
mengatakan bahwa penduduk yang hidup di daerah yang dingin akan cenderung
memiliki sifat yang keras, berani dan lainnya, dengan landasan sifat seperti yang
diungkapkan oleh Ariestoteles diatas maka seseorang yang mempunyai
kepribadian seperti itu akan menjadi sosok yang sering melanggar aturan atau
norma yang berlaku dalam masyarakat, kepribadian seperti itu juga sering
mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan.
Nilai tradisi dan adaptasi juga berpengaruh terhadap kekerasan terhadap
peremuan. Tradisi merupakan sifat yang tertanam sejak lama, dan adaptasi
merupakan suatu kondisi dimana manusia menyesesuaikan diri terhadap
lingkungan sekitar, banyak juga para analisis yang mengatakan bahwa tindakan
kekerasan terhadap perempuan terjadi, karena tidak mampunya perempuan dalam
beradaptasi dengan lingkungan baru, misalkan terjadinya kasus pemerkosaan
karena wanita itu memakai pakaian yang tidak sesuai dengan adaptasi yang
seharusnya atau kebiasaan di daerah tertentu
Dan unsur yang terakhir yaitu kepercayaan (relegi) juga merupakan
penyulut terjadinya kekerasan terhadap perempuan, hal ini di karenakan adanya
prasangka terhadap agama tertentu yang berakibat pada timbulnya rasa benci
terhadap orang atau komunitas dari agama lain, perempuan merupakan salah satu
korban dari rasa tersebut, terjadi pemerkosaan hanya sekedar untuk menarik orang
agar masuk kedalam agamanya merupakan hal yang sangat picik dan sangat
bertentangan dengan moral dan norma masayarakat.
13
Universitas Sumatera Utara

b)

Faktor Sosial
Manusia merupakan mahluk individual sekaligus sebagai mahluk sosial,

dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari individu yang lain,
manusia selalu melakukan interaksi dengan individu lain dalam keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan yang lebih luas lagi. Masyarakat diatur oleh norma,
atau nilai, adat istiadat yang telah di sepakati bersama oleh masyarakat.
Kendatipun demikian tidak berarti kehidupan sosial masyarakat akan selalu lancar
stabil dan terintegrasi dengan baik, dan ternyata banyak sekali celah-celah yang
mengakibatkan terjadi kesemerautan dalam masyarakat, salah satunya yaitu
tindakan kekerasan terhadap perempuan, ini adalah suatu fenomena yang tak
kunjung terselesaikan.
Fenomena ini di sebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu faktor
sosial. Faktor sosial marupakan factor eksternal munculnya tindak kekerasan, ia
disebut sebagai factor eksternal karena factor itu berada di luar individu
Di antara faktor tersebut yang pertama yaitu kegagalan dalam interaksi,
menurut Soerjono Soekamto interaksi merupakan cara-cara berhubungan yang
dilihat apabilah orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu dan
menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. Syarat dari interaksi
social yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. kegagalan dalam interaksi
biasanya di karenakan adanya kemacetan dalam salah satu unsur pembentuk
interaksi. Sebagai contoh karena kesalahan dalam komuniksi maka seoarang lakilaki tegah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan, dalam hal ini perlu

14
Universitas Sumatera Utara

adanya komunikasi yang efektif sehingga bisa menghasilkan interaksi yang lancar
serta manciptakan masyarakat yang tentram
Faktor sosial yang lain yaitu kurang tegasnya pihak yang berwenang
dalam mengatasi tindakan kekerasan, hal ini bisa kita lihat dengan rendahnya
hukuman para pelaku tindak kekerasan dalam hal apapun termasuk juga
kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi factor-faktor sosial yang
menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

c)

Faktor Ekonomi
Status sosial merupakan pandangan mangenai kehormatan atau pristise

seseorang dapat di berikan oleh keluarga, aktivitas pekerjaan, dan pola konsumsi.
Aristoteles seorang ahli filsfat yunani kuno pernah menyatakan bahwa didalam
setiap masyarkat selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang sangat kaya,
mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. konsep ini
menunjukkan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengakui adanya lapisanlapisan dalam masyarakat atau yang sering di sebut dengan strata social. Menurut
para sosiolog, sistem yang berupa lapisan-lapisan sosial itu merupakan ciri yang
tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur
Dalam bidang ekonomi yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap
perempuan biasanya di lakukan oleh lapisan sosial yang rendah, dimana mereka
melakukan tindakan itu berdalihkan pada kebutuhan ekonomi yang mendesak
15
Universitas Sumatera Utara

mereka untuk melakukan perbuatan kekerasan terhadap perempuan, benar atau
tidaknya. Alasan yang diungkapkan oleh sebagian besar pelaku kejahatan itu,
menandakan bahwa peran serta sistem perekonomian juga terlibat dalam
fenomena sosial tindak kekerasan terhadap perempuan, hal ini bisa menjadi
landasan paradigma bahwa pemerataan pembangunan dalam bidang ekonomi
akan bisa mengurangi fenomena sosial yang merugikan masyarakat tersebut
Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dilakukan oleh orangorang dari lapisan bawah tetapi, banyak juga kasus yang terjadi tindakan tersebut
dilakukan oleh individu dari kalangan atas, fenomena seperti ini memperlihatkan
adanya pola ketergantungan ekonomi, sebagai contoh yang mendukung pendapat
ini yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap perempuan
sebagai pembantu rumah tangga, tidak menjadi rahasia lagi bahwa keududukan
sosial ekonomi telah melahirkan penindasan terhadap perempuan dari lapisan
rendah, ketergantungan yang terjadi di sini yaitu dimana kedudukan pembantu
sebagai pelayan yang mendapat upah dari majikan tetapi yang terjadi kekuasaan
ekonomi atau kekayaan telah membuat orang bertindak arogan dan seenaknya
sendiri tanpa memandang moral dan norma yang ada dalam masyarakat.

1.3

Rumusan Masalah
Rumusan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah berdasarkan latar

belakang yang telah dipaparkan sebelumnya. Secara spesifik permasalahan dari
penelitian ini adalah ―Bagaimana peran orangtua tunggal dalam dalam etnis batak
toba di Tebing Tinggi?‖ dan penelitian ini akan ditujukan kepada informan yaitu,
16
Universitas Sumatera Utara

perempuan sebagai orangtua tunggal cerai karena kematian, orangtua tunggal cerai
hidup serta orangtua tunggal yang sama sekali belum menikah dan tidak memiliki
suami sama sekali.

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi dan

peran perempuan sebagai orangtua tunggal dalm adat batak toba, serta untuk
mengetahui bagaimana ketidakseimbangan perlakuan perempuan yang bertolak
belakang dengan konsep Dalihan Na Tolu.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan dan
pembuktian terhadap beberapa teori yang membahas tentang Kehidupan
Perempuan dalam etnis batak toba sebagai Orangtua Tunggal.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai budaya adat batak toba, dan penulis berharap agar penelitian ini
bermanfaat bagi kalangan mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa suku batak.
Penelitian ini juga diharapkan dapat disumbangkan untuk memperluas wawasan
serta berguna bagi mahasiswa.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan masyarakat
batak toba serta merubah pandangan masyarakat dalam memperlakukan
perempuan sebagai orangtua tunggal.
17
Universitas Sumatera Utara

1.5

Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu hanya memaparkan situasi atau

peristiwa. Penelitian ini tidak mencari hubungan atau menjelaskan hubungan. Tidak
menguji hipotesis atau membuat prediksi. Metode yang digunakan adalah studi kasus.
Studi kasus merupakan penelitian yang mempelajari secara intensif atau mendalam
satu anggota dari kelompok sasaran suatu subjek penelitian.
Studi kasus hanya berlaku untuk kasus tertentu serta tidak bertujuan untuk
digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu. Lebih memungkinkan studi kasus
mendalam dan komprehensif dalan mengekspresikan suatu objek penelitian (Bungin,
2007 : 104)

1.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi melalui informan dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu membaca literatur yang
berkaitan dengan penelitian. Dalam hal ini adalah literatur maupun bacaan yang
berkenaan dengan adat budaya batak.
2. Penelitian Lapangan


Wawancara Mendalam (in-depth interview)

18
Universitas Sumatera Utara

Tipe wawancara adalah tidak terstruktur, yaitu tidak memiliki setting
wawancara yang baku. Penyampaian dan peruntutan pertanyaan akan berbeda
dari wawancara ke wawancara. Tetapi peneliti tetap membuat interview guide
yang akan menjadi panduan dalam wawancara informan. Wawancara
dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan jumlah pertemuan tidak
ditetapkan, sesuai kebutuhan informasi.


Observasi
Sebagai pembanding, peneliti akan melakukan observasi atau pengamatan
langsung kelapangan. Misalnya dengan melakukan kunjungan ketempat
informan

bekerja.

Semua

kegiatan

informan

kemudian

akan

didokumentasikan sebagai data pendukung.

1.7 Penentuan Informan
Teknik penentuan informan adalah dengan menggunakan teknik snowball
sampling. Defenisi snowball sampling adalah teknik untuk memperoleh beberapa
informan dalam organisasi atau kelompok yang terbatas dan yang dikenal sebagai
teman dekat atau kerabat, kemudian informan tersebut bersedia menunjukkan
teman-teman atau kerabat lainnya, sampai peneliti menemukan konstelasi
persahabatan yang berubah menjadi suatu pola-pola sosial yang lengkap (Bungin,
2007 : 138).

19
Universitas Sumatera Utara

Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan adalah : usia, suku, tingkat
pendidikan, keturunan (anak), suami (anak keberapa), pekerjaan suami, tempat
tinggal dan pergaulan.

1.8 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena membahas realitas
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat batak toba, yaitu kehidupan perempuan
sebagai orangtua tunggal. Pendekatan kualitatif dapat menghasilkan data deskriptif
yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat bentuk-bentuk kehidupan yang
terdapat diadat batak toba.
Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kasus. Studi kasus merupakan
penelitian dengan memusatkan diri secara intensif dengan objek tertentu dengan
mempelajarinya sebagai suatu kasus. Studi Kasus hanya berlaku untuk kasus tertentu
serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu (Nawawi
2001 : 72)

20
Universitas Sumatera Utara