Budaya Gotong Royong Pada Masyarakat Tionghoa di Tanjung Priok Jakarta Utara Chapter III VI

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Metode Penelitian
Oleh karena permasalahan yang akan dikaji peneliti merupakan

permasalahan yang bersifat sosial dan dinamis, maka peneliti memilih untuk
menggunakan penelitian kualitatif demi menentukan cara untuk mengkaji,
mengolah dan menganalisis hasil penelitian

3.2

Penelitian kualitatif
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan
sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang
didapat dari apa yang diamati (Nawawi 1994: 204). Metode penelititan kualitatif
merupakan sebuah cara yang lebih terfokus pada pemahaman secara mendalam
terhadap budaya gotong royong pada masyarakat Tionghoa di Tanjung Jakarta

Utara. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan analisis serta lebih
menonjolkan proses dan makna yang tujuanya untuk memahami secara lebih
mendalam terhadap kebudayaan gotong royong tersebut.
Pendekatan kualitiatif yang digunakan oleh penulis berguna untuk
memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek peneitian secara utuh
seperti perilaku, motivasi, atau tindakan. Selain daripada itu, pendekatan ini
mengutamakan latar alamiah dengan maksud menggambarkan fenomena yang

25
Universitas Sumatera Utara

terjadi dengan melibatkan berbagai metode seperti: wawancara, observasi, dan
sebagainya. Di dalam pendekatan ini, peneliti dapat membangun pandanganya
sendiri tentang apa yang diteliti secara rinci (Moleong, 2005: 4-6). Pendekatan
kualitatif digunakan juga untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana
penelitian adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis bersifat induktif dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Penulis menggunakan penelitian deskriptif untuk menggambarkan atau
melukiskan apa yang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas

mengenai apa yang menjadi pokok penelitian. Berkenaan dengan penelitian ini
sebagai studi deskriptif, maka penelitian ini akan menggambarkan atau
mendeskripsikan bagaimana eksistensi budaya gotong royong pada etnis
Tionghoa di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain itu, metode tersebut bertujuan
untuk membuat deskripsi, maksudnya membuat gambaran, lukisan secara
sistematis, faktual dan dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan
fenomena-fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 1993: 8-9) Alasan peneliti dalam
memilih penelitian kualitatif, dikarenakan oleh keinginan peneliti untuk
menggambarkan lebih dalam tentang aktifitas budaya gotong royong yang
dilakukan oleh etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa dikenal sebagai kelompok
masyarakat yang hingga sekarang masih mempertahankan tradisinya yang di
kenal tertutup.

26
Universitas Sumatera Utara

3.3

Data dan Sumber Data
Data penelitian adalah data yang dituju untuk diteliti oleh penaliti, sumber


data adalah objek yang dijadikan acuan sumber informasi. Dalam penelitian ini
data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan hasil wawancara mengenai keseluruhan kegiatan
kebudayaan terkait budaya gotong royong pada masyarakat etnis Tionghoa yang
ada di daerah Tanjung Priok Jakarta Utara. Adapun sumber data primer adalah
informan yaitu masyarakat Tionghoa yang telah menetap di kawasan tersebut
selama lebih dari 10 tahun. Untuk mendapatkan informan atau sumber data
primer, peneliti terlebih dahulu akan melakukan wawancara terhadap informan
kunci yaitu Ketua RT dan RW setempat di daerah tersebut demi mendapatkan
petunjuk mengenai siapa saja yang dapat diwawancarai dalam rangka
mendapatkan informasi mengenai budaya gotong royong pada etnis Tionghoa di
lingkungan tersebut. Berikut data mengenai informan penelitian
Informan Kunci ( Ketua RT ):
Nama

: Bapak Leo Pandelaki

Alamat


: Jalan Gaharu Blok EE No. 21 Jakarta Utara

Umur

: 49 Tahun

Sumber data primer:
Nama

: Anni

Alamat

: Jalan Akasia Blok EE No. 24 Jakarta Utara

Umur

: 66 Tahun

27

Universitas Sumatera Utara

Profesi

: Ibu rumah tangga

Nama

: Betty Nelwan

Alamat

: Jalan Cemara Angin Blok B No. 39 Jakarta Utara

Umur

: 38 Tahun

Profesi


: Pendeta

Nama

: Netty Sundah

Alamat

: Jalan Nusa Indah Blok EE No. 49 Jakarta Utara

Umur

: 55 Tahun

Profesi

: Ibu rumah tangga

Sumber data sekunder adalah sumber data tambahan yang digunakan
oleh peneliti dalam melakukan penelitian sebagai data penunjang dari

sumber data primer. Sumber data sekunder yang digunakan oleh peneliti
pada penelitian ini berupa buku-buku, jurnal dan skripsi yang berkaitan
dengan informasi mengenai budaya gotong royong pada masyarakat
Tionghoa.

3.4

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data,
peneliti menggunakan metode studi dan studi lapangan kepustakaan.

28
Universitas Sumatera Utara

3.4.1

Studi Lapangan
Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam melakukan


penelitian menggunakan studi lapangan adalah:
1. Peneliti melakukan observasi ke lokasi penelitian untuk menjumpai
informan kunci untuk mengetahui waktu pelaksanaan gotong royong di
daerah asal tersebut. Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi
dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian;
2. Peneliti menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan;
3. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan terkait
kegiatan gotong royong yang ada pada lokasi penelitian agar mendapatkan
data yang akurat, wawancara yang dilakukan juga bertujuan untuk
mengkonfirmasi kebenaran mengenai informasi terkait permasalahan
penelitian yang di dapat dari studi kepustakaan;
4. Peneliti mengumpulkan dokumentasi kegiatan yang terdapat di lapangan
untuk menghindari kehilangan data atau informasi.

3.4.2

Studi Kepustakaan
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku


referensi, laporan-laporan, jurnal, majalah dan media lainya yang berkaitan
dengan budaya gotong royong pada masyarakat Tionghoa.

29
Universitas Sumatera Utara

3.4.3

Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam mendapatkan data spesifikmengenai

rangkaian upacara kelahiran pada masyarakat Tionghoa yang ada di Tanjung
Priok Jakarta Utara dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Membaca dan menyusun data mengenai kegiatan gotong royong yang
dilakukan masyarat Tionghoa di lokasi penelitian tersebut.
2. merangkum data-data yang dianggap penting, memilah-milahnya sesuai
dengan kebutuhan untuk menjawab rumusan masalah, lalu data-data
tersebut disusun secara sistematis.
3. Bertumpu pada data-data yang di kumpulkan, penulis membuat kajian
terkait


permasalahan

penelitian

dan

melakukan

analisis

kajian

menggunakan teori structural dan teori fungsionalisme. Selanjutnya
peneliti memberikan kesimpulan mengenai hasil permasalahan yang telah
diteliti.
Dikarenakan tidak adanya aktifitas budaya gotong royong pada saat
penelitian, maka penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis di pertunjukan
untuk mengkonfirmasi kebenaran data yang diperoleh oleh hasil penelitian serta
gambar-gambar yang diperoleh melalui sumber kliping koran, jurnal dan internet.


30
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1

Masyarakat Tionghoa di Indonesia
Leluhur orang Tionghoa di Indonesia bermigrasi secara bergelombang

sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa
kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia
dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa
kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinastidinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan
perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan
sebaliknya.
Claudine Salomon bersama Denys Lombart dalam bukunya yang berjudul
Kelenteng-kelenteng Masyarakat Tionghoa di Jakarta (Les Chionis de Jakarta
Temple et Vie Collective) antara lain mendeskripsikan orang Tionghoa sudah
terdapat di pesisir utara Jawa Barat, jauh sebelum orang Belanda datang ke
Indonesia. Orang Tionghoa yang berada di Indonesia tersebut, tidak merupakan
satu kelompok yang berasal dari satu daerah di Cina, tetapi terdiri dari bebrapa
suku bangsa yang kebanyakan berasal dari provinsi Fu Kien dan Kwantung
(Salomone & Lombart, 2003)
Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis pendatang di
Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkian),
Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka

31
Universitas Sumatera Utara

disebut Tangren. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa
Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai
orang Tang, sementara orang Cina Utara menyebut diri mereka sebagai orang
Han.

Selain itu, imigran Tionhoa lainya adalah suku bangsa Teo-Chiu yang
berasal dari pantai selatan Negeri Cina di daerah pedalaman Swatow di bagian
timur Provinsi Kwantung. Orang Teo-Chiu dan Khek disukai sebagai pekerja di
perkebunan dan pertambangan di Sumatera Timur, Bangka dan Belitung.
Walaupun orang Khek merupakan suku bangsa Cina yang paling banyak merantau
ke seberang lautan mereka bukan suku bangsa maritim. Pusat daerah mereka
adalah provinsi Kwantung yang terutama terdiri dari daerah gunung kapur yang
tandus. Orang Khek merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencaharian
hidup. Selama berlngsungnya gelombang imigrasi dari tahun 1850 sampai 1930,
orang Hakka adalah orang yang paling miskin diantara perantau Tionghoa.
Mereka bersama orang Teo-Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengeksplorasi
sumber mineral sehingga sampai sekarang orang Khek mendominasi masyarakat
Tionghoa di distrik tambang emas lama di Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka,
dan Belitung. Sejak akhir abad ke-19, orang Khek mulai bermigrasi ke Jawa barat,
karena tertarik dengan perkembangan kota Jakarta dank arena dibukanya daerah
Prianga bagi pedagang Tionghoa.
Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Khek di provinsi Kwantung,
tinggalah orang-orang Kanton (Kwong Fu). Serupa dengan orang hakka, orang
kanton terkenal di Asia Tenggara sebagai buruh pertambangan. Mereka

32
Universitas Sumatera Utara

bermigrasi pada abad ke-19 di Indonesia. Sebagain besar tertarik oleh tambangtambang timah di Pulau Bangka. Umumnya mereka datang dengan modal yang
lebih besar dibanding orang Khek dan mereka datang dengan keterampilan teknik
dan pertukangan yang tinggi. Di Indonesia, mereka dikenal sebagai ahli dalam
pertukangan, pemilik toko-toko besi dan industri kecil. Orang Kanton ini lebih
tersebar merata di seluruh kepulauan Indonesia dibanding orang Hokkian, Kwong
Fu, Teo-Chiu atau Khek. Jadi, orang Tionghoa merantau di Indonesia paling

sedikitnya ada empat suku bangsa seperti yang telah dijabarkan di atas.

4.2

Masyarakat Tionghoa di Jakarta
Jauh sebelum penjajah Belanda membangun Batavia (kini Jakarta) pada

tahun 1619, orang-orang etnis Tionghoa telah menetap di sebelah Timur Muara
Ciliwung tidak jauh dari pelabuhan. Mereka menjual arak, beras dan kebutuhan
lainya termasuk air minum bagi para pendatang yang singgah di pelabuhan.
Namun, ketika belanda membangun loji di daerah tersebut, masyarakat Tionghoa
yang menetap di daerah tersebut diusir. Setelah terjadinya pembantaian orang
Tionghoa di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740, orang- orang Tionghoa
ditempatkan di kawasan Glodok yang tidak jauh dari Stadhius (kini Museum
Fatahillah) dengan maksud agar mudah diawasi.
Sejak dahulu kawasan Glodok memiliki potensi dan letak yang strategis.
Hal tersebutlah yang mendorong banyak etnis Tionghoa yang mengadu nasib di
daerah tersebut. Kawasan Pecinan di Jakarta tidak saja identik dengan Asemka,
Glodok, Pancoran dan Petak Sembilan karena dalam sejarah Jakarta, kawasan lain

33
Universitas Sumatera Utara

sebagai daerah Pecinan banyak bermunculan setelah pusat kota Batavia
dipindahkan ke Weltevreden (kini Monas dan lapangan Benteng) diawal abad ke19. Sebagai Pecinan, terdapat banyak rumah bergaya arsitektur Cina, ciri umum
rumah Tionghoa di daerah tersebut adalah terdapat toko pada bagian rumah lantai
satu dan tempat tinggal atau hunian pada lantai kedua, bangunan tersebut dikenal
sebagai banguna ruko. setelah beberapa abad setelahnya, masyarakat Tionghoa
menyebar luas di daerah Jakarta, mayoritas dari etinis Tionghoa bermata
pencaharian sebagai pedagang di hampir seluruh daerah Jakarta termasuk daerah
Tanjung Priok Jakarta Utara yang lokasi geografisnya terletak dekat laut dan
pelabuhan-pelabuhan, yaitu pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi arus
peradaban dan imigrasi para pedagang Cina. Hal tersebut dapat diperhatikan
melalui jejak peninggalan sejarah, catatan-catatan sejarah serta bangunanbangunan berarsitektur Cina yang tersebar luas di daerah Jakarta.

4.3

Denah daerah Jakarta Utara
Jakarta Utara merupakan nama sebuah kota administrasi di bagian utara

Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pusat pemerintahaanya terletak di kecamatan
Koja. Di sebelah utara Jakarta Utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah
timur berbatasan dengan bekasi, di sebelah selatan berbatasan dengan Jakarta
barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur, dan di sebelah barat Jakarta Utara
berbatasan dengan Tangerang. Di Jakarta Utara terletak Pelabuhan Tanjung Priok,
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Balai kota lama kota Batavia. Luas kotamadya
Jakarta Utara ialah 140,77 Km2 dengan jumlah penduduk 1.177.414 jiwa dan

34
Universitas Sumatera Utara

terdiri dari 6 Kecamatan, 31 Kelurahan, 406 RW dan 4.172 RT. Adapun letak
geografis daerah Jakarta Utara adalah 1060 20‟ 00‟‟ (BT) dan 06010‟ 00‟‟ (LS).
Berikut peta lokasi daera Jakarta Utara:

Sumber: Kompas
4.3.1

Luas Wilayah Per Kelurahan Pada Kecamatan Tanjung Priok
Kelurahan Tanjung Priok terletak di kecamatan Tanjung Priok, Jakarta

Utara, terdiri atas 158 RT dan 16 RW. Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar
6719 kk dan luas 5,59 Km2 . Kelurahan tersebut berbatasan dengan Kabupaten
Kepulauan Seribu di sebelah utara, kelurahan Ancol di sebelah barat, Kelurahan
Koja Utara di sebelah Timur dan Kelurahan Papanggo, Kelurahan Warakas,
Kelurahan Kebon Bawang, Kelurahan Sunai Bambu di sebelah selatan.

BAB V
35
Universitas Sumatera Utara

BUDAYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT
TIONGHOA
5.1

Bentuk Gotong Royong Pada Masyarakat Tionghoa di Tanjung
Priok Jakarta Utara
Sejarah tradisi Cina atau Tionghoa yang sangat tua dan besar

menimbulkan anggapan bahwa Negara Cina merupakan pusat dan pusar budaya
dunia, disebut sebagai negara tengah (Middle Kingdom). Asumsi ini
menempatkan etnis Tionghoa dengan tradisi budayanya yang lestari dan teratur.
Salah satu faktor yang membuat etnis Tionghoa hingga saat ini menjadi salah satu
etnis yang

memiliki penyebaran yang pesat, bukan hanya di tanah air saja

melainkan hingga ke penjuru dunia adalah karena mereka memegang teguh
prinsip-prinsip turun temurun dari para leluhur mereka. Giat bekerja keras, hidup
hemat, hidup berdampingan dan saling tolong menolong merupakan beberapa
kunci mengapa etnis Tionghoa mampu bertahan hidup. poin terakhir yaitu hidup
berdampingan dan saling tolong menolong atau gotong royong erat kaitanya
dengan keberadaan masyarakat Tionghoa di Indonesia hingga saat ini.
Masyarakat Tionghoa tentunya hidup dengan tidak terlepas dari adanya
ikut campur tangan bantuan orang lain baik keluarga, kerabat, ataupun lingkungan
sekitar. Hal tersebut sudah dijalani sejak etnis Tionghoa menginjakan kaki di
Indonesia, mereka melakukan kerja sama dan interaksi sosial dengan penduduk
pribumi dalam bidang apapun demi kelangsungan hidup mereka di Indonesia. Jika
tidak demikian, akan sangat sulit bahkan mustahil bagi mereka untuk dapat
berbaur dan memperluas relasi mereka. Oleh karena itu, budaya gotong royong

36
Universitas Sumatera Utara

merupakan hal yang sangat penting bagi keberadaan hingga saat ini dan dianggap
sangat perlu untuk tetap dijalankan.

5.1.1

Gotong Royong pada Lingkungan
Relasi sosial yang terjadi di lingkungan tercipta dengan sendirinya dan

melalui kebijakan yang dibuat oleh kepala lingkungan atau RT/RW setempat.
Etnis Tionghoa setempat membentuk suatu relasi sosial serta mengikuti kebijakan
yang dibuat oleh kepala lingkungan atau RT/RW setempat. Adapun beberapa jenis
budaya gotong royong pada lingkungan yang dijalani oleh masyarakat Tionghoa
di lingkungan tersebut ialah:

5.1.1.1 Kerja Bakti
Kerja bakti yang dilakukan adalah kerja bakti membersihkan lingkungan
sekitar, ketua RT/RW setempat telah membuat kebijakan pada lingkungan
setempat yakni diadakanya kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar yang di
adakan setiap sebulan sekali dan diadakan pada akhir pekan agar warga sekitar
baik etnis Tionghoa maupun pribumi dapat meluangkan waktu untuk bekerja
bersama-sama membersihkan dan membuat lingkungan sekitar menjadi bersih, hal
ini semata-mata bukan hanya sebagai kegiatan yang hanya dilakukan untuk
mengisi waktu luang, tetapi kegiatan kerja bakti ini bertujuan agar masyarakat
etnis Tionghoa dan pribumi dapat berbaur dan berinteraksi sosial satu dengan
yang lainya. Walaupun terdapat jasa dari dinas kebersihan untuk tetap
membersihkan lingkungan, warga sekitar baik etnis Tionghoa maupun pribumi

37
Universitas Sumatera Utara

tetap bersedia dan rela untuk meluangkan waktunya untuk kegiatan gotong royong
tersebut.

Gambar 5.1
Kerja Bakti Membersihkan Lingkungan

Sumber: Suara Jakarta
5.1.1.2 Siskamling
Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan) merupakan upaya
bersama dalam meningkatkan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat
yang memberikan perlindungan dan pengamanan bagi masyarakat dengan

38
Universitas Sumatera Utara

mengutamakan upaya-upaya pencegahan dan menangkal bentuk-bentuk
ancaman dan gangguan. Siskamling juga merupakan suatu kesatuan
komponen yang saling bergantung dan berhubungan, saling mempengaruhi
untuk mendapatkan hasil daya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rasa
aman dan ketertiban masyarakat. Bagi warga sekitar, adanya system
keamanan lingkungan sangatlah penting mengingat Jakarta merupakan
tempat yang sangat rawan dengan berbagai jenis kejahatan. Dikarenakan
aktifitas yang padat dan kesibukan di siang hari, hamper semua Masyarakat
etnis Tionghoa di lingkungan sekitar tidak turun tangan secara langsung
dalam kegiatan siskamling ini, namun mereka tetap berkontribusi dalam
bentuk menyumbangkan dana keamanan serta menyediakan tempat atau
fasilitas seperti pos siskamling di lingkungan sekitar. Tidak hanya
masyarakat Tionghoa namun juga masyarakat pribumi juga turut ambil
bagian dalam hal tersebut.
Gambar 5.2
Kegiatan Siskamling

39
Universitas Sumatera Utara

5.1.1.3 Gotong Royong dan Musyawarah Mufakat Dalam Memilih Ketua
RT/RW
Peran etnis Tionghoa dalam struktur kemasyarakatan memegang peran
yang penting, salah satunya ialah dalam memilih kepala lingkungan sekitar.
Pemilihan ketua RT/RW setempat memakai cara musyawarah mufakat dalam
mengangkat ketua RT/RW di tempat ini. Warga dan ketua RT setempat
menjelaskan bahwa kegiatan tersebut masih dilaksanakan, mengingat peran kepala
lingkungan sangatlah penting dalam mengurus kepentingan warga sekitar. Berikut
pernyataan dari ketua pak Leo selaku ketua RT setempat:
“… peran RT/RW setempat disini masih dibutuhkan. Saya selaku
ketua RT disini salut dengan warga-warga saya yang masih peduli
dan mau turun tangan dalam hal seperti ini. Bisa dibilang, hal yang
bagi mereka itu tidak terlalu penting memilih pak RT, kan bisa yang
lain milih mungkinkan. Tapi mereka engga. Warga tetap mau ambil
peran disini”
Gambar 5.3

40
Universitas Sumatera Utara

Gotong Royong Musyawarah Mufakat Dalam Memilih RT/RW

Sumber: Kabar6.com
5.1.2 Gotong Royong Pada Upacara Perayaan atau Hari Besar
Upacara atau hari besar identik dengan suatu perayaan dimana terdapat
keramaian atau sekumpulan orang yang merayakan upacara atau hari besar
tersebut. Perayaan juga identik dengan kebersamaan yang terjalin di dalamnya,
terlepas dari perayaan apapun itu, maupun siapa saja yang merayakanya, terdapat
antusiasme atau keikut sertaan bagi orang-orang sekitar baik hanya ikut serta
melihat dan meramaikan, ataupun ikut terjun kedalamnya untuk membantu.

5.1.2.1 Gotong Royong Pada Hari Raya Imlek
Perayaan tahun baru Cina atau Imlek merupakan salah satu perayaan yang
sangat di nantikan oleh masyarakat Tionghoa karna merupakan hari besar yang
sangat penting bagi masyarakat etnis Tionghoa. Perayaan Imlek atau Tahun baru
cina memiliki arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Tionghoa. Seperti halnya

41
Universitas Sumatera Utara

hari raya Natal dan Lebaran, masyarakat Tionghoa memiliki antusiasme yang
sangat tinggi dalam merayakan Tahun baru imlek. Animo masyarakat sekitar
dalam menyambut tahun baru Imlek tidak kalah tingginya. Masyarakat pribumi
ikut serta dalam membantu memeriahkan perayaan Imlek di ingkungan tersebut
mulai dari membantu memasang atribut imlek sampai dengan ikut bersilaturahmi
mengunjungi rumah warga etnis Tionghoa di lingkungan sekitar. Menurut ketua
RT setempat, masyarakat etnis Tionghoa sangatlah terbuka menunjukan animo
mereka dalam merayakan Imlek, begitupun masyarakat pribumi, mereka tidak
segan untuk membantu warga etnis Tionghoa di lingkungan sekitar dan bahkan
saling berkunjung ke rumah warga etnis Tionghoa yang merayakan Imlek.
Gambar 5.4
Gotong Royong Mempersiapkan Ornamen Imlek

Sumber: http//: Siutao.com
Gambar 5.5
Masyarakat pada saat berkunjung ke Rumah Warga Etnis Tionghoa

42
Universitas Sumatera Utara

Sumber: Pontianak Pos
5.1.3

Gotong Royong Dalam Keluarga
Gotong royong pada masyarakat tionghoa tidak hanya dilakukan dalam

bermasyarakat saja, melainkan terjadi di dalam ruang lingkup keluarga
masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri.

5.1.3.1 Gotong Royong Dalam Menjalankan Bisnis
Salah satu faktor mengapa etnis Tionghoa memiliki kekerabatan yang
sangat erat antara satu dengan yang lainya dan unggul dalam membangun bisnis
keluarga ialah karena mereka menerapkan konsep gotong royong di dalam
keluarga dimana setiap anggota keluarga memiliki peranan masing-masing dalam
menjalankan usaha keluarga tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Anni, salah
satu warga yang menetap di lingkungan tersebut, bahwasanya selain memiliki
peran sebagai ibu rumah tangga, ia juga ikut membantu keluarganya dalam
menjalankan bisnis keluarga yang telah di kelola dari generasi ke generasi.

43
Universitas Sumatera Utara

Sebagai istri dari suami pemilik usaha toko bangunan, ia berperan mengatur
keuangan dalam bisnisnya, sedangkan suami dan anak-anaknya memiliki peran
yang lain dalam menjalankan bisnis tersebut. Jika ada keluarga lain yang sedang
kesusahan dalam keuangan atau ingin membuka usaha, Anni tidak segan untuk
memberikan saran atau bantuan terhadap keluarganya. Hal tersebut membuat
kerekatan dalam berkeluarga tetap terus terjalin.

5.1.3.2 Gotong Royong Dalam Upacara Kelahiran
Upacara kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat etnis Tionghoa
merupakan sebuah prosesi penyambutan hadirnya anggota baru dalam sebuah
keluarga. Peran keluarga sangatlah penting dalam masa-masa menjalani
kehamilan hingga kelahiran seperti pada saat masa pemulihan setelah melahirka.
ibu dan bayi akan dilayani oleh mertuanya hingga pemulihan selesai.
Memandikan bayi, menyusui bayi dengan botol, menjaga bayi seperlunya agar ibu
yang baru melahirkan dapat beristirahat dan juga menyiapkan sajian hidangan
menu masakan yang bergizi tinggi sesuai dengan resep warisan leluhur
merupakan hal pokok yang pada umumnya dilakukan oleh Guek Lai Cim.

5.1.3.3 Gotong Royong Dalam Upacara Pernikahan
Pada umumnya orang-orang etnis Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia
membawa adat istiadat, budaya serta kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satunya
ialah upacara pernikahan. Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang
didasarkan dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan

44
Universitas Sumatera Utara

serta berfungsi melindungi keluarga. Dalam setiap rangkaian upacara pernikahan
setiap anggota keluarga dari kedua belah pihak mempelai memiliki peranan
masing-masing, dari mempersiapkan upacara menjelang pernikahan, upacara
pernikahan, upacara sembahyang, penghormatan orang tua, upacara pesta
pernikahan, upacara sesudah pernikahan hingga The Pai. Teh Pai dilakukan oleh
seluruh sanak saudara dari keluarga suami maupun istri memberikan hadiah
sebagai dasar pembangunan keluarga yang telah menikah, dimana pihak tertua
basanya memberikan petuah kepada kedua pasangan suami istri tersebut dalam
membina rumah tangga mereka. Setelah memberikan petuah, mereka biasanya
memberikan hadiah berupa perhiasan, uang atau alat kebutuhan keluarga sebagai
tanda perhatian dalam membantu perekonomian pasangan suami istri.

45
Universitas Sumatera Utara

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1

Simpulan
Berdasarkan uraian pada Bab V, maka dapat disimpulkan bahwa Budaya

Gotong Royong Pada Masyarakat Tionghoa di Tanjung Priok Jakarta Utara masih
tetap ada hingga sekarang, beberapa kegiatan gotong royong yang dilakukan ialah:
1.

Gotong royong di lingkungan yang hingga sekarang masih tetap dijalankan
ialah kerja bakti membersihkan lingkungan dan ikut serta bersama dengan
warga lainya saling membantu, siskamling dengan menyumbangkan dana
untuk menjaga keamanan lingkungan sekitar, dan turut serta mengambil
bagian dalam mengikuti musyawarah mufakat dalam memilih ketua
RT/RW di lingkungan tempat tinggal

2.

Gotong royong dalam perayaan atau hari besar dan mengikut sertakan
warga setempat atau juga ikut serta untuk ikut dan mengambil bagian
didalamnya diantaranya adalah gotong royong pada saat perayaan imlek
dimana warga etnis Tionghoa mengajak masyarakat di lingkungan sekitar
untuk ikut serta dalam memeriahkan perayaan tahun baru Imlek serta
dengan senang hati menyambut warga sekitar yang ingin berkunjung ke
rumah.

3.

Gotong royong juga diterapkan di dalam keluarga, salah satunya gotong
royong yang di terapkan dalam menjalankan bisnis keluarga. Setiap
anggota keluarga memiliki peranan penting yang di pegang oleh masing-

46
Universitas Sumatera Utara

masing orang. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor mengapa bisnis
yang di jalankan masyarakat etnis Tionghoa sangat berkembang pesat.
Dalam upacara kelahiran, peranan ibu mertua terlihat sebagai Guek Lai
Cim yang melayani ibu dan anak dalam masa pemulihanya hingga selesai.

Hal tersebut memperlihatkan adanya rasa saling membutuhkan antara ibu
yang baru saja melahirkan dan juga mertuanya, karena ibu yang baru saja
melahirkan belum terlalu sanggup untuk mengerjakan pekerjaan rumah
tangganya seorang diri. Budaya gotong royong juga terlihat pada saat
upacara pernikahan dimana pada saat awal hingga akhir peran kedua belah
pihak keluarga saling membantu dan bekerja sama demi kelancaran acara
pernikahan calon pasangan suami istri. Tidak segan-segan mereka
memberi bantuan dalam bentuk pesan atau petuah bagi pengantin baru
hingga member bantuan materi kepada pasangan suami istri yang baru saja
menikah.

6.2

Saran
Gotong royong merupakan budaya yang sangat erat hubunganya dalam

aspek kehidupan masyarakat etnis Tionghoa, dan merupakan bagian terpenting
dalam kelangsungan hidup masyarakat Tionghoa tersebut. Terbukti dari sejak
dahulu kala, mereka sudah menerapkan budaya tersebut di dalam keluarga dan
juga lingkungan. Jika tidak demikian, akan sangatlah sulit bagi masyarakat etnis
Tionghoa untuk dapat bertahan hidup karena adanya rasa saling membutuhkan
satu dengan yang lainya, saling mengisi, dan saling membantu demi tercapainya

47
Universitas Sumatera Utara

kesejahteraan dan keberlangsungan hidup. dengan demikian, penulis berharap
agar kiranya melalui kegiatan penelitaian ini, masyarakat semakin sadar akan
pentingnya budaya gotong royong dalam suatu sistem masyarakat. Penulis sangat
mengharapkan jika kebudayaan gotong royong tetap dilaksanakan sekaligus
menjadi salah satu upaya pelestarian kebudayaan. Mempertahankan kebudayaan
juga merupakan sebuah upaya menjaga identitas dari suatu kelompok masyarakat
sebab sesuai dengan definisi dari kebudayaan, yaitu kebudayaan merupakan
seluruh tindakan manusia dalam sebuah kelompok masyarakat.

48
Universitas Sumatera Utara