PENGARUH MEMUDARNYA BUDAYA GOTONG ROYONG

PENGARUH MEMUDARNYA BUDAYA GOTONG
ROYONG TERHADAP KOHESI DAN INTEGRASI
SOSIAL DI INDONESIA
Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Sosial Budaya dengan
Dosen M. Januar Ibnu Adham, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh

Iasza Fatah Enting

(1510631050061)

Rini Melani

(1510631050099)

Kelas : V B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2017

PENGARUH MEMUDARNYA BUDAYA GOTONG
ROYONG TERHADAP KOHESI DAN INTEGRASI
SOSIAL DI INDONESIA
Iasza Fatah Enting1, Rini Melani2, M. Januar Ibnu Adam, S.Pd., M.Pd.3
¹,²Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
3

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Singaperbangsa Karawang

iaszaenting@gmail.com/rinimelani097@gmail.com
Abstrak - Karya tulis ini merupakan studi literatur yang mana penulis lakukan dengan tujuan
untuk meninjau pengaruh memudarnya budaya gotong royong di Indonesia terhadap kohesi
dan integrasi sosial masyarakat Indonesia. Berdasarkan studi literatur diperoleh gagasan
bahwa memudarnya budaya gotong royong dapat mempengaruhi kohesi dan integrasi sosial.
Kohesi dan integrasi sosial berarti perkumpulan masyarakat yang menjadi utuh. Salah satu
kegiatan yang bisa membentuk keutuhan tersebut adalah gotong royong. Oleh karena itu kita
harus melestarikan budaya gotong royong. Agar terciptanya persatuan dan kesatuan di

Indonesia.
Kata Kunci: Gotong royong, kohesi, integrasi sosial
Abstract - This paper is a literature study which the author aims for reviewing the effect of
waning of mutual copperation culture in Indonesia towards cohesion and social integration of
Indonesian society. Based on literature study, it obtained idea that the waning of mutual
cooperation culture can influence cohesion and social integration. Cohesion and social
integration mean, the community which become intact. One of the activities which can
construct the integrity is mutual cooperation. Consequently, we must retain the mutual
cooperation culture to create the unity in Indonesia.
Keyword: mutual cooperation, cohesion, social integration.

PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sebagai sebuah masyarakat majemuk memiliki karakteristik.
Menurut JS Furnivall (1967) , ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat
berkelompok-kelompok berdampingan secara fisik, tetapi terpisah-pisah oleh perbedaaan
sosial. Menurut penulis, masyarakat majemuk Indonesia terbelah secara horizontal yakni
perbedaan suku, ras, agama, golongan dan kedaerahan, dan secara vertikal terbelah atas
perbedaan tingkat sosial ekonomi, pendidikan, kepemilikan, elite-masa dan sebagainya.
Perbedaan ini seharusnya tidak menimbulkan permasalahan karena Indosesia memiliki
ideologi pancasila, pada sila ke 3 yaitu “Persatuan Indonesia” yang bermakna menempatkan

masyarakat Indonesia pada persatuan, kesatuan, serta kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan pribadi dan golongan. Menempatkan masyarakat Indonesia pada persatuan dan
kesatuan, berarti masyarakat Indonesia harus mempunyai rasa saling memiliki dan
membutuhkan satu dengan yang lainnya, sehingga akan tumbuh rasa persatuan dan kesatuan.
Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan
demi kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Hal tersebut menjadi mayoritas masyarakat Indonesia bangga akan Bhinneka Tunggal
Ika yang melambangkan bangsa Indonesia itu sendiri. Dimana kemajemukan masyarakat
Indonesia menunjukkan suatu aneka warna yang besar dalam hal budaya dan bahasa.Salah
satu budaya khas masyarakat Indonesia adalah budaya gotong royong. Budaya gotong royong
merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat Indonesia
sebagai masyarakat agraris, oleh karena itu budaya gotong royong bernilai tinggi.
Budaya gotong royong memiliki tiga konsep : Pertama, Manusia tidak hidup sendiri
di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh komunitasnya, masyarakatnya dan alam semesta
sekitarnya. Kedua, dalam segala aspek kehidupan manusia pada hakikatnya tergantung
terhadap sesamanya. Ketiga, memiliki hubungan baik dengan sesamanya, terdorong oleh jiwa
sama-rata sama-rasa. Seluruh konsep tersebut memberikan sikap ketergantungan kepada
sesama, dimana hal tersebut menciptakan suatu rasa keamanan nurani yang sangat dalam.
Budaya


gotong

royong

merupakan

kunci

budaya

kontemporer

Indonesia,

yang

menggambarkan masyarakat di dalamnya dan semua kebijakan yang diambil dalam
kehidupan bermasyarakat harus berdasarkan konsep budaya gotong royong (Bowen 1986 :
545)

Budaya gotong royong yang dilakukan masyarakat Indonesia di masa lalu telah
memberikan banyak manfaat. Melakukan setiap pekerjaan dengan cara bergotong royong
dapat meringankan dan mempercepat penyelesaian pekerjaan. Dengan bergotong royong, rasa
persatuan dan kesatuan juga menjadi semakin erat. Budaya gotong royong bahkan dapat
menghemat pengeluaran kegiatan. Sayangnya, pada zaman modern ini penerapan nilai-nilai
budaya gotong royong mulai menurun. Orang–orang sudah memikirkan kebutuhan mereka
sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Padahal, setiap manusia merupakan
makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain.
Sikap budaya gotong royong yang semula menjadi sikap hidup bangsa telah
mengalami banyak gempuran yang terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif dan
dinamis, mementingkan kebebasan individu. Dampak globalisasi telah mempengaruhi hampir

semua aspek kehidupan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah aspek budaya gotong
royong Indonesia. Alasan lain yang membuat masyarakat Indonesia sudah mulai melupakan
nilai-nilai luhur dari budaya gotong royong adalah sifat-sifat seperti malas, dimana sifat
malas ini membuat mereka enggan untuk melakukan kegiatan bersama-sama seperti kerja
bakti dan sebagainya.
Lalu masyarakat sekarang sudah terjangkit virus matrealisme yang membuat mereka
menuhankan uang, dan mengangapnya lebih penting dari segalanya sehingga mereka hanya
sibuk dengan pekerjaan yang dirasa bisa memberikan keuntungan berupa uang. Alasan-alasan

inilah yang membuat masyarakat melupakan pentingnya sosialisasi dengan masyarakat yang
lain. Ketika hal seperti ini terus terjadi maka akan memiliki dampak yang buruk terhadap
masyarakat khususnya generasi muda. Karena generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan
budaya seperti ini maka mereka juga akan hidup dengan cara yang salah pula.
Badan Pusat Statistik merilis data pada 2010 yang menyebut ada 1.128 suku di
Indonesia yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Keberagaman ini menjadikan Indonesia
salah satu negara dengan budaya paling kaya. Di sisi lain, keberagaman juga dapat memicu
konflik bila tak dijembatani dengan baik. Tragedi di Indonesia yang bersumber karena
perbedaan budaya. Konflik itu tak hanya menelan korban materi namun juga menghilangkan
nyawa ratusan orang. Seperti yang terjadi pada Tragedi Sampit, Tragedi ini bermula dari
konflik antara kelompok etnis Dayak dan Madura yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah.
Konflik ini bermula pada 18 Februari 2001 saat empat anggota keluarga Madura, Matayo,
Haris, Kama dan istrinya, tewas dibunuh. Warga Madura lantas mendatangi rumah milik suku
Dayak bernama Timil yang dianggap telah menyembunyikan si pembunuh. Massa meminta
agar Timil menyerahkan pelaku pembunuhan itu. Karena permintaan mereka tidak dituruti,
massa marah dan membakar rumah. Selain itu konflik ini terjadi karena ketidak cocokan
antara dua suku yaitu suku Madura dan suku Dayak.
Oleh sebab itu perlu kesadaran diri dari berbagai pihak untuk senantiasa
menumbuhkan semangat bergotong-royong agar terwujud kehidupan bangsa yang lebih
baterah pada kerukunan dengan saling bahu-membahu dalam menyelesaikan permasalahan

yang ada. Karena persatuan merupakan harga mati yang tak dapat di nilai dengan kepingan
nominal dan tak kan luntur meski didera goda dan masa.
Permasalahan-permasalahan di atas salah satunya karena rasa persatuan dan kesatuan
yang kurang. Dengan kata lain kohesi dan integrasi sosial telah memudar. Maka dari itu

penulis mengambil judul “Pengaruh Memudarnya Kohesi dan Integrasi Sosial Terhadap
Budaya Gotong Royong di Indonesia”.
KAJIAN TEORI
1. Pengertian Budaya
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah
kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas budaya yang tunggal
bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman budaya yang ada
membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi budaya yang luar biasa, jika
mengacu pada pengertian bahwa budaya adalah hasil cipta manusia.

Ada beberapa

pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya adalah tokoh terkenal
Indonesia yaitu Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (2000: 181) kebudayaan dengan
kata dasar budaya berasal dari bahasa sansa kerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari

buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai
“daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, karsa, dan rasa itu. Sedangkan menurut Liliweri (2002: 8) kebudayaan atau budaya
merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan,
nilai, dan simbol simbol yang mereka terima tanpa sadar yang semuanya diwariskan melalui
proses komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hawkins (2012) yang mengatakan bahwa budaya adalah
suatu kompleks yang

meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta

kemampuan dan kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian masyarakat. Adapun
menurut Ruth Benedict (dalam Moeis Syarif 2009:3) melihat kebudayaan sebagai pola pikir
dan berbuat yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya
dengan kelompok lain. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya berarti sebuah
pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Secara tata bahasa, arti dari keudayaan diturunkan dari
kata budaya dimana cenderung menunjuk kepada cara berpikir manusia
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai Budaya adalah suatu
cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,

termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan

karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang
lain.
2. Pengertian Budaya Gotong royong
Menurut Koentjaraningrat budaya gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni gotong royong tolong menolong dan gotong
royong kerja bakti. Budaya gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian,
kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana
atau kematian. Sedangkan budaya gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk
mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum, entah yang terjadi atas
inisiatif warga atau gotong royong yang dipaksakan.
Dalam perspektif sosiologi budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa mengharap
balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau
individu tertentu. Gotong royong menjadikan kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya
dan sejahtera. Dengan gotong royong, berbagai permasalahan kehidupan bersama bisa

terpecahkan secara mudah dan murah, demikian halnya dengan kegiatan pembangunan
masyarakat.
Collette (dalam N Rochmadi 2012:6) menyatakan bahwa gotong royong telah berurat
dan berakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan pranata asli paling
penting dalam pembangunan masyarakat. Adapun menurut Pranadji (dalam N Rochmadi
2012: 7). Implementasi nilai gotong royong pada masyarakat Indonesia merupakan bagian
esensial dari revitalisasi nilai sosial budaya dan adat istiadat pada masyarakat yang memiliki
budaya beragan agar terbebas dari dominasi sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan
keamanan, serta ideologi lain yang tidak mensejahterahkan”
Hal ini sesuai dengan pendapat Kusnaedi (2006 : 16) bahwa Gotong royong merupakan
sikap positive yang mendukung dalam perkembangan desa dan juga perlu dipertahankan
sebagai suatu perwujudan kebiasaan melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama.

Dalam perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih (mengharap
balasan) untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau
individu tertentu. Misalnya; petani secara bersama-sama membersihkan saluran irigasi yang
menuju sawahnya, masyarakat bergotong royong membangun rumah warga yang terkena
angin puting beliung, dan sebagainya (Pranadji, 2009 : 62)
Sedangkan menurut Bintarto (1980:11) menyatakan bahwa gotong royong merupakan

perilaku sosial yang kongkrit dan merupakan suatu tata nilai kehidupan sosial yang turun
temurun dalam kehidupan di desa –desa Indonesia.Tumbuh suburnya tradisi kehidupan
gotong royong di pedesaan tidak lepas karena kehidupan pertanian memerlukan kerjasama
yang besar dalam upaya mengolah tanah, menanam, memelihara hingga memetik hasil panen.
Adapun pendapat Kartodirjo ( 1987) yang menyatakan bahwa penerapan nilai gotong royong
di Indonesia mengalami pasang surut penggunaannya mengikuti arus dan gelombang
masyarakat penggunanya (dinamis).
Hal ini sesuai dengan Soekanto (1982 : 116) bahwa gotong royong menjadi cara hidup,
bertahan hidup dan berelasi di dalam masyarakat agraris yang berbentuk masyarakat
paguyuban atau dalam istilah Ferdinand Tonnies disebut dengan masyarakat geme in schaft.
Hal tersebut dikemukakan juga oleh Bintarto (1980:11) bahwa gotong royong merupakan
perilaku sosial yang kongkrit dan merupakan suatu tata nilai kehidupan sosial yang turun
temurun dalam kehidupan di desa –desa Indonesia.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

gotong

royong adalah kerja sama antara sejumlah warga masyarakat untuk menyelesaikan sesuatu
atau pekerjaan tertentu yang dianggap berguna untuk kepentingan bersama.
Dengan demikian, Gotong royong merupakan budaya bangsa Indonesia yang
dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat sesuai dengan kegiatan masing-masing.
3. Pengertian Kohesi
Kohesi sosial di tingkat masyarakat dapat berasal dari bentuk dan kualitas interaksi sosial
di tingkat lokal. Di dalam model masyarakat modern, kohesi sosial dipandang sebagai proses
bottom up. Pada modal sosial lokal, bukan dipandang sebagai proses top down. Pengamatan
lain berpendapat bahwa semakin banyak orang Indonesia yang tidak peduli dan menyebabkan
penurunan kepercayaan kepada pemerintah. Karena asumsinya bahwa keterlibatan

masyarakat meningkatkan kohesi sosial. Definisi tentang kohesi sosial dinyatakan Johnson
and Johnson (1991) seperti yang dikutip oleh Noorkamilah (2008) menyatakan bahwa kohesi
sosial dalam sebuah komunitas terjadi ketika anggota-anggota kelompok saling menyukai dan
saling menginginkan kehadiran satu dengan lainnya. Kemudian Noorkamilah (2008)
menambahkan bahwa kohesi sosial dapat dilihat dari partisipasi anggota komunitas, rasa
solidaritas yang menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki terhadap sebuah
kelompok.
Selain itu, Mollering (2001) seperti yang dikutip oleh Primadona (2001) menyatakan
bahwa salah satu fungsi penting kepercayaan (trust) dalam hubungan-hubungan sosial
kemasyarakatan adalah pemeliharan kohesi sosial, trust membantu merekatkan setiap
komponen sosial yang hidup dalam sebuah komunitas menjadi kesatuan yang tidak terceraiberai. Selain itu, menurut Faturochman (2006) seperti yang dikutip oleh Yuasidha (2014)
faktor-faktor yang membentuk kohesivitas, yakni setiap anggota memiliki komitmen yang
tinggi, interaksi didominasi kerjasama bukan persaingan, mempunyai tujuan yang terkait satu
dengan yang lainnya, sesuai dengan perkembangan waktu tujuan yang dirumuskan
meningkat, terjadi pertukaran antar anggota yang sifatnya mengikat, dan ada ketertarikan
antar anggota sehingga relasi yang terbentuk menguatkan jaringan relasi di dalam komunitas.
Menurut Taylor et al. (2009) seperti yang dikutip oleh Wulansari et al. (2012)
menyatakan bahwa kohesi sosial diartikan sebagai kekuatan, baik positif maupun negatif,
yang menyebabkan anggota tetap bertahan dalam komunitas. Kohesi sosial dapat meningkat
seiring dengan tingginya rasa suka antar anggota. Anggota dapat saling menyukai ketika
mereka saling menerima. Sedangkan menurut Cartwright (1990) seperti yang dikutip oleh
Ramdhani dan Martono (1996) menambahkan bahwa kohesi sosial merupakan derajat
kekuatan ikatan dalam satu kelompok yang masing-masing anggotanya secara psikologis
menjadi saling tarik menarik dan saling tergantung.
Hal tersebut digambarkan oleh Ramdhani dan Martono (1996) pada penelitiannya
mengenai kohesi sosial pada masyarakat miskin. Tingkat kohesi sosial yang paling tinggi
terdapat pada anggota yang sudah ikut KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) selama 2
tahun dibandingkan dengan anggota yang baru saja ikut dan belum ikut KSM. Perbedaan
tingkat kohesi sosial tersebut karena adanya pembinaan dari sukarelawan, lamanya anggota
dalam sebuah kelompok, saling ketergantungan antara masing-masing anggota, dan
kelompok-kelompok kecil yang sudah terdapat di dalam masyarakat. Prinsip tanggung

renteng diterapkan dalam rangka mempererat saling ketergantungan antara masing-masing
anggota kelompok yang telah mengakar pada diri anggota sebagai bentuk budaya dari
masyarakat setempat yang pada umumnya masih memegang teguh nilai-nilai adat luhur
menjadikan tingkat kohesi sosial menjadi kuat.
Menurut Myers (2010) kohesi sosial merupakan perasaan “we feeling” yang
mempersatukan setiap anggota menjadi satu bagian. Rasa memiliki tersebut juga dapat
membentuk kohesi sosial antar individu dalam suatu komunitas.
Dengan demikian dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Kohesi sosial
terdiri dari kekuatan yang berlaku pada anggota suatu masyarakat atau kelompok untuk
tinggal di dalamnya, dan dengan aktif berperan untuk kelompok dalam kelompok kompak,
anggota ingin menjadi bagian dari kelompok, mereka biasanya suka satu sama lain dan hidup
rukun serta bersatu dan setia di dalam mengejar tujuan kelompok.
4. Pengertian Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Dalam kamus Sosiologi, Soekanto (1983 : 157-158) mengartikan integrasi sebagai
pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan dalam suatu sistem sosial. Sedangkan
menurut P. Soedarno (1992:38) Integrasi berasal dari kata sifat integer, yang berarti “utuh”,
“tidak bercacat”, “tidak retak”, “tidak gempil”, “bulat padu”. Secara etimologi, integrasi
berasal dari kata latin yang artinya memberi tempat bagi suatu unsur demi suatu keseluruhan.
Kemudian dari bentuk kata kerja itu di bentuk kata benda integritas yang artinya keutuhan
atau kebulatan. Selanjutnya, dari kata integritas di bentuk kata sifat integer yang artinya utuh.
Oleh sebab itu, istilah integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan
yang bulat dan utuh. (Emiliana Sadilah 1997:24).
P. Soedarno (1992:39) menjelaskan dalam tulisannya yang berjudul Ilmu Sosial Dasar
integrasi social adalah suatu proses dan sekaligus hasil dari proses itu, dimana individuindividu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang semula terkotak-kotak, berbedabeda, bahkan bersaing atau bertentangan, menjadi rukun bersatu dan selaras, baik dalam hal

kepentingan-kepentingan, soal hidup-mati, maupun dalam hal pandangan berbagai masalah
pokok dalam kehidupan sosial politik budaya masyarakat.

Sejalan dengan itu, Hendropuspito (1989:65) berpendapat, bahwa secara umum
integrasi diartikan sebagai pernyataan secara terencana dari bagian-bagian yang berbeda
menjadi satu kesatuan yang serasi. Kata integrasi berkaitan erat dengan terbentuknya suatu
bangsa, karena suatu bangsa terdiri dari berbagai unsur seperti suku/etnis, ras, tradisi,
kepercayaan dan sebagainya, yang beranekaragam.
Sedangkan menurut pakar sosiologi Maurice Duverger dalam bukunya, mengatakan
Integrasi di definisikan sebagai dibangunnya interdependensi yang lebih rapat antara bagianbagian antara organisme hidup atau antar anggota-anggota dalam masyarakat sehingga
integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi
suatu kata yang harmonis yang didasarkan pada tatanan yang oleh angota-anggotanya
dianggap sama harmonisnya.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan Integrasi sosial adalah wujud
keserasian hidup masyarakat dalam suatu sistem, bukan penyeragaman karena anggota
masyarakat masih memiliki identitas masing-masing, didalamnya terdapat kerjasama dari
seluruh anggota masyarakat sehingga tercapai keharmonisan hidup dan menghasilkan
kesepakatan nilai-nilai yang sama-sama di junjung tinggi.

PEMBAHASAN
1. Budaya Gotong Royong di Indonesia
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berjiwa gotong royong nampak tak
terbantahkan. Dalam hal ini Collette (1987:3) menyatakan bahwa “gotong royong telah
berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan pranata asli paling
penting dalam pembangunan masyarakat”. Lebih detail bahkan Koentjaraningrat (2002:62)
menyatakan gotong royong dilakukan atas dasar bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri,
pada hakekatnya manusia bergantung pada sesamanya, seseorang berusaha untuk sedapat
mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya, dan seseorang selalu berusaha untuk
berkompromi, berbuat sama dan bersama dengan sesamanya dalam komunitas, terdorong
oleh jiwa sama tinggi sama rendah. Ia membagi beberapa bentuk gotong royong, yakni

mewujud dalam kegiatan kematian, memperbaiki atap rumah dan menggali sumur, dalam
pesta perkawinan, dan dalam hal mengerjakan kepentingan umum, seperti memperbaiki
jembatan atau jalan yang rusak. Hal serupa dikatakan Nur, Bulkis, & Hamka (2003 dalam
Kusumastuti, 2015) bahwa masyarakat Indonesia dalam mengelola infrastruktur (seperti
jembatan dan jalan) dilakukan dalam bentuk gotong royong baik dalam bentuk ide, tenaga,
maupun dana.
Koentjaraningrat (1998:155) menegaskan bahwa dalam kehidupan modern tolong
menolong tidak akan pernah hilang karena setiap manusia pasti memiliki sahabat-sahabat
karib, kerabat dekat dan teman-teman yang merupakan kelompok primernya. Jiwa gotong
royong tidak terbatas pada kelompok primer saja dan karena itu bisa dipertahankan dalam
kehidupan modern. Bintarto (Fasya, 1987: 2) menegaskan bahwa kesadaran masyarakat
untuk terlibat aktif karena mereka menyadari tidak bisa hidup sendiri tanpa perlindungan
masyarakatnya dan lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat menyadari bahwa manusia pada
hakikatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya dengan sesamanya.
Seperti halnya, masyarakat Banjar desa Andhika yang menjalankan tradisi bahaul yang
identik dengan budaya gotong royong adalah masyarakat yang hidup bersama menghasilkan

kebudayaan, kebiasaan, nilai dan tradisi. Ada banyak tradisi gotong royong di negeri ini,
diantaranya tradisi mapalus di Minahasa (Suman, dkk., 2012), momosat di Bolaang
Mangondow dan sambatan di Yogyakarta (Fajarini, 2014: 124). Akan halnya pada masyarakat
nelayan di Bulutui dan Pulai Nain di Sulawesi Utara, sebagaimana yang digambarkan oleh
Wardiat (2016: 145) bahwa pranata sosial yang mereka namakan Kerukunan Warga dan
Persatuan berfungsi untuk kegiatan hajatan dan kedukaan yang juga identik dengan gotong
royong dan solidaritas. Dalam kaitan ini, Soemardjan (Soekanto, 2006:22) mengartikan
masyarakat sebagai orang-orang yang hidup bersama menghasilkan kebudayaan dan mereka
mempunyai kesamaan wilayah, identitas, kebiasaan, nilai, tradisi, sikap dan rasa persatuan
yang diikat oleh kesamaan.
Dalam perspektif sosiologi budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa mengharap
balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau
individu tertentu. Gotong royong menjadikan kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya
dan sejahtera. Dengan gotong royong, berbagai permasalahan kehidupan bersama bisa

terpecahkan secara mudah dan murah, demikian halnya dengan kegiatan pembangunan
masyarakat.
Gotong royong yang dilakukan masyarakat Indonesia di masa lalu telah memberikan
banyak manfaat. Melakukan setiap pekerjaan dengan cara bergotong royong dapat
meringankan dan mempercepat penyelesaian pekerjaan. Dengan bergotong royong, rasa
persatuan dan kesatuan juga menjadi semakin erat. Gotong royong bahkan dapat menghemat
pengeluaran kegiatan. Sayangnya, pada zaman ini penerapan nilai-nilai gotong royong mulai
menurun. Orang–orang sudah memikirkan kebutuhan mereka sendiri tanpa memperhatikan
lingkungan sekitar. Padahal, setiap manusia merupakan makhluk sosial yang selalu
membutuhkan bantuan orang lain.
Sikap budaya gotong royong yang semula menjadi sikap hidup bangsa telah
mengalami banyak gempuran yang terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif dan
dinamis, mementingkan kebebasan individu. Dengan memanfaatkan keberhasilannya di
berbagai bidang kehidupan serta kekuatannya di bidang fisik dan militer, Barat cukup
mendominasi dunia dan umat manusia. Dampak globalisasi ini telah mempengaruhi hampir
semua aspek kehidupan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah aspek budaya gotong
royong Indonesia.
Masa sekarang ini, dampak globalisasi telah mempengaruhi pola pikir masyarakat
Indonesia tentang hakikat budaya gotong royong. Masyarakat lebih suka membeli barangbarang mewah yang sarat dengan pemborosan daripada menyisihkan hartanya untuk
membantu orang fakir dan miskin. Masyarakat menjadi cenderung individualis, konsumtif,
dan kapitalis sehingga rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan senasib sepenanggungan antar
sesama manusia mulai hilang tergerus ganasnya badai globalisasi yang mempunyai dampak
negatif serta dampak positif tanpa difilter terlebih dahulu oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia. Arus globalisasi dalam bidang sosial budaya begitu cepat merasuk ke dalam
masyarakat terutama kalangan muda.
2. Pengaruh Memudarnya Budaya Gotong Royong terhadap Kohesi dan Integrasi
Sosial di Indonesia
Pada bidang sosial budaya saat ini mengalami banyak masalah seperti memudarnya
rasa dan ikatan kebangsaan, disorientasi nilai keagamaan, memudarnya kohesi dan integrasi
sosial, serta melemahnya mentalitas positif. Untuk itu perlu dilakukan revitalisasi. Pudarnya

ikatan kebangsaan saat ini ditandai dengan menguatnya primordialisme dampak dari
kebebasan politik yang berlebihan, serta apatisme dan individualisme akibat globalisasi yang
mendorong penetrasi budaya asing. Memudarnya kohesi dan integrasi sosial dilihat dari
berbagai tindak kekerasan yang terus terjadi dalam masyarakat. Seperti Narkotika,
pembunuhan, pelecehan seksual, perdagangan manusia, pornografi, pengerusakan lingkungan
yang terus meningkat.
Terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat tampak dalam kehidupan masyarakat sekarang
ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial,
musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu, dan cinta tanah air
dirasakan semakin memudar (Kemendiknas, 2010).
Konflik agama merupakan salah satu konflik yang cukup sering terjadi di Indonesia.
Lunturnya budaya luhur yang telah ada di Indonesia sejak dulu seperti gotong royong, dapat
menjadi salah satu faktor dari terjadinya konflik agama. Gotong royong yang mencerminkan
suatu kebersamaan merupakan suatu acuan untuk menciptakan kehidupan yang jauh dari
konflik. Dengan keberadaannya yang semakin luntur tentunya akan dapat memicu terjadinya
perselisihan yang dapat berujung pada konflik karena berkurangnya nilai kebersamaan.
Sehingga sangatlah penting untuk menjaga gotong royong di tengah masyarakat, terutama
didalam masyarakat yang memiliki perbedaan.
Gotong royong merupakan nilai luhur yang telah ada didalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Melalui gotong royong dapat menghasilkan suatu kebersamaan dan kesatuan
ditengah kehidupan masyarakat Indonesia yang beranekaragam.
Memudarnya nilai gotong royong terjadi apabila rasa kebersamaan mulai menurun
dan setiap pekerjaan tidak lagi bersifat sukarela, bahkan hanya dinilai dengan materi atau
uang (Bintari dan Darmawan, 2016: 59). Hal ini menyebabkan rendahnya sikap kohesi dan
Integrasi sosial, menurunnya sikap tolong menolong, dan menguatnya sikap individualis di
negeri ini yang tampak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kohesi dan integrasi sosial adalah
perkumpulan masyarakat yang menjadi utuh. Dan gotong royong itulah yang membentuk
kohesi dan integrasi. Ketika budaya gotong royong mulai memudar maka sulit untuk

membentuk kohesi dan integrasi sosial di Indonesia. Oleh karena itu kita harus melestarikan
budaya gotong royong di Indonesia. Agar terciptanya persatuan dan kesatuan di Indonesia.
Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang mengupayakan pelestarian budaya
gotong royong. Seperti yang dilakukan oleh Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Kota Bengkulu, Dra. Rosmidar, mengajak
masyarakat untuk selalu bergotong royong. Hal ini untuk meningkatkan kepedulian dan peran
aktif masyarakat berdasarkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan agar terjadi penguatan
integrasi sosial.
Hal ini disampaikannya dalam rangka Peringatan Bulan Bakti Gotong Royong
Masyarakat (BBRGM) ke-XII yang dilaksanakan di halaman Kantor Camat Muara
Bangkahulu. Peringatan BBRGM ini mengambil tema “Dengan bulan gotong royong
masyarakat XII, kita gelorakan kerja gotong royong menuju kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat”. Kegiatan yang digelar pukul 09.00 WIB ini dihadiri oleh FKPD, kepala dinas,
kepala badan, camat, lurah di jajaran Pemerintah Kota Bengkulu.
Kemudian disampaikannya bahwa, BBRGM ini rencananya akan dilaksanakan
selama satu bulan penuh pada bulan Juni ini. Dalam hal ini pelaksanaan berdasarkan Permen
nomor : 42 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Bulan Bhakti Gotong Royong
Masyarakat. Sementara maksud dan tujuan diadakan kegiatan tersebut adalah untuk
meningkatkan kepedulian dan peran aktif masyarakat dan berdasarkan semangat
kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong menuju pada penguatan integrasi sosial
melalui kegiatan-kegiatan gotong royong dalam pembangunan serta pemeliharaan hasil
pembangunan.
“Dengan terlaksananya kegiatan pencanangan ini, maka diharapkan kerjasama
masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan dapat diarahkan pada penguatan dalam
pembangunan untuk kemandirian bangsa,” ucapnya.
Walikota Bengkulu yang dalam hal ini disampaikan oleh Asisten I Kota Bengkulu
Drs. Hilman Fuadi, MM mengajak kepada semua komponen masyarakat untuk meningkatkan
kepedulian dan peran aktif dalam membangun Kota Bengkulu dengan 3 sasaran.
“Menjaga dan melestarikan budaya bangsa, kemudian meningkatkan semangat
kebersamaan dan kesadaran warga masyarakat dalam pembangunan, dan meningkatkan

ketahanan keluarga sebagai dasar dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang
tangguh,” sampai Hilman.
Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sebagai sebuah masyarakat majemuk memiliki karakteristik.
Kemajemukan masyarakat Indonesia menunjukkan suatu aneka warna yang besar dalam hal
budaya dan bahasa. Salah satu budaya khas masyarakat Indonesia adalah budaya gotong
royong. Gotong royong dapat menghasilkan suatu kebersamaan dan kesatuan ditengah
kehidupan masyarakat Indonesia yang beranekaragam. Sayangnya pada era globalisasi ini
penerapan nilai-nilai budaya gotong royong mulai menurun. Orang-orang sudah memikirkan
kebutuhan mereka sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitar.padahal setiap manusia
merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Di Indonesia ada
yang dikenal dengan istilah persatuan dan kesatuan atau ada juga yang disebut dengan kohesi
dan integrasi sosial. Kohesi dan integrasi sosial berarti perkumpulan masyarakat yang
menjadi utuh. Salah satu kegiatan yang bisa membentuk keutuhan masyarakat adalah gotong
royong. Oleh karena itu kita sebagai bangsa Indonesia harus melestarikan budaya gotong
royong. Agar terciptanya persatuan dan kesatuan di Indonesia.
Saran
Masyarakat Indonesia harus terus menjaga dan mempertahankan pelaksanaan dari
gotong royong yang memiliki peranan yang kuat dalam menjaga persatuan dan kesatuan
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk yang
memiliki keberagaman suku, bahasa, agama dan budaya. Sehingga perlu mempertahankan
hal-hal yang dapat menciptakan kebersamaan semua masyarakat. Salah satunya yaitu budaya
gotong royong.
Pemerintah pun harus terus melakukan upaya-upaya untuk tetap mempertahankan
kegiatan gotong royong yang ada pada saat ini, agar pelaksanaan gotong royong tidak
mengalami pemudaran. Kerjasama yang terjalin antar warga dan pemerintah harus tetap
dijaga agar gotong royong dapat berjalan dengan baik dan tanpa ada yang merasa keberatan.
Daftar Pustaka
Online:
Admin. (2017) Konflik dan Integrasi Sosial. Diperoleh dari
https://infosos.wordpress.com/kelas-xi-ips/konfil-dan-integrasi-sosial/ [Diakses pada
tanggal 26 November 2017 pukul 09.00 WIB].

Anisa, Hana Hilaly. (2016). Alih Fungsi Lahan dan Tingkat Kohesi Sosial Masyarakat
Pedesaan. Diperoleh dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81932 .
[Diakses pada tanggal 27 November pukul 21.00 WIB].
Berutu, Lister. 2005. Gotong royong, musyawarah dan mufakat sebagai faktor penunjang
kerekatan berbangsadan bernegara. Diperoleh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15265/1/etv-jun2005%203.pdf. [Diakses pada tanggal 27 November 2017 pukul 21.00 WIB].
Hayati. (2015). Integrasi dan Reintegrasi Sosial Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Konflik
dan Kekerasan. Diperoleh dari
http://blog.unnes.ac.id/qudwahhayati/2015/12/15/materi-sosiologii-kelas-xi-bab-4integrasi-dan-reintegrasi-sosial-sebagai-upaya-pemecahan-masalah-konflik-dankekerasan/. [Diakses pada tanggal 27 November pukul 21.00 WIB]
Jalali. (2014). Makalah Integrasi Sosial dan Teori-Teori Emile Durkhem. Diperoleh dari
http://djalali22.blogspot.co.id/2014/06/integrasi-sosial-dan-teori-teori-emile.html
[Diakses pada tanggal 27 November 2017 pukul 21.00 WIB].
Majalah 1000guru. (2016). Pudarnya Budaya Gotong Royong pada Era Globalisasi.
Diperoleh dari http://majalah1000guru.net/2016/05/budaya-gotong-royongglobalisasi/ [Diakses pada tanggal 26 November 2017 pukul 09.00 WIB].
Redaksi7. (2015). Gotong Royong Kuatkan Integrasi Sosial. Diperoleh dari
http://bengkuluekspress.com/gotong-royong-kuatkan-integrasi-sosial/ [Diakses pada
tanggal 1 Desember 2017 pukul 11.00 WIB]
Rusmiati, dkk. (2014). Teori-Teori Integrasi Sosial. Diperoleh dari
http://ronikurosaky.blogspot.co.id/2014/05/teori-integritas-sosial-menurut-emile.html
Diakses pada tanggal 27November 2017 pukul 21.00 WIB].
Ulfah, Fitria Maria. “Materi Sosiologii Kelas XI : Integrasi Dan Reintegrasi Sosial Sebagai
Upaya Pemecahan Masalah Konflik Dan Kekerasan”. Diperoleh dari
http://blog.unnes.ac.id/fitriamariahulfah/2015/12/13/materi-sosiologii-kelas-xiintegrasi-dan-reintegrasi-sosial-sebagai-upaya-pemecahan-masalah-konflik-dankekerasan/ [Diakses pada tanggal 27 November 2017 Pukul 21.00 WIB].
Buku :
Bintarto. 1980. Gotong royong suatu karakteristik Baangsa Indonesia. Yogyakarta: PT Bina
Ilmu.
Pasya, Gurniwan Kamil.2000. Gotong Royong dalam Kehidupan Masyarakat. PDF.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Waluya, Bagja. (2009). Sosiologi 2 : Menyelami Fenomena Sosial Di Masyarakat Untuk
Kelas XI SMA/MA/Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Pusat Perbukuan
Nasiaonal.